cairan tersebut. Jika terjadi trauma kandung kencing, dapat dijahit dengan menggunakan benang 2-03-0.
2.5.4. Trauma ureter
10
Resiko terjadinya trauma ureter terjadi pada 0,2-0,8 setelah abdominal histerektomi, 0,05 - 1 setelah vaginal histerektomi, dan 0,2-3,4
setelah laparoskopi histerektomi. Lokasi yang paling sering adalah 3-4 cm distal ureter pada tempat bersilangnya ureter dengan arteri uterina
memasuki kandung kencing. Penilaian trauma ureter harus dilakukan secara cepat selama operasi untuk menghindari komplikasi lebih lanjut.
Jika terdapat kecurigaan terjadinya trauma ureter, maka durante operasi dapat dilakukan sistoskopi dengan indigo carmine untuk melihat
patensi ureter. Dan sebagai tambahan, bahkan ada beberapa para ahli yang menyarankan melakukan sistoskopi secara rutin terhadap semua
tindakan histerektomi. Ureteral cateter dapat ditempatkan sebelum operasi walaupun tidak direkomendasikan. Intraoperative retrograde uterogram
sangat efektif dalam melokalisasi trauma ureter dan sangat efektif dalam memeperbaiki ureter tersebut. Tehnik lain adalah dengan melakukan open
atau laparoskopi dengan retroperitoneal diseksi ureter untuk melihat truma, atau dengan sistoskopi melalui insisi sistostomi.
2.5.5. Fistula Vesikovagina
10
Komplikasi ini merupakan komplikasi jarang dalam histerektomi dengan angka insidensi 0,1-0,2. Langkah yang dapat dilakukan untuk
Universitas Sumatera Utara
menghindari komplikasi ini adalah dengan mengidentifikasi tempat yang tepat antara serviks dan kandung kencing, dengan menggunakan gunting
diseksi daripada menggunakan diseksi secara tumpul atau elektrokauter. Melalui penelitian dengan menggunakan hewan, kejadian fistula sangat
erat hubungannya dengan trauma kandung kencing yang tidak terdeteksi. Diagnosis dapat dilakukan dengan menggunakan sistoskopi atau mengisi
kandung kencing dengan methylen blue dan menempatkan tampon pada vagina. Jika tidak ada tampak methilen blue, maka fistel harus ditegakkan
dengan menggunakan rute intravenous atau dengan menggunakan evaluasi radiologis dengan IVP atau CT-Scan. Fistula yang kecil dapat
sembuh spontan setelah 6-12 minggu setelah dilakukan drainage vagina, namun jika tidak terjadi penyembuhan, terapi operasi diperlukan.
2.5.6. Trauma Usus
10
Trauma usus terjadi sekitar 0,1-1 dari tindakan histerektomi. Trauma usus halus biasanya terjadi saat hendak memasuki kavum
abdomen terutama pada pasien dengan adhesi intrabdomen. Laserasi kecil dapat diperbaiki dengan jahitan dua lapis Trauma usus dapat
dilakukan penjahitan dua lapisan, lapisan pertama dengan benang 3-0 yang dapat diabsobrsi untuk mukosa dan lapisan kedua dengan
menggunakan benang silk 3-02-0 dengan jahitan interrupted. Trauma rektum sering terjadi pada tindakan histerektomi pervaginam, ketika
melakukan usaha perbaikan rektokel, atau pada kasus perlengketan kavum douglas dengan keganasan atau malignansi. Laserasi kecil dapat
Universitas Sumatera Utara
diperbaiki dengan jahitan dua lapis namun jika laserasi besar harus dilakukan tindakan pembedahan diversi colostomi atau rektal reseksi.
2.5.7. Eviserasi Puncak Vagina
10,13
Dehisense dari puncak vagina sangat jarang terjadi, apakah dengan atau tanpa eviserasi dari usus halus, sangat jarang namun dapat
terjadi dengan menggunakan operasi robotik atau total laparoskopi. Waktu rata-rata antara terjadinya eviserasi tersebut sekitar 11 minggu, dan 6 dari
10 pasien dengan komplikasi ini mengalami juga eviserasi usus. Penelitian terbaru menunjukkan terjadinya eviserasi puncak vagina pada
penggunakan bedah robotik dan radikal histerektomi 4,1 dengan eviserasi usus sepertiga kasus Kho et al 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.6. KERANGKA KONSEP
K O
M P
L I
K A
S I
Universitas Sumatera Utara