Bahasa Suku Anak Dalam Bukit duobelas, Dan Sejarah Kehidupannya

tangan yang tampak kokoh. Telapak kaki agak rata dan tebal, jari jemari kaki besar dan pendek, serta tumitnya tinggi dan tebal. Mereka kuat berjalan di hutan mampu berjalan di jalan raya, tetapi dihutan berjalan lebih cepat karena mereka sudah menyatu dengan keadan hutan, sedangkan dijalan raya yang asing baginya dan oleh panas matahari yang menyengat tampaknya menggangu gerak mereka yang tidak berbaju itu. Memanjat dengan menggunakan lantak kayu yang ditancapkan di pohon dan tanpa lantak. Merupakan keterampilan mereka juga dapat tidur dibatang kayu yang rebah, walaupun batang itu hanya sebesar paha, dalam perjalannan di hutan mereka sudah terbiasa untuk tidur sejenak melepaskan lelah di atas pohon. Pakaian laki-laki adalah kuncut semacam cawat dan badan bagian atas tidak berbaju, pakaian wanita adalah kain panjang sampai batas pusat dan badan bagian atas terbuka. Model pakaian wanita dan pria dianggap sesuai dengan alam sekitar mereka yang memerlukan gerak cepat bila ada ancaman atau memburu binatang dihutan. Mereka tidak tergangu oleh hujan, panas, atau datangnya malam, sebab kemanapun mereka pergi selalu membawa tengkuluk kain untuk membungkus segala keperluan yang isinya antara lain: plastik untuk tenda, periuk beras, gula, kopi, piring, parang, garam, senter, tembakau, rokok, dan kain selimut. Suku anak dalam yang ingin bermalam cukup membuat sudung tenda sementara yang terbuat dari atap plastik, lantai kayu yang dibuat murung, di tepi jalan agak masuk kira-kira 10 meter agar terlindung. Ditempat itu mereka memasak, makan, dan tidur salama paling lama tiga malam. Hal serupa juga mereka lakukan bila berkunjung kerumah sanak keluarga dan harus bermalam.

3. Bahasa

Gambaran umum bahasa yang ada di provinsi Jambi atau untuk lebih dekatnya dikabupaten Sarolangun secara historis termasuk kelompok pemakai asli bahasa melayu. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian kepurbakalaan dan sejarah, telah ditemukan bahwa piagam-piagam atau prasati karang birahi menggunakan pola struktur bahasa Melayu yang lazim disebut dengan melayu kuno. Bahasa daerah Sarolangun dalam arti kata bahasa-bahasa yang ada di Jambi, selain bahasa Indonesia pada dasarnya juga berasal dari bahasa melayu yang telah mengalami perkembangan-perkembangan dan perubahan-perubahan sesuai dengan pengaruh yang diterimanya dari bahasa-bahasa lain. Dilain pihak bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional juga berasal dari bahasa melayu yang telah pula mengalami proses perkembangan dan perubahan sebab akibat dari masuknya anasir-anasir bahasa lain. Demikian jugalah bahasa daerah Sarolangun yang pada umumnya merupakan pertukaran dan perbedaan bunyi yang manifestasinya tampak pada keragaman dialek yang ada dalam bahasa daerahnya. Demikian pula pada suku anak dalam yang dalam berbahasa melayu tua, mereka mengenal dan faseh menggunakan bunyi sengau atau ucapan kepangkal lidah dan hidung. Contoh: Rumah= Ghumah Parang = Paghang Kemari = Kamaii, Kasiko. Bahasa suku anak dalam termasuk rumpun bahasa melayu, seperti hanya dengan bahasa warga masyarakat di sekitarnya, atau merupakan bahasa melayu di alek makekal, Air Hitam. Ucapan bahasa suku anak dalam banyak mengandung huruf O, selain itu bunyi r tidak jelas, yang sama dengan bunyi r dalam bahasa melayu jambi umumnya. Ketidakmauan mereka mengambil kata atau bahasa orang lain adalah dianggap akan merusak bahasa mereka yang akhirnya akan membingungkan mereka pula, hal itu berarti kehidupan menjadi kacau dan tidak seimbang. 61 Di alek melayu Sarolangun dan Jambi dengan perubahan atau pertukaran bunyi seperti diatas tadi tidak dipakai didaerah lingkungan setempat terhusus 61 Muntholib S. 1995, Orang Rimbo: Kajuan Struktural – Fungsional Masyarakat Terasing di Makekal, Provinsi Jambi. Disertasi, Universitas Padjadjaran Bandung Indonesia, h. 137 dikabupaten Sarolangun sendiri. Yang demikian itu adalah bahasa yang mereka pakai untuk mereka dan kelompok mereka saja.

F. Perkembangan Suku Anak Dalam Hingga Sekarang