1.1. Latar Belakang dan Permasalahan
Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia dengan luas tanaman kelapa sekitar 3,85 juta ha dan produksi sekitar 16,498 miliar butir kelapa 3,3 juta
ton setara kopra. Namun, hal ini tidak lantas menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor produk agroindustri kelapa terbesar di dunia, karena menurut
Coconut Statistical Yearbook APCC 2009, total luas lahan kelapa yang dimiliki Indonesia hanya mampu menghasilkan ekspor senilai US 578,972 juta sehingga
Indonesia bukan negara pengekspor kelapa terbesar di dunia Puspa, 2011. Salah satu hasil olahan kelapa yang banyak diusahakan oleh masyarakat
Indonesia adalah kopra. Komoditi ini umumnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak kelapa. Kopra dihasilkan dari daging buah kelapa yang
dikeringkan. Daging buah kelapa tua segar mempunyai kandungan air sekitar 50 dan lemak 30. Setelah menjadi kopra kandungan lemaknya menjadi 60-65, air
5-7, zat organis karbohidrat, selulose, protein 20-30, dan mineral 2-3 Palungkun, 1999.
Dalam hitungan APCC, produksi kelapa nasional tahun 2011 hanya 3,45 juta ton setara kopra. Padahal, tahun 2010 produksi kelapa nasional diperkirakan
mencapai 3,5 juta ton - 3,7 juta ton setara kopra. Artinya, produksi tahun 2011 menurun sekitar 6,7. Kementrian Pertanian RI memprediksi produksi kopra jauh
lebih rendah daripada perkiraan APCC. Kementrian Pertanian RI meramalkan, produksi kelapa nasional tahun 2011 hanya mencapai 3,29 juta ton setara kopra.
Target ini naik 0,9 dari produksi tahun 2010 yang sebanyak 3,26 juta ton setara kopra Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Selain produksi yang merosot, kenaikan harga kopra juga disebabkan karena pertumbuhan permintaan. Harga kopra di tingkat pedagang pengumpul yang
sudah mencapai Rp 9.500 hingga Rp 10.000 per kg. Harga ini sudah naik sekitar 44 ketimbang harganya pada bulan Februari yang masih sekitar Rp 6.500
hingga Rp 7.000 per kg Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2011.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ekspor kopra pada April 2011 tercatat sebanyak 58.164 ton. Jumlah ini meningkat 345,9 dibanding ekspor kopra
Maret 2011 yang sebesar 13.042 ton. Sepanjang Januari-April 2011 ekspor kopra sebanyak 112.417 ton Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2011.
Kopra dapat memberikan sumbangan devisa yang cukup berarti bagi negara
produsen dan merupakan mata pencaharian jutaan petani, yang mampu memberikan kehidupan bagi puluhan juta keluarganya Suhardiyono,1988.
Salah satu kendala yang menyebabkan pendapatan petani kopra masih rendah
yaitu kurangnya industri pengolahan kopra. Masalah tersebut menyebabkan petani tidak mempunyai alternatif lain untuk memasarkan kopra. Padahal dari komoditi
ini mempunyai nilai ekonomis dan prospek pasar yang baik Palungkun,1999. Kebanyakan petani belum mampu menghasilkan level produk yang lebih tinggi
dari sekedar komoditas raw material. Padahal suatu produk akan dinilai sesuai dengan nilai tambah yang ada pada produk tersebut. Semakin tinggi nilai tambah
yang dimiliki oleh produk tersebut maka semakin tinggi kepuasan konsumen. Pada akhirnya, konsumen akan menghargai produk tersebut dengan lebih
mahal. Berbagai upaya dilakukan agar industri pengolahan tanaman perkebunan
Universitas Sumatera Utara
dapat bersaing sehingga semakin besar nilai tambah yang akan dihasilkan. Pada akhirnya, peningkatan nilai produk tersebut dapat meningkatkan
pendapatan para pelaku pengolahan tanaman perkebunan, terutama para petani Husodo dkk, 2004.
Pembuatan kopra yang dilakukan oleh masyarakat Desa Silo Baru dengan bahan
bakunya daging kelapa yang berasal dari tanaman kelapa yang dibudidayakan. Pembuatan kopra ini akan memberikan nilai tambah yang jauh lebih besar
sehingga mampu memberikan kontribusi nilai ekonomis yang tinggi dan dapat meningkatkan pendapatan petani. Peningkatan nilai tambah yang cukup besar
akan memberikan dampak yang berarti, karena daya beli industri pengolahan kelapa terhadap bahan baku kelapa akan lebih tinggi.
Kopra ini akan memberikan nilai tambah yang lebih besar sehingga mampu
memberikan kontribusi nilai ekonomis yang tinggi. Oleh karena itu, pembuatan kopra perlu menjadi salah satu bahan kajian untuk mengetahui nilai tambah yang
diperoleh dari pembuatan kopra tersebut.
Salah satu masalah dalam pemasaran hasil pertanian adalah kecilnya persentase harga yang diterima oleh petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen. Salah
satu faktor dalam masalah tersebut adalah lemahnya posisi petani di dalam pasar. Hal ini sangat merugikan para petani dan juga masyarakat konsumen. Harga yang
rendah di tingkat petani akan menyebabkan menurunnya minat petani untuk meningkatkan produksinya dan harga yang tinggi di tingkat konsumen
menyebabkan konsumen akan mengurangi konsumsi Ginting, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Persoalan mutu dan harga kopra merupakan bagian dari masalah pemasaran kopra yang tidak bisa dipisahkan karena mempunyai dampak langsung terhadap pihak-
pihak yang terkait dalam pemasaran kopra. Selain itu adanya peran dari pedagang perantara yang cenderung menambah kompleksitas upaya perbaikan dari mutu
kopra. Sistem tata niaga kopra di Kabupaten Asahan pada umumnya petani sebagian
besar memasarkan kopra melalui pedagang pengumpul, sedangkan yang langsung ke kilang pengolahan sangat kecil jumlahnya. Dalam upaya menjamin agar bahan
baku minyak tersedia setiap saat, biasanya kilang pengolahan minyak kelapa memberikan modal usaha kepada pedagang pengumpul desa sebagai panjar untuk
melancarkan pembelian kelapa kepada petani. Dalam sistem ini terjadilah perang panjar antara kilang pengolahan minyak kelapa untuk mengikat pedagang
pengumpul sebanyak mungkin. Dengan demikian maka perang panjar lebih menarik perhatian para pedagang pengumpul dari pada tingkat harga yang
berlaku. Demikian juga halnya yang menarik perhatian petani adalah tingkat panjar dari pedagang pengumpul.
Dalam kenyataannya petani tetap berada di pihak yang lemah dan selalu
dipermainkan oleh pedagang-pedagang pengumpul yang berfungsi sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi mereka menyedot uang panjar dari kilang yang satu ke
kilang lainnya. Di sisi lain, pedagang pengumpul berkuasa penuh untuk menetapkan harga di tingkat petani, apalagi jika petani tersebut telah terjerat
hutang pada pedagang tersebut. Sebaiknya dilakukan perbaikan harga di tingkat petani dengan fasilitasi pihak pemerintah untuk turun tangan dalam menetapkan
Universitas Sumatera Utara
floor price kopra, agar harga tidak mudah dipermainkan oleh pedagang-pedagang
besar. Dan perlunya dibentuk KUD yang dapat membantu petani dalam memasarkan kopra.
Pada sistem pemasaran kopra, pendapatan petani akan meningkat dengan semakin
efisiennya tata niaga kopra. Sistem tata niaga dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani kepada konsumen
dengan biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen terakhir kepada semua pihak
yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan tata niaga barang tersebut Mubyarto, 1989.
Persoalan kelancaran pemasaran sangat tergantung pada kualitas produk yang
dihasilkan oleh petani produsen dan juga upaya penyempurnaan kinerja lembaga- lembaga pemasaran dan sistem pemasaran itu sendiri sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan serta kualitas tingkat kesejahteraan petani kopra yang memadai.
Berdasarkan permasalahan dan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Analisis nilai tambah dan pemasaran kopra di Desa Silo Baru, Kecamatan Silau Laut, Kabupaten Asahan.
1.2. Identifikasi Masalah