Analisis Model APT Pada Saham Sektor Pertambangan Di Bursa Efek Indonesia

(1)

SKRIPSI

ANALISIS MODEL APT PADA SAHAM SEKTOR

PERTAMBANGAN DI BURSA EFEK INDONESIA

OLEH

SWY LASTRI M. PURBA 080501128

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

ANALISIS MODEL APT PADA SAHAM SEKTOR PERTAMBANGAN DI BURSA EFEK INDONESIA

Pasar Modal adalah salah satu alternatif pilihan investasi yang dapat menghasilkan tingkat keuntungan optimal bagi para investor. Untuk itu, setiap investor membutuhkan informasi tentang saham yang akan digunakan dalam menyusun strategi dalam pengambilan keputusan di pasar modal. Namun, disisi lain tidak selamanya investasi itu akan selalu menghasilkan keuntungan, tetapi bisa juga mengalami kerugian. Ada beberapa model yang dapat digunakan dalam memprediksi tingkat pengembalian dan resiko dalam suatu saham sehingga pada akhirnya investor dapat mengetahui alternatif investasi yang paling menguntungkan.

Salah satunya adalah model Arbitrage Pricing Theory (APT). Model APT ini didasari pandangan bahwa tingkat pengembalian suatu saham akan dipengaruhi oleh systematic risk yaitu kondisi makroekonomi suatu negara.Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis model APT dalam menjelaskan risk and return saham sektor pertambangan. Ada lima variabel makroekonomi yang digunakan, yaitu tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, jumlah uang beredar (M2), volume perdagangan saham, tingkat suku bunga SBI.

Penelitian ini menggunakan data time series dan croos section. Data diperoleh dari Yahoo Finance, Bank Indonesia (BI) dan JSX Statistic dengan periode waktu bulanan periode Januari 2007 sampai Desember 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor pertambangan yang listed di BEI 26 perusahaan dan jumlah sampel sebanyak 8 perusahaan dengan melewati tahap purposive sample. Teknik analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dan data panel, pengolahan data dilakukan dengan eviews.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Model APT signifikan dalam menjelaskan tiga perusahaan yaitu BUMI, MEDC, dan TINS. Dan variabel makroekonomi yang mempengaruhi return saham, secara parsial variabel makroekonomi yang mempengaruhi return saham sektor pertambangan adalah kurs, tingkat suku bunga SBI dan Volume perdagangan saham. Sedangkan secara simultan variabel makroekonomi mempengaruhi return saham sektor pertambangan.

Kata kunci : Model APT, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, jumlah uang beredar (M2), volume perdagangan saham, dan tingkat suku bunga SBI.


(3)

ABSTRACT

ANALYSIS OF MODEL APT IN THE MINING SECTOR ON THE STOCK EXCHANGE INDONESIA

Capital Market is one of the alternative investment options that can produce optimal levels of profits for investors. To that end, every investor needs information about a stock that will be used in developing strategies in making decisions in the stock market. However, on the other hand is not always an investment that will always make a profit, but may also suffer losses. There are several models that can be used in predicting the rate of return and risk in a stock that investors may eventually find out the most profitable investment alternatives. One is a model of the Arbitrage Pricing Theory (APT). APT model is based on the view that the rate of return on a stock will be affected by systematic risk is a negara.Penelitian macroeconomic conditions was conducted to analyze the APT models explaining risk and return in mining stocks. There are five macroeconomic variables are used, the rate of inflation, the exchange rate of rupiah against the U.S. dollar, the money supply (M2), stock trading volume, interest rate of SBI.

This study uses time series data and Croos section. Data obtained from Yahoo Finance, Bank Indonesia (BI) and Statistics JSX with a monthly time period from January 2007 until December 2011. The population in this study is that the mining sector companies listed on the Stock Exchange 26 companies and the number of samples with as many as 8 companies through purposive sample stage. Analytical techniques used in this study were multiple linear regression and panel data, data processing is done with eviews.

These results indicate that the APT model significant in explaining the three companies, namely EARTH, MEDC, and TINS. And macroeconomic variables that affect stock returns, partially macroeconomic variables that affect the stock return is the rate the mining sector, SBI rate and volume of stock trading. While the macroeconomic variables simultaneously affect stock returns mining sector.

Key words: Model APT, the rate of inflation, the exchange rate of rupiah against the U.S dollar, the money supply (M2), stock trading volume, and the SBI rate.


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Investasi 2.1.1 Definisi Investasi ... 8

2.1.2 Proses Investasi ... 8

2.1.3 Proses Keputusan Investasi ... 9

2.1.4 Tipe-tipe Investasi ... 9

2.1.4.1 Investasi Langsung ... 10

2.1.4.2 Investasi Tidak Langsung ... 10

2.2 Pasar Modal ... 11

2.2.1 Definisi Pasar Modal ... 11

2.2.2 Jenis dan Fungsi Pasar Modal ... 12

2.2.3 Peranan Strategis Pasar Modal ... 13

2.2.4 Instrument Pasar Modal ... 15

2.3 Tingkat Pengembalian Saham ... 16

2.4 Resiko ... 18

2.5 Capital Asset Pricing Model (CAMP) ... 19

2.6 Arbitrage Pricing Theory (APT) ... 20

2.6.1 Tingkat Inflasi ... 22

2.6.1.1 Teori-Teori Inflasi ... 24

2.6.1.2 Asal Inflasi ... 25

2.6.1.3 Bobot Inflasi ... 26

2.6.1.4 Mengukur Inflasi ... 27


(5)

2.6.3 Jumlah Uang Beredar ... 29

2.6.3.1 Pendekatan Transaksional ... 29

2.6.3.2 Liquidity Approach ... 29

2.6.4 Kurs ... 30

2.6.4.1 Jenis Nilai Tukar ... 31

2.6.4.2 Sistem Valuta Asing ... 32

2.6.5 Suku Bunga ... 33

2.7 Kerangka Konseptual ... 34

2.8 Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Batasan Operasional ... 36

3.3 Definisi Operasional ... 36

3.4 Skala Pengukuran Variabel ... 37

3.5 Jenis Data ... 38

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.7 Teknik Analisis Data ... 39

3.7.1 Uji Akar Unit ... 40

3.7.2 Uji Asumsi Klasik ... 41

3.7.2.1 Multikolinieritas ... 41

3.7.2.2 Uji Autokorelasi ... 42

3.7.3 Uji Kesesuain ... 43

3.7.3.1 Uji F Statistik ... 43

3.7.4 Analisis Data Panel... 44

3.7.4.1 Model Data Panel ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif Masing-Masing ... 48

4.2 Statistik Deskriptif Variabel Makroekonomi ... 55

4.3 Pengujian Stasioneritas Data ... 50

4.4 Pengujian Model APT ... 62

4.5 Pengujian Asumsi Klasik ... 63

4.5.1 Pengujian Multikolinearitas ... 62

4.5.2 Pengujian Autokorelasi ... 63

4.6 Analisis Hasil Persamaan Regresi Data Panel ... 65

4.7 Pengujian Hipotesis ... 66

4.7.1 Pengujian teknik analisis regresi berganda ... 66

4.7.2 Pengujian teknik analisis data panel ... 71

4.8 Analisis Model APT ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 77


(6)

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN ... 81


(7)

DAFTAR TABEL

Gambar Judul Halaman

3.1 Sampel Penelitian ... 39

4.1 Deskriptif Statistik Emiten Perusahaan ... 49

4.2 Variabel Makroekonomi ... 55

4.3 Pengujian Stasioneritas Data ... 61

4.4 Output APT ... 62

4.5 Pengujian Multikorelasi ... 63

4.6 Pengujian Autokorelasi ... 64

4.7 Pooled Least Square Model FEM ... 65

4.8 Analisis Inflasi ... 67

4.9 Analisis Kurs ... 69

4.10 Analisis M2 ... 69

4.11 Analisis VPS ... 70


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.7 Kerangka Konseptual ... 34

4.1 PT. Bumi Resources, Tbk ... 49

4.2 PT. Delta Dunia Makmur, Tbk ... 50

4.3 PT. Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk ... 51

4.4 PT. Petrosea, Tbk ... 52

4.5 PT. Medco Energi Internasional. Tbk ... 52

4.6 PT. Timah Persero, TBK ... 53

4.7 PT. Citatah, Tbk ... 54

4.8 PT. Mitra Investindo, Tbk ... 54

4.9 Pergeseran Tingkat Inflasi ... 55

4.10 Pergerakan Tingkat Kurs ... 57

4.11 Pergerakan Jumlah Uang Beredar ... 58

4.12 Pergerakan Volume Perdagangan Saham... 59

4.13 Pergerakan Tingkat SBI ... 60


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Data Closed Saham ... 81

2 Return Saham Emiten ... 83

3 Variabel Makroekonomi ... 87

4 Perubahan Variabel Makroekonomi ... 89

5 Pengujian Stasioneritas Data ... 90

6 Pengujian Multikorelasi ... 94

7 Pengujian Autokorelasi ... 95

8 Hasil Regresi Emiten Saham ... 97


(10)

ABSTRAK

ANALISIS MODEL APT PADA SAHAM SEKTOR PERTAMBANGAN DI BURSA EFEK INDONESIA

Pasar Modal adalah salah satu alternatif pilihan investasi yang dapat menghasilkan tingkat keuntungan optimal bagi para investor. Untuk itu, setiap investor membutuhkan informasi tentang saham yang akan digunakan dalam menyusun strategi dalam pengambilan keputusan di pasar modal. Namun, disisi lain tidak selamanya investasi itu akan selalu menghasilkan keuntungan, tetapi bisa juga mengalami kerugian. Ada beberapa model yang dapat digunakan dalam memprediksi tingkat pengembalian dan resiko dalam suatu saham sehingga pada akhirnya investor dapat mengetahui alternatif investasi yang paling menguntungkan.

Salah satunya adalah model Arbitrage Pricing Theory (APT). Model APT ini didasari pandangan bahwa tingkat pengembalian suatu saham akan dipengaruhi oleh systematic risk yaitu kondisi makroekonomi suatu negara.Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis model APT dalam menjelaskan risk and return saham sektor pertambangan. Ada lima variabel makroekonomi yang digunakan, yaitu tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, jumlah uang beredar (M2), volume perdagangan saham, tingkat suku bunga SBI.

Penelitian ini menggunakan data time series dan croos section. Data diperoleh dari Yahoo Finance, Bank Indonesia (BI) dan JSX Statistic dengan periode waktu bulanan periode Januari 2007 sampai Desember 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor pertambangan yang listed di BEI 26 perusahaan dan jumlah sampel sebanyak 8 perusahaan dengan melewati tahap purposive sample. Teknik analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dan data panel, pengolahan data dilakukan dengan eviews.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Model APT signifikan dalam menjelaskan tiga perusahaan yaitu BUMI, MEDC, dan TINS. Dan variabel makroekonomi yang mempengaruhi return saham, secara parsial variabel makroekonomi yang mempengaruhi return saham sektor pertambangan adalah kurs, tingkat suku bunga SBI dan Volume perdagangan saham. Sedangkan secara simultan variabel makroekonomi mempengaruhi return saham sektor pertambangan.

Kata kunci : Model APT, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, jumlah uang beredar (M2), volume perdagangan saham, dan tingkat suku bunga SBI.


(11)

ABSTRACT

ANALYSIS OF MODEL APT IN THE MINING SECTOR ON THE STOCK EXCHANGE INDONESIA

Capital Market is one of the alternative investment options that can produce optimal levels of profits for investors. To that end, every investor needs information about a stock that will be used in developing strategies in making decisions in the stock market. However, on the other hand is not always an investment that will always make a profit, but may also suffer losses. There are several models that can be used in predicting the rate of return and risk in a stock that investors may eventually find out the most profitable investment alternatives. One is a model of the Arbitrage Pricing Theory (APT). APT model is based on the view that the rate of return on a stock will be affected by systematic risk is a negara.Penelitian macroeconomic conditions was conducted to analyze the APT models explaining risk and return in mining stocks. There are five macroeconomic variables are used, the rate of inflation, the exchange rate of rupiah against the U.S. dollar, the money supply (M2), stock trading volume, interest rate of SBI.

This study uses time series data and Croos section. Data obtained from Yahoo Finance, Bank Indonesia (BI) and Statistics JSX with a monthly time period from January 2007 until December 2011. The population in this study is that the mining sector companies listed on the Stock Exchange 26 companies and the number of samples with as many as 8 companies through purposive sample stage. Analytical techniques used in this study were multiple linear regression and panel data, data processing is done with eviews.

These results indicate that the APT model significant in explaining the three companies, namely EARTH, MEDC, and TINS. And macroeconomic variables that affect stock returns, partially macroeconomic variables that affect the stock return is the rate the mining sector, SBI rate and volume of stock trading. While the macroeconomic variables simultaneously affect stock returns mining sector.

Key words: Model APT, the rate of inflation, the exchange rate of rupiah against the U.S dollar, the money supply (M2), stock trading volume, and the SBI rate.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi merupakan salah satu fokus utama perhatian pemerintah di samping masalah-masalah nasional lainnya. Untuk pembangunan negara tersebut diperlukan dana investasi yang besar jumlahnya. Dalam pelaksanaannya, negara diupayakan untuk memenuhi kebutuhan dengan sumber-sumber daya yang ada, khususnya kebutuhan dana untuk pembangunan dan pengembangan perekonomian, di samping memanfaatkan dari sumber lainnya sebagai pendukungnya.

Salah satu faktor pendorong pembangunan ekonomi di berbagai negara di dunia termasuk di Indonesia adalah pasar modal. Perkembangan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari seberapa besar peran pasar modal tersebut dalam perekonomian. Pasar modal mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Semakin tinggi jumlah investasi yang ditanamkan maka pertumbuhan ekonomi nasional akan semakin tinggi. Selain itu, (Lash dan Urry dalam Widoatmojo, 1994) menyebutkan globalisasi terutama pasar uang dan pasar modal merupakan simbol kemoderenan. Pasar Modal dijadikan tolok ukur kemoderenan, artinya suatu bangsa atau negara baru berhak menyandang predikat modren kalau pasar modalnya maju.

Pasar modal yang saat ini ada di Indonesia sebenarnya jauh sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Perdagangan sekuritas dimulai dengan pendirian bursa di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912. Perkembangan bursa efek ini berjalan pesat, namun perang dunia yang terjadi sekitar tahun 1939 menyebabkan


(13)

perkembangan pasar modal terhenti dan ditutup. Pada masa pemerintahan orde baru, pengaktifan kembali pasar modal Indonesia dimulai dengan pembentukan Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) dan pembukaan pasar modal pada 10 Agustus 1997. Kemudian Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendukung perusahaan-perusahaan yang ingin go-public dan kepada investor asing yang ingin berinvestasi di dalam negeri sehingga akan meningkatkan perkembangan pasar modal Indonesia. Kebijakan itu tertuang di Paket Kebijaksanaan Desember (PAKDES 1987), Paket Kebijaksanaan Desember 1988 (PAKDES 88), dan Paket September 1997.

Pasar modal juga merupakan salah satu alternatif perusahaan yang mengalami kondisi dimana perusahaan tersebut tidak cukup membiayai pengeluaran perusahaannya. Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar modal menyediakan fasilitas yang mempertemukan pihak yang kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer). Dengan adanya pasar modal, pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dananya tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return) pada waktu mendatang, sedangkan pihak issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan


(14)

memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik yang dipilih.

Kegiatan investasi di pasar modal memberikan harapan bagi setiap investor untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang baik berupa dividen maupun capital gain. Dalam konteks investasi, harapan keuntungan tersebut sering disebut juga sebagai return. Disamping itu, dalam investasi juga dikenal adanya konsep resiko. Resiko investasi bisa diartikan sebagai kemungkinan terjadinya perbedaan harapan keuntungan (return) yang diinginkan investor dengan keuntungan yang diperoleh, sehingga dalam investasi, disamping menghitung return yang diharapkan investor juga harus memperhatikan kemungkinan resiko yang harus ditanggungnya. Seperti istilah pada umumnya ‘high return high risk’ artinya semakin besar keinginan seorang investor untuk mendapatkan keuntungan maka semakin besar resiko yang akan dihadapinya.

Secara umum investor pasti ingin memilih investasi yang memiliki resiko yang minimal dan tingkat retun yang maksimal sehingga untuk menurunkan resiko portfolionya investor perlu melakukan diversifikasi, yang berarti ‘jangan menginvestasikan semua dana yang dimiliki hanya pada satu asset saja, karena jika asset tersebut gagal, maka semua dana yang kita investasikan akan lenyap’ (Henry Markowitz dalam Eduardus Tandelin, 2001), selain itu dapat juga dilakukan analisis terhadap fundamental ekonomi yang tercermin dari kondisi stabilitas makroekonomi negara merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan dan dipertimbangkan oleh investor dalam pasar modal sehingga melalui cara-cara tersebut resiko dapat diminimalisir.


(15)

Berdasarkan hal diatas, menjadi hal yang penting melakukan analisis risk dan return terhadap suatu portfolio. Saat ini sudah dikenal beberapa model untuk memprediksi risk and return suatu saham. Beberapa diantaranya adalah dengan menggunakan model Capital Aset Pricing Model (CAMP) dan Arbitrage Pricing Theory (APT). Model APT dibuat sebagai respon kelemahan model CAMP, dimana Model CAMP memprediksi bahwa hanya ada satu jenis resiko sistematik yang mempengaruhi return saham yaitu resiko pasar. Sedangkan Model APT didasari pandangan bahwa return yang diharapkan untuk suatu saham (sekuritas) akan dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko.

Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah kondisi makro ekonomi negara tersebut. Faktor-faktor resiko tersebut akan menunjukkan kondisi ekonomi secara umum. Di Indonesia dapat kita lihat betapa kuatnya hubungan antara pasar modal dengan kondisi ekonomi, seperti pada saat terjadi krisis Global 2008 banyak sektor industri yang terpukul yang berakibat pada turunnya kinerja pasar modal.

Beberapa penelitian pernah menggunakan tiga sampai lima faktor yang mempengaruhi return sekuritas. (Chen, Rell dan Ross dalam Tandelin, 2001) mengidentifikasi 4 faktor yang mempengaruhi return sekuritas, seperti inflasi, tingkat suku bunga, produksi industri premi, risk default dll. Sehingga model APT ini mengasumsikan bahwa sekuritas yang berbeda akan mempunyai sensitivitas terhadap faktor-faktor resiko sistematis yang berbeda pula, sehingga melalui model APT ini menghasilkan indikasi yang baik tentang resiko. APT mengasumsikan bahwa tingkat keuntungan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam perekonomian, yakni kondisi variabel makroekonomi.


(16)

Pada umumnya, semua perusahaan memiliki pengaruh terhadap kondisi makroekonomi di negara perusahan tersebut berdiri. Respon setiap perusahaan itu terhadap perubahan kondisi makroekonomi seperti tingkat inflasi, kurs, dan variabel makroekonomi lainnya berbeda-beda, itu tergantung kepada karakteristik industrinya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan menggunakan model pendugaaan APT yang menggunakan faktor-faktor makroekonomi untuk melihat pengaruh kondisi makroekonomi yang ada terhadap risk dan return saham. Adapun saham yang diteliti adalah saham dari sektor pertambangan yang pada akhirnya akan menganalisis dan membandingkan hasil pengujian tersebut.

Penulis memilih saham sektor pertambangan karena Indonesia sebagai salah satu negara dengan kekayaan alam yang cukup besar memiliki potensi industri pertambangan yang cukup besar pula, antara lain pada emas, minyak bumi, batu bara dan gas bumi. Kekayaan alam yang cukup melimpah ini telah dan akan menarik investor-investor asing untuk menanamkan investasinya, baik dalam bentuk investasi langsung maupun tidak langsung yang pada akhirnya akan menyebabkan naiknya harga dari saham pertambangan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : “Analisis Model APT Pada Saham Sektor Pertambangan di Bursa Efek Indonesia’’.


(17)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penyusunan penelitian ini penulis terlebih dahulu merumuskan masalah yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar kajian penelitian yang dilakukan, yakni:

1) Apakah model APT signifikan dalam menjelaskan kinerja saham sektor pertambangan?

2) Bagaimana pengaruh masing-masing variabel makroekonomi yaitu : tingkat inflasi, volume perdagangan saham, nilai tukar rupiah, jumlah uang beredar (M2) dan tingkat suku bunga SBI terhadap retun saham sektor pertambangan yang listed di Bursa Efek Indonesia dengan model APT?

3) Bagaimana pengaruh inflasi, volume perdagangan saham, nilai tukar rupiah, jumlah uang beredar (M2) dan tingkat suku bunga SBI secara simultan terhadap retun saham sektor pertambangan yang listed di Bursa Efek Indonesia?

4) Bagaimana pengaruh inflasi, volume perdagangan saham, nilai tukar rupiah, jumlah uang beredar (M2) dan tingkat suku bunga SBI secara parsial terhadap retun saham sektor pertambangan yang listed di Bursa Efek Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini, adalah :

1) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel makroekonomi yang diujikan yaitu : tingkat inflasi, volume perdagangan saham, nilai tukar rupiah, jumlah uang beredar (M2) dan tingkat suku bunga SBI dalam menjelaskan return setiap saham model APT.


(18)

2) Untuk melihat variabel makroekonomi yang paling berpengaruh terhadap return saham sektor pertambangan.

1.4 Manfaat Penelitian

1) Menambah wawasan penulis dan pembaca lainnya tentang dunia investasi khususnya investasi saham sekor pertambangan.

2) Penelitian diharapkan bermanfaat dalam menambah studi literatur bagi para investor di masa yang akan datang.

3) Hasil penelitian ini menambah wawasan dan meningkat kemampuan penulis dalam melakukan penelitian.

4) Dapat menjadi bahan informasi bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Investasi

2.1.1 Definisi Investasi

Investasi adalah penempatan dana atau penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan dimasa-masa yang akan datang.

2.1.2 Proses Investasi

Dalam memahami proses investasi, seorang investor sebaiknya terlebih dahulu mengetahui beberapa konsep dasar investasi dan ini akan menjadi dasar bagi investor dalam setiap tahapan pembuatan keputusan investasi yang akan diambil. Adapun yang menjadi dasar dalam proses keputusan investasi adalah harus dipahami hubungan antara return yang diharapkan dan resiko yang akan diterima dari suatu investasi. Semakin besar return yang akan diterima maka kemungkinan resiko yang diterima dari suatu investasi pun akan semakin besar.

Ini menunjukkan bahwa hubungan antara tingkat resiko dan return yang diharapkan dari suatu investasi mempunyai hubungan yang searah dan linear, dan inilah yang menjadi alasan bahwa tidak semua investor berinvestasi pada asset yang menawarkan tingkat return yang paling tinggi karena di sisi lain investor juga harus mempertimbangkan tingkat resiko yang harus ditanggung.


(20)

2.1.3 Proses Keputusan Investasi

Proses keputusan investasi merupakan proses keputusan yang berkesinambungan (on going process). Proses keputusan investasi terdiri dari lima tahap keputusan yang berjalan terus-menerus sampai tercapai keputusan investasi yang terbaik. Sehubungan dengan hal itu, meliputi lima tahap keputusan sehingga investasi dapat dikelola dengan baik, yaitu :

1. Penentuan tujuan investasi 2. Penentuan Kebijakan investasi 3. Pemilihan kebijakan Investasi 4. Pemilihan asset

5. Pengukuran dan evaluasi

Seorang investor pada akhirnya memutuskan membeli sejumlah saham saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham ataupun sejumlah deviden di masa yang akan datang, sebagai imbalan atas waktu dan resiko yang terkait dengan investasi tersebut.

2.1.4 Tipe-tipe Investasi

Dalam investasi ada dikenal tipe-tipe investasi keuangan. Investasi yang termasuk dalam aktiva keuangan dapat berupa investasi langsung dan investasi tidak langsung. Investasi langsung dilakukan dengan membeli langsung aktiva keuangan dari suatu perusahaan baik melalui perantara maupun dengan cara lain. Sebaliknya investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli saham dari perusahaan investasi yang mempunyai portfolio aktiva keuangan dari perusahaan-perusahaan lain (Jogiyanto, 2003).


(21)

2.1.4.1 Investasi Langsung

Merupakan pembelian langsung aktiva keuangan suatu perusahaan, investasi ini dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang dapat diperjual-belikan dipasar uang (money market), pasar modal (capital market) dan atau pasar turunan (derivatif market). Investasi langsung juga dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang tidak dapat diperjual-belikan dan biasanya dapat diperoleh melalui bank komersial, aktiva ini berupa sertifikat deposito dan tabungan di bank.

Berikut adalah macam-macam investasi langsung :

1. Investasi langsung yang tidak dapat diperjual-belikan yaitu: tabungan dan deposito.

2. Investasi langsung dapat diperjualbelikan di pasar uang adalah berupa T-bill dan deposito yang dapat dinegosiasi. Investasi langsung di pasar modal berupa surat-surat berharga pendapatan tetapdan saham baik saham preferen dan saham biasa, sedangkan investasi langsung dipasar turunan adalah Opsi dan Futures Contract.

2.1.4.2 Investasi Tidak Langsung

Merupakan pembelian saham dari perusahaan investasi yang mempunyai portfolio aktiva keuangan dari perusahaan lain. Perusahaan investasi adalah perusahaan yang menyediakan jasa keuangan dengan cara menjual sahamnya ke publik dan menggunakan dana yang diperoleh untuk diinvestasikan ke dalam portfolionya. Open-end investment companies dikenal dengan nama perusahaan reksadana (mutual funds). Perusahaan investasi ini masih menjual saham baru


(22)

kepada investor setelah penjualan saham perdananya. Pemegang saham dapat juga sebaliknya menjual kembali sahamnya ke perusahaan reksa dana bersangkutan.

Investor yang akan berinvestasi, baik secara langsung maupun secara tidak langsung pada umumnya perlu mengamati perubahan peristiwa yang dapat mempengaruhi perubahan harga saham. Perubahan harga saham ini bisa dipicu oleh kondisi internal perusahaan maupun analisis fundamental dapat mencakup analisis terhadap keadaan perekonomian dari suatu negara misalnya kondisi makroekonomi yang bersifat fluktuatif dapat mempengaruhi perubahan harga saham.

2.2 Pasar Modal

2.2.1 Definisi Pasar Modal

Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas. Dengan demikian, pasar modal juga diartikan sebagai pasar untuk memperjual belikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi. Oleh karena itu, bursa efek merupakan arti dari pasar modal secara fisik.

Lembaga pasar modal adalah merupakan pelengkap disektor keuangan terhadap dua lembaga lainya yaitu bank dan lembaga pembiayaan. Pasar modal memberikan jasanya yaitu menjembatani hubungan antara pemilik dana dalam hal ini disebut dengan nama emiten (perusahaan yang go public). Para pemodal meminta instrumen pasar modal untuk keperluan investasi portfolionya sehingga


(23)

pada akhirnya dapat memaksimumkan penghasilan (Marzuki Usman dalam J supranto, 1992).

Pasar modal dapat dikatakan sebagai pasar abstrak, dimana yang diperjual belikan adalah dana-dana jangka panjang yaitu dana yang keterikatannya dalam investasi lebih dari satu tahun.

2.2.2 Jenis dan Fungsi Pasar Modal

Penjualan saham kepada masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa cara. Umumnya penjualan dilakukan sesuai dengan jenis ataupun bentuk pasar modal dimana sekuritas tersebut diperjual-belikan. Jenis-jenis pasar modal tersebut ada beberapa macam, yaitu:

1) Pasar Perdana ( Primary Market )

Pasar perdana terjadi pada saat perusahan emiten menjual sekuritasnya kepada investor umum untuk pertama kalinya. Harga saham di pasar perdana ditentukan oleh penjamin emisi dan perusahaan yang go public berdasarkan analisis fundamental perusahaan yang bersangkutan.

2)

Dalam pasar perdana, perusahaan akan memperoleh dana yang diperlukan.

Pasar Sekunder ( Secondary Market )

Pasar Sekunder adalah tempat terjadinya transaksi jual-beli saham diantara investor setelah melewati masa penawaran saham di pasar perdana, dalam waktu selambat-lambatnya 90 hari setelah ijin emisi diberikan maka efek tersebut harus dicatatkan di bursa. Dengan adanya pasar sekunder para investor dapat membeli dan menjual efek setiap saat. Sedangkan manfaat bagi perusahaan, pasar sekunder berguna sebagai tempat untuk menghimpun investor lembaga dan perseorangan.


(24)

Harga saham pasar sekunder berfluktuasi sesuai dengan ekspektasi pasar, pihak yang berwenang adalah pialang, adanya beban komisi untuk penjualan dan pembelian, pemesanannya dilakukan melalui anggota bursa, jangka waktunya tidak terbatas. Tempat terjadinya pasar sekunder di dua tempat,yaitu: 1. Bursa reguler

Bursa reguler adalah bursa efek resmi seperti bursa efek jakarta (BEJ) dan bursa efek surabaya (BES).

2. Bursa paralel

Bursa paralel atau over the counter adalah suatu sistem perdagangan efek yang terorganisir di luar bursa efek resmi, dengan bentuk pasar sekunder yang diatur dan

a) Pasar modal merupakan wahana pengalokasian dana secara efisien. Di mana investor dapat melakukan investasi pada beberapa perusahaan melalui pembelian efek-efek yang diperdagangkan di pasar modal. Sebaliknya perusahaan dapat memperoleh dana yang dibutuhkan dengan menawarkan instrument keuangan jangka panjang melalui pasar modal tersebut.

diselenggarakan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE), diawasi dan dibina oleh Bapepam. Over the counter karena pertemuan antara penjual dan pembeli tidak dilakukan di suatu tempat tertentu tetapi tersebar diantara kantor para broker atau dealer.

2.2.3 Peranan Strategis Pasar Modal

Pasar Modal mendorong perkembangan investasi. Peran dan manfaat pasar modal antara lain :


(25)

b) Pasar modal memberikan alternatif investasi. Di mana pasar modal memudahkan alternatif berinvestasi yang memberikan keuntungan dengan sejumlah resiko tertentu.

c) Pasar modal memungkinkan para investor memiliki perusahaan yang sehat

dan berprospek baik. Di mana perusahaan yang sehat dan memiliki prospek yang baik tidak hanya dimiliki oleh sejumlah orang tertentu saja. Penyebaran kepemilikan secara luas dapat mendorong perkembangan perusahaan menjadi lebih transparan.

d) Pelaksanaan manajemen perusahaan secara profesional dan transparan.

Keikutsertaan masyarakat dalam kepemilikan perusahaan mendorong perusahaan untuk menerapkan manajemen secara lebih profesional, efisien dan berorientasi pada keuntungan sehingga tercipta kondisi “ good corporate governance”.

e) Peningkatan aktivitas ekonomi nasional. Dengan adanya pasar modal perusahaan akan lebih mudah memperoleh dana sehingga akan mendorong perekonomian nasional menjadi lebih maju dan menciptakan kesempatan kerja yang luas serta meningkatkan pendapatan pajak bagi pemerintah.


(26)

2.2.4 Instrument Pasar Modal

Instrumen pasar modal meliputi surat-surat berharga yang diperjual belikan melalui pasar modal. Instrumen pasar modal sekarang diperjualbelikan di Bursa Efek Indonesia adalah saham, obligasi dan rights.

1) Saham

Saham merupakan surat bukti kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. Dengan memiliki saham suatu perusahaan, maka investor akan mempunyai hak terhadap asset dan pendapatan suatu perusahaan, setelah dikurangi dengan pembayaran semua kewajiban perusahaan.

Saham dapat dibedakan menjadi 2 yakni : I. Saham Preferen (prefered stock)

1. Memiliki hak yang terlebih dahulu memperoleh deviden 2. Tidak memiliki hak suara

3. Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan pengurus.

II. Saham Biasa (Common Stock)

1. Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba 2. Memiliki hak suara

3. Hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi.


(27)

2) Obligasi

Obligasi merupakan sekuritas yang memberikan pendapatan dalam jumlah tetap kepada pemiliknya. Meskipun demikian obligasi bukan tanpa resiko karena bisa saja obligasi tersebut tidak terbayar kembali akibat kegagalan penerbitnya dalam memenuhi kewajibannya.

3) Right

Merupakan hak yang diberikan kepada pemegang saham lama untuk membeli tambahan saham baru yang diterbitkan oleh suatu perusahaan.

2.3 Tingkat Pengembalian Saham

Pada prinsipnya, seseorang mau melakukan investasi apabila uang yang dia keluarkan pada saat ini akan memberikan uang yang lebih banyak di masa yang akan datang (return). Tingkat pengembalian dari suatu saham dapat diperoleh dari dividen dan capital gain.

1) Dividen

Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen. Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai – artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham - atau dapat pula


(28)

berupa dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.

2.Capital Gain

Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya Investor membeli saham XYZ dengan harga per saham Rp 3.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya.

Secara matematis, rumus menghitung return yang diharapkan dari sekuritas adalah dalam persamaan berikut ini :

E(R) =

Dimana :

E(R) = Return yang diharapkan dari suatu sekuritas

Ri = Return ke-i yang mungkin terjadi

Pri = probabilitas return ke-i


(29)

Return Saham = Pt – P P

t-1 t-1

dimana :

Pt = Harga saham sekarang

Pt-1

2.4 Resiko

= Harga saham periode sebelumnya.

Resiko investasi bisa diartikan sebagai kemungkinan terjadinya perbedaan antara return aktual dengan return yang diharapkan (Eduardus Tandelin, 2001). Resiko merupakan suatu kejadian yang bersifat merugikan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Resiko investasi terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Resiko Sistematis (Systematic risk), resiko ini sering juga disebut resiko pasar, karena risiko ini dirasakan dampaknya oleh semua peserta pasar. Risiko ini timbul sebagai akibat dampak dari suatu kejadian terbaru (current event) yang sangat berpengaruh terhadap pasar. Biasanya berkaitan dengan resiko perekonomian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Resiko pasar ini tergolong sebagai resiko yang tidak bisa dihindari, risiko ini hanya bisa diturunkan, melalui penundaan pembelian bagi investor beli atau sejenak meninggalkan pasar bagi investor jual. Contoh risiko sistematis ini : resiko politik, resiko inflasi, resiko suku bunga, dll.

2. Resiko Tidak Sistematis (Non Systematic Risk), resiko ini timbul dari faktor-faktor internal dan eksternal atau kondisi fundamental perusahaan. Resiko ini dapat dikurangi dengan usaha mendiversifikasikan risiko yang dilakukan oleh investor tersebut dengan memegang beberapa jenis portfolio yang


(30)

efisien. Contohnya, resiko finansial perusahaan seperti kondisi likuiditas, solvabilitas, dll.

2.5 Capital Asset Pricing Model (CAMP)

CAMP merupakan sebuah model yang menggambarkan hubungan antara resiko dan return yang diharapkann, model ini digunakan dalam penilaian harga sekuritas. Model CAPM diperkenalkan oleh Treynor, Sharpe dan Litner. Model CAPM merupakan pengembangan teori portofolio yang dikemukan oleh Markowitz dengan memperkenalkan istilah baru yaitu risiko sistematik (systematic risk) dan risiko spesifik/risiko tidak sistematik (spesific risk /unsystematic risk).

Capital Asset Pricing Model juga mengasumsikan bahwa pasar saham yang ideal adalah pasar saham yang besar, dan para investor adalah para price-takers, tidak ada pajak maupun biaya transaksi, semua aset dapat diperdagangkan secara umum, dan para investor dapat meminjam maupun meminjamkan pada jumlah yang tidak terbatas pada tingkat suku bunga tetap yang tidak berisiko (fixed risk free rate). Dengan asumsi ini, semua investor memiliki portofolio yang risikonya identik.

Capital Asset Pricing Model menyatakan bahwa dalam keadaan ekuilibrium, portofolio pasar adalah tangensial dari rata-rata varians portofolio. Sehingga strategi yang efisien adalah passive strategy. Capital Asset Pricing Model berimplikasi bahwa premium risiko dari sembarang aset individu atau portofolio adalah hasil kali dari risk premium pada portofolio pasar dan koefisien beta.


(31)

CAMPT pertama kali dikenalkan oleh Sharpe, Lintner dan Mossin pada pertengahan tahun 1960-an. Model CAMP merupakan model keseimbangan yang menggambarkan hubungan resiko dengan return secara lebih sederhana, dan

William Sharpe dalam membangun model CAPM diilhami dari teori portofolio yang diajukan oleh Harry Markowits. Markowitz mengusulkan sebuah model untuk menjelaskan korelasi diantara return sekuritas. Model ini mengasumsikan bahwa return dari sekuritas ke-i tergantung pada sebuah faktor yang mendasari, nilai yang diwakili oleh indeks, dalam notasi matematika dinyatakan sebagai:

ri = ai + Bi.F + ui ri = return sekuritas i Bi = Beta dari sekuritas i

F = indeks (belum tentu indeks pasar) ui = error term

Namun, diantara beberapa yang menjadi keunggulan model CAMP ini, terdapat berbagai alasan yang memungkinkan kegagalan dari pengujian CAPM secara empiris yang dikemukakan oleh Hary Markowizt ini, antara lain:

1. Portofolio yang dibentuk tidak mencerminkan keseluruhan dari kemungkinan portofolio yang ada

2. Beta (b) bukanlah alat ukur yang tepat untuk mengukur resiko 3. Adanya efek dari pajak


(32)

hanya menggunakan satu variabel (disebut juga variabel beta) untuk menggambarkan resiko.

Salah satu alternatif teori model keseimbangan selain CAMP adalah Arbitrage Pricing Theory (APT). Sama halnya CAPM, APT menggambarkan hubungan antara resiko dan return, tetapi dengan menggunakan asumsi atau prosedur yang berbeda. Perkiraan return yang diharapkan suatu sekuritas dengan menggunakan APT tidak terlalu dipengaruhi oleh portfolio pasar seperti CAMP. Pada model CAMP, portfolio pasar sangat berpengaruh karena diasumsikan bahwa resiko yang relevan adalah resiko yang di ukur dengan beta yang menunjukkan sensivitas return sekuritas terhadap perubahan return pasar, sedangkan pada model APT return sekuritas diharapkan dari suatu sekuritas bisa dipengaruhi oleh beberapa sumber resiko lainnya (bukan hanya diukur dengan beta).

Model keseimbangan APT menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang mungkin menentukan return saham dan didasari pandangan bahwa return yang diharapkan untuk suatu sekuritas akan dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko dan faktor-faktor resiko tersebut akan menunjukkan kondisi perekonomian secara umum. Dengan demikian APT mengasumsikan bahwa sekuritas yang berbeda akan mempunyai sensitivitas terhadap faktor-faktor risiko sistematis yang berbeda pula. Investor dapat memilih bentuk portfolio tergantung dari preferensinya terhadap resiko, karena investor mempunyai perilaku yang berbeda terhadap resiko yang akan ditanggung, sehingga dengan mengetahui harga pasar dari faktor-faktor risiko yang dianggap relevan, dan sensitivitas return sekuritas


(33)

terhadap perubahan pada faktor tersebut, maka melalui model APT ini investor dapat menentukan estimasi return yang diharapkan untuk berbagai sekuritas.

2.6.1 Tingkat Inflasi

Inflasi adalah proses kenaikan harga harga barang jasa secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga yang sifatnya sementara seperti momen hari raya (tidak terus menerus) dan kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya.

Irham Fahmi (2006:79) mengatakan bahwa inflasi merupakan suatu keadaan menurunnya nilai mata uang pada suatu negara dan naiknya harga barang yang berlangsung secara sistematis.

Tingkat inflasi dapat berpengaruh positif maupun negatif, tergantung pada derajat inflasi itu sendiri. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi.

Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat, inflasi yang berlebihan dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan, yaitu dapat membuat banyak perusahaan mengalami kebangkrutan. Jadi dapat disimpulkan


(34)

bahwa inflasi yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di pasar, sementara inflasi yang sangat lamban, dan pada akhirnya harga saham juga bergerak dengan lamban. Pekerjaan yang sulit adalah menciptakan tingkat yang dapat menggerakkan dunia usaha menjadi semarak, pertumbuhan ekonomi dapat menutupi pengangguran, perusahaan memperoleh keuntungan yang memadai, dan harga saham di pasar bergerak normal.

Inflasi dapat diartikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus atau inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontiniu sehingga daya beli masyarakat menjadi menurun. Inflasi dapat juga diartikan sebagai suat proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus atau inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontiniu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat harga artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling mempengaruhi

Walaupun analisis ekonomi dan kebijakan ekonomi terhadap inflasi sejak tahun1970-an dapat dibedakan menjadi dua kelompok aliran, yakni keynesian dan Monetaris namun dalam beberapa literatur disebutkan versi yang berbeda, dimana aliran inflasi dibagi menjadi 4 bagian, yakni : Klasik, Keynesian, Moneterisme dan ekspektasi.


(35)

2.6.1.1 Teori-Teori Inflasi 1. Teori Inflasi Klasik

Teori ini berpendapat bahwa tingkat harga terutama ditentukan oleh jumlah uang beredar, yang dapat dijelaskan melalui hubungan antara nilai uang dengan jumlah jumlah uang, serta nilai uang dan harga. Bila jumlah uang bertambah lebih cepat dari pertambahan barang maka nilai uang akan merosot dan ini sama dengan kenaikan harga. Jadi menurut klasik, inflasi berarti terlalu banyak uang beredar atau terlalu banyak kredit dibandingkan dengan volume transaksi maka obatnya adalah membatasi jumlah uang beredar dan kredit. Pendapat klasik tersebut jauh dapat dirumuskan sebagai berikut:

Inflasi = f ( jumlah uang beredar, kredit) 2. Teori Inflasi Keynes

Teori ini mengasumsikan bahwa perekonomian sudah berada pada tingkat full employment. Menurut Keynes kuantitas uang tidak berpengaruh terhadap tingkat permintaan total, karena suatu perekonomian dapat mengalami inflasi walaupun tingkat kuantitas uang tetap konstan. Jika uang beredar bertambah maka harga akan naik. Kenaikan harga ini akan menyebabkan bertambah permintaan uang transaksi, dengan demikian akan menaikkan suku suku bunga. Hal ini akan mencegah permintaan untuk investasi dan akan melunakkan tekanan inflasi.

Inflasi = f (jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, suku bunga, investasi) 3. Teori Inflasi Moneterism

Teori ini berpendapat bahwa, inflasi disebabkan oleh sangat berlebihan jumlah uang yang beredar dimasyarakat. Kelebihan uang beredar di masyarakat


(36)

akan menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan barang dan jasa disektor riil. Menurut golongan moneteris, inflasi dapat diturunkan dengan cara menghilangkan kelebihan permintaan melalui kebijakan moneter dan fiskal yang bersifat kontraktif atau melalui kontrol terhadap peningkatan upah serta penghapusan terhadap subsidi atas nilai tukar valuta asing, sehingga teori ini menurut moneterisme dapat dinotasikan sebagai berikut :

inflasi = f (kebijakan moneter ekspansif, kebijakan fiskal ekspansif) 4. Teori Ekspektasi

Menurut Dornbusch, bahwa pelaku ekonomi membentuk ekspektasi laju inflasi berdasarkan ekspektasi adaptif dan ekspektasi rasional. Ekspektasi rasional adalah ramalan optimal mengenai masa depan dengan menggunakan semua informasi yang ada. Pengertian rasional adalah suatu tindakan yang logika untuk mencapai tujuan berdasarkan informasi yang ada. Artinya secara sederhana teori ekspektasi dapat dinotasikan menjadi :

Inflasi = f (ekspektasi adaftif, ekspektasi rasional).

2.6.1.2Asal Inflasi

Ditinjau dari asal terjadinya, maka inflasi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

a. Domestic Inflation

Adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri. Kenaikan harga disebabkan karena adanya kejutan (shock) dari dalam negeri, baik karena perilaku masyarakat maupun perilaku pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang secara psikologis berdampak inflasi. Kenaikan harga-harga terjadi secara absolut, akibatnya terjadilah inflasi atau semakin meningkatnya inflasi.


(37)

b. Imported Inflation

Adalah inflasi yang terjadi di dalam negeri karena adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri. Kenaikan harga di dalam negeri terjadi karena dipengaruhi oleh kenaikan harga dari luar negeri terutama barang-barang impor atau kenaikan bahan baku industri yang masih belum dapat diprodukasi didalam negeri.

2.6.1.3 Bobot Inflasi

Inflasi jika ditinjau dari sudut bobotnya, dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu :

a. Inflasi Ringan

Inflasi ringan disebut juga creeping inflation. Inflasi ringan adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau di bawah 10 % per tahun.

b. Inflasi Sedang

Inflasi sedang adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada diantara 10% – 30% per tahun atau melebihi dan digit dan sangat mengancam struktur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

c. Inflasi Berat

Inflasi berat merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara 30% – 100 % per tahun. Pada kondisi demikian, sektor – sektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai negara.


(38)

d. Inflasi Sangat Berat

Inflasi sangat berat yang juga disebut hyper inflation adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100 % per tahun, sebagaimana yang terjadi di masa Perang Dunia II ( 1939-1945 ). Untuk keperluan perang terpaksa harus dibiayai dengan cara mencetak uang secara berlebihan.

2.6.1.4 Mengukur Inflasi

Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:

1. Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.

2. Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP ini sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.

3. Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.

4. Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.

Kenaikan inflasi adalah sinyal negatif bagi investor di pasar modal, karena inflasi akan meningkatkan pendapatan dan biaya-biaya bagi perusahaan. Jika peningkatan biaya melebihi peningkatan pendapatan akibat inflasi, maka otomatis


(39)

keuntungan perusahaan akan menurun yang pada akhirnya akan menurunkan harga saham perusahaan.

2.6.2 Volume Perdagangan Saham

Volume pedagangan saham merupakan satu indikator yang digunakan untuk melihat reaksi pasar terhadap kejadian atau informasi yang berkaitan dengan suatu saham. Volume perdagangan saham merupakan keseluruhan dari nilai transaksi pembelian maupun penjualan saham oleh investor, sehingga melalui volume perdagangan dapat diketahui suatu informasi tentang saham yang ada di pasar modal.

Melalui perdagangan saham ini dapat dilihat apakah individu menilai sesuatu melalui informasi yang dikeluarkan perusahaan dan bagaimana informasi itu dapat menjadi suatu pertimbangan apakah akan di lakukan pembelian atau penjualan saham, sehingga informasi itu menghasilkan suatu keputusan perdagangan dan pada akhirnya diharapkan memperoleh keuntungan lebih.

Volume perdagangan saham di pasar modal dapat dijadikan indikator penting bagi investor. Naiknya volume perdagangan saham di pasar modal menunjukkan kenaikan aktivitas jual beli saham oleh para investor di pasar modal. Perubahan volume perdagangan diukur dengan aktivitas volume perdagangan yang diukur dengan Trading Volume Activity (TVA), dimana TVA merupakan perbandingan antara jumlah saham yang diperdagangkan pada waktu tertentu dengan jumlah saham perusahaan yang beredar pada periode tertentu.


(40)

2.6.3 Jumlah Uang Beredar

Jumlah uang beredar (money supply) adalah total stok uang dalam perekonomian pada periode tertentu yang biasanya dalam kurun waktu satu tahun anggaran. Mengenai jumlah uang beredar bukan hanya untuk uang yang beredar dan berada di tangan masyarakat, melainkan seluruh uang yang dikeluarkan secara resmi oleh bank sentral maupun bank umum.

Ada dua defenisi yang jumlah uang beredar yang banyak dipakai, kedua defenisi ini disusun berdasarkan dua pendekatan, yaitu pendekatan transaksional dan pendekatan likuiditas.

2.6.3.1 Pendekatan Transaksional

Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menghitung jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money) yang dikenal dengan M1, karena pendekatan transaksional ini memandang bahwa jumlah uang beredar yang dihitung adalah jumlah uang yang diperlukan untuk keperluan transaksi. Di Indonesia yang tercakup dalam M1 adalah uang kartal tambah dengan uang giral. Dimana uang kartal terdiri atas uang kertas dan uang logam yang berlaku sedangkan uang giral terdiri atas rekening giro, kiriman uang, simpanan berjangka, dan tabungan rupiah yang sudah jatuh tempo.

2.6.3.2 Liquidity Approach

Pendekatakan ini mengartikan bahwa jumlah uang beredar adalah jumlah uang untuk kebutuhan transaksi ditambah uang kuasi. Pertimbangannya adalah sekalipun uang kuasi merupakan aset finansial yang kurang likuid dibanding uang kertas, uang logam dan rekening giro, tetapi sangat mudah diubah menjadi uang


(41)

yang dapat digunakan untuk kebutuhan transaksi. Pendekatan ini digunakan untuk menghitung jumlah uang beredar dalam arti luas (broad money) yang dikenal dengan M2. Uang kuasi terdiri dari simpanan berjangka dan tabungan penduduk pada bank umum.

Jumlah uang beredar yang tinggi di masyarakat akan menimbulkan exces liquidity, yang mengakibatkan masyarakat akan mencari berbagai alternatif investasi untuk menyalurkan kelebihan dana tersebut. Apabila masyarkat memilih untuk menyalurkan dananya dengan berinvestasi di pasar modal dimana investasi di pasar modal maka akan mengakibatkan harga-harga saham akan semakin meningkat.

2.6.4 Kurs

Kurs adalah harga dari satu mata uang dalam mata uang yang lain. Kurs sering disebut dengan valuta asing ini adalah pertukaran mata uang suatu negara terhadap negara lainnya. Perbandingan nilai antara mata uang suatu negara terhadap negara lain menimbulkan suatu nilai, yang disebut kurs valuta asing (foreign exchange rate).

Ketika mata uang relatif negara terapresiasi (nilainya naik secara relatif terhadap mata uang lainnya), barang yang dihasilkan oleh negara tersebut di luar negeri menjadi lebih mahal dan barang-barang luar negeri di negara tersebut menjadi lebih murah (asumsi harga barang domestik konstan di kedua negara). Sebaliknya, ketika mata uang suatu negara terdepresiasi, barang-barangnegara tersebut yang di luar negeri menjadi lebih murah dan barang-barang luar.


(42)

Kurs valuta asing yang ditentukan dalam pasar bebas tergantung kepada permintaan dan penawaran mata uang asing tersebut. Apabila kurs valuta asing sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar maka kurs tersebut akan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu disebabkan karena adanya perubahan dalam permintaan dan penawaran valuta asing tersebut. Karena adanya perubahan dari kurs valuta asing tersebut maka di sini terdapat resiko terhadap perubahan tersebut yang disebut dengan exchange rate risk. Exchange rate risk merupakan resiko terhadap perubahan dalam exchange rate sejenis valuta yang mempunyai dampak yang tidak vafourable dalam cost untuk memperoleh revenue.

2.6.4.1 Jenis Nilai Tukar

Dalam literatur ekonomi nilai tukar mata uang suatu negara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal merupakan harga relatif mata uang dua negara (Mankiw, 2003:127). Misalnya, jika nilai tukar antara dolar AS dan rupiah adalah 9000 per dolar, maka kita dapat menukar 1 dolar untuk 9000 rupiah di pasar uang sedangkan nilai tukar riil merupakan harga relatif dari barang-barang di antara dua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat di mana pelaku ekonomi dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang-barang-barang dari negara lain.

Nilai tukar riil di antara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan tingkat harga di kedua negara. Hubungan nilai tukar riil suatu mata uang dengan nilai tukar nominal, harga barang domestik dan harga barang luar negeri dapat dirumuskan sebagai berikut:


(43)

Rasio tingkat harga merupakan perbandingan antara tingkat harga dalam negeri dengan tingkat harga di luar negeri. Dari rumus diatas, maka jika nilai tukar riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah, dan barang barang domestik relatif lebih mahal. Sedangkan jika nilai tukar riil rendah, barang-barang luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang-barang-barang domestik relatif lebih murah.

2.6.4.2 Sistem Valuta Asing

Pada setiap negara terdapat suatu sistem kurs valuta asing yang ditentukan oleh kebijakan yang dianut oleh pemerintah masing-masing negara tersebut. Ada 3 jenis sistem kurs valuta asing yang dipakai suatu negara, yaitu :

a. Sistem kurs bebas, atau sering disebut juga sistem kurs mengambang. Dalam sistem ini tidak ada campur tangan pemerintah untuk menstabilkan nilai kurs. Nilai tukar kurs ditentukan oleh permintaan dan penawaaran terhadap valuta asing.

b. Sistem kurs tetap, dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan turut campur secara aktif dalam pasar valuta asing dengan membeli atau menjual valuta asing jika nilainya menyimpang dari standar yang telah ditentukan.

c. Sistem kurs terkontrol/terkendali, dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan mempunyai kekuasaan eksklusif dalam menentukan alokasi dari penggunaan valuta asing yang tersedia. Warga negara tidak bebas untuk campur tangan dalam transaksi valuta asing. Capital inflows dan ekspor barang-barang menyebabkan tersedianya valuta asing.


(44)

Perubahan nilai tukar sangat berdampak pada tingkat return ataupun risiko yang akan diterima oleh investor karena risiko perubahan nilai tukar paling berpengaruh pada perusahaan yang sebagian besar bisnisnya melakukan transaksi mata uang. Perubahan nilai tukar pada umumnya pada akhirnya dapat mempengaruhi arus kas yang akan diterima oleh perusahaan itu, sehingga akan berpengaruh pada pilihan investasi.

2.6.5 Suku Bunga

Suku bunga adalah harga aset finansial (Yoopi, 2004). Suku bunga Bank Indonesia adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. SBI dalam hal ini mengacu pada BI rate yang ditentukan oleh bank indonesia. SBI ini menjadi salah satu kebijakan moneter yang digunakan oleh Bank Indonesia. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah. Dengan menerbitkan dan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan dana yang beredar dimasyarakat.

Pada umumnya investor akan menggunakan menggunakan tingkat suku bunga ini sebagai perbandingan dengan alternatif investasi lain, untuk memperoleh keuntungan mana yang lebih besar. Karena SBI ini diterbitkan oleh negara, sehingga SBI ini merupakan investasi yang bersifat bebas resiko, sehingga menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh investor. Pada waktu pelelangan SBI, Bank Indonesia mengumumkan target suku bunga SBI yang


(45)

diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.

2.7 Kerangka Konseptual

Adapun gambaran secara ringkas dari penelitian ini dapat dijelaskan melalui kerangka konseptual di bawah ini adalah:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Dari kerangka pemikiran diatas dijelaskan hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat. Adapun variabel bebas, seperti tingkat inflasi, volume perdagangan, kurs dan jumlah uang beredar dalam hal ini adalah M2, serta tingkat suku bunga SBI. Masing-masing variabel bebas tersebut memiliki hubungan dan memberi pengaruh terhadap variabel terikat dalam hal ini adalah return saham sektor pertambangan.

Tingkat Inflasi

Volume

Kurs

JUB (M2)

Tingkat Pengembalian Saham Sektor Pertambangan


(46)

2.8 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus di uji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1) Model APT signifikan dalam menjelaskan kinerja saham sektor pertambangan.

2) Variabel makroekonomi yaitu: Inflasi, Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, Tingkat suku bunga SBI mempunyai hubungan yang negatif terhadap return saham, sebaliknya Volume perdagangan saham dan Jumlah uang beredar (M2) mempunyai pengaruh positif retun saham sektor pertambangan.

3) Tingkat inflasi, volume perdagangan saham, nilai tukar rupiah, jumlah uang beredar (M2) dan tingkat suku bunga SBI secara simultan berpengaruh terhadap return saham sektor pertambangan yang listed di Bursa Efek Indonesia.

4) Tingkat inflasi, volume perdagangan saham, nilai tukar rupiah, jumlah uang beredar (M2) dan tingkat suku bunga SBI secara parsial berpengaruh terhadap return saham sektor pertambangan yang listed di Bursa Efek Indonesia.


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan langkah-langkah sistematis atau prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris yang bertujuan untuk memecahkan suatu permasalahan serta menguji hipotesis penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu jenis penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian, fenomena dan hubungan-hubungannya. Adapun tujuan dari penelitian deskriptif kuantitatif ini adalah untuk mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena.

3.2 Batasan Operasional

Adapun batasan operasional penelitian adalah menganalisis apakah model APT signifikan dalam menjelaskan return saham pada sektor pertambangan dan kaitan beberapa variabel yang akan dianalisis, seperti Tingkat Inflasi, Volume Perdagangan, Kurs, Jumlah Uang Beredar (M2) dan dan datingkat suku bunga SBI dalam mempengaruhi return saham.

3.3 Definisi Operasional

Dalam memudahkan pemahaman terhadap istila-istilah yang digunakan pada penelitian ini, maka akan dijelaskan definisi operasional penelitian ini sebagai berikut:


(48)

1. Return saham adalah jumlah keuntungan yang akan diperoleh atas penanaman modal pada saham yang dilakukan oleh investor.

2. Inflasi (INF) adalah suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga barang dan jasa secara terus menerus yang mengakibatkan semakin turunnya nilai mata uang tersebut.

3. Volume perdagangan (VPS) saham adalah keseluruhan jumlah saham dari sektor pertambangan yang diperdagangkan pada waktu tertentu.

4. Jumlah uang beredar (M2) adalah keseluruhan jumlah uang yang beredar baik jumlah uang yang di tangan masyarakat, maupun simpanan yang berada di bank.

5. Kurs adalah nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing dalam hal ini adalah dollar AS selama beberapa waktu tertentu.

6. Suku Bunga SBI adalah suku bunga yang ditentukan dan salah satu kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. SBI dalam hal ini mengacu pada BI rate yang ditentukan oleh bank indonesia.

3.4 Skala Pengukuran Variabel

Adapun skala pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Return saham dinyatakan dalam satuan dalam satuan rupiah. 2. Inflasi (INF) dinyatakan dalam satuan persen.

3. Volume perdagangan (VPS) dinyatakan dalam satuan ribuan. 4. Jumlah uang beredar (M2) dinyatakan dalam satuan rupiah.

5. Nilai tukar rupiah (kurs) terhadap dolar AS dinyatakan dalam satuan rupiah. 6. Suku Bunga SBI dinyatakan dalam satuan persen.


(49)

3.5 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder yaitu dalam bentuk time series yang bersifat kuntitatif dimana datanya berbentuk angka-angka dan periode penelitian berkisar 1 Januari 2007 sampai 31 Desember 2011. Jumlah populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 480 pengamatan yang teerdiri dari 60 time series dan 8 cross section (8 perusahaan). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini secara umum merupakan data yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI) kota medan,

3.6 Metode Pengumpulan Data

Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalaha studi kepustakaan (library search), yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaaan berupa tulisan ilmiah, jurnal, artikel dan penelitian ilmiah lainnya. Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui metode purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Metode purposive sampling merupakan metode pengambilan sampel yang didasarkan pada beberapa kriteria:

1. Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2007-2011.

2. Tersedianya laporan perdagangan saham setiap emiten setiap bulan selama periode 2007-2011, sebagai penunjuk bahwa saham aktif diperdagangkan selama periode tersebut.


(50)

Dalam sektor pertambangan, terdapat 26 perusahaan yang sudah listed di Bursa Efek Indonesia, namun hanya 8 saham yang memenuhi kriteria tersebut. Berikut disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 3.1 Sampel Penelitian

No. Nama Perusahaan Code

1 Bumi Resources, Tbk BUMI

2 Delta Dunia Makmur, Tbk DOID

3 Tambang Batubara Bukit Asam Persero, Tbk PTBA

4 Petrosea, Tbk PTRO

5 Medco Energi Internasional, Tbk MEDC

6 Timah Persero, Tbk TINS

7 Citatah, Tbk CTTH

8 Mitra Investindo, Tbk MITI

Sumber : Yahoo Finance

3.7 Teknik Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis dengan menggunakan model regresi ekonometrika metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) regresi linear berganda dan data panel dengan menggunakan model Fixed Effect Model. Analisis regresi ini merupakan suatu metode yang digunakan dalam menganalisis hubungan antarvariabel. Dan hubungan antarvariabel ini dinyatakan dalam bentuk persamaan yang dinyatakan dalam bentuk persamaan yang menghubungkan variabel terikat ( Y) dengan beberapa variabel bebas ( X).


(51)

Untuk model multifaktor (APT) yang akan digunakan, penulis menggunakan dua model APT. Model APT tersebut adalah sebagai berikut :

Ri = β1 Rf + β2 INF + β3 VE + β4 RER + β5 JUB + €

Ri = Return portofolio saham pada sektor ke i Rf = Imbal hasil asset bebas risiko

β = Slope (kepekaan saham i terhadap faktor k) INF = Tingkat Inflasi di Indonesia

KURS = Perubahan Nilai Tukar Rupiah terhadap US VPS = Volume Perdagangan Saham

JUB = Jumlah Uang Beredar (M2) SBI = Suku bunga

= Error Term

Untuk pengujian model, langkah pertama yang dilakukan adalah meregresikan tiap saham dengan masing- masing variabel dalam model APT dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS). Model yang dihasilkan dinyatakan signifikan apabila P Value dari F Stat lebih kecil dari level significance 5% dan setelah itu dilihat apakah model regresi memenuhi syarat Best Unbiased Estimator (BLUE) untuk mengetahui apakah terdapat pelanggaran asumsi klasik di dalam model.

3.7.1 Uji Akar Unit

Uji akar unit ini bertujuan untuk melihat apakah suatu data sudah stasioner atau tidak. Data yang stasioner sangat penting untuk digunakan pada data yang berbentuk time series karena data yang tidak stasioner bila diregres akan memunculkan regresi lancung, yaitu keadaan apabila antara variabel dependen


(52)

dan variabel independen sebenarnya tidak memiliki hubungan/pengaruh. Pengujian untuk mengetahui ada tidaknya akar-akar unit ini dipergunakan Uji Augmented Dickey Fuller (ADF).

3.7.2 Uji Asumsi Klasik 3.7.2.1 Multikolinieritas

Pengujian asumsi klasik yang pertama adalah mengenai multikolinearitas. Sebuah model dikatakan mengalami multikolinieritas apabila terdapat hubungan linear yang sempurna diantara beberapa atau semua variabel bebas dari semua variabel bebas dari suatu model regresi. Masalah ini dalam model sebenarnya tidak dapat dihindari karena sulit untuk menemukan dua variabel bebas yang sama sekali tidak berkorelasi. Namun, yang perlu diperhatikan adalah apakah multikolinearitas tersebut signifikan atau tidak. Akibat dari multikolinearitas adalah walaupun keberadaanya multikolinearitas tetap mampu menghasilkan model dengan koefisien determinasi ( ) tinggi, namun sering kali variabel bebas sedikit atau bahkan tidak ada yang signifikan.

Pendeteksian mulitikolinearitas dapat dilakukan dengan cara :

1) Korelasi antarvariabel, artinya semakin tinggi nilai koefisien korelasi menunjukkan bahwa korelasi antarvariabel sangat erat, jika korelasi antar variabel bebas melebihi 0.8 atau – 0.8 maka dapat diduga bahwa terdapat multikolinearitas antar variabel dalam model.

2) Korelasi Parsial, yaitu dengan estimasi regresi terhadap model awal dan kemudian dibandingkan dengan i untuk variabel lain dengan mengubah variabel dependennya dan kemudian membandingkan nilainya nya.


(53)

Metode paling sederhana dalam mengatasi multikolinearitas adalah dengan mengeluarkan salah satu variabel yang berkorelasi kuat. Hal ini disebkan kolinieritas merupkan hubungan linear antara variabel bebas denagn variabel lainnya, sehingga dengan mengeluarkan salah satu variabel tentu akan mengatasi multikolinearitas.

3.6.2.2 Uji Autokorelasi

Digunakan untuk melihat apakah ada hubungan variabel-variabel dari serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data

time series). Autokorelasi dapat terjadi bila nilai variabel masa lalu memiliki pengaruh terhadap nilai variabel masa kini atau masa datang.

Untuk menguji apakah hasil estimasi tidak mengandung autokorelasi, maka digunakan Digunakan untuk melihat apakah ada hubungan variabel-variabel dari serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data time series). Autokorelasi dapat terjadi bila nilai variabel masa lalu memiliki pengaruh terhadap nilai variabel masa kini atau masa datang.

Untuk menguji apakah hasil estimasi tidak mengandung autokorelasi, maka digunakan Uji Durbin-Watson (DW), dimana ditentukan terlebih dahulu besarnya nilai kritis dari dan berdasarkan jumlah pengamatan dari variabel independennya.

d =

Dimana:


(54)

Σei = jumlah kuadrat sisa

Dengan kriteria sebagai berikut:

1. Jika d < dl, berarti terdapat autokorelasi positif 2. Jika d > (4 – dl), berarti terdapat autokorelasi negatif 3. Jika du < d < (4 – dl), berarti tidak terdapat autokorelasi 4. Jika dl < d < du atau (4 – du), berarti tidak dapat disimpulkan

Uji DW secara umum sangat mudah untuk dilakukan, tetapi banyak peneliti yang lupa asumsi yang ada pada uji DW tersebut. Asumsi dari penggunaan uji DW dalam menguji autokorelasi adalah: variabel independen adalah nonstokastik, variabel error berdistribusi normal dan model regresi tidak termasuk variabel lag. Untuk mengatasi hal-hal tersebut sehingga muncullah test Breusch Godfrey test atau juga dikenal dengan LM test. Sehingga pengujian autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan Serial Correlation LM test dimana terlebih dahulu digunakan estimasi regresi kemudian dibandingkan nilai probabilitasnya dengan tingkat signifikansi biasanya 5%.

3.7.3 Uji Kesesuaian 3.7.3.1 Uji F Statistik

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara keseluruhan atau bersama-sama terhadap variabel dependen.

Rumus untuk menghitung

Keterangan: : : = Koefisien determinasi


(55)

k = Jumlah variabel independen N = Jumlah Sampel

Pengujian ini menggunakan hipotesis :

: = = ... = 0 ( tidak ada pengaruh)

: ... i = 1 (Ada pengaruh)

Kriteria Pengambilan Keputusan adalah : 1) : = =

diterima jika < artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruhnyata terhadap variabel dependen.

2) :

diterima jika < artinya variabel independen secara bersama - sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

3.7.4 Analisis Data Panel

Setelah menggunakan analisis model regresi ekonometrika metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) regresi linear berganda penelitian ini juga menggunakan analisis data panel. Data panel merupakan gabungan data cross section dan time series (Panel pooled data). Regresi dengan menggunakan data panel disebut model regresi data panel. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan data panel yaitu: Data panel merupakan gabungan dua data yakni data time series dan cross section yang mampu menyediakan data yang


(56)

lebih banyak sehingga akan menghasilkan degree of freedom yang lebih besar. Kedua, menggabungkan informasi dari kedua gabungan data tersebut dapat mengatasi masalah yang timbul ketika ada masalah penghilangan variabel (ommited variabel).

Time series dalam penelitian ini berbentuk data bulanan mulai dari tahun 2007 sampai tahun 2011. Sehingga total pengamatan dari data time series adalah sebanyak 60 pengamatan. Data Cross section dalam penelitian ini berjumlah 8 emiten perusahaan dimana merupakan jumlah emiten tersebut merupakan sampel yang telah dipilih dari 26 rusahaan dengan kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya. Sebagai model penelitian data panel ini adalah sebagai berikut :

Rit = α0 + β1 INFt + β2 KURSt + β3 VPSt + β4 JUBt + β5 SBIt

Banyaknya unit waktuyang ada dalam setiap unit emiten ini akan mencirikan data panel tersebut seimbang atau tidak. Jika setiap emiten dalam

+ €

R = Return portofolio saham untuk unit emiten ke-i dan waktu ke-t INF = Tingkat inflasi untuk unit waktu ke-t

KURS = Perubahan nilai tukar rupiah untuk unit waktu ke-t VPS = Volume perdagangan saham untuk unit waktu ke-t JUB = Jumlah uang beredar (M2) untuk unit waktu ke-t SBI = Suku bunga SBI untuk unit waktu ke-t

α = Koefisien Intersep

β = Koefisien Slope (kepekaan saham i terhadap faktor k) € = Error term

i = Emiten saham t = Waktu pengamatan


(57)

setiap observasi mempunyai data dengan waktu yang sama maka data panel dikatakan seimbang (balanced panel data), dan sebaliknya.

3.7.4.1 Model Data Panel

Dalam mengestimasi parameter dari persamaan dengan data panel, ada tiga model persamaan yang dapat diambil, diantaranya adalah Model Efek Tetap dan Model Efek Random.

1) Model Efek Tetap ( Fixed Effect Model)

Model ini dikembangkan oleh Breusch Pagan (Agus Widarjono, 2006:260). Pada dasarnya setiap individu yang diobservasi memiliki karakteristik yang berbeda-beda (cross section). Salah satu cara mengetahui adanya perbedaan adalah dengan mengasumsikan bahwa intersepnya berbeda antar setiap perusahaan sedangkan slope koefisien dari regresi tidak berbeda pada setiap individu dan waktu.

2) Model Efek Random ( Random Effect Model)

Pada model ini, bukan dicerminkan oleh perbedaan intercept atau konstanta, tetapi perbedaan antar individu terdapat di error term dari persamaan. Metode FEM mempunyai keunggulan yaitu metode ini dapat membedakan efek individual dan efek waktu dan metode ini tidak perlu mengasumsikan bahwa komponen error tidak berkorelasi dengan variabel bebas.


(58)

Pakar ekonometrika menyimpulkan beberapa hal setelah membuat pembuktian dalam menentukan metode yang paling sesuai digunakan dalam data panel, yaitu :

1) Dalam data panel, jika jumlah runtun waktu lebih besar dibandingkan jumlah individu, maka disarankan untuk menggunakan metode FEM.

2) Dalam data panel, jumlah runtun waktu lebih sedikit dibandingkan jumlah individu, maka lebih disarankan untuk menggunakan metode REM.

3) Dalam penelitian ini jumlah waktu (time series) lebih besar daripada jumlah individu ( cross section) yaitu jumlah waktu sebanyak 60 lebih besar daripada jumlah individu 8, sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Efek Tetap ( Fixed Effect Model).


(59)

BAB IV

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam bab ini akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan data-data yang telah diperoleh dan dikumpulkan, serta hasil pengolahan data dan pembahasan dari data yang telah diolah. Adapun urutan dari hasil penelitian dan pembahasan ini secara sistematis adalah deskripsi umum hasil penelitian variabel makroekonomi dan masing-masing emiten, pergerakan return pasar, uji stastioner data, dan pengujian asumsi klasik, analisis data berupa hasil regresi, dan pengujian variabel independen dan variabel dependen.

4.1 Statistik Deskriptif Masing-masing Emiten

Langkah awal pengujian statistik dalam penelitian ini adalah melakukan pengujian statistik dari masing-masing emiten perusahaan yang menjadi variabel terikat. Dalam penelitian ini membahas return perusahaan sektor pertambangan, dimana ada terdapat 26 perusahaan namun hanya 8 (delapan) perusahaan yang memenuhi syarat kelengkapan data. Berikut dijelaskan statistik deskriptif masing-masing return saham emiten.


(60)

Tabel 4.1

Deskriptif Statistik Emiten Perusahaan Periode 2007-2011

Mean Maximum Minimum Std.Dev Observations RBUMI 0.038781 0.80487 -0.53563 0.233516 60

RDOID 0.041133 0.92 -0.416 0.23985 60

RPTBA 0.041216 0.40740 -0.41444 0.15589 60

RPTRO 0.053322 1.525 -0.31111 0.251078 60

RMEDC 0.002927 0.286624 -0.42069 0.127091 60 RTINS 0.011878 0.471698 -0.91941 0.195836 60 RCTTH 0.019038 0.775 -0.2069 0.13646 60 RMITI 0.024728 0.705426 -0.33636 0.199031 60 RIHSG 0.016569 0.201315 -0.31421 0.079592 60 Sumber:Hasil Pengolahan Data

Gambar 4.1

PT. Bumi Resources, Tbk

Perbandingan pergerakan return BUMI dan IHSG

Sumber:Hasil Pengolahan data

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

2007 2008 2009 2010 2011


(61)

Dari grafik diatas, dapat diketahui bahwa tingkat pengembalian (return) BUMI masih berada diatas return pasar (IHSG), hal ini terlihat jelas pada tahun 2009 dimana return bumi menjadi return yang tertinggi (maximum) selama periode pengamatan yaitu sebesar 80.48%, dan dan rata-rata return bumi lebih besar 3,87% dibanding dengan return pasar yang hanya sekitar 1,65 %. Namun disisi lain ternyata tingkat risiko bumi juga menunjukkan angka yang cukup tinggi pula yaitu sekitar 23,35 %. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat keuntungan suatu saham, maka tingkat resiko juga semakin besar

Gambar 4.2

PT. Delta Dunia Makmur, Tbk

Perbandingan pergerakan return DOID dan IHSG

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

2007 2008 2009 2010 2011

RDOID RIHSG

Sumber:Hasil Pengolahan data

Untuk DOID, menunjukkan pada umumnya return saham DOID ini masih berada di atas return pasar. Ini terlihat dari nilai rata-rata DOID yang menunjukkan rata-rata return DOID sebesar 4.11% sedangkan nilai rata-rata return pasar hanya berkisar 1,65%. Walaupun bila diperhatikan pada periode tahun 2008 return DOID sempat mengalami penurunan yang cukup jauh bahkan


(1)

Dependent Variable: RPTRO Method: Least Squares Date: 04/03/12 Time: 23:37

Sample (adjusted): 2007M02 2011M12 Included observations: 59 after adjustments

Variable

Coefficie

nt Std. Error t-Statistic Prob. C 0.029783 0.044501 0.669269 0.5062 PINFLASI 0.061395 0.319892 0.191923 0.8485 PKURS 0.248403 0.932838 0.266288 0.7911

PM2

-0.123249 1.865770 -0.066058 0.9476 PVPS 0.066678 0.063105 1.056615 0.2955

PSBI

-2.150359 1.567059 -1.372226 0.1758 R-squared 0.060089 Mean dependent var 0.053322 Adjusted R-squared

-0.028581 S.D. dependent var 0.251078 S.E. of regression 0.254640 Akaike info criterion 0.198215 Sum squared resid 3.436611 Schwarz criterion 0.409490 Log likelihood 0.152653 F-statistic 0.677669 Durbin-Watson stat 1.870748 Prob(F-statistic) 0.642239

Dependent Variable: RMEDC Method: Least Squares

Date: 04/03/12 Time: 23:38

Sample (adjusted): 2007M02 2011M12 Included observations: 59 after adjustments

Variable

Coefficie

nt Std. Error t-Statistic Prob.

C

-0.012099 0.020318 -0.595459 0.5541 PINFLASI 0.081742 0.146056 0.559661 0.5781

PKURS

-1.387157 0.425914 -3.256897 0.0020 PM2 0.298000 0.851870 0.349818 0.7279 PVPS 0.016341 0.028813 0.567136 0.5730


(2)

PSBI

-1.329402 0.715486 -1.858041 0.0687 R-squared 0.235279 Mean dependent var 0.002927 Adjusted R-squared 0.163135 S.D. dependent var 0.127091 S.E. of regression 0.116263 Akaike info criterion

-1.369774 Sum squared resid 0.716410 Schwarz criterion

-1.158499 Log likelihood 46.40832 F-statistic 3.261262 Durbin-Watson stat 1.999127 Prob(F-statistic) 0.012185

Dependent Variable: RTINS Method: Least Squares Date: 04/03/12 Time: 23:40

Sample (adjusted): 2007M02 2011M12 Included observations: 59 after adjustments

Variable

Coefficie

nt Std. Error t-Statistic Prob.

C

-0.019262 0.031640 -0.608782 0.5453 PINFLASI 0.201932 0.227442 0.887838 0.3786

PKURS

-1.650004 0.663245 -2.487775 0.0160 PM2 0.506311 1.326557 0.381673 0.7042 PVPS 0.045521 0.044868 1.014563 0.3149

PSBI

-2.646451 1.114175 -2.375257 0.0212 R-squared 0.218997 Mean dependent var 0.011878 Adjusted R-squared 0.145317 S.D. dependent var 0.195836 S.E. of regression 0.181049 Akaike info criterion

-0.483959 Sum squared resid 1.737264 Schwarz criterion

-0.272684 Log likelihood 20.27679 F-statistic 2.972283 Durbin-Watson stat 1.381165 Prob(F-statistic) 0.019433

Dependent Variable: RCTTH Method: Least Squares


(3)

Sample (adjusted): 2007M02 2011M12 Included observations: 59 after adjustments

Variable

Coefficie

nt Std. Error t-Statistic Prob. C 0.031141 0.023829 1.306838 0.1969 PINFLASI

-0.214410 0.171294 -1.251711 0.2162 PKURS

-0.625907 0.499510 -1.253042 0.2157 PM2

-0.096681 0.999069 -0.096771 0.9233 PVPS

-0.049349 0.033791 -1.460403 0.1501 PSBI 0.559453 0.839118 0.666715 0.5078 R-squared 0.087633 Mean dependent var 0.019038 Adjusted R-squared 0.001560 S.D. dependent var 0.136460 S.E. of regression 0.136353 Akaike info criterion

-1.050994 Sum squared resid 0.985384 Schwarz criterion

-0.839719 Log likelihood 37.00433 F-statistic 1.018128 Durbin-Watson stat 1.747262 Prob(F-statistic) 0.416391

Dependent Variable: RMITI Method: Least Squares Date: 04/03/12 Time: 23:42

Sample (adjusted): 2007M02 2011M12 Included observations: 59 after adjustments

Variable

Coefficie

nt Std. Error t-Statistic Prob. C 0.041525 0.033306 1.246760 0.2180 PINFLASI

-0.038504 0.239416 -0.160823 0.8728 PKURS

-1.512024 0.698163 -2.165720 0.0349 PM2

-0.965315 1.396395 -0.691291 0.4924


(4)

0.097692 PSBI

-1.283064 1.172832 -1.093988 0.2789 R-squared 0.162155 Mean dependent var 0.024728 Adjusted R-squared 0.083113 S.D. dependent var 0.199031 S.E. of regression 0.190580 Akaike info criterion

-0.381344 Sum squared resid 1.925002 Schwarz criterion

-0.170069 Log likelihood 17.24964 F-statistic 2.051505 Durbin-Watson stat 1.075512 Prob(F-statistic) 0.086247

Lampiran 8 Regres Panel

Dependent Variable: RETURN? Method: Pooled Least Squares Date: 06/09/12 Time: 08:52

Sample (adjusted): 2007M02 2011M12 Included observations: 59 after adjustments Cross-sections included: 8

Total pool (balanced) observations: 472

Variable

Coefficie

nt Std. Error t-Statistic Prob. C 0.016569 0.011729 1.412656 0.1584 PINFLASI?

-0.015961 0.084311 -0.189305 0.8499 PKURS?

-1.140362 0.245859 -4.638277 0.0000 PM2? 0.108360 0.491743 0.220360 0.8257 PVPS? 0.003251 0.016632 0.195472 0.8451

PSBI?

-1.520494 0.413015 -3.681453 0.0003 Fixed Effects (Cross)

_RBUMI--C 0.009653 _RDOID--C 0.012003 _RPTBA--C 0.012088 _RPTRO--C 0.024194 _RMEDC--C

-0.026200


(5)

_RTINS--C 0.017249 _RCTTH--C

-0.010089 _RMITI--C

-0.004400

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.092563 Mean dependent var 0.029128 Adjusted R-squared 0.068839 S.D. dependent var 0.196716 S.E. of regression 0.189824 Akaike info criterion

-0.458278 Sum squared resid 16.53930 Schwarz criterion

-0.343785 Log likelihood 121.1535 F-statistic 3.901671 Durbin-Watson stat 1.703973 Prob(F-statistic) 0.000010

Substituted Coefficients: =====================

RETURN_RBUMI = 0.009653010593 + 0.01656869012 -

0.0159605059*PINFLASI_RBUMI - 1.140362347*PKURS_RBUMI + 0.1083603019*PM2_RBUMI + 0.003251102271*PVPS_RBUMI - 1.520493955*PSBI_RBUMI

RETURN_RDOID = 0.0120029089 + 0.01656869012 -

0.0159605059*PINFLASI_RDOID - 1.140362347*PKURS_RDOID + 0.1083603019*PM2_RDOID + 0.003251102271*PVPS_RDOID - 1.520493955*PSBI_RDOID

RETURN_RPTBA = 0.01208836653 + 0.01656869012 -

0.0159605059*PINFLASI_RPTBA - 1.140362347*PKURS_RPTBA + 0.1083603019*PM2_RPTBA + 0.003251102271*PVPS_RPTBA - 1.520493955*PSBI_RPTBA

RETURN_RPTRO = 0.02419443432 + 0.01656869012 -

0.0159605059*PINFLASI_RPTRO - 1.140362347*PKURS_RPTRO + 0.1083603019*PM2_RPTRO + 0.003251102271*PVPS_RPTRO - 1.520493955*PSBI_RPTRO


(6)

RETURN_RMEDC = -0.02620048093 + 0.01656869012 -

0.0159605059*PINFLASI_RMEDC - 1.140362347*PKURS_RMEDC + 0.1083603019*PM2_RMEDC + 0.003251102271*PVPS_RMEDC - 1.520493955*PSBI_RMEDC

RETURN_RTINS = -0.0172491589 + 0.01656869012 -

0.0159605059*PINFLASI_RTINS - 1.140362347*PKURS_RTINS + 0.1083603019*PM2_RTINS + 0.003251102271*PVPS_RTINS - 1.520493955*PSBI_RTINS

RETURN_RCTTH = -0.01008937924 + 0.01656869012 -

0.0159605059*PINFLASI_RCTTH - 1.140362347*PKURS_RCTTH + 0.1083603019*PM2_RCTTH + 0.003251102271*PVPS_RCTTH - 1.520493955*PSBI_RCTTH

RETURN_RMITI = -0.004399701271 + 0.01656869012 -

0.0159605059*PINFLASI_RMITI - 1.140362347*PKURS_RMITI + 0.1083603019*PM2_RMITI + 0.003251102271*PVPS_RMITI - 1.520493955*PSBI_RMITI