25 4. Peningkatan kualitas belanja daerah dalam APBD.
5. Penetapan dan penyampaian Rancangan Perda APBD dan Rancangan Perda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
6. Meningkatkan kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah.
Berdasarkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi dan arah kebijakan di atas dan dikaitkan dengan identifikasi permasalahan-permasalahan
pelayanan DPPKA, maka dapat disampaikan beberapa faktor-faktor
penghambat dan pendorong pelayanan DPPKA yang dapat mempengaruhi pencapaian visi dan misi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai
berikut : 1. Faktor penghambat.
a. Masih kurangnya kualitas SDM aparatur di bidang pengelolaan keuangan dan aset daerah.
Untuk mengatasi kekurangan kualitas SDM ini, bisa dilakukan dengan memberikan kursus, pelatihan atau pendidikan formal secara bertahap.
b. Belum adanya SKPD yang secara spesifik menangani teknologi informasi.
Apabila ada SKPD yang mengelola teknologi informasi seperti Kantor Inforkom atau Kantor Pengolah Data Elektronik maka penanganan
jaringan dapat dilakukan secara tersentral dan lebih efisien, tidak seperti saat ini masing-masing SKPD yang memiliki sistim informasi seperi
SIPKD, LPSE, E-KTP, Sistim Admninistrasi Kepegawaian, Website Pemerintah Kota, SISMIOP dan lain-lainnya berjalan secara sendiri
sehingga mengakibatkan terjadinya pemborosan anggaran.
2. Faktor Pendorong. a. Motivasi dan kemauan keras untuk bisa meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman terhadap peraturan pengelolaan keuangan dan barang milik daerah.
b. Komitmen pimpinan terhadap peningkatan kinerja pengelolaan keuangan dan barang milik daerah.
c. Melengkapi sarana dan prasarana.
26
3.3. Telaahan Renstra KL dan Renstra DPKD Provinsi Sumatera Barat
Berdasarkan telaahan rencana strategi Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan serta Rencana Strategis DPKD Provinsi Sumatera Barat
maka dapat disampaikan faktor penghambat dan faktor pendorong dari pelayanan DPPKA yang mempengaruhi permasalahan pelayanan DPPKA ditinjau dari
sasaran jangka menengah rennstra KL ataupun Renstra DPKD Provinsi Sumatera Barat.
1. Faktor Penghambat a. Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering berubah-ubah
sehingga menimbulkan kebingungan di Pemerintah Daerah khususnya dalam pengelolaan keuangan daerah.
b. Penyusunan Petunjuk teknis kegiatan Dana Alokasi Khusus yang masih di pengaruhi unsur politik atau intervensi lembaga DPR.
c. Masih banyak alokasi dana dari Pemerintah Pusat maupun Propinsi yang
diberikan ke Pemerintah Daerah telah diperuntukan penggunaannya, sehingga Pemerintah Daerah yang masih mengandalkan dana
perimbangan menjadi terbatas untuk mengalokasikan program dan kegiatan sesuai dengan urusan dan kewenangan Pemerintah Daerah.
d. Masih ada dana dekonsentrasi dan tugas perbantuan dari Kementerian terkait mewajibkan adanya dana sharing
atau pendamping dari
Pemerintah Daerah. 2. Faktor Pendorong.
a. Adanya komitmen yang sama dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi dalam peningkatan kinerja pengelolaan keuangan daerah.
b. Adanya reward dan punish terhadap pengelolaan keuangan daerah yang berkinerja baik dan buruk, Contoh : Pemerintah Pusat memberikan Dana
insentif Daerah bagi Pemerintah Daerah yang mendapatkan opini WTP dan Penetapan APBD tepat waktu serta kinerja penyelenggaraan
pembangunan daerah
relatif baik
dan melakukan
penundaan pengaloksian Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus apabila
Pemerintah Daerah terlambat dalam penetapan APBD.
27 c.
Adanya Forum Komunikasi Pengelola Keuangan Daerah di Propinsi, sehingga bisa dijadikan sebagai media dalam berkomunikasi terhadap
permasalahan keuangan di Propinsi Sumatera Barat. d. Adanya Komunikasi Manajemen Data Nasional Sistim Informasi
Keuangan Daerah KOMANDAN SIKD sehingga mempermudahkan Pemerintah Daerah menyampaikan data atau laporan keuangan ke
Kementerian Keuangan.
3.4. Telaahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis.
Faktor-faktor penghambat dan pendorong dari pelayanan DPPKA yang mempengaruhi permasalahan DPPKA ditinjau dari implikasi RTRW dan KLHS,
sebagai berikut : 1. Faktor Penghambat.
a. Terbatasnya lahan di pusat kota yang digunakan untuk daerah parkir, sehinggi parkir kendaraan menggunakan badan jalan.
b. Kota Payakumbuh sebagai kota agraris dengan luas tanah untuk sawah lebih kurang 34,45, sehingga sangat dilema apabila digantikan dengan
areal perumahan, industri dan perhotelan.
2. Faktor Pendorong a. Kota Payakumbuh secara geografis terletak pada daerah yang relatif
aman dari resiko yang diakibatkan oleh gempa dan tsunami, sehingga membuka peluang bagi investor untuk menanamkan modal ke daerah.
b. Suhu udara di Kota Payakumbuh yang relatif sejuk, sehingga memberikan kenyamanan terhadap wisatawan untuk menginap atau bermalam.
3.5. Penentuan Isu-isu strategis
Berdasarkan permasalahan-permasalahan
yang mempengaruhi
pelayanan DPPKA Kota Payakumbuh seperti yang telah diuraikan di atas yaitu : 1. Masih kurangnya kualitas SDM aparatur di bidang pengelolaan keuangan dan
aset daerah. 2. Sarana dan prasarana yang belum memadai.
28 3. Kurangnya kesadaran masyarakat dan dunia usaha untuk membayar pajak
dan retribusi daerah. 4. Kesalahan kode rekening dalam penganggaran.
5. Implementasi Sistim Informasi Keuangan Daerah yang belum optimal. 6. Pemahaman terhadap pengelolaan barang milik daerah yang masih terbatas.
Maka dapat dirumuskan isu-isu strategis dalam pelaksanaan tugas dan fungsi DPPKA yang harus diperhatikan aau dikedepankan dalam perencanaan
pembangunan karena memiliki dampak yang sangat signifikan apabila tidak diantisipasi yaitu :
1. Masih relatif kurangnya kepercayaan aparatur dan masyarakat dibidang pengelolaan keuangan dan barang milik daerah.
Isu strategis ini diangkat didasari atas pertanyaan yang timbul dari masyarakat atas hibah dan bantuan sosial yang diberikan dengan adanya
perbedaan besaran hibah dan bantuan sosial yang diberikan, bahkan tahun lalu bantuan untuk masyarakat yang terkena musibah kebakaran tidak dapat
diberikan karena terhalang oleh Peraturan pemerintah tentang pemberian hibah dan bantuan sosial. Di sisi lain permasalahan terhadap pelelangan
kendaraan dinas yang dianggap tidak transparan dan tidak adil juga menjadi perbincangan dikalangan aparatur.
2. Kurangnya pemahaman SKPD dalam pengelolaan keuangan dan barang milik daerah.
Isu strategis ini diangkat karena masih terdapatnya temuan-temuan atas pemeriksaan oleh aparatur pemeriksa fungsional akibat ketidak pahaman
dalam pengelolaan keuangan daerah. Di samping itu, dalam pengelolaan barang milik daerah di SKPD masih ada yang melakukan pembokaran
gedung milik daerah untuk direhabilitasi tanpa terlebih dahulu mengajukan proses penghapusan ke pengelola barang.