Kinerja Pelayanan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset

16 a. Opini laporan keuangan pemerintah daerah dengan target Wajar Tanpa Pengecualian, namun masih terdapatnya pengelolaan barang milik daerah yang tidak memilik bukti kepemilikikan, nilai barang milik daerah yang tidak teridentifikasi sehingga pencapaian target opini terhadap laporan pengelolaan keuangan daerah masih wajar tanpa pengecualian. b. Penetapan Perda APBD tepat waktu dengan target tanggal 31 Desember tahun sebelumnya, realisasi target ini dapat tercapai bahkan penetapan APBD tahun anggaran 2012 dan 2013 masing-masing tanggal 27 Desember dan 28 Desember. c. Persentase realisasi belanja terhadap anggaran belanja dari target sebesar 95 terealisasi sebesar 95,09 Artinya penyerapan anggaran bisa dikatakan cukup baik sehingga alokasi anggaran yang ada bisa dimanfaatkan untuk pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. d. Persentase sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu terhadap total pendapatan dengan target kurang dari 10 , dengan realisasi sebesar 7,77 yang berarti bahwa sisa anggaran yang tidak termanfaatkan berjumlah lebih kecil dari target yang ditetapkan. e. Persentase efisiensi belanja daerah. Dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah perlu diperhatikan efisiensi penggunaan anggaran daerah dalam arti terdapat sisa dari anggaran belanja yang digunakan. Namun efisiensi tersebut harus dibatasi sehingga jangan sampai terjadi dana idle atau yang tidak dipergunakan oleh pengguna anggaran. Untuk tahun 2012 target efisien belanja ini adalah sebesar minimal 5 atau apabila realisasi belanja kurang dari 5 dari total belanja maka efisien belanja perlu dipertanyakan. Sementara realisasi sebesar 4,91 . Hal ini disebabkan bahwa pada Perubahan APBD 2012 dilakukan pengetatan anggaran di SKPD termasuk melakukan penyesuain terhadap anggaran yang kemungkinan bersisa seperti TPPNS, BBM, Gaji dan tunjangan. f. Persentase belanja pegawai terhadap total belanja dengan target sebesar 50 ternyata realisasinya 62 berarti alokasi belanja untuk keperntingan pegawai masih cukup besar, hal ini disebabkan terjadinya kenaikan belanja gaji pokok setiap tahun dan tunjangan profesi guru serta tambahan penghasilan guru PNSD. 17 g. Persentase belanja modal terhadap total belanja dengan target 29 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2010 – 2014, namun realisasi sebesar 14,4 karena keterbatasan pendanaan daerah untuk membiayai belanja modal. 2. Sasaran strategis Optimalisasi penerimaan daerah dengan Indikator kinerja sebagai berikut : a. Kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah. Kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah mencerminkan kemandirian daerah untuk membiayai kebutuhan pendanaan dalam penyelenggaran pemerintahan. Target tahun 2012 sebesar 10 , karena keterbatasan sumber daya alam, namun realisasi sebesar 10,68 . Kontribusi terbesar dari PAD ini adalah pendapatan dari RSUD Dr. Adnaan WD. b. Persentase realisasi penerimaan pajak daerah Jumlah penerimaan pajak daerah pada tahun anggaran 2012 sebesar Rp. 5.720.646.198,- dari target yang ditetapkan sebesar Rp.5.710.408.000,- atau capaian 100,18 . Dari penerimaan pajak daerah tersebut yang paling besar memberikan kontribusi terhadap PAD adalah dari pajak penerangan jalan yaitu sebesar Rp.3.453.650.903,- diikuti pajak restoran dan BPHTB masing-masing penerimaan sebesar Rp. 952.791.138,- dan Rp.757.596.550,-. c. Persentase realisasi penerimaan retribusi daerah Jumlah penerimaan dari retribusi daerah pada tahun anggaran 2012 sebesar Rp.7.515.311.400,- dari target sebesar Rp. 8.901.526.197,- atau capaian 84,43. Tidak tercapainya penerimaan retribusi daerah ini terutama berasal dari retribusi penggantian biaya cetak akte capil dimana realisasi tahun anggaran 2012 sebesar Rp.33.530.000,- atau 60,96 dari target sebesar Rp. 55.000.000,-, selanjut retribusi pemakian alat pemadam kebakaran dari target Rp. 31.500.000,- terealisasi sebesar Rp. 20.317.500 atau 64,50 dan retribusi parkit ditepi jalan umum target sebesar Rp. 1.250.000.000,- dapat direalisir sebesar Rp. 823.081.000,- atau 65,85. 3. Sasaran strategi meningkatnya pengetahuan aparatur dalam pengelolaan keuangan daerah dan barang milik daerah dengan indikator sasaran sebagai berikut : a. Jumlah aparatur yang mengikuti sosialisasi keuangan daerah. 18 Jumlah aparatur pengelola keuangan daerah yang mengikuti sosialisasi sebanyak 76 orang antara Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD, bendahara pengeluaran dan bendahara penerimaan atau capaian 100. b. Jumlah aparatur yang mengikuti bimbingan teknis pengelolaan barang milik daerah. Jumlah aparatur yang mengikuti bimbingan teknis pengelolaan barang milik daerah sebanyak 93 orang, yang diikuti oleh penyimpan dan pengurus barang di SKPD. Capaian sebesar 100. Dengan diikutinya sosialisasi pengelolaan keuangan daerah dan bimbingan teknis pengelolaan barang milik daerah diharapkan pengetahuan aparatur lebih meningkat dan pada gilirannya pengelolaan keuangan daerah akan lebih kedepannya.

3.4. Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan SKPD.

Berdasarkan analisis terhadap rencana strategis kementerian terkait dan Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Propinsi Sumatera Barat dan hasil telaahan terhadap rencana tata ruang wilayah yang berimplikasi sebagai tantangan dan peluang bagi pengembangan pelayanan SKPD pada lima tahun mendatang, dimana tantangan dan peluang tersebut sebagai berikut :

a. Peluang

1. Adanya peraturan perundang-undangan yang memberikan keleluasaan bagi daerah untuk mengelola potensi yang ada. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah serta diikuti dengan Undang-undang lainnya seperti Undang-undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menggali potensi yang ada dalam hal pemungutah pajak daerah dan retribusi daerah, namun sepanjang yang dibolehkan oleh peraturan perundang-undangan tersebut. Disamping sumber-sumber pendapatan asli daerah, pendanaan lainnya yang digunakan untuk pembangunan daerah adalah dana perimbangan 19 berupa Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. 2. Adanya komitmen yang sama antara pemerintah pusat dan pemerintah propinsi untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah. Komitmen pemerintah pusat dan pemerintah propinsi yang secara terus- menerus mengupayakan peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah yang diwujudkan dengan memberikan pusnish dan reward terhadap pemerintah daerah yang pengelolaan keuangan daerahnya dinilai baik seperti memberikan dana insentif daerah dan memberikan sangsi bagi daerah yang terlambat penetapan perda APBD dengan melakukan penundaan terhadap transfer Dana Alokasi Umum. 3. Letak Geografis Kota Payakumbuh yang berada pada pintu gerbang Sumatera Barat bagian Timur dan merupakan daerah relatif aman dari akibat yang ditimbulkan gempa dan tsunami. Letak geografis Kota Payakumbuh yang berada di pintu gerbang Sumatera Barat Bagian Timur yang dilewati oleh masyarakat Kota Pekanbaru yang menuju ke Kota Padang, Bukittinggi atau kabupatenKota lainnya diwilayah Sumatera Barat memberikan peluang bagi daerah untuk menarik masyarakat dari kota Pekanbaru untuk singgah dan menginap di Kota Payakumbuh. Disisi lain Kota Payakumbuh yang relatif aman dari akibat yang ditimbukan gempa dan tsunami sehingga para investor akan lebih tertarik melakukan investasi di Kota Payakumbuh dibandingkan di Kota Padang. Dari kondisi tersebut pada gilirannya akan membawa dampak terhadap pendapatan asli daerah. 4. Tersedianya anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah melalui kementerian terkait dan Propinsi Sumatera Barat. Pemerintah setiap tahun mengalokasikan dana perimbangan berupa Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus serta Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak kepada daerah, sepanjang penerimaan negara mengalami peningkatan maka penerimaan daerah dari dana trasfer ini juga meningkat, sehingga dapat membiayai kebutuhan belanja aparatur maupun belanja pembangunan bagi peningkatan pelayanan masyarakat. Disamping itu, Pemerintah Propinsi juga mengalokasikan dana bagi 20 hasil pajak untuk Kabupatenkota dan alokasi dana lainnya baik berupa bantuan keuangan maupun dana dekonsentrasi.

b. Tantangan

1. Terjadinya perubahan SOTK dan mutasi sehingga menimbulkan dampak psikologis pada aparatur. Perubahan struktur organisasi tata kerja akibat adanya beberapa perubahan peraturan yang dilahirkan oleh Pemerintah seperti pengalihan kewenangan pemungutan BPHTB dan PBB P2 sehingga fungsi-fungsi tersebut harus diakomodir dalam struktur organisasi. Disisi lain terjadinya mutasi dan promosi yang menimbulkan dampak psikologis pada aparatur, disamping itu pejabat pengelola keuangan daerah tidak bisa dilakukan secara instan namun harus dimulai dari bawah sehingga pejabat lebih memahami pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah untuk memberikan telaahan terkati dengan kebijakan yang akan diambil atau ditetapkan oleh kepala daerah. 2. Peraturan Pemerintah sering berobah-obah. Peraturan pemerintah tentang pengelolaan keuangan yang relatif sering berobah-robah antara lain pedoman pengelolaan keuangan daerah yang sudah beberapa kali dirobah dan terakhir lahirnya peraturan tentang standar akuntansi pemerintah daerah yang harus diimplementasikan pada tahun 2014. 3. Kurangnya kesadaran masyarakat dan dunia usaha dalam membayar pajak dan retribusi daerah. Kurangnya kesadaran masyarakat dan dunia usaha membayar pajak dan retribusi, antara lain pemungutan pajak restoran yang seharusnya dilakukan oleh pengelola rumah makan atau restoran kenyataan masih banyak yang tidak melakuka hal ini dan kasus-kasus lainnya seperti pembayaran PBB. 4. Kurangnya personil yang memiliki keahlian di bidang keuangan dan teknologi informasi. Dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah dan aset daerah, perlu dilakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia SDM, SDM ini bukan hanya kebutuhan DPPKA tetapi juga kebutuhan