Rasio Likuiditas Tabel 4.1 ANALISA DAN EVALUASI
1. Current Ratio Rasio Lancar
Current Ratio
0.00 20.00
40.00 60.00
80.00 100.00
120.00
2001 2002
2003 2004
2005 2006
Tahun
P er
se nt
as e
Sumber:
PT. Perkebunan Nusantara IV Persero
data diolah Grafik 4.2 Trend
Current Ratio PT. Perkebunan Nusantara IV Persero
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, terlihat bahwa tahun 2001 terjadi peningkatan Current Ratio hingga 27,92 namun tahun 2002 mengalami penurunan
dari tahun sebelumnya hingga 28,11 kemudian ditahun 2004 meningkat kembali 15,7 namun 2005 kembali menurun 0,5 dan tahun 2006 terus menambah angka
penurunan hingga 15,82 dari tahun sebelumnya. Kenaikan maupun penurunan Current Ratio disebabkan oleh adanya kenaikan
dan penurunan pada pos-pos aktiva lancar dan pos-pos hutang lancar. Angka-angka rasio lancar menunjukkan bahwa perusahaan hanya mampu menjamin hutang lancar
sebesar Rp 0.6908 tahun 2001, Rp 0,97 tahun 2002, Rp 0.6889 tahun 2003, Rp 0,8459 tahun 2004, Rp 0,8408 tahun 2005 dan Rp 0,6826 tahun 2006.
Berdasarkan angka yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa perusahaan dalam keadaan “illikuid” atau rasio lancar perusahaan kurang baik karena rasio lancar tidak
mencapai 200. Menurut Riyanto 2001:26 bagi perusahaan-perusahaan yang bukan perusahaan kredit, Current Ratio kurang dari 2:1 atau 200 dianggap kurang baik,
karena jumlah aktiva lancarnya tidak cukup untuk menutup utang lancarnya. Walaupun pedoman 2:1 ini bukanlah pedoman yang mutlak, hanya didasarkan pada
prinsip hati-hati. Current Ratio minimum haruslah ditetapkan oleh setiap perusahaan
yang nantinya akan menjadi pedoman yang dipertahankan oleh setiap perusahaan, agar perusahaan dalam penarikan kredit jangka pendeknya harus selalu didasarkan
pada pedoman tersebut, batas maksimum kredit jangka pendeknya yang boleh diambil agar tidak mengganggu atau melanggar pedoman Current Ratio tertentu, yang disebut
“the line of credit” atau “maximum current indebtedness”.
2. Cash Ratio Rasio Kas
Cash Ratio
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00 35.00
40.00
2001 2002
2003 2004
2005 2006
Tahun
P er
se nt
as e
Sumber:
PT. Perkebunan Nusantara IV Persero
data diolah Grafik 4.3 Trend
Cash Ratio PT. Perkebunan Nusantara IV Persero
Cash Ratio merupakan perbandingan antara kas dan bank dengan utang lancar. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
segeranya dengan mengandalkan jumlah uang yang tersedia baik dalam kas perusahaan maupun yang tersedia di bank. Setelah dilakukan perhitungan Cash Ratio
berfluktuasi peningkatan dan penurunan, sebelumnya diketahui, tahun 2002 Cash Ratio mengalami peningkatan sebesar 16,8 kemudian ditahun 2003 mengalami
penurunan drastis hingga 18,92, kemudian tahun 2004 kembali meningkat tajam hingga mencapai 27,03 dari tahun sebelumnya. Tahun 2005 kembali mengalami
penambahan peningkatan mencapai 3,29 walaupun ditahun 2006 kebali menurun 6,49 dari tahun sebelumnya.
Angka-angka Cash Ratio tersebut mengandung arti bahwa perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang harus segera dipenuhi dengan kas dan bank hanya sebesar
Rp 0.0813 tahun 2001, Rp 0,2421 tahun 2002, Rp 0.0529 tahun 2003, Rp 0,3232 tahun 2004, Rp 0,3561 tahun 2005 dan Rp 0,2912 tahun 2006.
Fluktuasi kenaikan dan penurunan Cash Ratio disebabkan adanya kenaikan dan penurunan pada pos-pos kas dan bank juga utang lancar, dan dapat dinyatakan
bahwa perusahaan dalam kondisi “illikuid” atau Cash Ratio perusahaan kurang baik karena Cash Ratio tidak mencapai 100 1:1 walaupun prinsip ini bukanlah prinsip
yang mutlak, tapi sebagai prinsip kehati-hatian perusahaan. Kas ditambah dengan efek-efek merupakan alat likuid yang paling dipercaya. Bertambah tinggi Cash Ratio
berarti jumlah uang tunai yang tersedia semakin besar, sehingga pelunasan utang pada saatnya tidak akan mengalami kesulitan. Menurut Kuswaldi 2006:134 rasio ini
mengindikasikan angka rasio yang semakin tinggi akan semakin baik.
3. Quick Ratio Rasio Cepat
Quick Ratio
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
2001 2002
2003 2004
2005 2006
Tahun
P er
se nt
as e
Sumber:
PT. Perkebunan Nusantara IV Persero
data diolah Grafik 4.4 Trend
Quick Ratio PT. Perkebunan Nusantara IV Persero
Quick Ratio merupakan perbandingan antara kas, efek dan piutang dengan utang lancar. Rasio ini merupakan alat ukur yang lebih akurat untuk mengukur tingkat
likuiditas perusahaan. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa Quick Ratio
tahun 2001 sebesar 18,35, tahun 2002 sebesar 40,42, tahun 2003 sebesar 17,48, tahun 2004 sebesar 41,13, tahun 2005 sebesar 45,26 dan tahun 2006 sebesar
37,34. Angka-angka Quick Ratio mengandung arti bahwa kemampuan perusahaan menjamin utang lancar dengan aktiva lancarnya yang lebih likuid hanya sebesar Rp
0.1835 tahun 2001, Rp 0,4042 tahun 2002, Rp 0.1748 tahun 2003, Rp 0,4113 tahun 2004, Rp 0,4526 tahun 2005 dan Rp 0,3734 tahun 2006.
Angka Quick Ratio belum mencapai 100 1:1 yang berarti bahwa Quick Ratio perusahaan kurang baik. Menurut Alwi 1993:115 elemen-elemen aktiva lancar
selain inventori dianggap paling likuid, untuk membayar utang pada saat jatuh tempo. Kreditur akan sangat memperhatikan rasio ini dalam pemberian kredit. Apabila rasio
ini kurang dari 100, maka posisi likuiditas dianggap kurang baik. Menurut Kuswaldi 2006:133 standart Quick Ratio 100 1:1 mengandung
arti bahwa perusahaan boleh merasa aman jika memiliki aktiva lancar diluar persediaan dan pembayaran dibayar dimuka minimal sebesar utang jangka pendeknya
dan semakin tinggi rasio ini semakin baik.
4. Working Capital to Total Assets Ratios Ratio Modal Kerja
Net Working Capital To Total Assets Ratios
-12.00 -10.00
-8.00 -6.00
-4.00 -2.00
0.00 2001
2002 2003
2004 2005
2006
Tahun
P er
se n
ta se
Sumber:
PT. Perkebunan Nusantara IV Persero
data diolah Grafik 4.5 Trend
Working Capital to Total Assets Ratios PT. Perkebunan Nusantara IV Persero
Working Capital to Total Assets Ratios merupakan rasio yang menunjukkan keadaan modal kerja perusahaan. Rasio ini menunjukkan likuiditas dari total aktiva
dan posisi modal kerja perusahaan. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa Working Capital to Total Assets Ratios tahun 2001 sebesar -7.52, tahun 2002
sebesar -6.71, tahun 2003 sebesar -7.49, tahun 2004 sebesar -4.24, tahun 2005 sebesar -4.19 dan tahun 2006 sebesar -9.97. Angka-angka ini menunjukkan
bahwa Working Capital to Total Assets Ratios dalam keadaan defisit atau minus. Defisitnya Working Capital to Total Assets Ratios ini disebabkan oleh aktiva lancar
yang dibawah utang lancar Bila kita telusuri satu persatu, maka kunci dari terjadinya penurunan tingkat
likuiditas perusahaan yaitu adanya penurunan modal kerja dan adanya peningkatan besar aktiva tetap yang dibiayai dengan utang jangka panjang, yang berarti
peningkatan besar pula pada utang jangka panjang dan utang yang jatuh tempo dalam setahun.
Menurut Kuswaldi 2006:137 Working Capital to Total Assets Ratios digunakan untuk menghitung berapa kelebihan aktiva lancar diatas utang lancar, dan
semakin besar kelebihan aktiva lancar diatas utang lancar maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban-kewajibannya pada
saat jatuh tempo. disimpulkan Working Capital to Total Assets Ratios perusahaan kurang baik karena setiap tahunnya untuk 6 tahun terakhir dalam keadaan defisit atau
minus.