14
2.1.1.2 Alat Ukur Panjang dan Berat dalam Matematika di Sekolah Dasar Memilih Alat Ukur
Banyak peristiwa yang berhubungan dengan pengukuran. Misalnya: a. mengukur jauh lompatan saat olahraga,
b. mengukur berat gula saat berbelanja di warung, c. mengukur waktu saat belajar di sekolah.
Untuk mengetahui pengukuran tersebut, kita perlu mengetahui berbagai satuan pengukuran.
1. Memilih Alat Ukur yang Sesuai
Alat ukur panjang adalah alat yang digunakan untuk mengukur panjang suatu benda.
a. Meteran sebagai Alat Ukur Panjang
Meteran digunakan untuk mengukur panjang. Meteran banyak jenisnya antara lain meteran saku, meteran rol, dan meteran pita. Tiap jenis meteran
dipakai untuk keperluan khusus. Tiap meteran mempunyai kegunaan khusus. Misalnya:
1. Meteran pita, dapat digunakan untuk mengukur lingkar pinggang dan
kepala. Kita sulit mengukur lingkar dengan meteran saku. Meteran pita sering dipakai oleh penjahit.
2. Meteran rol, digunakan untuk mengukur benda yang cukup panjang.
Contoh panjang halaman, pajang ruang kelas, panjang lapangan. 3.
Meteran saku, dipakai megukur panjang meja. Meteran saku sering digunakan oleh tukang bangunan. Di sekolah kamu juga membutuhkan
15 meteran, yaitu penggaris. Penggaris misalnya digunakan untuk mengukur
panjang dan lebar bangun datar. Saat mengukur dengan mistar, salah satu ujung benda harus sejajar dengan
skala 0. Lalu bacakah skala yang sejajar dengan ujung lainnya. Skala itulah yang menunjukkan panjang benda.
Gambar 2.1 mistar atau penggaris
b. Timbangan sebagai Alat Ukur Berat
Alat ukur berat adalah alat yang digunakan untuk mengukur berat suatu benda. Alat pengukur berat adalah timbangan.
Berikut ini adalah macam-macam gambar timbangan berat:
Gambar 2.2 Timbangan berat
16 Ketarangan:
1. Gambar A timbangan beras. Timbangan ini biasa dipakai untuk
menimbang barang dalam karung atau peti. Berat benda maksimum hingga 50 kg.
2. Gambar B timbangan badan. Timbangan ini dipakai untuk menimbang
berat badan hingga 100 kg. 3.
Gambar C timbangan kue. Timbangan ini ditemui di rumah-rumah dan toko bahan-bahan kue. Gunanya untuk menimbang bahan kue hingga 15
kg. 4.
Gambar D timbangan gantung. Timbangan ini digunakan untuk menimbang benda dengan cara digantung. Berat benda maksimum hingga
1 kuintal. 5.
Gambar E timbangan warung. Timbangan ini digunakan di warung, kios, atau di pasar tradisional. Berat benda maksimum hingga 5 kg.
6. Gambar F neraca. Timbangan ini untuk menimbang benda-benda yang
ringan. Misalnya berat emas dan bahan obat-obatan. Satuan berat neraca dinyatakan dalam gram.
Sumber materi: www.bukupaket.com
17
2.1.1.3 Teori Perkembangan Kognitif
Penyajian matematika sebaiknya disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif siswa. Menurut Jean Piaget siswa memiliki empat tahap dalam berpikir
sesuai dengan bertambahnya usia Suparno, 2001: 25. Tahapan tersebut adalah: 1 sensorimotor 0-2 tahun, 2 praoperasional 2-7 tahun, 3 operasi konkret
7-11 tahun, 4 operasi formal 11 tahun ke atas. Siswa SD berada pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini siswa cenderung mudah dalam memahami
sesuatu dengan menggunakan benda yang nyata Suparno, 2001: 70. Tahap operasional konkret tetap ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa
yang kelihatan nyata atau konkret. Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang konkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotesis. Anak masih
mempunyai kesulitan untuk memecahkan persoalan yang mempunyai banyak variabel Suparno, 2001: 70.
Penelitian ini menggunakan teori perkembangan kognitif dari Piaget sebagai dasar untuk menentukan metode pembelajaran yang sesuai dengan usia
anak sekolah dasar. Teori ini memberi pedoman bagi peneliti untuk menerapkan metode pembelajaran yang menyediakan kegiatan-kegiatan nyata. Anak pada
tahap operasional konkret membutuhkan kegiatan-kegiatan yang langsung melibatkan dirinya pada objek-objek nyata untuk memahami lingkungannya.
Anak mampu menyelesaikan masalah yang abstrak, namun tetap membutuhkan kegiatan nyata untuk menyelesaikan masalah pada pelajaran matematika
menggunakan kegiatan konkret.
18
2.1.1.4 Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI
Matematika selalu dihadapi secara nyata oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Freudenthal dalam Wijaya, 2012: 20 berpendapat bahwa
matematika merupakan “suatu bentuk aktivitas manusia” menunjukkan bahwa Freudenthal tidak menempatkan matematika sebagai suatu produk jadi, melainkan
sebagai suatu bentuk aktivitas atau proses. Aktivitas manusia dalam kesehariannya tidak pernah lepas dengan matematika, sehingga hal tersebut yang
melandasi adanya Pendidikan Matematika Realistik Indonesia. Banyak yang mengartikan kata “realistik” sebagai “real-world” yang
berarti dunia nyata dan beranggapan bahwa PMRI merupakan pendekatan pembelajaran matematika yang selalu menggunakan masalah sehari-hari. Van den
Heuvel-Panhuizen dalam Wijaya, 2012: 20 mengungkapkan bahwa penggunaan kata realistik tidak sekedar menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia
nyata, tetapi lebih mengacu pada fokus pendidikan matematika realistik dalam menempatkan penggunaan penekanan suatu situasi yang bisa dibayangkan siswa.
Permasalahan yang terdapat pada PMRI bukan hanya permasalahan yang memang senyatanya ada dan dihadapi oleh siswa, namun permasalahan tersebut dapat
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan dapat dibayangkan oleh siswa. Jadi, pendekatan PMRI merupakan pendekatan pembelajaran pada matematika yang
menggunakan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Peneliti membahas tiga hal mengenai pendekatan PMRI yaitu sejarah
PMRI, prinsip PMRI, dan karakteristik PMRI.
19
2.1.1.5 Sejarah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI
Pembaharuan selalu dilakukan di berbagai insitusi yang bertujuan untuk mengembangkan pendidikan. Salah satu pembaharuan dilakukan oleh pendidikan
matematika. Pada tahun 1970-an, Universitas Utrecht yang memiliki lembaga penelitian tentang pendidikan matematika melakukan upaya pembaharuan
pendidikan matematika yang dipelopori oleh Hans Freudental. Lembaga tersebut diberi nama dengan Freudental Institute, dan karya pembaharuannya diberi nama
dengan “Realistic Mathematics Education RME” yang bertumpu pada realitas dalam kehidupan sehari-hari Suryanto, 2010: 37. Realistic Mathematics
Education RME adalah teori pembelajaran dalam pendidikan matematika yang berdasarkan ide bahwa matematika merupakan aktivitas manusia dan harus
dihubungkan secara nyata ke konteks kehidupan sehari-hari seorang siswa Tung, 2015: 288. Jadi, matematika dapat dikatakan sebagai suatu aktivitas dalam proses
pematematikaan. Aktivitas tersebut tersebut menuntun manusia dalam melakukan praktik yang pada akhirnya menemukan matematika.
Indonesia adalah satu negara yang mengadaptasi Realistics Mathematics Educations RME dan memberi nama Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia PMRI. PMRI awalnya terbentuk sebagai usaha sekelompok pendidik matematika yang peduli terhadap masalah pendidikan matematika. Kerjasama
matematika antara Belanda dengan Indonesia dimulai pada tahun 1990-an Suryanto, 2010: 13. PMRI mulai dikenalkan dan diuji coba pada tahun 2000.
Hasil yang diperoleh sangat mengagumkan. Ketakutan guru pada penurunan hasil ternyata tidak terbukti. Suasana belajar yang tidak membuat tegang terlihat pada
20 pembelajaran matematika. Guru pun merasa tertantang dengan penggunaan
kreativitas dan inisiatif mereka dalam mengajar. Rasa percaya diri dan kerjasama antara siswa dengan guru juga membuat pembelajaran lebih bermakna. Akhirnya
pada tahun 2011, nama Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI lahir sebagai suatu gerakan peduli matematika yang mengusahakan peningkatan
kualitas pendidikan matematika di Indonesia Suryanto, 2010: 14. PMRI kini mulai dikenal oleh dunia pendidikan sebagai salah satu pendekatan belajar yang
digunakan dalam mata pelajaran matematika.
2.1.1.6 Prinsip Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI
PMRI mengadaptasi tiga prinsip dari RME seperti yang diungkapkan oleh Gravemeijer Marpaung, 2008: 4 yaitu meliputi “Guide reinvention and
progressive mathematization, didactical phenomenology, and from informal to formal mathematics.” Suryanto 2010: 41 menjelaskan bahwa prinsip pertama
yaitu guide reinvention penemuan kembali secara terbimbing merupakan penekanan terhadap penemuan kembali secara terbimbing melalui masalah-
masalah kontekstual
yang dapat
dipahami oleh
siswa. Progressive
mathematization matematisasi progesif adalah pemberian penekanan pada pematematikaan yang dapat diartikan sebagai upaya untuk mengarahkan ke
pemikiran matematis. Prinsip kedua menurut Gravemeijer Marpaung, 2008: 4 yaitu didactical
phenomenology fenomenologi didaktis yang menekankan penekanan pada pembelajaran yang mendidik serta memberikan pengenalan terhadap topik-topik
21 matematika pada siswa. Hal ini selaras dengan tujuan pembelajaran PMRI yaitu
menciptakan pengalaman belajar yang bermakna dan sikap positif terhadap matematika pada anak.
Prinsip ketiga menurut Gravemeijer Marpaung, 2008: 4 yaitu from informal to formal mathematics dari matematika formal ke matematika informal
yang menunjukan adanya fungsi jembatan berupa model. PMRI berpangkal pada masalah kontekstual yang mampu membuat siswa mengembangkan model
belajarnya sendiri. Model yang masih mirip dengan masalah kontekstual disebut dengan matematika informal. Selanjutnya, melalui generalisasi dan formalisasi
masalah dapat dikembangkan menjadi model yang lebih luas dan mengarah pada matematika formal.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan PMRI memiliki tiga prinsip yaitu guide reinvention and progressive mathematization,
didactical phenomenology, and from informal to formal mathematics.
2.1.1.7 Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI
Karakteristik RME dibagi menjadi lima. Karakteristik pertama RME yaitu penggunaan konteks. Konteks adalah lingkungan keseharian siswa yang nyata.
Matematika tidak selalu diartikan konkret, namun dapat dipahami atau dibayangkan siswa Siswono, 2006: 5. Permasalahan yang disajikan terdapat
pada kehidupan sehari-hari sehingga mampu dibayangkan oleh siswa. Masalah yang disajikan di awal diharapkan mampu membangun konsep, definisi, operasi,
dan cara pemecahan masalah Suryanto, 2010: 44.
22 Karakteristik kedua yaitu penggunaan model. Model berfungsi untuk
menjembatani pengetahuan dan matematika tingkat konkret menuju matematika tingkat formal Wijaya, 2012: 22. Model yang dimaksud adalah benda konkret
ataupun semikonkret seperti gambar dan skema. Penggunaan model memberikan kesempatan siswa untuk mengembangkan penalaran maupun kreativitas melalui
pengarahan model konkret menuju ke abstrak atau model dari situasi nyata ke arah abstrak. Penggunaan model tidak harus berupa benda yang menjadi media
dengan harga mahal, tetapi cukup menggunakan benda di sekitar yang mampu dimanfaatkan sedemikian rupa Siswono, 2006: 5.
Karakteristik ketiga merupakan konstruksi siswa. Konstruksi siswa atau kontribusi siswa dibutuhkan ketika berlangsungnya kegiatan pembelajaran.
Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi peserta didik sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal mereka ke
arah yang lebih formal atau baku. Kontribusi siswa mampu meningkatkan sikap berani pada anak dan mendorong kreativitas anak untuk berkembang dalam
menyelesaikan permasalahan Siswono, 2006: 5. Memberikan kebebasan pada siswa untuk memikirkan cara pemecahan masalah dapat mengembangkan
pemahaman siswa mengenai konsep matematika sekaligus aktivitas dan kreativitasnya.
Karakteristik yang keempat adalah adanya interaktivitas yang merupakan proses sosial dalam pembelajaran. Suryanto 2010: 45 menyatakan bahwa
interaksi dapat terjadi pada siswa dengan siswa atau siswa dengan guru yang bertindak sebagai fasilitator. Interaksi lain yang dapat terjadi adalah interaksi
23 antara kelompok dengan kelompok lain dan kelompok dengan guru. Guru
diharapkan memberikan bimbingan dalam pelaksanaan diskusi dan menyeleksi untuk dibahas secara bersama. Bentuk interaksinya juga beragam seperti diskusi,
negosiasi, demonstrasi, praktik, dan komunikasi lainnya Siswono, 2006: 5. Karakteristik kelima adalah keterkaitan antar konsep matematika.
Keterkaitan dalam pelajaran matematika mampu mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersama walaupun tetap ada konsep
yang mendominasi Wijaya, 2012: 23. Keterkaitan antar konsep atau topik yang kuat memungkinkan matematika diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain
untuk mempertajam kebermanfaatan belajar matematika. Keterkaitan juga membantu siswa dalam memahami berbagai konsep matematika dalam waktu
yang relatif cepat karena beberapa konsep yang dikaitkan dapat dipelajari langsung oleh siswa Suryanto, 2010: 45.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan PMRI memiliki lima karakteristik yaitu penggunaan konteks, penggunaan model,
konstruksi siswa, interaktivitas dan keterkaitan.
2.1.1.8 Pengertian Buku Ajar
Buku ajar adalah buku teks yang digunakan sebagai rujukan standar pada mata pelajaran tertentu Akbar, 2013: 33. Sedangkan menurut Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional no.2 tahun 2008 dalam Kurniasih dan Sani, 2014: 66 mengungkapkan bahwa buku teks adalah buku acuan wajib untuk digunakan
dalam satuan pendidikan dasar dan menengah atau perguruan tinggi. Menurut
24 Akbar 2012: 33, ciri-ciri buku ajar adalah sumber materi ajar, menjadi referensi
buku untuk mata pelajaran tertentu, disusun secara sistematis dan sederhana, dan disertai petunjuk pembelajaran
Buku ajar yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi dua buku yaitu buku guru dan buku siswa. Buku Guru adalah petunjuk penggunaan buku
siswa dan sebagai acuan kegiatan pembelajaran di kelas Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014. Buku guru merupakan buku pegangan yang digunakan
oleh guru sebagai petunjuk dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas. Buku Siswa adalah buku panduan sekaligus buku aktivitas yang akan
memudahkan para siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Dari pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa buku ajar yang
terdiri dari buku guru dan buku siswa merupakan panduan yang digunakan oleh
guru dan siswa sebagai petunjuk pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas.
2.1.2 Penelitian yang Relevan 2.1.2.1 Penelitian Tentang Pendekatan PMRI
Muchlis 2012 meneliti tentang pengaruh pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI terhadap perkembangan kemampuan
pemecaan masalah siswa kelas II SD Kartika 1.10 Padang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa yang belajar
menggunakan metode PMRI dan siswa yang belajar dengan menggunakan metode konvensional, perkembangan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah
sistematis setelah melaksanakan pembelajaran dengan metode PMRI dan
25 bagaimana perananan guru dalam membantu siswa mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah setelah mengikuti workshop PMRI. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dilakukan dalam bentuk quasy experiment yang
didukung dengan data kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah satu orang guru kelas dan siswa kelas II tahun pelajaran 20102011 SD Kartika. 1.10 Padang.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes kemampuan pemecahan masalah. Dalam penelitian ini juga digunakan lembar kerja siswa
LKS untuk membantu siswa dalam pembelajaran dengan PMRI. Teknik analisis data yang digunakan untuk data kuantitatif berupa tes kemampuan pemecahan
masalah dianalisis dengan menggunkan Uji-t. Untuk data pendukung berupa data kualitatif digunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang belajar dengan menggunakan metode PMRI lebih baik dan signifikan daripada siswa yang belajar
dengan menggunakan metode konvensional, terjadi perkembangan kemampuan pemecahan masalah yang ditunjukkan dengan kemampuan siswa menyelesaikan
soal-soal yang tidak rutin, dan usaha yang dilakukan guru untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dengan membuat perangkat pembelajan berbasis
PMRI dan melatih siswa untuk menyelesaikan masalah tidak rutin. Mayasari 2014 meneliti peningkatan kreativitas dan prestasi belajar
matematika siswa kelas III A SD Negeri 1 Kebondalem Lor dengan menggunakan pendekatan PMRI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan
pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar siswa kelas III A SD Negeri 1 Kebondalem Lor.
26 Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam 1
siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas III A SD Negeri 1 Kebondalem Lor yang berjumlah 25 siswa. Objek penelitian adalah kreativitas dan prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran matematika. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan
bahwa penggunaan konteks, model, konstruksi siswa, interaktivitas, dan keterkaitan pada pembelajaran dapat meningkatkan kreativitas dan prestasi
belajar. Kreativitas ditunjukan oleh kemampuan mengemukakan ide, mengajukan ide yang tidak biasa, menghasilkan ide berdasarkan pemikirannya sendiri, serta
menguraikan ide secara rinci, sedangkan prestasi belajar ditunjukan oleh rata-rata nilai dan jumlah siswa lulus KKM. Hasil observasi menunjukan adanya
peningkatan rata-rata tiap indikator kreativitas yaitu indikator kelancaran dari 2,84 menjadi 4,64, indikator keluwesan dari 2,32 menjadi 3,67, indikator keaslian dari
1,52 menjadi 2,97, dan indikator keterperincian dari 2,08 menjadi 3,68. Rata-rata keseluruhan skor kreativitas siswa meningkat dari 8,76 menjadi 14,96. Rata-rata
nilai siswa juga mengalami peningkatan dari 69,9 menjadi 81,36. Persentase jumlah siswa yang lulus KKM juga meningkat dari 76,5 menjadi 92.
Pendekatan PMRI terlihat dalam kegiatan pembelajaran yang ditunjukan ketika melakukan tanya jawab, demonstrasi, bekerja kelompok, dan presentasi. Guru
diharapkan menggunakan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika agar meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar siswa.
27
2.1.2.2 Penelitian tentang Buku Ajar
Kurbaita, dkk 2013 meneliti tentang pengembangan buku ajar matematika tematik integratif materi pengukuran berat benda untuk kelas 1 SD.
Hal ini bertujuan untuk menghasilkan buku ajar matematika tematik integratif dengan materi pengukuran benda. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas I SD
IT Al-Furqon yang berjumlah 27 siswa. Metode yang digunakan adalah pengembangan atau Research and Development. Prototipe buku ajar yang
dikembangkan memiliki efek potensial untuk menggali kemampuan siswa kelas I SD IT Al-Furqon Palembang. Dapat dilihat dari hasil uji coba, dari empat kali
pertemuan yang dilakukan peneliti rata-rata nilai tes siswa adalah 81,1 dan berada dalam kategori baik. Ditunjukkan dari hasil tes 9 siswa yaitu 33,3 termasuk
dalam kategori sangat baik, 11 orang siswa 40,7 termasuk dalam kategori baik, 4 orang siswa 14,8 termasuk dalam kategori cukup dan 3 orang siswa
11,1 termasuk dalam kategori kurang. Janitasari 2016 meneliti tentang pengembangan buku ajar Math-Stories
merupakan salah satu sarana guna membantu memahamkan siswa dalam pembelajaran matematika. Buku ajar ini dikhususkan untuk siswa kelas V SDMI,
mengenai materi bangun datar dan bangun ruang. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan dan memvalidasi buku ajar Math-Stories materi bangun datar
dan bangun ruang dengan objek siswa kelas V SDN Windurejo II Mojokerto. Jenis penelitian ini adalah Research and Development atau pengembangan dan
penelitian yang mengacu pada model pengembangan prosedural yang bersifat deskriptif, dikembangkan oleh Borg and Gall. Hasil dari penelitian pengembangan
28 buku ajar Math-Stories dalam mata pelajaran matematika kelas V memenuhi
kriteria sangat valid dan hasil uji ahli materi mencapai tingkat kevalidan 95,7 hasil uji ahli desain mencapai 96, ahli mata pelajaran mencapai 90.9 dan uji
coba lapangan mencapai 97,5. Hasil belajar siswa sebelum dan sesudah menggunakan buku hasilnya meningkat, dapat dilihat dari hasil rata-rata pretest
yang hasilnya lebih rendah dibandingkan dengan hasil posttest yaitu rata-rata pretest 62,39 sedangkan posttest 84,78.
Dari empat penelitian relevan di atas, dua di antaranya merupakan hasil penelitian mengenai penggunaan pendekatan PMRI yaitu penerapan pendekatan
PMRI dengan alat peraga, kemudian peningkatan kreativitas dan prestasi siswa dengan pendekatan PMRI. Sedangkan dua penelitian lainnya merupakan hasil
penelitian mengenai pengembangan buku yaitu pengembangan buku ajar matematika tematik integratif dan pengembangan buku ajar Math-Stories. Maka
dari hasil penelitian yang relevan tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan menggabungkan keduanya yaitu mengenai pendekatan PMRI dan
pengembangan buku dengan judul “Pengembangan Buku Guru dan Buku Siswa Mata Pelajaran Matematika Kelas III Sekolah Dasar Dengan Pendekatan
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI”.
29 Secara ringkas kerangka penelitian dalam penelitian ini dapat dilihat
literature map dalam bagan 2.1.
Bagan 2.1 Literature map dari penelitian yang relevan.
2.2 Kerangka Berpikir
Matematika adalah suatu pengetahuan mengenai bahasa simbol dan logika yang mencakup tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri yang
perkembangannya menganut metode deduksi .
Pembelajaran matematika lebih tepat apabila memberikan pengalaman langsung kepada siswa sehingga siswa
mampu memecahkan permasalahan dengan caranya sendiri melalui pengalaman Penelitian dengan Pendekatan PMRI
Muchlis 2012
Pengaruh pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
PMRI terhadap perkembangan kemampuan pemecahan masalah
siswa kelas II SD Kartika 1.10 Padang.
Mayasari 2014
Peningkatan kreativitas dan prestasi belajar matematika siswa kelas III
SD Negeri 1 Kebondalem Lor dengan menggunakan pendekatan
PMRI.
Yang perlu diteliti: Pengembangan buku guru dan buku
siswa mata pelajaran matematika kelas III sekolah dasar dengan
pendekatan PMRI.
Kurbaita 2013
Pengembangan buku
ajar Matematika
tematik integratif
materi pengukuran berat benda untuk kelas 1 SD.
Janitasari 2016
Pengembangan buku ajar Math- Stories materi bangun datar dan
bangun ruang kelas V semester 2 SDN Widurejo 2 Mojokerto.
Pengembangan Buku
30 yang ada pada kehidupan sehari-hari, sehingga pembelajaran menjadi
menyenangkan. Pendekatan PMRI dianggap sebagai pendekatan yang paling tepat dalam pembelajaran matematika karena menekankan kemampuan siswa dalam
menemukan jawabannya sendiri dari suatu pertanyaan melalui serangkaian kegiatan yang dirancang oleh guru. Terdapat lima karakteristik pada penndekatan
PMRI yang dapat membantu siswa dalam mempelajari pelajaran matematika supaya menjadi lebih mudah dalam memahami materi. 5 lima karakteristik
PMRI tersebut antara lain penggunaan konteks, penggunaan model, kontruksi siswa, interaktivitas dan keterkaitan.
Buku guru dan buku siswa dikembangkan menggunakan pendekatan PMRI agar dapat menjawab kebutuhan belajar bagi siswa sesuai dengan usia dan tahap
perkembangannya. Melalui buku guru dan buku siswa yang dikembangkan menggunakan pendekatan PMRI, guru dapat menarik perhatian siswa melalui
kegiatan-kegiatan yang membuat siswa lebih aktif, misalnya kegiatan mengamati benda nyata atau menemukan benda-benda di sekitarnya. Selain itu, siswa
menjadi lebih mudah dalam memahami materi pembelajaran matematika. Berdasarkan studi literatur yang dilakukan oleh peneliti, terdapat permasalah
dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar. Materi pembelajaran matematika di sekolah dasar dianggap terlalu abstrak bagi siswa. Minimnya buku
yang membantu siswa dalam memahami materi alat ukur panjang dan berat dalam pelajaran matematika secara konkret. Belum ada buku matematika yang dapat
membantu menyampaikan materi alat ukur panjang dan berat di sekolah dasar dengan efektif sehinggal hal itulah yang menjadi salah satu penyebab adanya
31 masalah tersebut. Oleh karena itu, penggunaan buku dengan pendekatan PMRI
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
2.3 Pertanyaan Penelitian