Eksternalitas dan Tindakan Penanggulangannya

19

2.3. Eksternalitas dan Tindakan Penanggulangannya

Umumnya para ekonom menggunakan kriteria efisiensi untuk mengevaluasi alokasi sumberdaya dan prioritas kegiatan pada suatu proyek atau kebijakan. Konsep efisiensi yang menjadi dasar adalah pareto efficiency atau pareto optimal. Suatu kegiatan ekonomi atau proyek dikatakan memiliki alokasi sumberdaya yang efisien atau optimal menurut Just and Schmitz 1982, jika tidak ada lagi alternatif pengalokasian yang akan meningkatkan sekurang- kurangnya satu orang menjadi lebih baik better off situasinya tanpa membuat pihak lainnya lebih buruk worse off. Namun dalam kenyataannya kondisi optimal ini jarang ditemui, tetap saja ada pihak yang merasa dirugikan dari pelaksanaan suatu kegiatan ekonomi atau disebut juga dengan pareto-inferior. Keadaan ini dapat dilihat dari timbulnya eksternalitas atau dampak eksternal bagi pihak lain. Secara umum eksternalitas didefinisikan sebagai pengaruh yang diterima oleh pihak lain sebagai akibat dari kegiatan ekonomi. Lebih spesifik lagi disampaikan oleh Fauzi 2004, bahwa eksternalitas terjadi jika kegiatan ekonomi produksi atau konsumsi dari satu pihak mempengaruhi utilitas kegunaan pihak lain secara tidak diinginkan, dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak. Intervensi pemerintah paling tidak ditujukan untuk menghilangkan eksternalitas dan menciptakan alokasi sumberdaya dengan kondisi pareto- superior. Pada kondisi pareto-improvement ini paling tidak, terdapat seorang yang kedudukannya menjadi lebih baik, sedangkan tidak seorangpun yang kedudukannya menjadi lebih buruk Panayotou, 1997. 20 Teori ekonomi standar mengenai ekternalitas diilustrasikan seperti Gambar 5 dimana Q merepresentasikan kegiatan ekonomi; MNPB marginal net private benefit merupakan tambahan manfaat bersih dari perubahan satu unit tingkat kegiatan ekonomi; dan MEC marginal external cost adalah nilai tambahan kerusakan lingkungan dari kegiatan ekonomi. Saat kegiatan ekonomi berada pada Q merupakan kondisi sosial yang diinginkan dimana tingkat eksternalitas berada dalam kondisi yang optimal yakni sebesar area B. Namun, kondisi ini sulit dicapai karena pihak swasta sebagai operator kegiatan ekonomi, melakukan intensitas kegiatan ekonomi yang lebih tinggi, yakni pada tingkat Q Π . Pada tingkat ini manfaat bersih yang diperoleh swasta sebesar area A+B, namun menimbulkan tingkat eksternalitas yang merugikan cost sebesar area C + D. Sumber: Pearce and Turner, 1990 Ilustrasi pada Gambar 5 ini memberikan proposisi penting bahwa konsep eksternalitas tidak lain adalah perbedaan antara biaya swasta private cost dan biaya sosial social costs. Pearce and Turner 1990 mengatakan, jika perbedaan Gambar 5. Definisi Ekonomi Eksternalitas yang Optimal Q O Cost, benefit Q Π MEC D MNPB A X C Y B 21 ini tidak diatur, maka pihak yang menimbulkan kerusakan lingkungan eksternalitas negatif akan terus beroperasi pada titik Q Π dimana manfaat yang diterima sebesar area A + B + C, namun biaya eksternalitas negative externality yang ditimbulkan adalah sebesar area B + C + D, sehingga manfaat sosial bersih atau net social benefit NSB yang diterima = A + B + C – B + C + D. Panoyotou 1997, memahami bahwa NSB merupakan selisih antara manfaat kotor yang diterima dengan manfaat yang diabaikan opportunity costs. Manfaat bersih yang diterima konsumen disebut dengan consumer surplus CS. Sedangkan manfaat bersih yang diterima oleh produsen disebut dengan producer surplus PS. Dengan demikian NSB adalah penjumlahan antara perubahan consumer surplus dan producer surplus Δ CS + PS yang disebut juga dengan social surplus pengertian ini diringkas seperti terlihat pada Kotak 1. Kotak 1 . Ringkasan: Net Social Benefit Panayotou, 1997 Dalam bentuk grafik, CS ditunjukkan dengan area di bawah kurva permintaan demand curve yang sekaligus mengekspresikan marginal benefit MB dari output kebijakan atau proyek. Sedangkan PS ditunjukkan dengan area di atas kurva penawaran yang mengekspresikan marginal opportunity cost dan di bawah tingkat harga Gambar 6. Dari penjelasan di atas diperoleh pengetahuan penting bahwa dalam kaitannya dengan sumberdaya alam, biaya eksternalitas identik dengan total biaya imbangan atau total opportunity cost diindikasikan dalam Gambar 6. Ini Net Social Benefits: = Benefit gained added – benefit given up opportunity cost = Δnet benefit to consumer + Δ net benefit to producers = Δ willingness to pay – actual payments+ Δ revenus – opportunity cost = ΔCS + ΔPS 22 diperkuat oleh Pearce and Turner 1990, yang menyatakan opportunity cost dan eksternalitas merupakan dua cara pandang yang berbeda dalam melihat masalah yang sama. Sumber: Panayotou, 1997 Jika kedua kurva pada Gambar 6 digabung, maka diperoleh diagram representasi surplus sosial social surplus seperti terlihat pada Gambar 7. Pada pasar persaingan yang berfungsi dengan baik dan tidak ada kegagalan pasar market failure, pasar berada pada kondisi keseimbangan, yakni: 1 memaksimumkan surplus sosial, dan 2 mencapai pareto efisien. Q adalah tingkat kegiatan ekonomi yang mengalami efisiensi alokatif. Gangguan terhadap proses keseimbangan ini akan merubah alokasi sumberdaya, selanjutnya akan menurunkan surplus sosial sehingga terjadi distorsi ekonomi. Sebaliknya, adanya eksternalitas negatif atau manfaat yang diabaikan menyebabkan terjadinya suatu alokasi yang tidak efisien. Q Q Rp P Q CS Actual Payment Rp P Q PS Total willingnes to pay Total opportunity cost D=MB=MWTP S=MC Gambar 6. Representasi Surplus Konsumen dan Produsen 23 Sumber: Panayotou, 1997 Secara konsepsual, alternatif pengendalian eksternalitas negatif yang ideal dikenal dengan the first best policy dimana pengendalian polusi dilakukan melalui ”bargaining” dan”negotiation” antara pihak perusahaan yang menimbulkan dampak pollutant dengan masyarakat yang terkena polusi suffer. Mekanisme yang digunakan dalam pelaksanaan kebijaksanaan ini adalah pemberian kompensasi sehingga kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Mengingat target the first best policy ini sulit dicapai, maka telah dikembangkan konsep the second best policy dimana pengendalian polusi dilakukan melalui intervensi pemerintah. Penerapan tindakan ini tidak akan menghilangkan dampak negatif polusi tetapi dalam konteks mengupayakan agar masyarakat menerima manfaat yang lebih besar dari dampak negatif yang ditimbulkan atau dikenal dengan prinsip society benefit society cost. Dalam upaya menerapkan prinsip kemasyarakatan ini kedalam pengelolaan hutan, Fauzi 2004, mengedepankan pentingnya pengukuhan hak Gambar 7 Representasi Diagram Surplus Sosial Q Q O Rp S=MC D=MB=MWTP P Allocative Efficiency Net Social Benefit = Social Surplus = CS + PS PS CS Total opportunit 24 kepemilikan assigning property rights 4 dan pemberian akses kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan. Pengukuhan hak akan meningkatkan manfaat dari pertukaran gains from trade atas eksternalitas. Pengukuhan hak kepemilikan akan efektif, hanya jika diketahui persis pihak mana yang melakukan eksternalitas. Dengan demikian, kerusakan lingkungan bisa dihitung dan tawar- menawar bisa dilakukan sehingga eksternalitas bisa dikurangi. Hal ini dimungkinkan karena pemberian hak akan meningkatkan gains manfaat ekonomi dari salah satu pihak dengan menurunkan gains dari pihak lain. Fauzi 2004, mengembangkan empat kemungkinan kombinasi yang dapat digunakan untuk memberikan akses dalam pengelolaan sumberdaya alam yang dapat menjamin pengelolaan sumberdaya alam yang lestari. Tipe pertama, hak kepemilikan sumberdaya berada pada komunal atau negara dengan akses yang terbatas. Kombinasi ini memungkinkan pengelolaan sumberdaya yang lestari; Tipe kedua , sumberdaya dimiliki secara individu private dengan akses yang terbatas. Pada tipe ini karakterteristik hak kepemilikan terdefinisikan dengan jelas dan pemanfaatan yang berlebihan bisa dihindari; Tipe ketiga adalah kombinasi antara hak kepemilikan komunal dan akses yang terbuka. Tipe ini akan melahirkan ”the tragedy of the common”. Tragedi ini terjadi karena apa yang dihasilkan dari sumberdaya alam jangka panjang tidak lagi sebanding dengan apa yang dimanfaatkan oleh pengguna; Tipe keempat, suatu kombinasi yang jarang terjadi dimana sumberdaya dimiliki secara individu namun akses dibiarkan terbuka. Pengelolaan seperti ini tidak akan bertahan lama karena rentan terhadap 4 Hanley et al. 1997 dalam Fauzi 2004, menjelaskan bahwa hak kepemilikan akan terkukuhkan dengan baik well-define property right jika memenuhi karakteristik: 1 hak milik tersebut dikukuhkan pemilikannya baik secara individu maupun kolektif, 2 eksklusif, artinya seluruh keuntungan dan biaya penggunaan sumberdaya sepenuhnya menjadi hak tanggung jawab pemilik sumberdaya, 3 transferable dapat dipindah-tangankan karena hak pemilikan yang transferable akan menimbulkan insentif untuk mengkonservasi melestarikan sumberdaya tersebut, dan 4 terjamin secure, dengan adanya jaminan memiliki maka akan timbul insentif untuk memperbaiki atau memperkaya sumberdaya tersebut selama masih dalam pemilikannya. 25 intrusi dan pemanfaatan yang tidak sah, sehingga sumberdaya akan cepat terkuras habis. Hubungan antara hak kepemilikan dan akses dalam pengelolaan sumberdaya alam digambarkan Fauzi 2204, dalam bentuk bagan. Sayangnya bagan yang ditampilkan belum sepenuhnya menggambarkan konsekuensi dari masing-masing akses terbuka dan terbatas. Hal ini perlu diketengahkan karena setiap keputusan pengelolan yang dipilih harus mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan. Oleh karena itu dilakukan modifikasi gambar Fauzi 2004, menjadi sebagai berikut. Sumber: Fauzi, 2004 dimodifikasi Gambar 8. Hubungan antara Hak Kepemilikan dan Akses dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Selain mengupayakan pengukuhan hak kepemilikan, tindakan lainnya yang dapat dilakukan adalah ’menginternalkan’ dampak yang ditimbulkan, yakni memasukkan komponen biaya eksternal sehingga diperoleh output yang optimal. Teori ekonomi standar untuk menentukan ouput optimal adalah ’Coase Theorem’ Coase, 1960 dalam Pearce and Turner, 1990. Pada kasus produksi komoditas yang menimbulkan eksternalitas negatif, dapat dijelaskan dalam Gambar 9. Hak Kepemilikan Komunal Negara Individu Akses terbatas Limited acces Akses terbuka Open acces Kerusakan sumberdaya alam tidak terkendali Kerusakan sumberdaya alam terkendali 26 Gambar 9 pada prinsipnya menjelaskan tentang pengaruh internalisasi biaya eksternal terhadap tingkat keluaran output suatu kegiatan ekonomi. Tanpa memasukkan biaya eksternal internalisasi tingkat output optimal terjadi pada saat MNPB=MEC atau pada tingkat Q 2 . Namun jika biaya eksternal tidak diperhitungkan, tingkat output yang diusahakan pada tingkat Q 1 . Hal inilah yang Gambar 9. Penentuan Output Optimal “dengan” dan “tanpa” Biaya Eksternalitas pada Kasus Produksi Komolitas yang Menimbulkan Polusi Q Polusi Output= Q Q 2 Q of Polution Output Q MNPB, MEC Output=Q MEC Biaya bencana polusi Output=Q Total damage pollution Q 1 Q 3 Q 2 Q 1 Q 3 Q 2 Q 1 Q 3 Q 2 Q 1 Q 3 MNPB MEC Polusi yang belum mengeluarkan biaya eksternal untuk menghilangkan polusi yang sama dengan batas ambang polusi Q 3 =tingkat output yang polusinya belum memerlukan biaya eksternal Q 1 =tingkat output tanpa memperhitungkan biaya eksternal Q 2 =tingkat output optimal yang telah memperhitungkan biaya eksternal atau kondisi tercapainya polusi optimal 27 pada gilirannya memicu terjadinya ’ekonomi ekspansif’ yang mengabaikan pelestarian sumberdaya alam. Intervensi pemerintah dalam pengendalian dampak negatif suatu kegiatan ekonomi dapat pula melalui koreksi pajak dengan menerapkan: kebijakan pajak dan kebijakan standar. Pada kebijakan pajak, diterapkannya strategi instrumen ekonomi atau economic instrument strategy, dimana setiap dampak yang ditimbulkan dikenakan pajak lingkungan green tax, sedangkan pada kebijakan standar, pengendalian dampak negatif dilakukan melalui common and control CAC strategy. Pemerintah menetapkan standar emisi yang diperbolehkan, jika melebihi batas standar, polluter akan dikenakan sanksihukuman. Efektivitas kedua kebijakan ini tergantung dari magnitude kurva MNPB dan MEC. Jika kurva MNPB lebih curam dibanding kurva MEC, maka kebijakan standar akan lebih efektif. Sebaliknya, jika kurva MNPB lebih landai dibanding kurva MEC, maka kebijakan pajak akan terpilih Gambar 10 dan 11. Pajak T MNPB; MEC Q 2 MEC D Standard S A MNPB1 O C B MNPB2 E Q 1 Q Output Polusi Gambar 10. Perbandingan Efektifitas Kebijaksanaan Standar dan Pajak Studi Kasus: Kebijakan Pajak Lebih Efektif ABDBCE 28

2.4. Analisis Biaya-Manfaat Lingkungan