Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Jurnalisme Televisi Sebagai Media Massa

penyelesaian, sedangkan media cetak, baik itu surat kabar ataupun majalah, si penulis berita wartawan mencantumkan opininya terhadap pemberitaan yang ditulis disertai pesan moral dan penyelesaiannya. Berbeda dengan William A. Gamson Andre Modigliani yang menyatakan framing adalah ide sentral yang didukung oleh wacana lain. Hal inilah yang membuat model ini tidak sesuai dengan konsep pemberitaan di televisi. Selain itu, frame dipandang sebagai cara bercerita story line atau gagasan ide yang tersusun sedemikian rupa dan menghasilkan konstruksi makna dari peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana. Konstruksi makna disini merupakan sebuah kemasan package yaitu rangkaian ide yang menunjukan isu apa yang akan dibicarakan dan isu mana yang relevan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka yang menjadi permasalahan dari penelitian ini adalah: Bagaimana TV One dan Metro TV membingkai pemberitaan mengenai peristiwa bentrokan antara warga dengan jemaah Ahmadiyah di Cikeusik periode tanggal 6 Februari – 4 Maret 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana TV One dan Metro TV membingkai peristiwa bentrokan antara warga dengan jemaah Ahmadiyah di Cikeusik periode 6 Februari – 4 Maret 2011. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Untuk menambah kajian dalam bidang ilmu komunikasi terutama yang menggunakan metode kualitatif pada umumnya, melalui paradigma konstruktivis dengan menggunakan analisis framing pada khususnya. Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat memperoleh pengetahuan tentang strategi yang digunakan media dalam membingkai realitas sosial dalam berita mengenai peristiwa bentrokan antara warga dengan jemaah Ahmadiyah di Cikeusik.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Dapat menjadi bahan evaluasi dan masukan bagi jurnalis serta institusi media massa, khususnya TV One dan Metro TV dalam mengkonstruksi realitas dan membingkainya ke dalam berita serta menyampaikan berita kepada khalayak. 2. Dapat menjadi referensi bagi mahasiswa ilmu komunikasi yang tertarik dengan penelitian teks media khususnya yang menggunakan metode analisis framing . Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Jurnalisme Televisi Sebagai Media Massa

Manusia tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi. Komunikasi adalah salah satu kebutuhan vital manusia sebagai mahkluk sosial. Dewasa ini komunikasi tidak hanya menyangkut satu orang ke orang lainnya tetapi melibatkan khalayak luas yang kemudian disebut sebagai komunikasi massa. Keberadaan komunikasi massa ini terkait erat dengan media massa sebagai institusi sosial yang menyebarkan pesan ke khalayak luas. Media massa mass media merupakan singkatan dari media komunikasi massa, merupakan channel of mass communication, yaitu saluran, alat, atau sarana yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa Dirgahayu, 2007 : 17. Media massa mampu hadir dan eksis di tengah masyarakat karena fungsinya dalam menghubungkan satu orang dengan orang lainnya dalam berbagai kepentingan. Lebih dari itu, penyampaian sebuah berita di media massa ternyata menyimpa subjektivitas penulis. Bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah berita akan dinilai apa adanya. Berita akan dipandang sebagai sesuatu yang penuh objektivitas. Namun berbeda dengan kalangan tertentu yang memahami betul gerak pers. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap pemberitaan, yaitu dalam setiap penulisan berita menyimpan ideologis atau latar belakang seorang penulis. Seorang penulis pasti akan memasukan ide-ide mereka dalam analisis terhadap data-data yang diperoleh dilapangan. http:www.oke.or.idtutorialkapita.doc Kompleksnya kehidupan media dapat dilihat dalam gambar berikut : Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Perspektif Alternatif Menyangkut Fungsi dan Tujuan Media Massa Grafik Gambar 2.1. Perspektif alternatif menyangkut fungsi dan tujuan media massa. Sumber: McQuail, 2000 : 74 Dari gambar diatas, terlihat betapa kehidupan media berada di tengah-tengah aneka kepentingan, baik yang berada di dalam maupun di luar institusi media itu. Institusi media sebagai bagian dari sistem kenegaraan, maka kepentingan nasionalnegarabangsa yang dirumuskan oleh kalangan pembuat kebijakan akan menentukan mekanisme operasionalisme media massa dalam menjalankan fungsi dan tujuannya. Bagi para pengusahapemiliknya, media massa merupakan sarana bisnis. Sedangkan bagi para komunikator massa khususnya kalangan wartawan dan karyawan media massa lainnya, yang diutamakan adalah kepuasan profesi. Altscull 1984 berpendapat bahwa media merefleksikan ideologi pihak yang membiayainya. Ada 4 aspek yang dijabarkan. Pertama, di dalam pola yang formal, Media Massa MasyarakatBangsa Kesempatan perolehan Suara Masyarakat Sumber Informasi budaya, pemakaian Khalayak Media Sarana Kontrol atau perubahan Kekuasaan Kelas Dominan Kerja kepuasan Komunikator massa Kelas Lemah Integrasi kontrol pencapaian Keuntungan Pemilik Media Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. media diatur oleh negara. Kedua, di dalam pola komersial, media merefleksikan ideologi pada pengiklan dan pemilik media. Ketiga, di dalam pola kepentingan interest, isi media merefleksikan ideologi pihak yang membiayai media seperti partai politik atau kelompok keagamaan. Dan yang terakhir, di dalam pola yang informal media merefleksikan tujuan pada kontributor yang ingin mempromosikan pandangan mereka sendiri Novianti, 2006 : 43. Kerangka media media frame merujuk pada format media media format. ”The internal organization or logic of any shared symbolic activity” Format media adalah organisasi internal atau logika dari setiap aktivitas simbolis yang dibagi McQuail, 2000 : 297. Format media tidak sekedar menunjukan pengelompokan atau kategorisasi dari isi liputan, namun juga mengambarkan unit-unit ide dari bentuk dominasi dan representasi. Unit-unit ide dari dominasi dan representasi hadir sebagai wujud dari format media. Seperti yang diasumsikan oleh Pamela J.Shoemakaer dan Stephen D. Reese bahwa produser dan wartawan pada industri media yang berbeda cenderung untuk memiliki perbedaan nilai, dimana akan menghasilkan berbagai bentuk produk yang kontekstual dan memberi efek yang berbeda Perry, 2002 : 111. Proses produksi, jenis liputan, ide kreatif program, dan isi media yang unik juga harus memenuhi standar dan cukup familiar baik bagi produsereditor atau juga bagi audienskhalayak. Spesifikasi dan standarisasi semacam ini terdiri dari pertimbangan ekonomis, teknologi dan budaya McQuail, 2000 : 294-296. 1 Pertimbangan ekonomis merupakan tekanan efisiensi untuk meminimalisir biaya, mengurangi konflik dan juga memastikan kontinuitas dan ketercukupan dari sumber-sumber informasi. 2 Pertimbangan teknologi digunakan untuk lebih memaksimalkan sumber daya Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. media massa dengan biaya rendah. Inovasi teknis selalu berbasis pada keputusan- keputusan profesional dan ekonomis, dan jurnalis beradaptasi dalam hal tujuan, keterampilan dan rutinitas para jurnalis terhadap perangkat baru tersebut. 3 Pertimbangan budaya merupakan bentuk dari standarisasi pola budaya kerja media, mulai dari standarisasi proses peliputan, pengeditan sampai dengan proses presentasi berita. Pada sebuah media, isi media yang dikelompokan dalam berita, olahraga, hiburan, dramafilmsinetron dan iklan merupakan contoh standarisasi budaya media yang mengikuti tradisi budaya kerja, mengikuti selera pasar. Ada 7 tahap besar yang dapat menggambarkan perkembangan media massa secara umum dari masa kemasa Junaedi, 2007 : 27-29. Tahap pertama adalah adanya buku dan perpustakaan. Tahap kedua, ditandai dengan adanya media cetak dalam bentuk koran. Pada fase ini, koran merupakan sarana untuk menyampaikan informasi terkini ke khalayak luas dengan cepat. Tahap ketiga, ditandai dengan penemuan film melalui pita seluloid. Film dianggap bukan hanya sebagai media hiburan namun media massa yang mampu menjangkau khalayak yang jauh lebih luas daripada koran. Tahap keempat adalah penemuan teknologi penyiaran melalui televisi dan radio. Jangkauan televisi dan radio lebih luas dari pada 3 media yang ditemukan terlebih dahulu. Tahap kelima adalah perkembangan rekaman musik. Tahap keenam adalah penemuan internet yang memungkinkan terjadinya interkonektifitas antar pemakai. Tahap ketujuh adalah adanya revolusi media dengan ditandai dengan lahirnya jurnalisme online. Bentuk-bentuk media massa sebagai mainstream media adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, film, tape recorder, video, dan cassette recorder. Media massa baik itu cetak maupun elektronik bahkan memegang peranan penting dalam berbagai sendi kehidupan. McQuail 1994 mengungkapkan beberapa Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. fungsi penting media ditopang oleh beberapa asumsi antara lain media massa merupakan sumber kekuatan–alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja sebagai individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif; media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan. Secara umum, McQuail juga mengklasifikasikan 5 tujuan media yakni informasi, korelasi, kesinambungan, hiburan, dan mobilisasi. Sejarah media massa memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru tidak pernah menghilangkan teknologi yang lama, melainkan mensubtitusikanya. Radio tidak menggantikan surat kabar, namun menjadikannya sebuah alternatif, menciptakan sebuah kerajaan dan khalayak baru. Demikian pula dengan televisi, meskipun televisi melemahkan radio, tetapi tidak dapat secara total mengeleminasinya. Televisi, merupakan perkembangan medium setelah radio yang dikemukakan dengan karakternya yang spesifik yaitu audio visual. Peletak dasar utama teknologi pertelevisian tersebut adalah Paul Nipkow dari Jerman yang dilakukan pada tahun 1884.Ia menemukan sebuah alat yang kemudian disebut sebagai Jantra Nipkow atau Nipkow Sheibe. Sebagai bagian dari media massa, media televisi pun memiliki dan menjalankan fungsi-fungsi media massa, seperti yang diungkapkan McQuail dan kawan-kawan dalam memberikan tipologi fungsi media bagi individu dalam sebuah kerangka yang berdasarkan 4 unsur besar. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Fungsi Media Bagi Individu No. Fungsi Penjelasan 1 Informasi • Mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, masyarakat dan dunia • Mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah praktis, pendapat, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penentuan pilihan • Memuaskan rasa ingin tahu dan minat umum • Belajar, pendidikan diri sendiri • Memperoleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan 2 Identitas Pribadi • Menemukan penunjang nilai-nilai pribadi • Menemukan model perilaku • Mengidentifikasi diri dengan nilai-nilai lain dalam media • Meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri 3 Integrasi dan interaksi sosial • Memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain; empati sosial • Mengindetifikasikan diri dengan orang lain dan meningkatkan rasa memiliki • Menemukan bahan percakapan dan interaksi sosial • Memperoleh teman selain dari manusia • Membantu menjalankan peran sosial • Memungkinkan seseorang untuk dapat menghubungi sanak keluarga, teman dan masyarakat 4 Hiburan • Melepaskan diri atau terpisah dari permasalahan • Bersantai • Memperoleh kenikamatan jiwa dan estetis • Mengisi waktu • Penyaluran emosi • Membangkitkan gairah seks Tabel 2.1. Fungsi Media Bagi Individu. Sumber: Dennis McQuail dan kawan-kawan McQuail, 2000 : 72 Televisi merupakan sebuah agen yang bertindak untuk mendefinisikan su-isu atau permasalahan yang sedang terjadi, siapa yang ikut terlibat didalamnya, dan lain sebagainya menurut versi masing-masing televisi. Sebagai bagian dari institusi komunikasi massa formal, jurnalisme televisi pun menganut ciri-ciri dan sifat-sifat media massa, yaitu : Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 1 Komunikator melembaga : yaitu orang yang menyampaikan pesanya merupakan suatu lembaga tertentu bukan perorangan. 2 Pesan teroganisir : yaitu pesan yang disampaikan harus konkrit, jelas dan terorganisir. 3 Program Kontinyu : yaitu program yang ditayangkan harus berkelanjutan dan bertahap. 4 Periodik : yaitu ditayangkan dalam jangka waktu yang cepat. 5 Universal : yaitu program yang ditayangkan merupakan suatu berita menyeluruh. 6 Komersial : yaitu suatu program yang memiliki nilai jual atau komersial. 7 Memiliki status hukum : yaitu setiap media harus memiliki status hukum atau ijin Khusus media. 8 Aktualitas pesan tinggi : yaitu berita yang paling baru merupakan berita yang paling berharga, maka aktualitas sangat diperlukan. 9 Simultan publikatif : yaitu media merupakan sesuatu yang harus dipublikasikan. 10 Profesional : yaitu harus bekerja secara professional dengan porsinya. 11 Komunikasi heterogen : yaitu komunikasi bebas dan beraneka ragam. Perkembangan teknologi pertelevisian saat ini sudah sedemikian pesat sehingga dampak siaranya menyebabkan seolah-olah tidak ada lagi batas antara satu Negara Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. dengan Negara lainya terlebih setelah digunakannya satelit untuk memancarkan signal televisi. Inilah yang disebut sebagai globalisasi di bidang informasi. Sebenarnya secara subtansial televisi mempunyai posisi dan peranan yang sama dengan media cetak dan radio. Hanya saja operasionalisasinya dalam masyarakat menjadi sangat menentukan karena besar jangkauan yang dicapai. Harold Laswell 1960 menyatakan sebagai berikut: 1 The survellaince of the environment, yaitu mengamati lingkunganya. 2 The correlation of the part of society in responding the environment, yaitu mengadakan korelasi antara informasi data yang diperoleh dengan kebutuhan khalayak sasaran, karena komunikator lebih menekankan pada seleksi evaluasi dan interpretasi. 3 The tranmision of the sosial heritage from one generation to the next, yaitu menyalurkan nilai-nilai budaya dari satu generasi kegenerasi selanjutnya. Tentu saja ketiga peran televisi diatas menyiratkan bahwa pada dasarnya memberikan penilaian pada media massa sebagai alat atau sarana yang secara sosiologis menjadi perantara untuk menyampaikan nilai-nilai tertentu kepada masyarakat. Dalam menyatakan sifat televisi, Frank Jefkins 1994 mengungkapkan : 1 Televisi dapat mencapai khalayak yang besar sekali, dan mereka itu tetap dapat mengambil manfaat sekalipun tidak bias membaca. 2 Televisi dapat dipakai untuk mengajarkan banyak subjek dengan baik. Akan tetapi, pengajaran itu akan lebih efektif bila diikuti dengan diskusi dan aktifitas lain. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 3 Televisi bersifat otoritatif dan bersahabat. Dari sifat televisi seperti diatas dimungkinkan untuk menimbulkan kecenderungan orang untuk menonton televisi. Terkait dengan peranannya, televisi memiliki kelemahan dan juga keunggulan. Karena setiap teknologi pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Maka kelemahan serta keunggulan dari televisi tersebut adalah antara lain : Kelemahan : 1 Jangkauan pemirsa massal, sehingga pemilahan untuk kepentingan pembidikan pangsa pasar tertentu sering sulit dilakukan. 2 Iklan relatif singkat, tidak mampu menyampaikan data lengkap dan rinci bila diperlukan konsumen. 3 Relatif mahal. 4 Pembuatan iklan TV cukup lama. 5 Penggunaan model itu-itu saja. Kelebihan : 1 Kesan realistik : audio-visual. 2 Masyarakat lebih tanggap : ditonton dalam suasana santai, rekreatif. 3 Adanya repetisi pengulangan. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 4 Adanya pemilahan area siaran zoning dan jaringan kerja networking yang mengefektifkan penjangkauan masyarakat. 5 Ideal bagi para pedagang eceran. 6 Terkait erat dengan media lain. Dalam prinsip jurnalistik kriteria layak berita di surat kabar dan di media televisi, relatif juga sama. Hanya, di media televisi ada penekanan lebih besar pada aspek visual gambar. Hal yang bisa dipahami, karena televisi adalah media audio-visual. Di media cetak, seperti di harian Kompas, bisa menulis berita atau artikel dengan byline , mencantumkan namanya sendiri di tulisan tersebut. Meskipun setiap tulisan yang di muat itu sudah melalui proses penyuntingan oleh orang lain, baik dari segi bahasa atau pun content, tetapi tetap bisa mengklaim bahwa itu adalah tulisan karya “saya”. Bisa dibilang, 90 persen dari materi yang dimuat itu adalah karya saya. Di media televisi, tampil secara individual itu sulit dilakukan, karena semua paket berita ataupun tayangan benar-benar dikerjakan secara kolektif. Untuk liputan berita pun minimal sudah harus dikerjakan berpasangan, oleh seorang reporter dengan seorang camera person. Walaupun, bisa juga dilakukan seorang diri sebagai VJ video journalist . Namun, menjadi VJ jelas merupakan tugas berat yang merepotkan. Peran “VJ” ini biasanya lebih banyak dilakukan untuk menyiasati kekurangan tenaga camera person. Jadi, reporter diharapkan juga bisa memegang kamera. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Belum lagi menyebut, hasil liputan ini harus diedit oleh seorang editor, yang ditugasi khusus untuk itu. Peran seorang editor sangat penting, karena hasil liputan yang bagus pun bisa jadi berantakan, jika dikerjakan oleh editor yang buruk. Perbedaan yang lain, di media surat kabar, kemajuan baca: peningkatan tiras atau sirkulasi, serta pemasukan iklan surat kabar itu tidak mudah di distribusikan pada peran individu atau rubrik tertentu. Seberapa sering sebuah surat kabar mengadakan survey pembaca? Berbeda dengan data rating dan share stasiun TV, yang dipasok oleh AGB Nielsen setiap minggu bahkan setiap hari, pengelola surat kabar tak mungkin mengadakan survey setiap minggu atau setiap bulan. Jadi, kecuali karena perilaku jurnalis yang jelas terlihat misalnya, sering membolos, atau sering terlambat menyerahkan tulisan, agak sulit untuk menilai kinerja seorang jurnalis di surat kabar. Ini sangat berbeda dengan di media televisi, yang setiap minggu bahkan kini setiap hari ada data rating dan share setiap program, yang dipasok oleh lembaga pemeringkat AGB Nielsen. Setiap minggu, jelas terlihat, program mana yang share dan ratingnya ambruk, dan program mana pula yang meningkat. Jadi, setiap produser yang menangani program TV tertentu, tidak bisa bersembunyi atau “lepas tangan” jika rating dan share sebuah stasiun TV merosot drastis, dengan melihat angka rating dan share setiap programnya, dengan mudah bisa ditunjuk produser-produser mana saja yang harus bertanggung jawab atas kemerosotan itu. Ini tentu ada untung-ruginya. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Untungnya, kinerja setiap produser atau jurnalis di media TV sangat transparan. Setiap orang bisa menilai, karena ada ukuran kinerja yang jelas, yaitu rating dan share setiap program. Ini memberi tuntutan pada setiap produser dan crew program yang dipimpinnya, untuk mempertahankan atau meningkatkan kinerja. Walaupun, bisa saja di debat bahwa angka rating dan share itu tidak identik dengan kualitas program. Namun, dalam iklim industri media televisi sekarang, bottom line -nya memang bukan pada kualitas program, tetapi pada keuntungan dari pemasukan iklan. 2.2. Peran Media Massa dalam Mengkonstruksi Realitas Teori konstruksi sosial atas realitas dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman 1998, yang menyatakan realitas terbentuk secara sosial melalui komunikasi. Berger dan Luckman menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dimana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. Realitas tidak di bentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan, tetapi terbentuk secara sosial melalui komunikasi. Individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif melalui tindakan dan interaksinya. Dengan pemahaman ini realitas berwujud gandaplural.Setiap orang mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas, berdasarkan pengalaman, preferensi, pendidikan dan lingkungan sosial, yang dimiliki masing-masing individu. Manusia akan mengkonstruksikan segala sesuatu yang tidak tersedia untuk dirinya dari alam. Hasil konstruksi ini dapat mempengaruhi dan membentuk pikiran serta tindakan dalam interaksi sosial. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Konstruktivisme, merupakan suatu doktrin dimana persepsi, ingatan, dan struktur mental kompleks lainnya disusun secara aktif oleh pikiran Colman, 2001, Dictionary of Psychology . Jadi persepsi, ingatan, dan struktur mental kompleks tersebut dikonstruksi secara aktif, bukan realitas obyektif yang tersedia di hadapan kita sehingga kita memperolehnya secara alami begitu saja. Gagasan mengenai konstruktivisme pertama dimunculkan psikolog Inggris Sir Frederic Charles Bartlett 1932 untuk menjelaskan fenomena temuannya tentang ingatan manusia. Kemudian berkembang di tangan psikolog seperti Richard Ulrich konstruksi terkait persepsi, Richard Gregory konstruksi pikiran sebagai penyebab ilusi visual, dan Jean Piaget konstruksi mental dalam diri anak-anak, Colman, 2001. Konstruktivisme sosial sendiri, pertama kali dipopulerkan Peter Ludwig Berger dan Thomas Luckmann melalui buku The Sosial Construction of Reality, terbit tahun 1966. Inti gagasan konstruksi sosial realitas Berger dan Luckmann adalah, realitas dikonstruksi secara sosial. Realitas di sini diwujudkan antara lain sebagai kejadian hidup sehari-hari. Menggambarkan kenyataan hidup sehari-hari, Berger menulis: Kenyataan hidup sehari-hari diterima begitu saja sebagai kenyataan. dan tidak memerlukan verifikasi tambahan selain kenyataannya yang sederhana. Kenyataan ini memang sudah ada di sana, sebagai faktisitas 2 yang memaksa dan sudah jelas dengan sendirinya… Meskipun saya dapat menyangsikan kenyataannya, saya merasa wajib untuk menangguhkan kesangsian seperti itu selama saya bereksistensi secara rutin dalam kehidupan sehari-hari. Penangguhan kesangsian itu begitu kuat sehingga untuk mencabutnya… saya harus melakukan suatu peralihan yang sangat besar.” Berger dan Luckmann, 1966 : 34. 2 Kenyataan bahwa manusia diluar kemauannya terdampar di dunia dengan kondisi dan situasi tertentu, mengandaikan kebebasan eksistensial manusia untuk mewujudkan kemampuan dan menentukan diri. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, realitas dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah gandaplural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial itu dengan konstruksinya masing-masing. Selain plural, konstruksi sosial itu juga bersifat dinamis. Sebagai hasil dari konstruksi sosial maka realitas tesebut merupakan realitas subjektif dan realitas objektif sekaligus. Dalam realitas subjektif, realitas tersebut menyangkut makna, interpretasi, dan hasil relasi antara individu dengan objek. Setiap individu mempunyai latar belakang sejarah, pengetahuan, dan lingkungan yang berbeda-beda yang bisa jadi menghasilkan penafsiran yang berbeda pula ketika melihat dan berhadapan dengan objek. Sebaliknya, realitas itu juga mempunyai dimensi objektif – sesuatu yang dialami, bersifat eksternal, berada di luar atau dalam istilah Berger tidak dapat kita tiadakan dengan angan-angan. Hal itu misalnya dapat dilihat dari rumusan intitusi, aturan-aturan yang ada dan sebagainya. Dalam perspektif konstruksi sosial, kedua realitas tersebut saling berdialektika. Seseorang akan mencurahkan ketika bersinggungan dengan kenyataan eksternalisasi, sebaliknya, ia juga akan dipengaruhi oleh kenyataan objektif yang ada internalisasi. Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan-Berger menyebutnya sebagai momen, yang terdiri dari tiga tahap peristiwa. Pertama, eksternalisasi; kedua, objektivasi; ketiga, internalisasi. Dialektis menganggap masyarakat tidak lain adalah produk manusia, namun secara terus menerus mempunyai aksi kembali terhadap penghasilannya. Sebaliknya, manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat. Seseorang baru menjadi seorang pribadi yang beridentitas sejauh ia tetap tinggal di dalam masyarakatnya Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. …Ketika seseorang mewawancarai narasumber, di sana terjadi interaksi antara wartawan dengan narasumber. Realitas yang terbentuk dari wawancara tersebut adalah produk interaksi antara keduanya. Realitas hasil wawancara bukan hasil operan antara apa yang dikatakan oleh narasumber dan ditulis sedemikian rupa ke dalam berita. Di sana juga ada proses eksternalisasi: pertanyaan yang diajukan dan juga sudut penggambaran yang dibuat oleh pewawancara yang membatasi pandangan narasumber. Belum termasuk bagaimana hubungan dan kedekatan antara wartawan dengan narasumber. Proses dialektis di antara keduanya yang menghasilkan wawancara yang kita baca di surat kabar atau kita lihat di televisi Eriyanto, 2002 : 18 – 19. Secara institusi, proses konstruksi terhadap realitas dalam komunikasi massa dapat dijelaskan dalam gambar berikut. Grafik Gambar 2.2. Proses Konstruksi Terhadap Realitas dalam Komunikasi Massa. Sumber: Hamad, 2007 : 184 WACANA SEBAGAI HASIL KONSTRUKSI PUBLIK PROSES KONSTRUKSI REALITAS OLEH MEDIA Hasil: makna, opini, Faktor Eksternal Faktor Internal Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Dalam gambar diatas, proses konstruksi isi media dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal media tersebut. Faktor-faktor internal tersebut adalah politik redaksional tertentu, kepentingan politik para pengelola media termasuk relasinya dengan kepentingan politik tertentu. Sedangkan faktor eksternal bisa berupa tekanan pasar pembaca, sistem politik yang sedang berlaku dan kekuatan-kekuatan lainnya. Hasil dari proses konstruksi itulah yang kemudian tampak dalam produk media massa yang dinikmati publik yang menghasilkan makna, opini, citra dan motif. Dalam pandangan konstruksionis, media dipandang sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Di sini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas….Berita yang kita baca bukan hanya menggambarkan realitas, bukan hanya menunjukan pendapat sumber berita, tetapi juga konstruksi dari media itu sendiri. Lewat berbagai instrumen yang dimilikinya, media ikut membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan Eriyanto, 2002 : 23. Isi media, misalnya menurut Brian McNair 1994:39:58 dapat lebih ditentukan oleh : Kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik the political-economy approach. Pengelola media sebagai pihak yang aktif dalam proses produksi berita organizational approach. Gabungan berbagai faktor, baik internal media atau pun ekternal media culturalis media Sedangkan Pamela J. Shoemanker dan Stephen D. Reese dalam buku Mediating the Message : Theories of Influences on Mass Media Content 1996 memandang bahwa telah terjadi pertarungan dalam memaknai realitas dalam isi media. Pertarungan itu disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1 Latar belakang awak media wartawan, editor, kamerawan, dan lainya. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 2 Rutinitas media media routine, yaitu mekanisme dan proses penentuan berita. Misalnya, berita hasil investigasi langsung akan berbeda dengan berita yang dibeli dari kantor berita. 3 Struktur organisasi, bahwa media adalah kumpulan berbagai job description. Misalnya, bagian marketing dapat mempengaruhi agar diproduksi isi media yang dijual kepasar. 4 Kekuatan ekstra media, yaitu lingkungan di luar media sosial, budaya, politik, hukum, kebutuhan khalayak, agama, dan lainnya. 5 Ideologi misalnya ideologi negara

2.3. Berita Merupakan Hasil dari Konstruksi Realitas

Dokumen yang terkait

Konstruksi Pemberitaan Kekerasan Terhadap Jemaat Ahmadiyah Pada Tayangan Provocative Proactive (Studi Analisis Framing Tentang Konstruksi Pemberitaan Dalam Frame Kekerasan Terhadap Jemaat Ahmadiyah Pada Tayangan Provocative Proactive di Metro TV)

0 47 112

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG BENCANA KABUT ASAP (Analisis Framing Pemberitaan Bencana Kabut Asap di Televisi Nasional Metro TV dan Televisi Lokal Duta TV)

0 7 23

KONSTRUKSI PEMBERITAAN GERAKAN AHMADIYAH DI MEDIA INTERNET KONSTRUKSI PEMBERITAAN GERAKAN AHMADIYAH DI MEDIA INTERNET (Studi Analisis Framing tentang Pemberitaan Gerakan Ahmadiyah di Republika Online dan Tempointeraktif.com Periode Februari-Maret 2011).

0 2 14

KONSTRUKSI PEMBERITAAN GERAKAN AHMADIYAH DI MEDIA INTERNET KONSTRUKSI PEMBERITAAN GERAKAN AHMADIYAH DI MEDIA INTERNET (Studi Analisis Framing tentang Pemberitaan Gerakan Ahmadiyah di Republika Online dan Tempointeraktif.com Periode Februari-Maret 2011).

0 0 17

OBJEKTIVITAS PEMBERITAAN BENTROKAN WARGA DENGAN FPI DI KENDAL (Analisis Objektivitas Pemberitaan Bentrokan Warga dengan FPI di Kendal Pada Media Online Kompas.com Juli 2013).

0 4 106

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Framing Ideologi Politik Jokowi di Media Massa (Studi Kasus Pemberitaan di Metro TV, TV One, dan Kompas TV)

0 0 14

ETIKA PEMBERITAAN PARTAI POLITIK DI TELEVISI (KASUS PEMBERITAAN PARTAI DEMOKRAT DI METRO TV DAN TV ONE)

0 0 10

Analisis Wacana Kritis Kasus Penyerangan Terhadap Jemaah Ahmadiyah di Cikeusik

0 0 8

PEMBINGKAIAN MEDIA ATAS PEMBERITAAN PERISTIWA BENTROKAN ANTARA WARGA DENGAN JEMAAH AHMADIYAH DI CIKEUSIK (Studi Analisis Framing Pemberitaan Peristiwa Bentrokan antara Warga dengan Jemaah Ahmadiyah di Cikeusik pada Media Televisi TV One dan Metro TV)

0 0 26

OBJEKTIVITAS PEMBERITAAN BENTROKAN WARGA DENGAN FPI DI KENDAL (Analisis Objektivitas Pemberitaan Bentrokan Warga dengan FPI di Kendal Pada Media Online Kompas.com Juli 2013)

0 0 21