Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran

23 sumber daya manusia yang ideal. Paradigma behavioristic yang dipegang guru selama ini, yang wujudnya dalam proses pembelajaran berupa transfer pengetahuan dari guru ke siswa, telah menunjukkan kegagalannya dalam menghasilkan lulusan pendidikan yang ideal. Cara pandang behavioristic ini harus secara radikal diganti dengan cara pandang konstruktivistik. Ciri khas paradigma konstruktivistik adalah aktivitas dan keterlibatan siswa dalam upaya proses belajar dengan memanfaatkan pengetahuan awal dan gaya belajar masing-masing siswa dengan bantuan guru sebagai fasilitator yang membantu siswa apabila siswa mengalami kesulitan dalam upaya belajarnya. Dalam kaitannya dengan pemberian bantuan, guru hanya membantu siswa dengan memberikan arahan atau media dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dikuasai siswa. Namun, tanggung jawab penyelesaian tugas tetap pada diri siswa. Ada kemungkinan dalam mengerjakan tugas, siswa melakukan beberapa kesalahan tetapi dengan mediasi atau bantuan baik berupa umpan balik, bimbingan maupun petunjuk yang diberikan guru, siswa dapat mengerjakan tugas-tugas tersebut dan mencapai tujuan. Pemberian bantuan semacam ini dikenal dengan istilah scaffolding. Melalui pentahapan atau scaffolding ini diharapkan setiap siswa dapat menguasai kompetensi yang kompleks secara mudah dan tahan lama. Guru yang telah menerapkan paham konstruktivisme 24 memahami benar bahwa pengetahuan itu dibangun sedikit demi sedikit, dan diperluas atau diperdalam melalui kegiatan mengalami dalam konteks alamiahnyata. Hal ini akan tercermin dalam skenario pembelajarannya yang didesain secara bertahap dalam bentuk fase- fase untuk membantu siswa mencapai kompetensi optimal yang harus dikuasai. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa inti dari konstruktivistik adalah membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan b. Inkuiri Inquiri adalah kegiatan inti dari pembelajaran berbasis CTL. Inquiri diawali dengan pengamatan untuk memahami konsepfenomena dan dilanjutkan dengan melaksanakan kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan. Dengan mengembangkan keterampilan berpikir kritis, siklus inquiri adalah sebagai berikut: mengamati, bertanya, mengajukan dugaan sementara hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data , dan merumuskan teori. Ada yang beranggapan bahwa inkuiri hanya cocok diterapkan untuk pembelajaran sains. Pendapat ini tentunya kurang tepat. Inkuiri dapat diterapkan dalam pembelajaran apa saja, tergantung kreativitas guru. Di tangan guru yang kompeten dan kreatif, semuanya dapat 25 diselesaikan dengan baik. Hal yang perlu ditegaskan dalam inquiri adalah harus terjadi proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman dan siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis. c. Bertanya Questioning Questioning atau bertanya adalah salah satu prinsip pembelajaran CTL. Bertanya dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong siswa mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, membimbing dan mengetahui kemampuan berpikir siswa. Bertanya merupakan bagian yang sangat penting dalam belajar. Pertanyaan yang diajukan oleh siswa merupakan indiaktor bahwa siswa sudah mulai belajar. Tanpa pertanyaan, siswa dapat dikatakan belum belajar. Jika seseorang siswa bertanya, maka ia sudah melihat permasalahan atau masalah pada sesuatu yang sedang dipelajari. Pemunculan masalah menandakan bahwa siswa sudah mulai berpikir, dan jika masalah itu dirumuskan menjadi pertanyaan berarti siswa itu berkehendak untuk menemukan jawaban atas masalah yang ditemukan; berarti pula siswa berkehendak untuk mengembangkan pikiran lebih lanjut. Itulah belajar. Pertanyaan juga sangat penting dalam proses pembelajaran, Socrates Hasibuan, 1988 mengutarakan bahwa pertanyaan merupakan “the very core of teaching”. Dalam model pembelajaran konvensional “pembelajaran berbasis pengetahuan”, guru pada 26 umumnya mengajukan pertanyaan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana materi pelajaran yang diceramahkan guru sudah dipahami siswa, atau hanya untuk membawa siswa ke pamahaman materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Namun, pertanyaan yang diajukan dalam proses pembelajaran kontekstual mempunyai tujuan lebih dari itu. Ada tiga tujuan pokok dari dikemukakannya pertanyaan dalam proses pembelajaran, yaitu: meningkatkan tingkat berpikir siswa, mengecek pemahaman siswa, dan meningkatkan partisipasi belajar siswa. Pada pembelajaran berbasis kompetensi, khususnya pada pembelajaran yang menggunakan model belajar penemuan discovery-inquiry learning, tujuan diajukannya pertanyaan dalam kelas lebih banyak lagi, yang utama adalah: 1 mendorong siswa untuk menggali informasi, 2 merangsang rasa ingin tahu, 3 melatih siswa untuk mengidentifikasi dan menemukan masalah, 4 membimbing siswa untuk merumuskan hipotesis, 5 membimbing siswa untuk mengolah data, 6 membimbing siswa untuk menarik kesimpulan berdasarkan data 7 membimbing siswa untuk mentransfer pengetahuan atau konsep ke masalah baru atau ke penerapan dalam pemecaham masalah. Aspek penting yang perlu ditekankan dari prinsip bertanya ini adalah bagaimana guru memfasilitasi siswa agar siswa mau dan bisa 27 bertanya, tukar pengalaman, dan berbagi ide. Pertanyaan kreatif diharapkan muncul dari siswa. Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar d. Masyarakat Belajar Masyarakat belajar atau learning community adalah kegiatan pembelajaran yang difokuskan pada aktivitas berbicara dan berbagi pengalaman dengan orang lain. Aspek kerja sama dengan orang lain untuk menciptakan kerja sama yang lebih baik adalah tujuan pembelajaran yang menerapkan learning community. Hal yang berbeda dan mendapatkan penekanan dalam pembelajaran yang menerapkan prinsip masyarakat belajar adalah pentingnya membangun tim atau kelompok yang tangguh. Kelompok yang tangguh adalah kelompok yang tiap anggotanya mau saling berbagi, saling mendukung, saling mau menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Selain tim yang tangguh, dalam masyarakat belajar juga dituntut adanya pemilihan tugas yang kompleks dan jelas sehingga layak untuk didiskusikan, diperlukan pengelolaan yang baik agar kegiatan diskusi dapat dipertanggungjawabkan kualitas hasilnya, jelas penilaiannya. Dan satu aspek lagi yang perlu dipegang teguh adalah dalam masyarakat belajar kualitas individual tetap menjadi perhatian meskipun bekerja dalam kelompok. Dengan demikian, anggota yang hanya bergantung pada orang lain tanpa inisiatif dan partisipasi tentu 28 tidak harus dihindari dengan menggunakan teknik diskusi atau pembelajaran yang benar-benar kooperatif bukan sekadar kolaboratif. Masyarakat belajar adalah salah satu kecakapan hidup yang perlu dilatihkan sejak dini karena pada kenyataannya dalam hidup bermasyarakat, 99 sukses hidup seseorang ditentukan oleh kemampuannya dalam bekerja sama dengan orang lain. e. Pemodelan Teori tentang pentingnya pemodelan dalam pembelajaran kontekstual diadopsi dari teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Bandura Dahar, 1988. Dalam teorinya, Bandura berpendapat bahwa manusia itu belajar dari suatu model dan belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain. Sebagai contoh, guru-guru olah raga mendemontrasikan loncat tinggi dan para siswa menirunya. Bandura menyebut ini no-trial learning, karena siswa tidak harus melalui proses pembentukan shaping process, tetapi dengan segera menghasilkan respons yang benar Dahar, 1989. Dalam teori pemodelan ini, dikemukakan empat fase belajar dari model yaitu, fase perhatian attention phase, fase retensi retention phase , fase reproduksi reproduction phase, dan fase motivasi motivational phase. Fase pertama dalam belajar melalui model adalah memberikan perhatian pada suatu model. Pada umumnya orang akan memperhatikan apabila model yang ditampilkan itu menarik, aktual, dan populer. Oleh karena itu, dalam menerapkan 29 pembelajaran dengan teknik pemodelan, seorang guru harus menampilkan model yang benar-benar menarik, aktual, dan populer agar mendapatkan perhatian dari para siswa, mendapatkan apresiasi positif, dan dapat menumbuhkan minat atau motivasi siswa untuk mengembangkan yang lebih baik lagi. Fase kedua dalam belajar melalui model adalah fase retensi. Retensi adalah kemampuan mengingat sesuatu dalam jangka waktu yang lama dalam memori jangka panjang, bukan memori jangka pendek yang mudah dilupakan. Sebuah model yang menarik, aktual, populer, dan dikuatkan dengan simbol-simbol, media, kata-kata, dan nama-nama yang menarik, memiliki peranan penting dalam memperkokoh ingatan jangka panjang. Ingatan jangka panjang terkait dengan kegiatan-kegiatan yang dimodelkan secara konkrit biasanya lebih tahan lama daripada diteorikan atau diceramahkan secara abstrak. Ingatan jangka panjang terkait dengan aspek-aspek yang dimodelkan akan mendorong siswa untuk menemukan ciri-ciri dari aspek-aspek yang dimodelkan, menemukan kelebihan dan kekurangan dari model, dan sekaligus dapat memproduksi model lain yang lebih menarik dan inovatif. Fase ketiga dalam belajar melalui model adalah fase reproduksi. Fase reproduksi ini akan menepis anggapan yang melemahkan teori pemodelan yang memandang bahwa pemodelan akan melahirkan plagiatisme, melahirkan pembelajar yang hanya pandai meniru. Justru dari model yang ditampilkan inilah para pembelajar belajar dan 30 menciptakan model baru yang jauh lebih baik. Buah dari reproduksi adalah reinforcement atau penguatan berupa pujian atau bentuk- bentuk yang lain. Penguatan ini akan memberikan motivasi atau semangat untuk membuat model yang lebih baik. Fase keempat dalam belajar melalui model adalah fase motivasi. Dari penguatan atau motivasi inilah seorang pembelajar akan berani menampilkan model yang dibuatnya dengan penuh keberanian. Teknik modeling adalah penggunaan model untuk memperkaya stuktur pengetahuan atau skemata isi terkait dengan aspek yang akan dikembangkan. Melalui model ini siswa diajak untuk menganalisis dan mensintesis kelebihan dan kekurangan model dan mengembangkan model lain yang lebih baik. Pemodelan atau modeling adalah salah satu prinsip penting dalam pengajaran dan pembelajaran kontekstual. Pemodelan diartikan sebagai kegiatan guru dalam memberikan contoh, memeragakan, atau mendemontrasikan. Tujuan pemodelan adalah agar siswa mengetahui, melihat, dan dapat melakukan dengan baik hal yang dicontohkan oleh si pemodel. Tujuan pemodelan juga untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita menginginkan para siswa untuk belajar, atau melakukan apa yang kita inginkan agar siswa melakukannya. Ketiga pengertian tentang modeling di atas memiliki prinsip yang sama, yaitu pemberian model untuk dianalisis 31 kelebihan atau kekurangannya dan untuk menciptakan model yang lebih baik. f. Penilaian Otentik Di samping istilah penilaian otentik, akhir-akhir ini juga sedang marak dibicarakan istilah penilaian kelas. Apakah sebenarnya penilaian otentik itu dan apa kaitannya antara penilaian otentik dengan penilaian kelas atau sering juga disebut penilaian berbasis kelas? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, di sini akan dijelaskan pengertian dan hubungan dari kedua istilah tersebut. Penilaian adalah proses pengumpulan databukti untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa. Berdasarkan definisi tersebut, maka penilaian kelas dapat diartikan sebagai proses pengumpulan informasi yang dilakukan oleh guru untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa. Definisi ini selaras dengan definisi yang dikemukakan oleh O’Malley dan Valdez Pierce 1996 yang menyatakan bahwa penilaian berbasis kelas adalah penilaian yang merefleksikan proses belajar siswa, kemampuan siswa, motivasi dan sikap-sikap siswa dalam pembelajaran. Definisi ini menyatakan bahwa fokus penilaian kelas adalah proses dan hasil belajar siswa. Berkaitan dengan penilaian kelas, akhir-akhir ini telah terjadi perubahan paradigma dalam penilaian kelas. Perubahan tersebut adalah dari penilaian yang bersifat diskrit atau fragmentaris terpisah- pisah ke penilaian yang bersifat otentik atau holistik. Dan penilaian 32 diri sendiri self-evaluation adalah aspek penting, karena siswa harus mengetahui dengan sadar letak keberhasilan atau kemajuannya. Penilaian kinerja ini dimaksudkan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Penilaian yang demikian inilah yang disebut dengan penilaian otentik. Penilaian otentik dapat didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi yang dilakukan oleh guru untuk mengetahui perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan siswa melalui berbagai teknik pengukuran yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kemampuan kompetensi telah dikuasai dan dicapai O’Malley dan Valdez Pierce, 1996. Penilaian otentik untuk mendeskripsikan berbagai bentuk penilaian yang merefleksikan proses pembelajaran yang dialami siswa, kemampuan siswa, motivasi siswa, dan sikap yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Penilaian otentik menuntut siswa mengaplikasikan keterampilan dan pengetahuannya dalam konteks yang bermakna. Penilaian otentik mengamanatkan agar instrumen penilaian benar-benar dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kelas dan penilaian otentik memiliki keterkaitan yang sangat erat. Keterkaitannya adalah penilaian kelas, yang fokusnya mengukur 33 proses dan hasil belajar siswa, harus dilaksanakan dengan menggunakan paradigmaprinsip penilaian otentik. Penilaian otentik yang dilaksanakan dalam pembelajaran didasarkan atas prinsip-prinsip sesuai yang dikemukakan oleh Nurhadi, dkk. 2004: 52, yakni: 1 harus mengukur semua aspek pembelajaran, 2 dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, 3 menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber, 4 tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian, 5 tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan bagian-bagian kehidupan siswa yang nyata setiap hari, mereka harus dapat menceritakan pengalaman atau kegiatan yang mereka lakukan setiap hari, dan 6 penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian siswa, bukan hanya sekadar keluasannya kuantitas. Proses penilaian otentik harus dilaksanakan secara terus- menerus, yaitu guru secara terus-menerus berinteraksi dan mengamati aktivitas siswa dalam berbagai kegiatan pembelajaran. Untuk mewujudkan penilaian yang seperti itu, akhir-akhir ini telah dikembangkan beragam alat penilaian otentik, yaitu portofolio, performasikinerja, lembar observasi, jurnal, log, dan tes. g. Refleksi Refleksi atau reflection adalah kegiatan memikirkan apa yang telah kita pelajari, menelaah dan merespon semua kejadian, aktivitas 34 atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, dan memberikan masukan-masukan perbaikan jika diperlukan. Dalam menerapkan prinsip refleksi ini diperlukan keterbukaan dari guru untuk menerima kritik dan saran terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan guna perbaikan pada pembelajaran berikutnya. Dengan memperhatikan prinsip ini sebenarnya guru dituntut untuk menyiapkan pembelajaran secara baik dan seksama agar respon balik yang kita terima juga baik.

C. Metode Pembelajaran Snowball Throwing

1. Pengertian Snowball Throwing Selama ini pembelajaran di kelas didominasi oleh pemahaman strukturalisobjektivismebehaviorisme yang bertujuan siswa mengingat informasi, lalu terjadi memorasi. Pembelajaran dengan metode snowball throwing tidak demikian, dalam hal ini peserta didik diberikan kebebasan untuk membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara mencoba memberi arti pada pengetahuan yang dialaminya. Siswa diberi pemahaman bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu yang tidak stabil dan hanya berupa rekaman. Ilmu pengetahuan adalah konstruksi manusia mengalami pengalaman-pengalaman baru yang menyebabkan pengetahuan terus berkembang sesuai perkembangan zaman. Prinsip pembelajaran dengan metode snowball throwing termuat di dalam prinsip pendekatan kooperatif yang didasarkan pada lima prinsip, yaitu prinsip belajar siswa aktif student active learning, belajar kerjasama 35 cooperative learning, pembelajaran partisipatorik, mengajar reaktif reactive teaching, dan pembelajaran yang menyenangkan joyfull learning . Pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pengalaman semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru. Menurut Piaget manusia memilki struktur pengetahuan dalam otaknya, yang masing-masing individu memilki kemampuan yang berbeda-beda. Setiap pengalaman baru struktur pengetahuan dihubungkan dan disimpan di dalam otak manusia. Struktur pengetahuan dikembangkan dalam otak manusia melalui dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah struktur pengetahuan dibuat atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi adalah struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan dengan pengalaman baru yang diperoleh. Pembelajaran dengan metode snowball throwing menerapkan pembelajaran dengan pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas melalui pengalaman nyata constructivism, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri inquiry, pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari “bertanya” questioning dari bertanya siswa dapat menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. 36 Di dalam metode pembelajaran snowball throwing strategi memperoleh dan pendalaman pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan tersebut. 2. Kelebihan Pembelajaran Metode Snowball Throwing a. Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan. b. Siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi pelajaran yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena siswa mendapat penjelasan dari teman sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru serta mengerahkan penglihatan, pendengaran, menulis, dan berbicara mengenai materi yang didiskusikan dalam kelompok. c. Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan pertanyaan kepada teman lain maupun guru. d. Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik. e. Merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang dibicarakan dalam pelajaran tersebut. f. Siswa akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan pemecahan suatu masalah. g. Siswa akan memahami makna tanggung jawab. h. Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial, budaya, bakat, dan intelegensia. 37 i. Siswa akan terus termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya. 3. Kelemahan Pembelajaran Metode Snowball Throwing a. Terciptanya suasana kelas yang ramai yang dapat mengganggu kelas lain. b. Adanya siswa yang bergantung pada siswa lain kurang mandiri dalam membuat pertanyaan yang akan dilemparkan kepada kelompok lain.

D. Prestasi Belajar

Menurut Sardiman 2001: 46, prestasi adalah kemampuan nyata yang merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari dalam maupun dari luar individu dalam belajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005: 186, prestasi adalah hasil yang telah dicapai dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya. Sedangkan menurut Winkel 1996: 165, prestasi adalah bukti usaha yang telah dicapai. Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi merupakan suatu hasil yang telah dicapai sebagai bukti usaha yang telah dilakukan. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah ia melakukan perubahan belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Di dalam webster’s New Internasional Dictionary mengungkapkan tentang prestasi yaitu: “Achievement test a standardised test for measuring the skill or knowledge by person in one more lines of work a study. Kalimat tersebut mempunyai arti kurang lebih prestasi adalah standar test untuk mengukur kecakapan atau pengetahuan bagi seseorang di dalam satu atau lebih dari 38 garis-garis pekerjaan atau belajar. Dalam kamus popular, prestasi ialah hasil sesuatu yang telah dicapai Purwodarminto, 1979: 251.

E. Kerangka Berpikir

Penerapan model pembelajaran snowball throwing merupakan salah satu wujud aplikasi pembelajaran bermakna dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Melalui model pembelajaran snowball throwing, siswa dilibatkan secara holistik baik aspek fisik, emosional, dan intelektualnya. Snowball throwing merupakan metode pembelajaran yang kegiatannya menekankan kepada siswa untuk aktif menuliskan pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Dengan demikian, siswa aktif terlibat dalam mengemukakan pertanyaan. Pertanyaan tersebut nantinya harus dijawab oleh siswa yang lain secara bergantian. Kegiatan ini menunjukkan bahwa siswa telah aktif dalam kegiatan belajar dengan bertanya jawab. 39

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian tindakan kelas PTK. Menurut Ebbut dalam Wiriaatmadja 2005, PTK adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktik pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dan tindakan-tindakan tersebut. PTK diterapkan pada mata pelajaran ekonomi dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing.

B. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII A SMP Islam Sarbini Grabag Kabupaten Magelang dengan jumlah siswa 28 orang. Penulis memilih kelas VIII A dengan pertimbangan hasil belajarnya paling rendah dibandingkan kelas lain. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan perbandingan rekapitulasi hasil ulangan harian I Ilmu Pengetahuan Sosial Ekonomi Semester I Tahun pelajaran 20122013. Tabel III.1 Rekapitulasi Hasil Ulangan Harian I IPS Ekonomi Semester I Tahun Pelajaran 20122013 Kelas Jumlah Siswa KKM Tidak Tuntas Tuntas Siswa Persentase Siswa Persentase VIII A 28 65 18 64,29 10 35,71 VIII B 25 65 10 40 15 60 VIII C 28 65 10 35,71 18 64,29