Unggah-Ungguh Basa Landasan Teoretis

menderita kecemasan berbicara karena ia tahu akan dinilai. Karena tahu akan dinilai bukan membuatnya bersemangat dalam berbicara tetapi kebanyakan mereka cemas jika berhadapan dengan penilai karena mereka ingin menampilkan sesuatu yang maksimal agar nilai mereka bagus dalam kata lain mereka menderita nervous grogi, 3 kecemasan berbicara dapat menimpa bukan hanya pada pemula, tetapi juga orang- orang yang terkenal sebagai pembicara-pembicara yang baik. Hal ini seringkali terjadi apabila pembicara berhadapan dengan situasi yang asing dan ia merasa tidak siap. Melihat faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan berbicara yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang ada kebanyakan muncul dalam diri seseorang yang merasa tidak percaya diri dan tidak ada keberanian untuk berbicara. Para pembicara harus dapat menghilangkan rasa tersebut karena dalam berbicara yang dilihat bukan hanya dapat berbicara atau tidak tetapi juga pengucapan bunyi, penempatan tekanan, nada dan durasi. Bahkan pemilihan diksi dan ketetapan sasaran juga sangat penting.

2.2.4 Unggah-Ungguh Basa

Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah Propinsi Jawa Tengah. Sebagai salah satu bahasa daerah, bahasa Jawa merupakan bahasa yang beragam karena di dalam bahasa Jawa terdapat tingkatan-tingkatan bahasa atau disebut juga sebagai unggah- ungguh basa. Unggah-ungguh basa tersebut yang harus dipatuhi oleh pemakainya sebagai cermin kesopansantunan atau tata krama dalam berbicara. Kesopansantunan dalam berbicara dapat dilihat ketika seseorang berbicara selain memperhatikan kaidah-kaidah tata bahasa, juga harus memperhatikan siapa orang yang diajak berbicara. Jika kita berbicara dengan orang tua, orang yang lebih tua, atau orang yang dituakan tentunya berbeda jika kita berbicara denga anak kecil, orang yang lebih muda, atau orang yang dimudakan. Itulah yang dinamakan unggah- ungguh basa. Menurut Poedjasoedarmo dkk dalam Sasangka 2004:14 unggah-ungguh bahasa Jawa disebut sebagai tingkat tutur bahasa Jawa, yang terdiri atas 1 ngoko, 2 madya dan, 3 krama. Hal ini sama dengan yang dijelaskan Purwo dalam Sasangka 2004:14 yang juga membagi tingkat tutur bahasa Jawa menjadi ngoko, madya, dan krama. Berbeda dengan pendapat Poedjasoedamo dan Purwo, Sudaryanto dalam Sasangka 2004:16 membagi tingkat tutur bahasa Jawa menjadi empat yaitu ngoko, ngoko alus, krama, dan krama alus. Menurut Hardyanto dan Utami 2001:47 tingkat tutur bahasa Jawa unggah- ungguhing basa pada dasarnya ada dua macam, yaitu ragam ngoko dan ragam krama. Ragam ngoko meliputi ngoko lugu dan ngoko alus. Ragam krama meliputi krama lugu dan krama alus. Ragam ngoko adalah bentuk unggah-ungguh basa yang intinya adalah leksikon ngoko, bukan leksikon yang lain Sasangka, 2004:95. Apabila di dalam ragam krama tidak terdapat kata-kata krama inggil, ragam tersebut menjadi ragam ngoko lugu. Akan tetapi, apabila di dalam ragam ngoko terdapat kata-kata krama inggil, ragam tersebut berubah menjadi ragam ngoko alus. Ragam krama adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang intinya adalah leksikon krama, bukan leksikon lain Sasangka, 2004:104. Apabila di dalam ragam krama tidak terdapat kata-kata krama inggil, ragam tersebut menjadi ragam krama lugu. Akan tetapi, apabila di dalam ragam krama terdapat kata-kata krama inggil, ragam tersebut berubah menjadi krama alus.

2.2.5 Ragam Bahasa Jawa Krama