namun tujuan umum dari pada pembinaan agama ini adalah merupakan suatu yang hendak dicapai dari keseluruhan rangkaian kegiatan pembinaan yang akan
dilaksanakan. Dengan demikian seluruh rangkaian kegiatan pembinaan yang dilakukan ini merupakan tujuan yang diharapkan bisa dicapai menurut jangka
waktu tertuntu. 2.
Peran serta dari masyarakat. Pembinaan suku anak dalam perlu dilaksanakan secara partisipatif,
mereka tidak lagi menjadi objek,tetapi menjadi subjek pembangunan kekuatan pemerdayaan suku anak dalam bertumpu pada masyarakat setempat, sementara
Negara lebih berperan sebagai fasilitator, masyarakat harus terlibat aktif dalam seluruh proses pengabilan keputusan, sebab merekalah yang paling paham dengan
kondisi setempat, problem-problem yang dihadapi serta solusi alternative pemecahannya.
Penetapan strategi merupakan langkah krusial yang memerlukan penanganan secara hati-hati dalam setiap program komunikasi. Sebab, jika
penatapan strategi salah atau keliru maka jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan bisa gagal. Terutama kerugian dari segi waktu, materi dan tenaga. Strategi
juga merupakan rahasia yang harus diamankan oleh para ahli perencana kounikasi, utamnya, dalam pembinaan agama pada suku anak dalam.
G. Hambatan Yang Dihadapi
Setiap kegiatan tentu tidak luput dari berbagai macam persoalan atau masalah. Masalah pada prinsipnya adalah ketimpangan antara yang ideal dengan
kenyataan yang terjadi. Demikian halnya dengan kegiatan pembinaan agama yang dilaksanakan oleh da’i, para beberapa temenggung dan tokoh masyarakat
setempat, yang memberikan pembinaan agama kepada kelompok suku anak dalam tidak luput dari problematika yang dihadapi.
Ada tiga problem utama yang dihadapi oleh yang memberikan pembinaan agama dalam menjalankan tugasnya di Bukit Suban, yaitu persoalan pertama
terkait dengan interaksi. Dalam hal ini yang memberikan pembinaan harus memiliki integritas yang tinggi agar bisa menjadi teladan masyarakat. Khususnya
bagi kelompok suku anak dalam. Mungkin memang tidak selalu bisa memantau dikarenakan bebarapa hal, terkadang memang terkait usia, pekerjaan rutin,
pendidikan, dan penglaman yang masih kurang. Persoalan kedua terkait dengan budaya, masyarakat suku anak dalam adalah masyarakat yang hidup dengan
budaya yang sangat kental dengan tradisi leluhur mereka, contohnya dalam istilah-istilah yang sudah ada. Ketiga masalah yang juga pelik adalah pengalaman
yang memberikan pembinanan agama ini.
94
Kemudian, yang menjadi permasalahan dalam pembinaan agama adalah kultur atau budaya. Tak dapat dipungkiri, dalam hal masalah budaya ini, ada dua
aspek yang menonjol, yaitu budaya internal pembinaan dan tentunya budaya dalam masyarakat. Khusus menyangkut pembinaan, sementara ini masih
dihadapkan dengan budaya paternalis dan struktual. Komunikasi antara Pembina dan pemerintah dibangun berdasarkan pola hubungan yang kuat. Para Pembina
agama diposisikan sebagai pelaksana teknis yang wajib menjalankan apa saja kebijakan atasan dengan dibingkai loyalitas pada atasan, bukan loyalitas pada
profesi atau pekerjaan. Sedangkan budaya pada masyarakat, program pembinaan pada kelompok
suku anak dalam dihadapkan pada budaya yang masih sangat primitif dan terangkul dalam keperacayaan anemisme, yaitu percaya kepada roh-roh dan dewa-
dewa yang sebelumnya telah mereka puja dan mereka yakini kekuasaannya. suku anak dalam yang telah mendapat pemerdayaan dan terdata sudah menganut agama
Islam, namun sebagai kelompok yang merasa masih dalam lingkaran kepercayaan animisme, tentu ini merupakan tugas yang sangat berat bagi yang memberikan
94
Hasil Wawancara Dengan Sofwan, Pengamat Suku Anak Dalam Kabupaten Sarolangun, Di Sarolangun 22 Januari 2016
pembinaan agama kepada kelompok suku anak dalam, dan mengingat mereka adalah kelompok yang menjadi sasaran pembinaan, sekarang sedang menghadapi
dilokasi dan disorientasi hidup. Mereka gagap menghadapi perkembang zaman yang ditandai dengan
perubahan budaya sebagai akibat dari penemuan dan penerapan berbagai teknologi canggih. Khususnya dibidang tranportasi, informasi dan komunikasi. Di
satu sisi, realitas semacam ini, sebenanya dapat menjadi peluang, tetapi sementara ini masih menjadi tantangan bagi Pembina agama. Kesadaran untuk
memperdalam agama secara intens dan regular dikalangan kelompok suku anak dalam dikalangan anak-anak remaja dan dewasanya, cendrung berkembang
anggapan bahwa kalau su dah tau tuhan mereka belajar agamanya sudah selesai. Demikian juga dikalangan orang tua kelompok suku anak dalam, pengajian rutin
bulanan, seperti, yasinan, mudzakaroh, atau istighasah dapat sebenarnya berjalan. Tetapi, dengan alasan-alasan yang mereka lontarkan membuat program dari
agenda pembinaan ini sulit di tetapkan sehingga terkesan jalan ditempat saja.
H. Hasil Yang Sudah Mereka Terima Yang Sudah Masuk Islam Dinikah