Pengaruh Penetapan Ibukota Kecamatan Terhadap Perkembangan Desa Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan Tahun 1964-1968

(1)

Pengaruh Penetapan Ibu Kota Kecamatan Terhadap

Perkembangan Desa Bandar Pasir Mandoge Kabupaten

Asahan Tahun 1964-1998

SKRIPSI SARJANA

O L E H

NAMA : SUHERIYANTO GINTING

NIM : 100706012

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

Pengaruh Penetapan Ibu kota Kecamatan Terhadap Perkembangan

Desa Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan Tahun 1964-1998

Yang dikerjakan oleh:

Nama : Suheriyanto Ginting

Nim : 100706012

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh: Pembimbing,

Dra. Nina Karina, M.SP. Tanggal:

NIP. 195908041985032002

Ketua Departemen Sejarah,

Drs. Edi Sumarno, M.Hum. Tanggal:

NIP. 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

Pengaruh Penetapan Ibu Kota Kecamatan Terhadap Perkembangan

Desa Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan Tahun 1964-1998

Skripsi Sarjana

Yang Dikerjakan Oleh: Nama : Suheriyanto Ginting Nim : 100706012

Pembimbing,

Dra. Nina Karina, M.SP. NIP. 195908041985032002

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, Untuk memenuhi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah.

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Lembar Persetujuan Ketua Jurusan

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN SEJARAH

Ketua Departemen

Drs. Edi Sumarno M.Hum NIP. 196409221989031001


(5)

Lembar Pengesahan Skripsi oleh Dekan dan Panitia Ujian

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan

Pada :

Hari :

Tanggal :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A NIP. 195110131976031001 Panitia Ujian

No. Nama TandaTangan

1. Drs. Edi Sumarno, M.Hum (………)

2. Dra. Nurhabsyah, M.Si (………)

3. Dra. Nina Karina, M.SP (………)

4. Dra. Sri Pangestu Dewi Murni, M.A (………)


(6)

Kata Pengantar

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Allah SWT. Karena berkat Rahmatdan Karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini. Shalawat berangkaikan salam juga tak lupa untuk selalu disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada ummatnya hingga akhir zaman. Amin.

Penulisan Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Judul yang Penulis ajukan adalah “Pengaruh Penetapan Ibukota Kecamatan Terhadap Perkembangan Desa Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan Tahun 1964-1998”. Skripsi ini menceritakan bagaimana perkembangan Desa Bandar Pasir Mandoge dari awal, penetapan dan pasca penetapan Ibukota Kecmatan di Desa tersebut.

Dalam penulisan Skripsi ini tentunya tidak lepas dari kekurangan, baik aspek kualitas maupun aspek kuantitas. Semua ini didasarkan dari keterbatasan yang dimiliki oleh Penulis. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini jauh dari sempurna sehingga Penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan pendidikan dimasa yang akan datang. Demikian Skripsi ini saya tulis, semoga bermanfaat dan terimakasih.

Medan, Agustus 2015 Penulis,

Suheriyanto Ginting NIM : 100706012


(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan Syukur Kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan Karunia Rahmat dan Nikmatnya yang begitu besar sehingga penulis mampu untuk menyelesikan Skripsi ini. Shalawat berangkaikan salam juga tak lupa untuk selalu disampaikan kepada Nabi Muhammada S.A.W, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada ummatnya dan semoga di akhir zaman kita semua mendapatkan syafa’at daripadanya. Dengan penuh syukur akhirnya penulis mampu menyelesaikan Skripsi dengan Judul :“Pengaruh Penetapan Ibukota Kecamatan Terhadap Perkembangan Desa Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan Tahun 1964-1968”.

Penulis menyusun Skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarajan (S1) pada Program Studi Ilmu Sejarah, Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya Skripsi ini tak terlepas dari campur tangan berbagai pihak. Untuk itulah Penulis ingin berterimakasih sebesar-besarnya dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada pihak terkait.

Dengan selesainya Skripsi ini, penulis mengucapan banyak terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. SyahronLubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum selaku Ketua Depertemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya.

3. Dra. Nurhabsya, M.si selaku Sekretaris Dapertemen Sejarah.

4. Dra. Nina Karina, M.SP selaku Dosen Pembimbing dalam penulisan ini, yang telah memotivasi saya dan memberi semangat, dan telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis. Support yang Ibu berikan


(8)

menjadi penyemangat bagi saya didalam menulis skripsi ini, semoga Allah SWT memberikan Berkat Nya kepada Ibu dan Keluarga.

5. Terimakasih untuk seluruh jajaran Staf Pengajar Departemen Seajarah FIB

USU, kepada Bapak dan Ibu Dosen yang telah membagikan ilmu-ilmunya kepada saya sehingga saya mempunyai bekal untuk menghadapi kehidupan kedepannya dan bisa melewati tahap ini.

6. Terimakasih kepada Bang Am selaku Staff TU Departemen Sejarah yang

telah membantu kelancaran administrasi dalam pengurusan berkas Skripsi ini.

7. Terimakasih untuk Cinta dan Kasih Sayang dari Kedua orang tua penulis.

Terimakasih atas supportnya baik berupa materi dan moril, dukungan dan doa restu yang selalu mengiringi setiap langkah penulis.Terimaskaih kepada Bapak Ronal Putra Ginting dan Mamak Kasmi Br. Butar yang senantiasa memberikan kasih sayang sehingga penulis bisa sampai kepada titik ini. Semoga Allah selalu memberikan limpahan Rahmat dan Umur yang Berkah kepada kedua orang tua saya.

8. Terimakasih kepada keluarga, kakak dan adik-adik saya tersayang, yang selalu

mengiringi canda tawa saya selama ini. Terimakasih atas nasihat-nasihatnya kakak Yenni Rosdiana Br. Ginting. Terkhusus kepada adik saya Susi Astriyani Br. Ginting dan Arihta Frandisky Ginting, semoga semua usaha yang penulis lakukan bisa menjadi lecutan semangat tak terhingga agar adik-adik tercinta dapat menggapai hal yang sama bahkan lebih demi kebahagiaan kedua orang tua kita tercinta.

9. Terima kasih untuk Sahabat-sahabat terbaik saya terkhusus Stambuk 2010

(KISRUH USU) yang selalu mengiringi Canda tawa walaupun terkadang menjengkelkan tetapi bagi saya kalian bagaikan keluarga kedua saya. Spesial thanks to :Ardia Gemala Irawan S.S, Suharyana Akbar, Harun Majri, Evitamala Simamora S.S, Handoko S.S, Yayuk Herlina S.S, Putri Ayu S.S, Novi Nelvia S.S, Nur Fauziah, Helma Melati Br Karo S.S, Ira Sela Tarigan S.S, Novita ButarButar S.S, Hery Kristianto S.S, Ayu Maharani S.S, Sepno


(9)

Semsa Sitorus S.S, Rina Huta Barat S.S, Dominika Purba S.S, Resmaulina sipayung S.S, Fahri Wahid S.S, Novila Windaka S.S, Moses Agustinus S.S, Maryana Malik S.S, Fernando Simarmata, Stepanus Marsel, Lasron Sinurat S.S, Leo Alfero S.S, Rianto Simanjuntak, Rico Purba, Diaz Sembiring S.S, dan kepada kawan-kawan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

10. Terimakasih juga untuk adik-adik kelas di Program Studi Ilmu Sejarah FIB

USU, baik stambuk 2011, 2012 dan juga 2013 yang telah memberikan support dan doanya kepada saya, terkhusus kepada Junaidi Nasution, Kiki Maulana Afandi, Nelly Octavia S.S, Dedek Murni Rezeki S.S, Depi Itawan, Alda Thahir Parinduri, Wani Maler, Faisal Berutu, Wisnu, Rahmad Syahdoni, Rini Amanda, Rahmawani, dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

11. Terakhir, terimakasih kepada orang-orang yang turut bersuka cita atas

keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini. Semangat dan dukungan kalian yang selalu penulis ingat. Semoga Allah membalas Doa-doa kalian. Amin..


(10)

ABSTRAK

Desa adalah satu unit pemerintahan terkecil dalam tatanan kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Pemimpin desa dipilih langsung oleh masyarakatnya. Didalam kehidupan desa, banyak nilai-nilai tradisional yang layak untuk dipertahankan karena memiliki nilai sosial yang tinggi, seperti bergotong royong, pesta tahunan, ataupun marsiadapari (saling membantu dalam membuka lahan). Namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, nilai-nilai luhur tersebut sudah mulai terkikis oleh pengaruh globalisasi. Sehingga menyebabkan kehidupan sosial masyarakat telah jauh dari sifat manusia yang makhluk sosial dan lebih mengarah kepada sifat individualistik, Perkembangan Suatu wilayah tak pernah terlepas dari peranan masyarakat daerah tesebut. Baik itu segi ekonomi, sosial dan budaya, masyarakat yang baik akan saling berkoordinasi didalam memajukan daerahnya. Namun masyarakat juga tak dapat dipisahkan dari adanya dukungan pemerintah yang baik. Karena apabila masyarakat dan pemerintah sama-sama bergandengan tangan untuk memajukan suatu wilayah akan terlaksana dengan baik. Dari ide itulah munculnya judul penelitian ini, yang bertujuan untuk melihat apa dampak dari penetapan ibukota kecamatan bagi suatu wilayah yang masyarakatnya juga saling berkoordinasi didalam memajukan daerahnya tersebut. Penelitian ini juga bertujuan untuk memperhatikan sejauh mana keberhasilan pembangunan yang dijalankan pemerintah dalam suatu wilayah kerja, dan kali ini dibawahi oleh Pemerintahan Kabupaten Asahan melalui Kecamatan Bandar Pasir Mandoge dan juga Desa Bandar Pasir Mandoge. Diaharapkan masyarakat Bandar Pasir Mandoge kedepannya lebih kompak lagi didalam kehidupan sosialnya sehingga tercipta kerukunan masyarakat yang adil dan sejahtera.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.4 Tinjauan Pustaka ... 10

1.5 Metode Penelitian ... 13

BAB II : DESA BANDAR PASIR MANDOGE SEBELUM TAHUN 1964 ... 15

2.1 Letak dan Geografis ... 15

2.2 Keadaan Penduduk ... 16

2.3 Mata Pencaharian ... 21

2.4 Sosial, Budaya dan Pendidikan ... 25

2.5 Infrastruktur ...27

2.5.1. Infrastruktur Jalan...27

2.5.2. Pusat Perkantoran dan Pemerintahan...28

2.5.3.Infrastruktur Pendidikan...29


(12)

BAB III : DESA BANDAR PASIR MANDOGE MENJADI IBUKOTA

KECAMATAN TAHUN 1964 ... 31

2.1 Alasan Dipilihnya Desa Bandar Pasir Mandoge Menjadi Ibukota Kecamatan ... 31

2.2 Langkah-langkah Persiapan Pembentukan Kecamatan Bandar Pasir Mandoge ... 33

3.4 Proses Pembentukan Kecamatan Bandar Pasir Mandoge34 BAB IV : PERKEMBANGAN DESA BANDAR PASIR MANDOGE SETELAH MENJADI IBUKOTA KECAMATAN TAHUN 1964-1998 ... 38

4.1 Perkembangan Jumlah Penduduk ... 38

4.2 Perkembangan Mata Pencaharian ... 43

4.3 Perkembangan Tingkat Pendidikan ... 45

4.4 Perkembangan Infrastruktur ... 46

4.4.1.Perkembangan Infrastruktur Jalan...46

4.4.2.Perkembangan Pusat Kantor dan Pemerintahan....49

4.4.3.Perkembangan Infrastruktur Listrik...50

4.5 Perubahan Sosial Dan Budaya...52

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

DAFTAR INFORMAN ... 60 LAMPIRAN


(13)

ABSTRAK

Desa adalah satu unit pemerintahan terkecil dalam tatanan kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Pemimpin desa dipilih langsung oleh masyarakatnya. Didalam kehidupan desa, banyak nilai-nilai tradisional yang layak untuk dipertahankan karena memiliki nilai sosial yang tinggi, seperti bergotong royong, pesta tahunan, ataupun marsiadapari (saling membantu dalam membuka lahan). Namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, nilai-nilai luhur tersebut sudah mulai terkikis oleh pengaruh globalisasi. Sehingga menyebabkan kehidupan sosial masyarakat telah jauh dari sifat manusia yang makhluk sosial dan lebih mengarah kepada sifat individualistik, Perkembangan Suatu wilayah tak pernah terlepas dari peranan masyarakat daerah tesebut. Baik itu segi ekonomi, sosial dan budaya, masyarakat yang baik akan saling berkoordinasi didalam memajukan daerahnya. Namun masyarakat juga tak dapat dipisahkan dari adanya dukungan pemerintah yang baik. Karena apabila masyarakat dan pemerintah sama-sama bergandengan tangan untuk memajukan suatu wilayah akan terlaksana dengan baik. Dari ide itulah munculnya judul penelitian ini, yang bertujuan untuk melihat apa dampak dari penetapan ibukota kecamatan bagi suatu wilayah yang masyarakatnya juga saling berkoordinasi didalam memajukan daerahnya tersebut. Penelitian ini juga bertujuan untuk memperhatikan sejauh mana keberhasilan pembangunan yang dijalankan pemerintah dalam suatu wilayah kerja, dan kali ini dibawahi oleh Pemerintahan Kabupaten Asahan melalui Kecamatan Bandar Pasir Mandoge dan juga Desa Bandar Pasir Mandoge. Diaharapkan masyarakat Bandar Pasir Mandoge kedepannya lebih kompak lagi didalam kehidupan sosialnya sehingga tercipta kerukunan masyarakat yang adil dan sejahtera.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Penulisan sejarah adalah penulisan tentang kejadian-kejadian pada masa lampau yang tidak terlepas dari gambaran suatu msyarakat umum dengan berbagai aspek kehidupan termasuk ekonomi, politik, religius, dan sosial budaya yang mencakup

unsur-unsur kebudayan masyarakat1

Desa adalah sebuah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah Provinsi, Kabupaten / Kota sampai ke desa / kelurahan bahkan sampai pemerintahan terkecil yaitu RT/RW. Kabupaten Asahan adalah salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Daerah ini memiliki beberapa kecamatan dan berpuluh-puluh desa.

2

1 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1993, hal. 153

2

Pengertian Desa, dalam buku T.P, Yansen, Revolusi Dari Desa. Jakarta : Elex Media Komputindo. 2014 hal. 22.

Desa memiliki karakteristik tersendiri apabila dibandingkan dengan perkotaan. Desa biasanya terdiri


(15)

dari gabungan beberapa dusun yang menjadi satu kesatuan dalam hal pemerintahan. Sedangkanpedesaan adalah status suatu wilayah administrasi setingkat desa /

kelurahan yang belum memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan.3

1. Onder Afdeling Batu Bara

Pemerintahan Kesultanan Asahan dimulai pada tahun 1640, yaitu sejak dilantiknya Sultan Asahan I. Banyak kerajaan-kerajaan kecil yang pemerintahannya dilaksanakan oleh datuk-datuk diwilayah kerajaan tersebut. Pada tahun 1865 Kesultanan Asahan berhasil dikuasai Belanda, sehingga kekuasaan pemerintahan dikesultanan tersebut dipegang oleh Pemerintah Belanda yang dipimpin oleh seorang Kontroleur. Pemerintah Belanda membagi wilayah pemerintahannya menjadi tiga, yaitu :

2. Onder Afdeling Asahan

3. Onder Afdeling Labuhan Batu

Kerajaan Sultan Asahan dan pemerintahan datuk-datuk tetap diakui oleh Pemerintah Belanda, namun tidak berkuasa penuh sebagaimana sebelumnya. Wilayah pemerintahan Kesultanan Asahan dibagi atas Distrik dan Onder Distrik, yaitu :

1. Distrik Tanjung Balai dan Onder Distrik Sungai Kepayang

2. Distrik Kisaran

3

Klasifikasi Perkotaan dan Pedesaan di Indonesia, Peraturan Kepala Badan Pusat StatistikNomor 37 Tahun 2010, Jakarta : Fokusindo. 2014 hal. 15.


(16)

3. Distrik Bandar Pulau dan Onder Distrik Bandar Pasir Mandoge

Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1945, Komite Nasional Indonesia Wilayah Asahan dibentuk pada bulan September 1945. Berdasarkan keputusan DPR-GR TK II Kab. Asahan No.3/DPR-GR/1963 tanggal 6 Februari 1963, keluarlah usulan tentang pemindahan ibukota pemerintahan, dari Kota Tanjung Balai ke Kota Kisaran dengan alasan supaya Kotamadya Tanjung Balai lebih dapat mengembangkan potensi daerahnya dan menjadi kotamadya yang utuh, dan Kota Kisaran dinilai lebih strategis untuk menjadi Ibukota Pemerintahan Kabupaten Asahan dan hal terebut baru terlaksana pada tanggal 20 Mei 1968 yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1980, Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor. 28. Tambahan Negara Nomor 3166.

Pada tahun 1982 Kota Kisaran ditetapkan menjadi Kota Administratif berdasarkan PP Nomor 17 Tahun 1983, Lembaran Negara nomor 26 tahun 1982. Dengan adanya keputusan Menteri Dalam Negeri no. 821.26-432 tanggal 27 Januari 1986, dibentuk wilayah kerja pembantu Bupati Asahan, dengan membagi tiga wilayah Kab. Asahan, yaitu :

I. Pembantu Bupati Wilayah I berkedudukan di Lima Puluh, meliputi :

1. Kecamatan Medang Deras

2. Kecamatan Air Putih


(17)

4. Kecamatan Talawi

5. Kecamatan Tanjung Tiram

II. Pembantu Bupati Wilayah II berkedudukan di Air Joman, meliputi :

1. Kecamatan Air Joman

2. Kecamatan Meranti

3. Kecamatan Tanjung Balai

4. Kecamatan Simpang Empat

5. Kecamatan Sei Kepayang

III. Pembantu Bupati Wilayah III berkedudukan di Buntu Pane, meliputi :

1. Kecamatan Buntu Pane

2. Kecamatan Bandar Pasir Mandoge

3. Kecamatan Air Batu

4. Kecamatan Pulau Rakyat

5. Kecamatan Bandar Pulau4

Salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Asahan adalah Kecamatan Bandar Pasir Mandoge. Kecamatan Bandar Pasir Mandoge awalnya adalah bernama Pardembanan (kampung) Mandoge (Manurung Dohot Gellengna). Sebelum merdeka, Raja Anggi-anggi yang bernama lengkap Tuan Pojim Manurung datang dari Dusun Sipinggan Desa Lumban Kuala, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir (sekarang) menuju Kabupaten Asahan yang pada saat itu masih hutan belantara dan

4

Sejarah Kabupaten Asahan disadur dari : http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/12/name/sumatera-utara/detail/1209/asahan


(18)

belum terbentuk struktur pemerintahan administratif yang sekarang bernama Kabupaten Asahan. Dan mendirikan perkampungan di sana yang kemudian dikenal

dengan Pardembanan Mandoge (nama ini sebelum terbentuknya kecamatan)5. Pada

masa itu Marga Manurung menjadi Tuan Kampung6

Sedangkan menurut masyarakat setempat, nama Bandar Pasir Mandoge berasal dari 2 kata yaitu Bandar Pasir dan Mandoge. Perbandaran atau Bandar Pasir adalah nama sebuah tempat yang berada di pinggiran hulu Sungai Silau yang menjadi pusat perdagangan pada masa Portugis dan Belanda, dan tempat ini merupakan suatu jalan menuju ke Ibukota kecamatan pada waktu itu, yaitu Bandar Pulau. Sedangkan Mandoge merupakan singkatan dari Manurung Dohot Gellengna (Manurung dan keturunannya), hal ini merujuk dari Tuan Pojim Manurung yang diakui sebagai orang pertama yang membuka lahan di Mandoge.

diwilayah tersebut.

7

Desa Bandar Pasir Mandoge adalah sebuah desa yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Seperti petani cengkeh, pala, karet,kelapa dan kelapa sawit. Masyarakat di desa ini awalnya menempati lahan-lahan hutan yang berada di kaki deretan Bukit Barisan. Mereka menebang hutan dan menanami lahan tersebut dengan tanaman yang dibutuhkan pasar. Awalnya mereka menetap di lahan yang terpisah dari masyarakat yang lain. Mereka masih bertempat tinggal di sekitar

5Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat BP Mandoge, yaitu Bapak Santo Manurung, Bandar Pasir Mandoge, 15 November 2014.

6

Sebutan Untuk Penguasa Dalam Satu Desa/Kampung 7

Hasil Wawancara dengan Bapak. Alamsyah Dolok Saribu, beliau mengatakan cerita itu diturunkan dari orangtuanya. Bandar Pasir Mandoge, 21 November 2014.


(19)

lahan yang mereka tanami. Di desa ini juga terdapat beberapa aliran sungai yang panjang seperti Sungai Silau, Sungai Piasa, dan Sungai Si Pul-pul. Dahulu kala masyarakat menyusuri pinggiran sungai untuk menuju kesebuah tempat sperti bandar yang dinamakan pekan. Di pekan tersebutlah masyarakat saling bertukar hasil tanaman mereka dan membeli kebutuhan hidup sehari-hari.

Setelah masuknya Perusahaan ke wilayah Bandar Pasir Mandoge, yaitu PTP VII, banyak tanah-tanah masyarakat yang diambil alih oleh perkebunan dan mau tidak mau masyarakat dipindahkan ke daerah yang baru sesuai dengan ganti rugi lahan. Akhirnya masyarakat kebanyakan mendapatkan lahan yang berdekatan dengan sarana jalan umum. Tipe pemukiman penduduknya kemudian menyebar mengikuti panjangnya jalan. Di Desa ini juga terdapat berbagai macam suku diantaranya Suku Batak, Suku Karo, Suku Jawa, Suku Melayu, Suku Aceh dan lain-lain.

Awalnya PTP VII menginginkan masyarakat setempat atau putra daerah untuk dipekerjakan di perkebunan. Namun, sebagian besar masyarakat banyak yang menolak dengan alasan mereka memiliki banyak tanah, sehingga tidak mau bekerja sebagai buruh kebun. Sehingga perkebunan mengambil langkah kebijakan untuk mendatangkan buruh kebun dari Pulau Jawa. Sehingga sampai sekarang pun Suku Jawa mendominasi daftar karyawan di PTP VII yang bekerja di unit Bandar Pasir Mandoge (sekarang PTPN IV).


(20)

Kecamatan Bandar Pasir Mandoge berdiri secara Adminisstrative8 pada tahun 1964, yang dimekarkan dari Kecamatan Bandar Pulau, yang mana Kecamatan Bandar Pulau Saat ini berbatasan dengan Kecamatan Bandar Pasir Mandoge bagian Selatan. Camat pertama adalah Tumbuk Bangun dengan jabatan Asisten Wedana, dimana

Ibukota Kecamatan pada waktu itu masih berada di Bandar Pulau.9

Desa ini berjarak 45 KM dari pusat pemerintahan Kabupaten Asahan yaitu Kota Kisaran, dan berjarak 65 KM dari Kota Pematang Siantar. Jalur desa ini menjadi jalur alternatif untuk menuju Jalur Lintas Sumatera dari Jalur Lintas Barat Sumatera. Kehidupan masyarakat saat ini sangat heterogen dengan berbagai profesi di masyarakat, akan tetapi didominasi oleh petani sawit. Sarana transportasi baik itu jalan ataupun sarana pendidikan dan kesehatan juga berkembang pesat dalam

Setelah adanya pemekaran wilayah dari Kecamatan Bandar Pulau sesuai keputusan DPRD-GR Tk. II Asahan, Kecamatan B.P. Mandoge terdiri dari 4 desa yaitu Desa Bandar Pasir Mandoge, Huta Bagasan, Huta Padang dan Silau Jawa. Desa Bandar Pasir Mandoge dipilih sebagai Ibukota Kecamatan. Setelah dibentuknya pemerintahan kecamatan di Desa Bandar Pasir Mandoge, kemudian diperkuat dengankeputusan Menteri Dalam Negeri tentang wilayah kerja Pembantu Bupati Asahan, kemudian di lanjutkan dengan pembangunan infrastruktur pendukung baik itu untuk pemerintahan, sosial, budaya dan sarana transportasi seperti jalan dan juga jaringan listrik.

8Adminisstrative, pencatatan berkas dilakukan oleh perwakilan yang ditunjuk langsung oleh Camat pada masa itu, dengan menunjuk langsung asisten Wedana yang bernama Tumbuk Bangun untuk bertugas di Kec. Bandar Pasir Mandoge.


(21)

beberapa tahun terakhir. Hal ini tampak seperti adanya Puskesmas dan dibangunnya SMA dan SMK Negeri di Kecamatan Bandar Pasir Mandoge.

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu landasan yang digunakan untuk mengetahui hal-hal yang akan dibahas dan menjadi akar permasalahan dalam penelitian. Akar permasalahan sangat penting karena didalamnya telah terdapat konsep yang akan dibawa dalam penelitian dan menjadi alur penulisan.

Sesuai dengan judulnya “Pengaruh Penetapan Ibukota Kecamatan Terhadap Perkembangan Desa Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan Tahun 1964-1998”. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, untuk mempermudah penulis dalam melakukan penlitian ini, maka penulis perlu membatasi masalah yang dibahas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Bagaimana awalnya keadaan kehidupan masyarakat Desa Bandar Pasir

Mandoge sebelum ditetapkannya Desa Bandar Pasir Mandoge sebagai Ibukota Kecamatan Bandar Pasir Mandoge?

2. Bagaimana proses penetapan Desa Bandar Pasir Mandoge menjadi Ibukota

Kecamatan Bandar Pasir Mandoge?

3. Bagaimana perkembangan Desa Bandar Pasir Mandoge setelah menjadi


(22)

1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian

Setelah mengetahui apa yang menjadi pokok permasalahan yang akan ditulis, maka yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah apa yang menjadi tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini serta manfaat apa yang bisa dipetik.

Adapaun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menjelaskan bagaimana awal kehidupan masyarakat Desa Mandoge

sebelum ditetapkan Desa mandoge sebagai ibu Kota Kecamatan Bandar Pasir Mandoge.

2. Untuk menjelaskan proses terpilihnya Desa Bandar Pasir Mandoge

menjadi Ibukota Kecamatan Bandar Pasir Mandoge.

3. Menguraikan perkembangan Desa Bandar Pasir Mandoge setelah menjadi

Ibukota Kecamatan Bandar Pasir Mandoge kurun waktu 1964-1998.

Adapun manfaat yang diharapakan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi masyarakat Desa Bandar Pasir Mandoge, semoga untuk kedepannya

masyarakat Desa Bandar Pasir Mandoge bisa lebih maju dan makmur lagi, sesuai dengan perkembangan yang terjadi dalam tubuh desa itu sendiri.

2. Bagi pemerintah, semoga penelitian ini dapat menambah bahan referensi

bagi pemerintah daerah untuk perkembangan Desa dan dapat menjadi bahan rujukan dalam mengungkap kendala serta memajukan sektor


(23)

pembangunan desa. Diharapkan juga dengan akan dilakukannya penelitian ini dapat menambah wawasan dan menambah pengetahuan pembaca mengenai sejarah lokal khususnya perkembangan desa.

3. Sebagai perbandingan dan masukan bagi peneliti lain yang berkaitan

tentang perkembangan Desa di masa yang akan datang.

1.4Tinjauan Pustaka

Dalam memahami masalah penelitian ini, diperlukan beberapa referensi yang dapat dijadikan panduan penulisan nantinya. Untuk itu penulis menggunakan beberapa literatur yang dapat mendukung tulisan ini dalam bentuk tinjauan pustaka. Buku-bukunya adalah sebagai berikut :

Soedjito dalam bukunya yang berjudul : Aspek Sosial Budaya Dalam

Pembangunan Pedesaan (1987), menjelaskan tentang bagaimana kehidupan desa

pada zaman penjajahan yang akhirnya meninggalkan bekas-bekas kebudayaan yang ada pada masyarakat pedesaan. Sehinggga memberikan pengaruh yang begitu besar pada masyarakat pedesaan. Dari buku ini juga dapat dilihat persoalan-persoalan mengenai proses perubahan dalam masyarakat pedesaan serta memiliki kesamaan yang akan diteliti oleh penulis.

Buku terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Seminar Sejarah


(24)

Memberikan gambaran tentang ciri-ciri masyarakat desa di Indonesia. Menunjukkan persamaan dan juga perbedaan gejala yang timbul dibeberapa desa. Berbeda melalui adat-istiadat, kerukunan beragama, dan konflik yang terjadi dalam kaitannya terhadap pertumbuhan atau kemunduran suatu desa.

Buku Robert Chambers yang berjudul Pembangunan Desa Mulai Dari Belakang (1996), menceritakan tentang bagaimana perjalanan sebuah desa yang berawal dari keterbelakangan hingga nantinya berubah menjadi desa yang berkembang. Pembangunan yang terjadi dimulai dari kehidupan desa yang diawal terbentuknya hingga memberikan perbandingan bagi desa yang mulai menunjukkan perkembangan. Perubahan yang terjadi didesa dipengaruhi oleh pemuka dan penggerak yang ada di desa tersebut dengan dukungan dan dorongan mereka dapat memberikan perubahan yang positif bagi masyarakat, tanpa harus membedakan akibat dari tujuan yang berbeda-beda. Pembangunan desa yang didukung dari kerjasama yang baik antara penduduk dan pemerintahan desa dapat menghasilkan desa yang maju dan berkembang.

Buku yang berjudul Participatory Rural Appraisal : Memahami Desa Secara

Partisipatif (1996) oleh Robert Chambers, mengkaji tentang partisipasi dan

tanggapan masyarakat dalam upaya membangun desa. Dari sini dapat dilakukan pendekatan untuk mengetahui tingkat kerjasama masyarakat dalam menanggapi,


(25)

menanggulangi, dan mengatasi masalah yang berhubungan dengan kepentingan bersama dalam merancang pembangunan desa tersebut.

Koentjaraningrat dalam buku Beberapa Pokok Antropologi Sosial (1967), menjelaskan bagaimana batasan-batasan kajian yang terdapat dikehidupan sosial masyarakat. Dalam buku menjelaskan perjalanan kehidupan penduduk dari zaman hanya mengandalkan fasilitas seadanya saja hingga nantinya berkembang menggunakan fasilitas yang lebih memadai.

Penulis juga menggunakan rujukan dari Skripsi Handoko dengan judul “Perkembangan Desa Meranti Pasca Menjadi Ibukota Kecamatan Di Kabupaten

Asahan Tahun 1982-1990”, yang menceritakan bagaimana keadaan Desa Meranti

sebelum ditunjuk sebagai ibukota kecamatan, bagaimana proses perkembangannya hingga manfaat yang dirasakan masyarakat Desa Meranti itu sendiri setelah ditetapkan sebagai Ibukota Kecamatan Meranti.

Lega Lestari Sinaga, dalam Skripsi Pemberdayaan Pemerintahan Desa

Dalam Upaya Mewujudkan Otonomi Desa : Desa Sigara-gara Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang (2010). Desa merupakan Institusi Otonom yang tradisi, adat

istiadat dan hukumnya sendiri dan relatif mandiri. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat keragaman yang tinggi. Dalam tulisan ini juga dijelaskan tentang perkembangan pemerintahan desa di Indonesia, pemberdayaan pemerintahan desa dalam kerangka otonomi desa demi tercapainya desa yang mandiri.


(26)

1.5Metode Penelitian

Dalam menuliskan sebuah peristiwa bersejarah yang dituangkan ke dalan historiografi, maka harus menggunakan metode sejarah. Metode sejarah dimaksudkan untuk merekontruksi kejadian masa lampau guna mendapatkan sebuah karya yang mempunyai nilai. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kitis

rekaman peninggalan masa lampau.10

1. Heuristik merupakan tahap awal yang dilalukan untuk mencari sumber

yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam tahap heuristik sumber dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu studi lapangan (field

research) dan studi kepustakaan (library research). Data dari hasil studi

lapangan dapat diperoleh melalui wawancara dengan berbagai informan yang terkait dengan penelitian. Dalam penelitian lapangan, penulis akanmenggunakan metode wawancara yang terbuka. Wawancara ini akan ditujukan kepada orang-orang asli penduduk Desa Bandar Pasir Mandoge yang berumur minimal 45 Tahun dan juga para pendatang yang masuk ke Desa Bandar Pasir Mandoge pada awal Tahun 1970an.Studi kepustakaan juga dapat diperoleh dari berbagai buku, dokumen, arsip, dan lain

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian sejarah antara lain:

10

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto, Jakarta: IU Press, hal. 32


(27)

sebagainya. Contohnya buku-buku tentang perkembangan desa dan juga perundang-undangan desa, otonomi daerah dan pemerintahan desa.

2. Kritik, merupakan proses yang dilakukan peneliti untuk mencari nilai

kebenaran sumber sehingga dapat menjadi penelitian yang objektif. Dalam tahap ini sumber-sumber yang telah terkumpul dilakukan kritik, baik itu kritik internal maupun kritik eksternal. Kritik internal merupakan kritik yang dilakukan untuk mencari kesesuaian data dengan permasalahan yang diteliti, sedangkan kritik eksternal merupakan kritik yang mencari kebenaran sumber pustaka yang diambil oleh peneliti maupun fakta yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan dengan informan.

3. Interpretasi, merupakan tahap untuk menafsirkan fakta lalu

membandingkannya untuk diceritakan kembali. Pada tahap ini subjektivitas penulis harus dihilangkan paling tidak dikurangi agar analisis menjadi lebih akurat. Sehingga fakta sejarah yang didapat bersifat objektif.

4. Historiografi, yaitu tahap akhir dalam metode sejarah. Dalam tahap ini

peneliti menuliskan hasil penelitiannya secara kronologis dan sistematis. Sehingga menghasilkan sebuah tulisan yang mengandung unsur sejarah seperti waktu, tempat dan manusia.


(28)

BAB II

MASYARAKAT DESA BANDAR PASIR MANDOGE SEBELUM TAHUN 1964

2.1 Letak dan Geogafis

Kecamatan Bandar Pasir Mandoge merupakan salah satu kecamatan dari 25 kecamatan yang ada dibawah Pemerintahan Kabupaten Asahan. Kecamatan Bandar Pasir Mandoge mempunyai Ibukota Desa Bandar Pasir Mandoge, dengan koordinat 2o 46 l, 15 llLU 99 o 20 l , 34 ll BT. Mempunyai batas wilayah :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Huta Bayu (Kab. Simalungun)

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Buntu Pane (Kab. Asahan)

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Bandar Pulau, Tinggi Raja (Kab.

Asahan), dan Kec. Pintu Pohan Meranti (Kab. Tobasa)

- Sebelah Barat bebatasan dengan Kec. Hatonduhan (Kab. Simalungun)11

Desa Bandar Pasir Mandoge adalah salah satu desa dari 9 desa yang ada didalam kawasan Pemerintahan Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Kabupaten Asahan.Arti Nama : Pelabuhan dengan tanah berpasir yang dipimpin oleh seorng Raja bermarga Manurung.Sejarah Nama : Tempat Perdagangan (Barter) antara masyarakat dari Dataran Tinggi Toba dengan Pedagang Dari Tanjung Balai. Desa ini memiliki Luas 5500 Ha. Desa ini terdiri dari 13 Dusun, 9 Dusun Perkampungan

11

Arsip Kantor Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, dalam buku : Pembukuan Unsur


(29)

Rakyat dan 4 Dusun termasuk kedalam wilayah Perkebunan (Dusun 7, 8, 9, 10). Adapun batas-batas wilayahnya adalah :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sei Kopas

- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Suka Makmur

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Huta Bagasan

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Huta Padang12

Pada awal tahun 1950an wilayah Mandoge masih terdiri dari beberapa kampung diantaranya Ujung Sipinggan, Pasar Bambu, Buntu Maraja, Saut Maraja, Pasir Mandoge, Perladaan. Kawasan ini masih dikelilingi oleh hutan alami dengan kayu-kayu besarnya yang sangat luas. Kegiatan utama masyarakatnya adalah bertani. 2.2 Keadaan Penduduk

Pada awal tahun 1950an, Jumlah Penduduk diperkirakan sebanyak 60 KK.Suku yang mendominasi adalah Suku Batak Tapanuli Utara seperti Sitorus, Manurung, Butar-butar dan Sirait. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Pardembanan Sirih, perpaduan antara bahasa Tapanuli Utara dengan Simalungun, namun menggunakan Dialek bahasa Asahan. Bahasa ini berkembang pada saat wilayah ini dikuasai oleh Kolonial Belanda, dan agama sebagai batas wilayah masyarakat. Pada saat itu mandoge merupakan wilayah perbatasan antara Melayu

(Islam) dan Simalungun (Kristen) serta Tapanuli Utara (Kristen). 13

12Arsip Kantor Desa Bandar Pasir Mandoge, dalam : Papan Tabel Profil Desa dan Batas Wilayah, Sensus Penduduk 2010.

13

Hasil Wawancara dengan salah seorang tokoh masyarakat Bapak S. Surbakti, Dusun II Desa Bandar Pasir Mandoge, 19 Maret 2015, Pukul 16.30 WIB.


(30)

masyarakatnya juga masih terkenal dengan ilmu-ilmu hitam atau ilmu ghaib. Bahkan julukan kampung ilmu ghaib pernah dilekatkan pada kampung-kampung yang ada di Mandoge ini. Namun seiring berjalannya waktu, semua segi kehidupan mengalami perubahan. Bahkan saat ini isu ilmu ghaib sudah tidak terdengar lagi dilingkungan masyarakat.

Mereka bertempat tinggal di perladangan masing-masing karena menganut sistem ladang berpindah.Penduduk Desa Mandoge pada awal tahun 1950an juga sudah mengenal pakaian namun pakaiannya masih bersifat konvensional (seadanya) dan sudah tidak primitif lagi (pakaian terbuat dari kulit kayu). Mereka sudah mengenal tempat tinggal, walaupun tidak layakpakai pada masa itu, yaitu rumah dengan ukuran 5x6 M yang berbentuk rumah Panggung (sekarang seperti gubuk diladang), dimana atap rumah terbuat dari anyaman ilalang ataupun anyaman daun rumbia.

Ada juga atap yang lebih tahan lama tanpa dianyam yang ditumpuk menjadi satu dan disebut dengan Bane, apabila rumahnya menggunakan atap ini sang pemilik rumah sudah dikategorikan sebagai orang kaya pada masa itu, karena atap ini sangat mahal. Tiang rumah terbuat dari batang kayu bulat, dan dibalut dengan dinding yang terbuat dari kulit kayu ataupun daun bagot. Sedangkan lantai rumah terbuat dari belahan batang pinang ataupun batang nibung, dan sebagian juga ada yang dialasi dengan tikar. Tidur diatas tikar dan tidak menggunakan bantal. Tujuan rumah panggung adalah untuk menghindari serangan dari binatang-binatang buas seperti


(31)

harimau, beruang, babi, dan lainnya, karena pada saat itu hutan alami masih sangat luas di wilayah Mandoge. Masyarakat bertempat tinggal diladang bertujuan untuk menjaga ladang. Namun ada juga beberapa rumah yang sudah dibangun di pinggir jalan. Kalau berjalan malam harus bergandengan tangan, untuk menghindari terlepas dari rombongan.

Setiap pagi masyarakat pergi ke jurang (Sungai) / mata air untuk mandi ataupun mengambil air untuk kebutuhan minum dan memasak. Mengambil air

menggunakan batang bambu yang biasa disebut Garigit14 dan juga Tabu15 yang

dipikul.Ibu-ibu memasak menggunakan tungku dari batu dan menggunakan bahan bakar dari kayu. Makan dengan ubi dicampur nasi, lauk ikan asin, sambal belacan dan

lalapan.16

Penyakit yang paling banyak menyerang masyarakat adalah demam,malaria dan sebagian TBC. Biasanya masyarakat berobat kepada Tabib atau Dukun kampung, karena belum ada petugas kesehatan. Hal-hal yang berkaitan dengan ilmu ghaib atau

mistis juga sangat kental dimasyarakat.17

14Garigit adalah batang bambu yang salah satu ruasnya dilubangi sehingga bisa untuk tempat menyimpan air.

15

Tabu ini seperti buah labu, buah yang sudah kering kemudian bijinya dibuang, selain tempat air juga bisa sebagai tempat penyimpanan beras.

16Hasil Wawancara dengan Bapak Syah Mu’in Aritonang, Dusun VI Desa Bandar Pasir Mandoge, 20 Maret 2015, Pukul 17.05 WIB.

17

Hasil Wawancara dengan Ibu Noor Br. Panjaitan, Dusun V Desa Bandar Pasir Mandoge, 20 Maret 2015, Pukul 11.10 WIB.


(32)

Masyarakat juga sudah mengenal agama, masyarakat terbagi kepada agama Islam, Kristen dan sebagian kecil aliran kepercayaan (siPelebegu). Hal ini ditandai dengan sudah adanya bangunan tempat ibadah seperti Mesjid dan Gereja yang terbuat dari papan dan atap rumbia. Masih berlantaikan Tanah. Ukurannya juga tidak terlalu besar. Acara khusus keagamaan belum ada, hanya Ibadah wajib yang dilakukan masyarakat baik itu Islam ataupun Kristen seperti Sholat dan Sekolah minggu. Sudah

ada pemangku adat ataupun orang-orang Tua yang disegani dalam hal keagamaan.18

Setelah dibangunnya asrama tentara ini kemudian masyarakat dikumpulkan disebuah barak di Kampung Buntu Maraja,disekitar lingkungan asrama untuk menghindari serangan dari para pemberontak. Sebagian masyarakat ada yang mengungsi ke Kisaran dan Tanjung Balai untuk menyelamatkan diri dengan meninggalkan semua perladangan mereka dan hanya membawa perbekalan seadanya. Para pengungsi ini menumpang motor balok ataupun motor tentara untuk menuju

Pada awal tahun 1958 sampai dengan tahun 1960, terjadi peperangan antara tentara pusat (Pemerintah) dengan kelompok pemberontak yang dinamakan PRRI yang dipimpin oleh Simbolon dan Nainggolan. Markas Tentara berada di pinggir jalan, sedangkan para pemberontak bermarkas di tengah hutan.Masuknya tentara kewilayah ini kemudian dilanjutkan dengan pembangunan asrama tentara dari kesatuan Batalion 138, pada tahun 1959.

18

Hasil Wawancara dengan Bapak Bahrim Panjaitan, Dusun VI Desa Bandar Pasir Mandoge, 24 Maret 2015, pukul. 20.00 WIB


(33)

Kisaran, yang memakan waktu 1 hari perjalanan, berangkat pagi sampai sore atau malam.

Pada tahun 1959 ini juga terjadi pemotongan harga uang dari Rp. 1000 menjadi Rp. 100, yang merupakan kebijakan dari Pemerintah Pusat yang bertujuan untuk melemahkan nilai tukar mata uang dari pemberontak, sehingga melemahkan perekonomian mereka. Karena kuat dugaan para pemberontak ini mendapatkan

suplay persenjataan dari pihak asing.19

Pada awal tahun 1960an ini sebenarnya masyarakat sudah mengenal sistem pemerintahan desa. Namun waktu itu masih disebut Kepala kampung. Beberapa tahun kemudian sebutan untuk kepala kampung berubah menjadi Pangulu, Pak Ketua, dan terakhir Kepala Desa. Hal ini ditandai dengan sudah adanya jabatan kepala kampung yang dipimpin oleh Muhammad Yusup. Kepala Kampung sudah dipilih langsung oleh masyarakat. Hal ini menandakan mereka sudah menganut sistem Setelah Pemberontakan menyerah di Tapanuli pada tahun 1960, kemudian banyak masyarakat yang awalnya mengungsi ke Kisaran kembali lagi ke Mandoge untuk berladang seperti semula. Karena keadaan sudah aman, masyarakat memulai kembali untuk berladang, ada beberapa masyarakat membangun rumah di pinggir jalan utama kampung. Rumahnya masih berbentuk rumah panggung yang beratap nipah, berdinding kulit kayu dan berlantai batang pinang. Namun sebagian besar masyarakat masih bertempat tinggal di ladang seperti biasanya.

19

Hasil wawancara dengan Bapak M. Djamil Sitorus, Dusun V Desa Bandar Pasir Mandoge, 22 Maret 2015, pukul 16.05 WIB.


(34)

demokrasi. Orang yang dipilih biasanya orang-orang yang memiliki pendidikan / ilmu keagamaan dan pengetahuan yang luas, juga termasuk orang-orang yang disegani di kampung tersebut. Namun belum ada aturan yang menetapkan berapa lama seseorang bisa menjabat sebagai kepala kampung.

Pada Tahun 1965, ada beberapa orang yang ditangkap oleh tentara pada saat terjadinya Gestapu. Banyak tentara yang didatagkan ke Bandar Pasir Mandoge untuk melakukan pengamanan karena adanya organisasi terlarang PKI. Pemerintah menyuruh masyarakat membuat lubang letter L di dpan rumah masing-masing, dengan tujuan awal untuk tempat perlindungan dan persembunyian. Akan tetapi, ternyata lubang itu adalah tempat untuk kuburan massal, karena pada saat itu banyak masyarakat yang diberondong peluru tajam dan dimasukkan kedalam lubang tersebut. Masyarakat merasa ditipu oleh pemerintah.

2.3 Mata Pencaharian (Perekonomian)

Pada awal tahun 1960an, mata pencaharian masyarakat Desa Mandoge bertumpu kepada perladangan berpindah. Tanaman utama yang ditanam masyarakat adalah Padi. Setiap keluarga memiliki tanaman padi sendiri, jadi pada masa itu masyarakat tidak membeli beras, bekerja sampingan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lain seperti membeli ikan, garam dan pakaian.

Tata cara penanaman padi ini adalah pertama-tama setiap keluarga melakukan pembukaan lahan (mengimas) dengan cara menebang pohon-pohon kayu. Setelah proses pembukaan selesai kemudian tunggul-tunggul kayu dibakar. Setelah pembakaran selesai, kemudian lahan didiamkan beberapa hari, lalu dilanjutkan


(35)

dengan proses penugalan atau melubangi tanah untuk tempat bibit padi di tanam. Setelah penanam bibit selesai barulah membangun gubuk atau rumah untuk tempat

tinggal di ladang, yang terbuat dari atap nipah dan dinding dari kulit kayu.20

Tanaman padi ini akan dipanen setelah 6 bulan. Selama proses ini, di sekitar tanaman padi juga akan ditanam dengan berbagai jenis tanaman tumpang sari seperti cabai, sayuran, terong, bawang dan lainnya untuk kebutuhan sehari-hari. Selain itu juga pembersihan lahan disekitar tanaman padi untuk menghindari gulma atau rumput

liar dilakukan dengan cara mengguris.21

Setelah padi dipanen, kemudian akan dibawa kerumah ataupun lumbung dan dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama akan ditumbuk untuk mendapatkan beras dan dikonsumsi. Sedangkan bagian yang kedua akan disimpan untuk persediaan cadangan makanan, apabila panen periode selanjutnya gagal. Lahan padi yang sudah dipanen kemudian digunakan untuk berladang dan ditanami dengan kacang, cabai,

terong dan hasilnya akan dibawa ke Rabuan.22

Selain berladang dan menanam padi, mata pencaharian lainnya yang dilakukan masyarakat adalah membalok, memancing, mencari rotan, membuat gula merah, mencari getah hutan, dan mencari bambu kecil. Membalok atau mencari balok kayu dilakukan oleh orang laki-laki dewasa, balok-balok kayu ini akan dijual ke

20Hasil wawancara dengan Bapak M. Djamil Sitorus, Dusun V Desa Bandar Pasir Mandoge, 22 Maret 2015, pukul 16.05 WIB.

21Mengguris, membersihkan lahan disekitar tanaman padi menggunakan alat khusus menyerupai cangkul, namun berukuran lebih kecil, dan biasa digunakan dilahan padi darat.

22

Rabuan, Pekan (Pasar) tempat masyarakat menjual hasil panen dan membeli pakaian dan juga kebutuhan dapur lainnya seperti garam dan ikan asin, dan pedagangnya berasal dari Siantar, Simalungun dan juga Kisaran (Tanjung Balai) yang diadakan setiap hari Rabu.


(36)

Tokeh23

Membuat Gula merah, hanya orang-orang tertentu yang membuat gula merah ini. Karena perlu keahlian khusus. Gula merah ini terbuat dari air nira batang bagot ataupun kelapa. Kemudian akan dijual ke pekanan ataupun dijual kepada tetangga untuk menambah modal belanja di pekanan seperti membeli pakaian dan

balok dan akan dibawa ke Tanjung Balai. Cara membawa balok ini ada dua dan diberi nama balok darat dan balok air. Balok air, yaitu dihanyutkan dengan rakit melalui aliran sungai Silau ke Tanjung Balai sedangkan balok darat dijemput Tokeh menggunakan truk balok langsung kelokasi. Kayu-kayu yang akan dihanyutkan diikat terlebih dahulu menjadi satu bagian menggunakan rotan. Kemudian akan dihanyutkan menuju hilir sungai Silau di Kisaran dan Tanjung Balai. Biasanya kayu-kayu ini juga akan dibawa ke malaysia dan singapura.

Selain membalok, ada juga masyarakat yang mencari rotan, rotan-rotan ini diberi nama yang berbeda seperti Rotan Soga, Mallo, Lobu. Selain batangnya, buah rotan juga diambil untuk dijual. Batang rotan akan diikat menjadi satu dengan dengan panjang rata-rata 3 Meter. Rotan-rotan ini akan debeli oleh Tokeh Johannis yang berasal dari Siantar.

Ada juga masyarakat yang mencari getah, getah ini adalah getah hutan yang tumbuh tanpa ditanam oleh masyarakat. Getah-getah ini akan dikumpulkam menjadi satu dan akan dijual ke pekanan dan dibeli oleh Tokeh Tayyib yang berasal dari Kisaran.

23

Tokeh, artinya pedagang yang menguasai pembelian satu jenis barang pada satu wilayah, seperti tokeh balok, tokeh getah, tokeh rotan.


(37)

garam.Membuat Gula merah ini juga merupakan keahlian turun temurun dari beberapa keluarga.

Mencari buah rotan dan bambu kecil. Selain batang rotan, buah rotan atau yang biasa disebut Jorlang juga akan diambil oleh masyarakat untuk dijual. Bersamaan dengan bambu kecil yang biasa disebut Bambu Longgade yang diikat dengan ukuran sama panjang sekitar 4.20 Meter. Bambu dan buah Jorlang tadi akan

dikumpulkan dan dijual kepada pengepul yang berasal dari Kisaran.24

Tanaman sayuran yang ditanam di lahan bekas menanam padi kemudian akan dipanen. Hasil panensayuran akan dibawa menuju ke Pekan Rabuan dengan cara dipikul. Dengan berat rata-rata 25 Kg per pikul. Masyarakat yang memikul hasil panen ini akan berjalan kaki menuju ke Pekan Rabuan. Perjalanan ini memakan waktu sekitar satu hari berjalan kaki. Karena Pekanan masih berada di Kampung Ujung Sipinggan. Dalam rute perjalanan menuju ke Pekan Rabuan ini ada satu tempat peristirahatan (persinggahan) di Kampung Buntu Maraja, yang dinamakan Adian

Dumoli.25Setelah beristirahat, masyarakat akan melanjutkan perjalanan mereka

kembali. Di pekan Rabuan masyarakat berbelanja kebutuhan dapur untuk persediaan selama satu minggu.Di Pekan Rabuan ini juga sudah terdapat beberapa pedagang yang berasal dari Siantar, Simalungun dan juga Kisaran.

24Hasil Wawancara Dengan Ibu N. Br. Dolok Saribu, Dusun VI Desa Bandar Pasir Mandoge, 24 Maret 2015, Pukul 20.30 WIB.

25

Adian Dumoli, penamaan yang diberikan masyarakat setempat yang berasal dari 2 kata, Adian (Bahasa Batak) yang berarti Persinggahan dan Dumoli yang berarti Pohon Kayu Dumoli. Tempat Peristirahatan ini tepat berada di bawah batang kayu Dumoli yang sangat rindang.


(38)

2.4 Sosial, Budaya, dan Pendidikan

Didalam kehidupan sosialnya, masyarakat mengenal sistem Marsiadapari, sebagian masyarakat menyebutnya dengan sambatan, yaitu sistem tolong menolong secara bergantian tanpa upahan seperti pembukaan lahan dan membangun rumah. Apabila ingin membuka lahan, maka kerabat terdekat akan diundang untuk ikut membantu membuka lahan, menanam, dan juga memanen.Kerabat yang membantu tidak diberi gaji hanya diberi makan setiap harinya. Biasanya sistem ini terdiri dari 4-5 keluarga sesuai dengan kesepakatan. Mereka hanya mengandalkan ikatan kekeluargaan. Hal ini berlaku secara bergantian bagi setiap anggota kelompok.

Tolong menolong ini juga berlaku apabila ada kerabat atau ibu-ibu yang ingin

melahirkan, akan ada acara lek-lekan26

Pada prosesi melahirkan biasanya akan dibantu oleh dukun beranak, karena belum ada bidan. Memotong uri menggunakan belahan bambu yang sudah

selama 3 hari 3 malam di rumah si ibu tersebut. Dan malam terakhirnya para kerabat yang hadir tidak akan tidur semalaman. Kerabat yang datang berkunjung biasanya juga membawa beras, gula dan kelapa untuk buah tangan, dan untuk membantu keluarga dari ibu yang melahirkan. Para kerabat yang datang akan membuat kue-kue basah seperti lemet dan gorengan untuk tamu yang berhadir. Tamu yang hadir tidak akan tidur untuk menjaga si ibu dan bayinya.Diatas pintu rumah juga biasanya akan diletakkan bambu kuning sebagai penangkal roh-roh ghaib.

26

Lek-lekan: menjenguk ibu-ibu yang melahirkan, dan ikut menjaga di rumah agar terhindar dari serangan roh-roh ghaib.


(39)

dibersihkan. Kemudian diberi ramuan yang terbuat dari induk kunyit dan sirih serta

kapur, supaya luka sehabis melahirkan bisa cepat kering.27

Dimasyarakat juga sudah mengenal istilah Sunat Rasul atau bersih badan. Prosesi ini akan dibantu oleh seorang Mudim Kampung.

Setelah itu si ibu juga akan diberi ramuan khusus untuk diminum sebagai jamu.

28

Orang yang akan disunnat biasanya disuruh pagi-pagi sekali atau subuh untuk mandi di jurang. Apabila sudah menggigil baru akan disunnat. Proses ini untuk menggantikan peran bius yang belum ada pada waktu itu. Alat-alatnya menggunakan pisau khusus seperti pisau lipat. Setelah selesai disunnat, akan dihangatkn menggunakan api kecil. Perbannya terbuat dari kain putih yang lembut dan diberi putih telur ayam kampung yang berperan sebagai lem. Setelah dibungkus, orang yang disunnat akan diberi ramuan yang terbuat

dari daun-daunan khusus untuk diminum sebagai obat.29

Apabila ada satu keluarga yang ingin melakukan acara atau hajatan, kerabatnya akan membantu dan biasanya bertandang / bertamu selama 2 hari sampai acara selesai.Masyarkat telah mengenal acara pelamaran. Mengundang kerabat terdekat untuk acara hajatan. Tamu yang diundang sekitar 40an orang. Undangannya terbuat dari anyaman pandan. Anyaman tadi akan disimpul sesuai lama hari menuju Jika lukanya sudah kering akan diolesi dengan ramuan yang terbuat dari sarang semut yang digiling halus dan dicampur dengan daun Sanggani (Sanduluk).

27Hasil Wawancara dengan Ibu Kalsum Br. Manurung, Dusun VI Desa Bandar Pasir Mandoge, 22 Maret 2015, Pukul 13.00 WIB.

28

Mudim Kampung, Seseorang yang ahli atau Spesialis Sunat Rasul dalam suatu kampung. 29

Hasil Wawancara dengan Ibu Khalifah Br. Naibaho, Dusun VI Desa Bandar Pasir Mandoge, 21 Maret 2015, Pukul 13.30 WIB.


(40)

hari H pelaksanaan pesta. Anyaman tadi akan diberikan kepada keluarga yang diundang. Setiap harinya simpulan anyaman tadi akan dipotong untuk menghitung mundur hari pesta. Jadi, apabila ada keluarga yang salah memotong simpul anyaman, bisa dipastikan akan lupa jadwal pesta atau hajatan tersebut.

Belum ada catatan Sipil, hanya memanggil orang KUA supaya datang kerumah untuk menjadi saksi pernikahan. Para tamu undangan biasanya juga akan membawa beras, kelapa dan juga ayam pada saat acara hajatan berlangsung, hal ini karena masih kentalnya rasa kekeluargaan diantara masyarakat. Acara pernikahan juga sudah menerapkan acara upah-upah karena adanya percampuran Budaya antara Batak Toba dan juga Melayu. Acara hiburannya menggunakan alat musik Batak (Tortor), Menggual, dengan alat lengkap seperti Seruni, Gong, Gondang.

Berbicara tentang tingkatan pendidikan, hampir seluruh masyarakat masih belum berpendidikan.pada awal 1955, karena keterbatasan pengetahuan dan masih minimnya pusat pendidikan, sebagian besar anak-anak kampung hanya ikut membantu orang tua mereka masing-masing untuk berladang, mencari kayu,mengangkat air, dan juga menjual hasil panen mereka ke pekanan. Sekolah pada waktu itu juga masih sebatas SR (Sekolah Rakyat).

2.5 Infrastruktur

2.5.1 Infrastruktur Jalan

Pada awal tahun 1960, jalan penghubung antar kampung sudah ada. Namun keadaan jalan masih sangat sederhana. Masih bertanahdan juga berpasir Putih, dan hampir disepanjang jalan masih terdapat lubang yang besar. Jalan ini memiliki lebar


(41)

sekitar 3-4 Meter dan sudah bisa dilewati oleh truk-truk tentara dan juga truk pengangkut balok kayu. Jalan ini sudah terhubung ke Tanah Jawa dan Siantar. Hal ini ditandai dengan sudah adanya jembatan penghubung yang terletak di Kampung Ujung Sipinggan. Jembatan ini diperkirakan dibangun pada Tahun 1936 oleh Pemerintahan Kolonial Belanda.

Jalan menuju ke Kisaran juga sudah ada. Namun tidak melewati jembatan Sei Silau, jalan yang sekarang. Masih melalui Kampung Jati Sari, masuk dari Simpang Gori, melewati beberapa kampung dan keluar dari Simpang B.W. Tinggi Raja.

2.5.2 Pusat Perkantoran dan Pemerintahan

Pada tahun 1958-1959, dibangun kantor PUTER PERA30 di kampung Pasar

Bambu31 dan juga markas tentara di kampung Buntu Maraja. Tujuan pembangunan

ini untuk memperkuat koordinasi pertahanan melawan kelompok pemberontak yang bergerilya di hutan.Pada tahun 1960 kemudian dilanjutkan dengan pembangunan

kantor Polisi yang berada di Kampung Huta Padang. 32 Bangunannya sangat

sederhana, berdinding papan dan beratap nipah. Namun personil kepolisian hanya

berjumlah 5 orang.33

Padaawal tahun 1960an, Kantor Kepala Kampung belum ada, masih bertempat dirumah Kepala Kampung itu sendiri.Baru pada tahun 1961 didirikan

30PUTER PERA : Pusat Teritorial Pertahanan Rakyat

31Lokasi Kantor PUTER PERA tepat berada di komplek Kantor KORAMIL saat ini. 32

Lokasi Kantor Polisi tepat berada di komplek Pasar (Pekan) Sabtuan Desa Huta Padang. 33

Hasil Wawancara dengan Bapak Kopral (Purn) Jumpalit Ginting, Dusun III Desa Bandar Pasir Mandoge, Pukul 15.00 WIB.


(42)

Kantor Balai Desa 34

Bangunan SD N 010113 ini tebuat dari papan dan atap nipah dan berlantaikan tanah. Bangunan direnovasi pada tahun 1974 menggunakan atap seng.Bangunannya hanya memiliki satu ruangan, namun didalamnya disekat menjadi beberapa

di sebelah kantor PUTER PERA. Bangunannya masih menggunakanatap nipah dan berdinding papan. Pada tahun 1963 Kantor Balai Desa ini atapnya direnovasi menggunakan atap seng. Kantor Balai Desa ini dibangun dengan dana sukarela dari seluruh masyarakat. Setiap hari Rabu diadakan pertemuan dengan masyarakat di Kantor Balai Desa.

2.5.3Infrastruktur Pendidikan.

Bangunan sekolah pertama adalah SR, yang terletak dikampung Ujung Sipinggan, bersebelahan dengan Pekan Rabuan. Namun sekolah ini tidak bertahan lama dan hanya sampai kelas 3.Sekolah-sekolah lain selain SR juga sudah ada. Akan tetapi diselenggarakan oleh pihak Gereja, sepertiSekolah GMI Huta Padang. Bangunan sekolahnya juga menumpang di bangunan gereja. Begitu juga dengan tenaga pengajarnya yang berasal dari suster-suster gereja tersebut.

Baru pada tahun 1961 dibangun Sekolah Dasar Negeri pertama dengan nomor 010113 di kampung Buntu Maraja tepat bersebelahan dengan asrama tentara. Walaupun status sekolah negeri, tetapi tenaga pengajarnya masih berstatus honorer.Setahun berikutnya sekolah ini mendapat guru PNS pertama. Guru pertamanya adalah Guru Darjo, namun beliau tidak betah dan hanya sebentar mengajar disekolah ini.


(43)

kelas.Setiap kelasnya hanya ada siswa beberapa orang.Total siswanya berjumlah 21 orang. Uang sekolahnya Rp. 7 / bulan, atau bisa diganti dengan beras 5 mug / bulan. Setiap ujian kelulusan harus pergi ke Bandar Pulau untuk mengikuti ujian, padahal

jaraknya sangat jauh dari Mandoge. Tenaga pengajarnya hanya 2 orang.35

Pada tahun 1962, dibangun sebuah balai kesehatan dengan nama BKIA : Balai Kesehatan Ibu dan Anak.

Guru sekolah tinggal di rumah sekolah. Setiap hari, siswanya disuruh mengambil air secara bergiliran untuk kebutuhan minum dan masak para guru.

2.5.4 Kesehatan

36

Bangunan ini didirikan bersebelahan dengan Kantor PUTER PERA. Tujuan utama pendirian bangunan inidiperuntukkan bagi Ibu dan Anak yang rentan terhadap penyakit dan untuk mengurangi resiko kematian pada saat melahirkan. Namun Pada waktu itu banyak juga masyarakat yangberobat dan memeriksakan penyakit-penyakitlain seperti demam, Malaria dan TBC ke balai kesehatan ini. Karena belum adanya bangunan puskesmas yang permanen. Orang-orang yang bertugas di BKIA ini juga masih Bidan Desa dan Mantri Kesehatan yang ditugaskan oleh pemerintah kabupaten dan belum ada dokter khusus yang ditugaskan di BKIA ini.

35

Hasil Wawancara dengan salah seorang tokoh masyarakat Bapak S. Surbakti, Dusun II Desa Bandar Pasir Mandoge, 19 Maret 2015, Pukul 16.30 WIB.


(44)

BAB III

DESA BANDAR PASIR MANDOGE MENJADI IBU KOTA KECAMATAN TAHUN 1964

3.1 Alasan Dipilihnya Desa Bandar Pasir Mandoge Menjadi Ibukota Kecamatan Sebelum Dibentuknya Pemerintahan Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Desa Bandar Pasir Mandoge masuk kedalam Wilayah Kewedanan / Kecamatan Bandar Pulau.Seorang Asisten Wedana ditugaskan ke wilayah Mandoge sebagai utusan dari Wedana / Camat Bandar Pulau. Asisten Wedana ini datang seminggu sekali ke Mandoge, yaitu setiap Hari Rabu pada saat Pekan Rabuan berlangsung. Pada masa ini, campur tangan Camat terhadap pemerintahan desa sangat kentara. Karena kades harus tunduk dan bertanggung jawab kepada camat.

Pemilihan Desa Bandar Pasir Mandoge menjadi Ibukota Kecamatan Bandar Pasir Mandoge karena beberapa alasan, yaitu :

Letak Geografis Desa Bandar Pasir Mandoge yang lebih strategis dibandingkan dengan 3 desa lainnya yang menjadi desa inti pada saat pembentukan Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, yaitu Desa Huta Padang, Huta Bagasan dan Silau Jawa.Letak Desa Bandar Pasir Mandoge berada ditengah antara 2 kota pusat pemerintahan, yaitu Kota Pematang Siantar dan juga Kota Kisaran.

Desa Bandar Pasir Mandoge juga sudah memiliki nama besar, karena memiliki sejarah yang cukup panjang. Pusat perdagangan pada masa Kolonial Belanda berada di sebuah pelabuhan yang masuk kedalam wilayah Desa Bandar Pasir Mandoge sehingga memiliki nilai historis. posisinya yang berada ditengah dari


(45)

desa-desa yang lain juga lebih mudah untuk dijangkau penduduk desa-desa lain untuk menuju Pusat Pemerintahan Kecamatan. Nama Kecamatan juga menggunakan nama Desa, yaitu Bandar Pasir Mandoge.

Komposisi jumlah penduduk yang sudah memadai. penduduknya lebih banyak dari pada desa yang lain, walaupun berimbang dengan jumlah penduduk Desa Huta Padang. Sehingga menjadikan Desa Bandar Pasir Mandoge memiliki potensi SDM yang cukup untuk menjadi sebuah Ibukota kecamatan.

Desa Bandar Pasir Mandoge sudah memiliki Pemerintahan Desa yang sah karena telah dipilih langsung oleh masyarakat, dan sudah bertanggung jawab kepada Asisten Wedana yang ditugaskan dari Bandar Pulau. Asisten Wedana ini akan datang ke Desa Bandar Pasir Mandoge setiap hari Sabtu.

Di Desa ini juga sudah ada dibangun asrama tentara di Desa Buntu Maraja yang bersebelahan dengan SD N 010113. Sehingga tingkat keamanan desa ini lebih baik dibandingkan dengan desa yang lain. Di desa ini juga sudah ada kantor polisi.

Desa Bandar Pasir Mandoge juga telah memiliki Sekolah Dasar Negeri yang pertama, yaitu SD N 010113 yang terletak di Kampung Buntu Maraja. Walaupun pada saat itu guru sekolahnya masih berstatus guru honorer. Sedangkan di Desa lain belum ada sekolah formal, kalaupun ada hanya sekolah yang berafiliasi kepada sekolah keagamaan seperti SD yang ada di Desa Huta Padang yang berada dibawah naungan Gereja Methodist. Sehingga gurunya juga berasal dari Gereja-gereja seperti Pastor dan Suster.


(46)

3.2 Langkah-langkah Persiapan Pembentukan Kecamatan Bandar Pasir Mandoge

Desa Bandar Pasir Mandoge juga sudah memiliki pemerintahan desa, yang dipimpin oleh Kepala Kampung, dan masih bertanggung jawab kepada Asisten Wedana Bandar Pulau. Namun untuk pengurusan surat menyurat masih ke Kantor Wedana di Bandar Pulau. Jarak dari Mandoge ke Bandar Pulau sangat jauh, sehingga dianggap memberatkan bagi masyarakat Mandoge.Kebutuhan akan surat menyurat dan kebutuhan kantor pemerintahan oleh masyarakat sudah sangat dibutuhkan. Oleh karena itudiusulkan untuk pembentukan wilayah kecamatan baru pemekaran dari wilayah Kecamatan / Kewedanan Bandar Pulau.

Hubungan antara masyarakat dengan Pemerintahan Kecamatan juga sulit dijangkau, baik itu pengurusan segala hal seperti administrasi dan pendidikan.Dalam hal pendidikan misalnya, siswa yang akan melakukan ujian kelulusan harus mengikuti ujian di Desa Bandar Pulau. Para siswa ini akan berangkat satu hari sebelum pelaksanaan ujian. Supaya mereka tidak terlambat untuk mengikuti ujian.Hubungan antar masyarakat di Mandoge dengan masyarakat di Bandar Pulau juga kurang terjalin dengan baik dalam hal kehidupan Sosial dan Ekonomi. Hal ini terjadi karena jauhnya jarak tempuh untuk menuju pekan Bandar Pulau oleh masyarakat Mandoge, sehingga menyebabkan kurang terjalinnya interaksi sosial dan juga ekonomi antara masyarakat Bandar Pasir Mandoge dan Bandar Pulau.


(47)

3.3Proses Pembentukan Kecamatan Bandar Pasir Mandoge

Sebagaimana cita-cita bangsa Indonesia, sebagai bagian dari sistem pemerintahan, kecamatan dibentuk untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat, melaksanakan ungsi pemerintahan, dan memberdayakan masyarakat dalam rangka mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Pembentukan kecamatan baru dikabupaten Asahan juga bertujuan sama untuk memajukan masyarakat yang ada di suatu daerah tersebut, contohnya pembentukan kecamatan Bandar Pasir Mandoge.

Adapun syarat-syarat pembentukan kecamatan baru adalah kecamatan baru sekurang-kurangnya memenuhi 4 syarat, yakni jumlah penduduk, luas wilayah, bagian wilayah kerja, dan sarana dan prasarana pemerintahan. Syarat Jumlah Penduduk untuk wilayah Sumatera Paling sedikit 2.000 Jiwa atau 400 KK dengan

luas wilayah paling sedikit 5km2.37

Oleh karena itu, untuk memajukan kawasan Bandar Pasir Mandoge maka Pemerintah Kabupaten Asahan membentuk sebuah kecamatan yang baru yang

Bagian wilayah kerja kecamatan wilayahnya harus dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan masyarakat. Ketersediaan sarana dan prasarana pemerintahan menjadi syarat mutlak, seperti memiliki kantor pemerintahan, memiliki jaringan perhubungan yang lancar, sarana komunikasi dan fasilitas umum yang memadai.

37

Permendagri Nomor 31 Tahun 2006, dalam buku : Tri Ratnawati, Pemekaran Daerah, Politik Lokal dan Beberapa Isu Terseleksi, Pustaka Pelajar : 2009, hal. 54.


(48)

dimekarkan dari Kecamatan Bandar Paulau sebagai kecamatan Induknya dengan nama Kecamatan Bandar Pasir Mandoge. Namun pembentukan kecamatan baru ini tidak dapat langsung dilakukan karena harus melewati beberapa tahapan. Adapaun alur yang harus dilewati dalam pembentukan satu kecamatan baru adalah :

1. Prakarsa dan Kesepakatan masyarakat untuk membentuk sebuah

Kecamatan yang baruyang melibatkan masyarakat dan unsur pemerintahan desa dan kecamatan Induk, dalam hal ini masyarakat Bandar Pasir Mandoge, Huta Bagasan, Huta Padang dan Silau Jawa dan juga unsur Pemerintahan dari Kecamatan Bandar Pulau.

2. Mengadakan rapat bersama kepala desa dari 4 desa yang mengajukan

usulan dan kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang pembentukan Kecamatan.

3. Mengajukan usul pembentukan Kecamatan kepada Bupati Asahan melalui

Camat Bandar Pulau, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD dan rencana wilayah administrasi Kecamatan yang akan dibentuk.

4. Melakukan observasi ke Desa-desa yang akan dijadikan Kecamatan baru,

yang dilakukan oleh tim dari Kabupaten Asahan yng hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati Asahan.

5. Menyiapkan rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan

Kecamatan hasil pembahasan pemerintah desa, BPD dan unsur masyarakat kepada DPRD Asahan dalam forum rapat Paripurna DPRD.


(49)

6. Melakukan pembahasan atas rancangan Peraturn Daerah tentang pembentukan Kecamatan yng dilakukan oleh DPRD dan Bupati yang disaksikan unsur masyarakat.

7. Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan Kecamatan yang telah

disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.

8. Mengundangkan Peraturan Daerah didalam Lembaran Daerah jika

Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan Kecamatan dianggap

Syah.38

Proses pembentukan Kecamatan Bandar Pasir Mandoge berawal dari usulan masyarakat 4 Desa, yaitu Bandar Pasir Mandoge, Huta Bagasan, Huta Padang dan Silau Jawa kepada Camat Bandar Pulau hal ini dikarenakan jarak yang terlalu jauh dari 4 desa tersebut untuk menuju pusat pemerintahan Kecamatan Bandar Pulau, dan juga masih belum tersedianya infrastruktur jalan yang baik sehingga menyulitkan masyarakat untuk melakukan proses surat menyurat seperti pengurusan surat kartu keluarga, surat tanah dan sebagainya. Kemudian usulan ini disampaikan Camat Bandar Pulau kepada Bupati Asahan untuk ditindak lanjuti. Kemudiaan usulan ini dibawa Bupati Asahan dalam Rapat Paripurna DPRD Asahan yang juga sekaligus membahas pemindahan ibukota pemerintahan Kabupaten Asahan dari Kota Tanjung Balai ke Kota Kisaran berdasarkan keputusan rapat Paripurna DPR-GR Tk II Kab.

38


(50)

Asahan No.3/DPR-GR/1963. 39 Didalam rapat ini juga dibahas Pembentukan

Kecamatan Bandar Pasir Mandoge yang masih tergabung dibawah Kecamatan Bandar Pulau. Dalam keputusan ini disahkan pembentukan Kecamatan baru bernama Kecamatan Bandar Pasir Mandoge.Namun keputusan ini masih bersifat administrative dan mulai digunakan tahun 1964 dengan penunjukan langsung asisten Wedana yang bertugas di Kecamatan Bandar Pasir Mandoge. Kemudian keputusan itu akhirnyadisahkan dan diperkuat dengan SK Menteri Dalam Negeri Nomor 821.26-432 tanggal 27 Januari 1986 dengan 4 Desa Induk, yaitu Desa Huta Padang, Desa Bandar Pasir Mandoge, Desa Huta Bagasan dan Desa Silau Jawa. Didalam SK tersebut juga ditetapkan Desa Bandar Pasir Mandoge sebagai Ibukota Kecamatan

Bandar Pasir Mandoge.40

Keputusan Mendagri itu juga bersamaan dengan ditetapkannya wilayah kerja pembantu Bupati Asahan yang terbagi dalam tiga wilayah kerja setelah Kota Kisaran menjadi Kota Administratif pada tahun 1986, yaitu Wilyah I berkedudukan di lima Puluh meliputi 5 Kecamatan, Wilayah II berkedudukan di Air Joman meliputi 5 Kecamatan, dan Wilayah III berkedudukan di Buntu Pane yang meliputi 5 Kecamatan juga. Dimana Kecamatan Bandar Pasir Mandoge termasuk kedalam Wilayah Kerja Pembantu Bupati Asahan yang berkedudukan di Buntu Pane.

39

Litbang, Pembukuan Unsur Rupabumi, Administrasi dan Alami Kec. Bandar Pasir Mandoge Kab. Asahan, Pemkab Asahan : Kisaran, 2011. Hal. 65.


(51)

BAB IV

PERKEMBANGANDESA BANDAR PASIR MANDOGE SETELAH MENJADI IBU KOTA KECAMATAN TAHUN 1964-1998

4.1 Perkembangan Jumlah Penduduk

Pada awal Tahun 1950an, jumlah penduduk di Desa Bandar Pasir Mandoge masih berkisar 70 KK. Yang mayoritasnya adalah Suku Batak Toba. Jumlah Penduduk ini terus bertambah sedikit demi sedikit sampai awal Tahun 1960, jumlah

penduduk sudah bertambah menjadi 100 KK.41

Setelah dibentuknya Kecamatan, satu persatu perantau berdatangan ke wilayah Mandoge, dan pada awal tahun 1970 tercatat Jumlah Penduduk Kecamatan Bandar Pasir Mandoge sudah berjumlah 2115 Jiwa, jumlah penduduk Desa Bandar Pasir Mandoge 135 KK.

Seiring berjalannya waktu Jumlah Penduduk semakin bertambah pada awal pembentukan Kecamatan Pada Tahun 1964, dimana Jumlah Penduduk Kecamatan Bandar Pasir Mandoge berjumlah total 1930 Jiwa dari 4 desa yang tergabung ddalam kecmatan tersebut yaitu Desa Huta Padang, Bandar Pasir Mandoge, Silau Jawa dan Huta Bagasan.

42

41

Hasil Wawancara Dengan Bapak Bulqaini Simanjuntak, Dusun V Desa Bandar Pasir Mandoge, 20 Maret 2015, Pukul 10.00 WIB.

42Arsip Kantor Kecamatan Bandar Pasir Mandoge.

Pada tahun 1974, masuklah sebuah perusahaan pemerintah yang bernama PTP VII (PTP N IV sekarang) kewilayah Bandar Pasir Mandoge untuk melakukan pencheckingan, yaitu mengukur membeli lahan-lahan masyarakat kemudian diganti rugi untuk dijadikan lahan perkebunan sawit.


(52)

Pada Tahun 1975 PTP VII melakukan pembayaran ganti rugi kepada masyarakat Mandoge yang tanahnya diambil alih oleh perusahaan. Untuk melakukan pembukaan lahan, awalnya perusahaan ingin mempekerjakan penduduk asli Bandar Pasir Mandoge, tetapi banyak masyarakat yang tidak mau dan menganggap menjatuhkan derajat apabila bekerja diperkebunan. Akhirnya PTP VII mendatangkan para pekerja dari Tanah Jawa, Siantar, Simalungun dan sekitarnya dan juga orang-orang Jawa yang sudah bekerja di PTP N III untuk mengisi tempat sebagai karyawan perkebunan. Sejak saat itu dimulailah pertambahan jumlah penduduk di Bandar Pasir Mandoge yang semakin tinggi. Kemudian pada Tahun 1976 PTP VII melakukan pembukaan lahan pertama dan membuat pembibitan.Untuk mendukung keberhasilan pembukaan dan penanaman, maka PTP VII mendirikan 10 Afdeeling untuk tempat

tinggal para karyawannya yang mana setiap Afdeeling berisi 200 KK.43

Pada Tahun 1981, Kecamatan Bandar Pasir Mandoge mendapatkan jatah program Perkebunan Inti Rakyat dari Pemerintah Kabupaten seluas 500 Ha. Tempatnya berada di Desa Bandar Pasir Mandoge. PIR ini adalah perkebunan yang dikelola oleh Koperasi Unit Desa yang ditunjuk oleh Pemerintah Kabupaten yaitu KUD Sinar Tani. Pada Tahun 1983, dilanjutkan dengan pendirian P.T.Usaha Sejak Tahun 1976 pertambahan Jumlah Penduduk di Kecamatan Bandar Pasir Mandoge meningkat signifikan, didominasi oleh suku Jawa, sehingga tercatat jumlah penduduk pada tahun 1980 berjumlah 8765 Orang, sedangkan jumlah Penduduk di Desa Bandar Pasir Mandoge berjumlah 1173 KK atau 3140 Orang.


(53)

Swadaya Perdana seluas 674 Ha, yang kemudian berganti nama menjadi P.T. United Sumatera Plantation, dan saat ini dikuasai oleh P.T. Bakrie Sumatra Plantation, yang juga masuk kedalam kawasan Bandar Pasir Mandoge.Pada Tahun 1985-1986 dilanjutkan kembali program Perkebunan Inti Rakyat seluas 600 Ha di wilayah Silau

Jawa. Dan pada Tahun 1986-1987 juga seluas 500 Ha.44

Kemudian pada Tahun 1989, Gubernur Sumut memberi legalitas izin lokasi kepada Perusahaan Swasta PT. SPR (Sawit Persada Raya) BP Mandoge untuk mendirikan perkebunan di wilayah Bandar Pasir Mandoge.Kemudian dilanjutkan dengan pendirian Perusahaan Perseorangan seperti P.T. Aren, P.T. Jaya Baru Pertama, P.T. Nagali, dan juga Perkebunan Perorangan seperti Manurung, Huta Barat, dan juga Sinuraya.Secara otomatis dengan adanya PIR, Perkebunan Swasta dan Perkebunan Perorangan ini juga menambah jumlah penduduk Desa Bandar Pasir Mandoge karena banyaknya para pendatang yang mencari pekerjaan di Perkebunan ini.

Pada tahun 1990, perkembangan jumlah penduduk sudah berkembang dengan sangat signifikan. Komposisi penduduk menjadi lebih heterogen, bahkan lebih didominasi oleh orang-orang pendatang efek dari masuk dan berkembangnya perkebunan dan juga infrastruktur pendukung lainnya, menjadikan Desa Bandar Pasir Mandoge ini semakin ramai. Berbagai suku telah masuk ke daerah ini untuk menjadi pekerja dan tinggal menetap di daerah tersebut.


(54)

Tahun Jumlah KK Desa

Bandar Pasir Mandoge

Jumlah Penduduk Desa Bandar Pasir Mandoge

Jumlah Penduduk Kecamatan Bandar Pasir Mandoge

1950 60 490 1380

1960 100 537 1930

1970 135 692 2115

1975 415 1315 3408

1980 1173 3140 8765

1990 1688 4512 18120

1998 2270 6782 31.509

Tabel. 1. : Jumlah Pertambahan Penduduk.(Sumber Wawancara dan Arsip Kantor Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Tahun 1998).

NO Nama Desa Laki-laki Perempuan

1 B.P Mandoge 3.390 3.410

2 Suka Makmur 1.660 1.575

3 Huta Padang 2946 2.885

4 Huta Bagasan 2.560 2.382


(55)

6 Sei Nadoras 1.164 1.123

7 Silau Jawa 1.108 1.110

8 Tomuan Holbung 1.102 1.013

9 Gotting Sidodadi 803 779

Tabel 2 : Perbandingan Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin. (Sumber BPS ASAHAN 2010).

Nama Suku Jumlah Persentase

Jawa 10.073 30.23%

Batak 21.299 66.93%

Melayu 347 1.04%

Minang 219 0.65%

Aceh 52 0.15%

Banjar 162 0.48%

Lainnya 164 0.49%

Tabel3 : Penduduk Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Berdasarkan Suku.(Sumber : BPS ASAHAN1998).


(56)

Agama Jumlah

Islam 20.940

Protestan 10.650

Katholik 324

Budha ---

Hindu ---

Konghucu ---

Tabel 4. Penduduk Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Berdasarkan Agama. (Sumber : BPS ASAHAN 1998)

NAMA KEPALA DESA BANDAR PASIR MANDOGE

TAHUN MENJABAT

TAHUN BERHENTI

Muhammad Yusup (Kepala Kampung) 1952 1960

Rawini Sinurat (Pak Ketua) 1960 1964

Cinep Ginting (Plt) 1964 1967

Rawini Sinurat 1967 1975

Cinep Ginting 1975 1980

Rawini Sinurat 1980 1990

Hazanul Asnan Butar-butar 1990 1995


(57)

Nur Hasbi Manurung 2000 2003

H. Syahril S.Ag 2003 2005

H. Syahril S.Ag 2005 2008

Irwadi 2008 2010

Irwadi 2010 2015

Ahmad Mukhtar 2015 ___

Tabel. 5. Daftar Nama Kepala Desa Bandar Pasir Mandoge. (Sumber : Arsip Kantor Desa Bandar Pasir Mandoge 2010).

NAMA CAMAT BANDAR PASIR MANDOGE

TAHUN MENJABAT

TAHUN BERHENTI

Tumbuk Bangun (Assisten Wedana) 1964 1967

Zarnamin Butar-butar 1967 1970

Muslimsah B.A 1970 1974

Sihat Siregar 1974 1975

Saut Sianipar 1975 1978

Marihot Hutagalung 1978 1980

Wilmar Siagian 1980 1981

Hotman Sitohang 1981 1983


(58)

Hotman Sitohang 1988 1993

Sorimuda Siregar 1993 1998

Firiadi 1998 2000

Hotman Hasibuan 2000 2005

M. Azmi Ismail 2005 2009

Murdy (Plt) 2009 2010

M. Andry Simatupang 2010 2015

Sofyan Manullang 2015 ___

Tabel. 6. Daftar Nama Camat Bandar Pasir Mandoge. Sumber : Arsip Kantor Camat Bandar Pasir Mandoge (2010).

4.2 Perkembangan Mata Pencaharian (Perekonomian)

Mata Pencaharian masyarakat Desa Bandar Pasir Mandoge awalnya hanya mengandalkan sistem pertanian ladang berpindah, dengan komoditas utama adalah padi dan palawija. Namun seiring berjalannya waktu, pada awal Tahun 1970an, sudah ada beberapa masyarakat yang beralih ketanaman karet hutan sebagai sumber penghasilan utama selain bertani dan membalok.

Sistem perekonomian akan berjalan lancar apabila didukung ketersediaan pusat perdagangan yaitu pasar. Pada Tahun 1975, Pasar atau Pekan Rabuan dipindahkan ke kawasan pusat pemerintahan Kecamatan. Pasar yang ini sudah bersifat modern apabila ditinjau dari segi komoditinya. Pasar ini terdiri dari banyak komoditi yang


(59)

dijual, tetapi tidak menjual karet lagi karena karet djual langsung oleh petani kepada agen yang datang ke rumah-rumah atau ladang.

Namun setelah masuknya perkebunan pada tahun 1975, komoditas utama penghasilan masyarakat juga mulai berubah. Dengan adanya perkebunan ini menambah wawasan masyarakat didalam hal pembudidayaan tanaman kelapa sawit. Sehingga pada Tahun 1976 Masyarakat sudah mulai lebih fokus kepada budidaya tanaman keras seperti kelapa sawit dan karet yang juga ditanam oleh perkebunan. Memang masih sebahagian masyarakat yang melirik tanaman keras ini sebagai komiditas utama pertanian, dengan alasan belum berpengalaman masih susah untuk menjual hasilnya. Namun, setelah dibangunnya pabrik kelapa sawit oleh PTP IV pada

Tahun 198245

Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan desa dan masyarakatnya sudah layak baik dari segi ekonomi dan sosial yang sudah terangkat. Sehingga pada Tahun 1998, pada saat terjadinya krisis moneter masyarakat Desa Bandar Pasir Mandoge tidak merasakan dampak yang berarti. Karena pada masa itu penghasilan rata-rata masyarakat adalah Rp. 3.015.000 / Bulan

, perkebunan rakyat juga semakin meluas.Bahkan pada tahun 1990, tanaman utama masyarakat didominasi oleh kelapa sawit dan tanaman karet. Sudah tidak ada lagi masyarakat yang menanam padi dan juga sayuran.

46

45

Arsip Kantor Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Tahun 1990 46Catatan Pribadi Bapak Bulqaini Simanjuntak.

dengan berbudi daya kelapa sawit. Sehingga muncul julukan dari para pedagang yang ada di Kota Kisaran bahwa Bandar Pasir Mandoge adalah kampung Dollar.


(60)

4.3 Perkembangan Tingkat Pendidikan

Perkembangan Tingkatan Pendidikan di Desa Bandar Pasir Mandoge. Satuan pendidikan yang pertama adalah SR yang didirikan pada Tahun 1957 yang berlokasi di kampung Buntu Maraja.Kemudian diganti menjadi SD N 010113 pada Tahun 1961. Pada masa itu hanya beberapa anak kampung saja yang bisa mendapatkan pendidikan. Karena pada masa itu masyarakat tidak menganggap penting pendidikan dan lebih memilih menyuruh anak mereka membantu orang tua bekerja diladang.Guru Negeri pertmanya adalah Guru Darjo yang ditugaskan dari Kota Kisaran. namun beliau tidak betah dan hanya mengajar bebrpa bulan saja di SD ini.

Kemudian beliau mengundurkan diri.47

47

Hasil Wawancara dengan Bapak S. Surbakti, Dusun II Desa Bandar Pasir Mandoge, 19 Maret 2015, Pukul. 15.00 WIB.

Kemudian setelah adanya pemerintah kecamatan, barulah pada Tahun 1973 dilanjutkan dengan pembangunan SD baru melalui program InPres SD N 010112 Huta Padang. Masih melalui InPres Tahun 1975 didirikan SD N 014731 Silau Jawa. Pada Tahun 1977 didirikan SD N 014732 Huta Bagasan bersamaan dengan SD N 014733 Perladaan dan jugaSD Swasta milik PTP IV di negerikan statusnya menjadi SD N 016442.Selanjutnya didirikan SD N 016528 di Ujung Sipinggan dan juga SD N 016529 di Dusun VI Desa Bandar Pasir Mandoge. Dengan semakin banyaknya Sekolah-sekolah Dasar ini semakin banyak pula anak-anak kampung yang memperoleh pendidikan.


(61)

Untuk melanjutkan pendidikan ke Tingkat Menengah, sbagian anak-anak Desa Bandar Pasir Mandoge melanjutkan pendidikan ke Kota Kisaran. mereka yang bersekolah di Kisaran mau tida mau harus in the kost ataupun tinggal di tempat saudara. Kemudian pada Tahun 1984 didirikanlah Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Pertama di Dusun VI Desa Bandar Pasir Mandoge dengan nama SMP N 1 Bandar Pasir Mandoge.

NO Nama Desa SLTP SLTA D3 S1-S2

1 B.P Mandoge 1161 1182 73 22

2 Suka Makmur 1058 994 24 18

3 Huta Padang 1438 1457 46 23

4 Huta Bagasan 1009 1146 22 12

5 Sei Kopas 772 732 28 17

6 Sei Nadoras 856 782 23 15

7 Silau Jawa 689 776 20 16

8 Tomuan Holbung 633 527 16 12

9 Gotting Sidodadi 157 70 4 3

Tabel 7. Perbandingan Tingkat Satuan Pendidikan antara Penduduk Desa Bandar Pasir Mandoge dengan penduduk desa-desa yang lainnya. (Sumber : BPS ASAHAN 2010).


(62)

4.4 Perkembangan Infrastruktur

4.4.1 Perkembangan Infrastruktur Jalan

Suatu daerah akan maju apabila 3 aspek utamanya telah terpenuhi, yaitu ketersedian jalan, adanya jaringan listrik dan juga persediaan air yang cukup baik. Oleh karenanya Pemerintah Kabupaten Asahan melalui Dinas Pekerjaan Umum dan staek holder pendukung melakukan pembangunan jalan mulai dari pelebaran, pengerasan dan juga pengaspalan yang dilakukan secara bertahap selama beberapa tahun.

Pada Tahun 1970, keadaan jalan masih sama seperti Tahun 1960an yang berpasir dan bertanah putih. Namun jalan untuk menuju ke kawasan perladangan sudah mulai lebar. Pada Tahun 1975 setelah masuk perkebunan, mulai dibangun jalan-jalan penghubung untuk menuju ke pondok affdeeling. Pada Tahun 1985, dibukalah jalan baru lingkar Ibukota Kecamatan dengan Nama Jalan Perintis

Kemerdekaan, Jalan Pasar Bambu dan Jalan Pasar Bambu II.48

Begitu juga dengan pembukaan jalan menuju kawasan perkebunan swasta P.T. Jaya Baru Pertama dan P.T Sinuraya yang sekarang menjadi jalan Ring Road antara Kecamatan Bandar Pasir Mandoge dan Kecamatan Bandar Pulau. Pembukaan jalan ini diprakarsai oleh pemerintahan desa. Pembangunan jalan ini juga mendapat penghargaan dari Pemerintah Kabupaten Asahan sebagai juara I lomba pembangunan daerah yang mandiri. Karena dalam pembangunan awal jalan tersebut dananya berasal dari sumbangan sukarela masyarakat Bandar Pasir Mandoge itu sendiri. Akan


(63)

tetapi Pmerintah Desa danKecamatan menolak hadiah sebagai juara I dengan alasan tidak mau direpotkan dengan tamu-tamu yang akan datang ke Desa Bandar Paasir Mandoge untuk meninjau langsung lokasi pembangunan, dan pemerintah Desa hanya mau diberikan gelar sebagai juara ke II saja.

Pada Tahun 1985, kebanyakan masyarakat hanya menggunakan Sepeda sebagai sarana trnasportasinya. Hanya 1 atau 2 orang saja yang memiliki sepeda motor, itupun hanya orang-orang yang sudah dianggap mampu atau berkecukupan. Biasanya orang-orang yang memiliki tanah yang cukup luas yang bisa membeli sepeda motor ini.

Pada Tahun 1986, Jalan Tanah Jawa-Ujung Sipinggan sepanjang 35 KM sudah dilakukan pengerasan, walaupun pengerasan ini dilakukan secara berthap. Setelah proses pengerasan selesai, baru kemudian pada tahun 1990 dilanjutkan dengan Pengaspalan / hotmix untuk meningkatkan kualitas jalan dari dan menuju Tanah Jawa ataupun Pematang Siantar ke Bandar Pasir Mandoge.

Setelah masuknya perkebunan, pada Tahun 1988 semakin banyak mobilisasi masyarakat dari Desa Mandoge dan juga karyawan kebun, yang menuju Kota Kisaran danKota Siantar untuk berbelanja, angkutan umum sudah ada tetapi hanya 3 unit. C.V. Sinarta tujuan Siantar 1 unit dan C.V Maslab tujuan Mandoge-Kisaran sebnyak 2 unit. Perjalanan yang ditempuh untuk menuju kekisaran memakan

waktu 1 hari.49

49

Hasil Wawancara Dengan Bapak Minansyah Aritonang, Dusun VI Desa Bandar Pasir Mandoge, 21 Maret 2015, Pukul 20.00 WIB.


(64)

Pada Tahun 1990 dimulai pengerasan jalan dari Ujung Sipinggan menuju Kisaran sejauh 45 KM. Begitu juga pengerasan jalan Perintis Kemerdekaan di Perladaan, Desa Suka Makmur sepanjang 3,5 KM. Dan pada Tahun 1991-1992dilanjutkan dengan proyek pengaspalan / hotmix jalan dari Ujung

Sipinggan-Kisaran yang dilakukan oleh P.T. Ku Dong yang berasal dari Korea.50

50

Hasil Wawancara Dengan Bapak Santo Manurung, Dusun III Desa Bandar Pasir Mandoge, 19 Maret 2015, Pukul 15.00 WIB.

Memasuki Tahun 1998 akses jalan baik dari Bandar Pasir Mandoge menuju ke Kisaran dan juga ke Tanah-Jawa / Pematang Siantar sudah sangat baik karena sudah diaspal hotmix. Dengan adanya jalan ini semakin memudahkan mobilisasi baik itu masyarakat, barang, jasa ataupun hasil perkebunan dan pertanian sehingga taraf kehidupan Masyarakat di Desa Bandar Pasir Mandoge Kecamatan Bandar Pasir Mandoge semakin tinggi.

4.4.2 Perkembangan Pusat Perkantoran Dan Pemerintahan

Kita tahu bahwa untuk mendukung berjalan lancarnya pelayanan pemrintah terhadap masyarakat harus didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang baik pula. Oleh karenanya Pemerintahaan Kecamatan bandar Pasir Mandoge dibantu dengan masyarakat membangun pusat kantor dan pemerintahan. Setelah dibentuknya Pemerintahan Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, pada Tahun 1965 dibangunlah Kantor Koramil di Desa Bandar Pasir Mandoge menggantikan Kantor PUTER PERA yang lama. Posisinya berdekatan dengan Kantor lamanya. Bangunan Kantor Koramil ini sudah masih berdinding papan dan beratap rumbia.


(65)

Kemudian pada Tahun 1971, dibangunlah Kantor Camat Bandar Pasir Mandoge

di sebelah kantor Koramil pada masa kepemimpinan Muslimsah B.A.51

51Arsip Kantor Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Tahun 1990

Bangunannya masih semi permanen dan beratap seng. Pembangunan ini didukung penuh oleh masyarakat, yang mana sebagian dan untuk pembangunan kantor ini bersal dari dana sukarela masyarakat yang digerakkan oleh perangkat-prangkat desa setempat. Bahkan yang mendirikan bangunan adalah masyarakat Desa Bandar Pasir Mandoge yang bekerj tanpa dibayar.

Pada Tahun 1974, untuk mendukung ketersediaan sarana kesehatan untuk masyarakat Kecamatan Bandar Pasir Mandoge maka dibangunlah Puskesmas di Desa Bandar Pasir Mandoge menggantikan BKIA yang sebelumnya bersebelahan dengan Kantor Koramil. Kemudian pada Tahun 1978 dilakukan penambahan bangunan dilokasi Puskesmas untuk menambah ruangan pasien dan kantor.

Semakin bertambahnya jumlah masyarakat, maka semakin dibutuhkan juga sistem keamanan yang baik. Oleh karena itu, pada Tahun 1975, dibangunlah Kantor Polisi di kampung Ujung Sipinggan, yang lokasinya berdekatan dengan komplek perumahan karyawan kebun PTP IV, menggantikan Kantor Polisi yang berada di Desa Huta Padang.Bangunannya masih semi permanen dan hanya terdiri dari 3 ruangan. Seiring berjalannya waktu, kemudian pada Tahun 1985 Kantor Polisi dipindahkan ke lokasi yang sekarang (Dusun V Desa Bandar Pasir Mandoge) dan bangunannya sudah permanen.


(1)

Gambar 12 : Tipe Rumah Penduduk Tahun 1980an. (Koleksi Pribadi Pebulis).

Gambar 13 : Tipe Rumah Panggung khas Desa Bandar Pasir Mandoge 1965an. (Koleksi Pribadi Penulis).

\Gambar 14 : Tipe Rumah Panggiung Khas Desa Bandar Pasir Mandoge 1965an. (Koleksi Pribadi Penulis


(2)

Gambar 15 : Gambaran Kehidupan sederhana Masyarakat Desa Bandar Pasir Mandoge Tahun 1980.

(Koleksi Pribadi Bapak Wagimin)

Gambar 16ParaPekerja Perkebunan Pada saat pembukaan Lahan Perkebunan Pada Tahun 1975. (Koleksi Pribadi Bapak Wagimin).


(3)

Gambar 17 : Pasukan Batalion 13 yang bermarkas di Kampung Buntu Maraja. (Koleksi Pribadi Bapak Jumpalit Ginting).

Gambar 18 : Kantor Camat Bandar Pasir Mandoge saat ini. (Koleksi Pribadi Penulis).

Gambar 19 : Kantor Koramil 14 Bandar Pasir Mandoge (Koleksi


(4)

Gmbar 20 : Kantor POS Kecamatan Bandar Pasir Mandoge. (Koleksi Pribadi Penulis).

Gambar 21 : Kantor Dinas Pendidikan Kecamatan Bandar Pasir Mandoge (Koleksi Pribadai Penulis).

Gambar 22 : PUSKESMAS Kecamatan Bandar Pasir Mandoge (Koleksi Pribadi Penulis).


(5)

Gambar : SMP N 1 Bandar Pasir Mandoge.


(6)

Gambar 23 : Gapura perbatasan Desa Bandar Pasir Mandoge dengan Desa Suka Makmur.

Gambar : Gapura Selamat Datang PT. PN IV Unit Bandar Pasir Mandoge

Gambar : Gapura Perbatasam antara Desa Bandar Pasir Mandoge dengan Desa Huta Padang.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Motivasi Dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan PTPN IV Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan

16 173 128

Studi Deskriptif Dan Peran Biduan Dalam Pertunjukan Keyboard Erotis Di Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Studi Kasus Grup Riny Jaya Keyboard

5 80 118

Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Tehnik Menyusui Yang Benar Di Desa Sei Kopas Kecamatan Bandar Pasir Mandoge

2 47 70

Dampak Pelaksanaan Kaderisasi Serikat Petani Indonesia (Spi) Basis Simpang Kopas Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tani Di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan

0 39 191

Pengembangan Potensi Air Terjun Ponot Di Kabupaten Asahan (Studi deskriptif daya tarik wisata air terjun Ponot di Desa Tangga, Kecamatan Aek Songsongan, Kabupaten Asahan)

21 119 124

Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Tehnik Menyusui Yang Benar Di Desa Sei Kopas Kecamatan Bandar Pasir Mandoge

0 7 70

KEHIDUPAN MASYARAKAT JAWA DI KECAMATAN BANDAR PASIR MANDOGE.

1 10 51

TANGGAPAN ORANG TUA YANG BERSTATUS SINGLE PARENT TERHADAP PENDIDIKAN ANAK PADA KELUARGA ETNIS BATAK TOBA DI DESA HUTA PADANG BANDAR PASIR MANDOGE KABUPATEN ASAHAN.

1 7 28

DAMPAK JUDI TOGEL (TOTO GELAP) TERHADAP PERILAKU KEPALA KELUARGA DI DESA SILAU JAWA KECAMATAN BANDAR PASIR MANDOGE KABUPATEN ASAHAN (STUDI KASUS 5 KELUARGA).

2 48 25

PROFIL PEREMPUAN SEBAGAI BURUH HARIAN LEPAS (MENOL) DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV SEI KOPAS, KECAMATAN BANDAR PASIR MANDOGE, KABUPATEN ASAHAN.

0 1 25