Rasio Profitabiltas ANALISA DAN EVALUASI

1. Gross Profit Margin Margin Laba Kotor Gross Profit Margin 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun P e rs e n ta se Sumber: PT. Perkebunan Nusantara IV Persero data diolah Grafik 4.7 Trend Gross Profit Margin PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Gross Profit Margin merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar laba kotor yang diperoleh dalam setiap rupiah penjualan. Gross Profit Margin pada tahun 2001 sebesar 26,67 menunjukkan bahwa setiap Rp1,- penjualan mampu menghasilkan laba kotor sebesar Rp 0,2667, pada tahun 2002 Gross Profit Margin sebesar 33,48 berarti setiap Rp 1,- penjualan mampu menghasilkan laba kotor Rp 0,334, Gross Profit Margin pada tahun 2003 sebesar 28,75 menunjukkan bahwa setiap Rp1,- penjualan mampu menghasilkan laba kotor sebesar Rp0,2875, pada tahun 2004 Gross Profit Margin sebesar 36.74 berarti setiap Rp 1,- penjualan mampu menghasilkan laba kotor Rp 0,3674, Gross Profit Margin pada tahun 2005 sebesar 33.40 menunjukkan bahwa setiap Rp1,- penjualan mampu menghasilkan laba kotor sebesar Rp 0,3340, pada tahun 2006 Gross Profit Margin sebesar 29.92 berarti setiap Rp 1,- penjualan mampu menghasilkan laba kotor Rp 0,2992. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa terjadi fluktuasi Gross Profit Margin dari tahun 2001 hingga tahun 2005 dan tahun 2006 kembali menurun. Penurunan margin laba kotor ini disebabkan oleh peningkatan beban pokok penjualan, walaupun jumlah penjualan juga mengalami peningkatan namun persentasenya tidak seimbang dengan kenaikan beban pokok penjualan sehingga perusahaan belum mampu mempertahankan angka Gross Profit Margin agar meningkat setiap tahunnya. Menurut Kuswaldi 2006:90 semakin besar rasio ini akan semakin baik karena menunjukkan bahwa perusahaan mampu menekan kenaikan harga pokok penjualan pada persentase dibawah kenaikan penjualan. Berdasarkan teori ini maka Gross Profit Margin perusahaan dapat dikatakan kurang baik. 2. Operating Income Ratio Rasio Laba Operasi Operating Income Ratio 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun P er se n ta se Sumber: PT. Perkebunan Nusantara IV Persero data diolah Grafik 4.8 Trend Operating Income Ratio PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Operating Income Ratio menggambarkan laba usaha yang dihasilkan oleh setiap rupiah dari penjualan, dan untuk mengetahui tingkat Operating Income Ratio ini dilakukan dengan jalan membandingkan antara laba usaha dengan penjualan. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi kenaikan dan penurunan tingkat Operating Income Ratio dari tahun 2001 hingga tahun 2005 dan tahun 2006 Operating Income Ratio terus menurun. Tahun 2001 Operating Income Ratio 10,98 yang berarti setiap rupiah penjualan menghasilkan laba operasi sebelum bunga dan pajak sebesar Rp 0,1098 , tahun 2002 Operating Income Ratio mengalami peningkatan 2,34 menjadi 13,32 yang berarti setiap rupiah penjualan menghasilkan laba operasi sebelum bunga dan pajak sebesar Rp 0,1332, tahun 2003 Operating Income Ratio mengalami penurunan 4,66 menjadi 8,66 yang berarti setiap rupiah penjualan menghasilkan laba operasi sebelum bunga dan pajak sebesar Rp0,0866, tahun 2004 kembali meningkat 9,3 menjadi 17,96 yang berarti setiap rupiah penjualan menghasilkan laba operasi sebelum bunga dan pajak sebesar Rp 0,1796, tahun 2005 menurun 3,55 menjadi 14,41 yang berarti setiap rupiah penjualan menghasilkan laba operasi sebelum bunga dan pajak sebesar Rp 0,1441, dan tahun 2006 kembali menurun 4,22 menjadi 10,19 yang berarti setiap rupiah penjualan menghasilkan laba operasi sebelum bunga dan pajak sebesar Rp 0,1019. Penurunan Operating Income Ratio ini disebabkan adanya peningkatan beban- beban usaha yang kurang seimbang dengan penjualan. Menurut Kuswaldi 2006:91 rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan menghasilkan Operating Income Ratio atau laba operasi dari sejumlah penjualan yang dicapai. Semakin tinggi rasio ini semakin baik karena menunjukkan keberhasilan manajemen perusahaan dalam menekan kenaikan biaya operasi biaya penjualan, administrasi dan umum dengan tetap menjaga tingkat penjualan. Berdasarkan teori tersebut maka Operating Income Ratio perusahaan selama tahun 2001 hingga tahun 2006 dapat dinyatakan kurang baik karena cenderung terjadinya penurunan dan kurang dapat mempertahankan peningkatan yang telah dicapai cukup drastis ditahun 2004 yang diakibatkan inefisiensi pada beban-beban usaha beban operasi perusahaan. 3. Operating Ratio Rasio Operasi Operating Ratio 76.00 78.00 80.00 82.00 84.00 86.00 88.00 90.00 92.00 94.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun P ers en ta se Sumber: PT. Perkebunan Nusantara IV Persero data diolah Grafik 4.9 Trend Operating Ratio PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Operating Ratio menggambarkan besarnya biaya operasi yang dikeluarkan dalam setiap penjualan. Semakin tinggi rasio ini semakin tidak baik karena berarti adanya peningkatan biaya usaha yang lebih tinggi dari penjualan. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa Operating Ratio pada tahun 2001 89,01 yang berarti setiap rupiah penjualan mempunyai biaya operasi sebesar Rp 0,8901, pada tahun 2002 Operating Ratio menurun 2,33 yaitu 86,68 yang berarti setiap rupiah penjualan mempunyai biaya operasi sebesar Rp 0,8668, pada tahun 2003 Operating Ratio mengalami peningkatan 4,66 yaitu 91,34 yang berarti setiap rupiah penjualan mempunyai biaya operasi sebesar Rp 0,91,34, pada tahun 2004 mengalami penurunan 9,3 yaitu 82,04 yang berarti setiap rupiah penjualan mempunyai biaya operasi sebesar Rp 0,8204, pada tahun 2005 mengalami peningkatan kembali 3,55 yaitu 85,59 yang berarti setiap rupiah penjualan mempunyai biaya operasi sebesar Rp 0,8559, dan pada tahun 2006 meningkat 4,22 yaitu 89,81 yang berarti setiap rupiah penjualan mempunyai biaya operasi sebesar Rp 0,8981. Semakin besar Operating Ratio ini semakin kurang baik karena biaya-biaya berarti naik, gejala ini menunjukkan kemungkinan adanya pemborosan, oleh karena itu sebaiknya perusahaan melakukan efisiensi terhadap biaya-biaya yang dibebankan. Berdasarkan teori tersebut maka Operating Ratio perusahaan selama tahun 2001 hingga tahun 2006 dapat dinyatakan kurang baik karena cenderung terjadinya peningkatan dan kurang dapat mempertahankan penurunan yang telah dicapai cukup drastis ditahun 2004 yang diakibatkan inefisiensi terhadap biaya-biaya yang dibebankan. 4. Net Profit Margin Margin Laba Bersih Net Profit Margin 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun P er se n ta se Sumber: PT. Perkebunan Nusantara IV Persero data diolah Grafik 4.10 Trend Net Profit Margin PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Net Profit Margin menggambarkan keuntungan bersih dari perusahaan. Rasio ini diperoleh dengan membandingkan antara laba setelah pajak dengan penjualan bersih perusahaan. Berdasarkan hasil perhitungan Net Profit Margin dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2001 Net Profit Margin 3,09 yang berarti setiap rupiah penjualan menghasilkan laba bersih sebesar Rp 0,0309, pada tahun 2002 Net Profit Margin 5,10 yang berarti setiap rupiah penjualan menghasilkan laba bersih sebesar Rp 0,0510, pada tahun 2003 Net Profit Margin 4,03 yang berarti setiap rupiah penjualan menghasilkan laba bersih sebesar Rp 0,0403, pada tahun 2004 Net Profit Margin 10,16 yang berarti setiap rupiah penjualan menghasilkan laba bersih sebesar Rp 0,1016, pada tahun 2005 Net Profit Margin 9,77 yang berarti setiap rupiah penjualan menghasilkan laba bersih sebesar Rp 0,0977 dan pada tahun 2006 Net Profit Margin 6,61 yang berarti setiap rupiah penjualan menghasilkan laba bersih sebesar Rp 0,0691. Menurut Kuswaldi 2006:93 semakin tinggi Net Profit Margin Margin Laba Bersih, semakin baik operasi perusahaan. Net Profit Margin pada perusahaan ini mengalami fluktuasi kenaikan dan penurunan, kenaikan yang drastis terjadi pada tahun 2004 mencapai 60 angka kenaikan, meskipun ditahun 2005 dan 2006 kembali bergerak turun. Adanya kenaikan beban bunga yang cukup menjatuhkan nilai Net Profit Margin, pada tahun 2005 mencapai 43 dari tahun sebelumnya, kemudian meningkat lagi pada tahun 2006 hingga 64 dari tahun sebelumnya. Penurunan Net Profit Margin ini juga pada dasarnya disebabkan oleh kenaikan beban-beban yang kenaikannya cenderung lebih tinggi daripada kenaikan tingkat penjualan, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi Net Profit Margin perusahaan dapat dinyatakan kurang baik karena masih bergerak turun. 5. Rate of Return On Total Assets Tingkat Pengembalian atas Aktiva ROA 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun P er se n ta se Sumber: PT. Perkebunan Nusantara IV Persero data diolah Grafik 4.11 Trend Rate of Return On Total Assets PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Rate of Return On Total Assets menggambarkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor baik itu pemegang saham maupun pemegang obligasi. Menghitung rasio ini dengan membandingkan antara laba sebelum bunga dan pajak dengan jumlah aktiva pada perusahaan. Berdasarkan hasil perhitungan Rate of Return On Total Assets dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2001 Rate of Return On Total Assets 9,77 yang berarti setiap rupiah modal menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,0977 untuk semua investor, pada tahun 2002 Rate of Return On Total Assets 13,85 yang berarti setiap rupiah modal menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,1385 untuk semua investor, pada tahun 2003 Rate of Return On Total Assets 10,20 yang berarti setiap rupiah modal menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,1020 untuk semua investor, pada tahun 2004 Rate of Return On Total Assets 21,87 yang berarti setiap rupiah modal menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,2187 untuk semua investor, pada tahun 2005 Rate of Return On Total Assets 13,33 yang berarti setiap rupiah modal menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,1333 untuk semua investor, dan pada tahun 2006 Rate of Return On Total Assets 7,35 yang berarti setiap rupiah modal menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,0735 untuk semua investor. Pada tahun 2001 hingga tahun 2004 laba sebelum bunga dan pajak terus mengalami peningkatan, dan pada tahun 2005 dan 2006 kembali menurun walaupun nominal rupiahnya tetap lebih tinggi dari laba sebelum bunga dan pajak tahun 2001 hingga 2003. Sementara jumlah aktiva dari tahun 2001 hingga tahun 2006 terus mengalami peningkatan, tahun 2001 total aktiva adalah Rp 1.622.345.822.005 kemudian tahun 2002 mengalami peningkatan 5 dari tahun sebelumnya, kemudian tahun 2003 kembali mengalami peningkatan 2,96 dari tahun sebelumnya, tahun 2004 terus meningkat hingga 15 lagi dari tahun sebelumnya, tahun 2005 meningkat 15,52 dari tahun 2004 dan pada tahun 2006 total aktiva bahkan terus meningkat hingga 19,43 dari tahun sebelumnya. Peningkatan drastis pada total aktiva yang kurang seimbang dengan penghasilan laba berdasarkan teori menggambarkan bahwa manajemen kurang mampu dalam pengelolaan aktiva untuk meningkatkan laba, atau berdasarkan teori manajemen kurang mampu memberdayakan aktiva yang ada untuk menghasilkan laba yang lebih tinggi. 6. Rate of Return on Investment Tingkat Pengembalian atas Investasi ROI 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun P er se n ta se Sumber: PT. Perkebunan Nusantara IV Persero data diolah Grafik 4.12 Trend Rate of Return on Investment PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Rate of Return on Investment menggambarkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan setelah pajak atau laba bersih bagi semua investor baik itu pemegang saham maupun pemegang obligasi. Menghitung rasio ini dengan membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak dengan jumlah aktiva pada perusahaan. Berdasarkan perhitungan Rate of Return on Investment pada tahun 2001 Rate of Return on Investment 2,75, kemudian pada tahun 2002 meningkat menjadi 5,30, pada tahun 2003 mengalami penurunan menjadi 4,75, tahun 2004 mengalami peningkatan tajam mencapai 12,47, tahun 2005 mengalami penurunan kembali menjadi 9,03 dan tahun 2006 kembali menurun hingga mencapai 4,77. Hampir sama halnya dengan apa yang terjadi pada Rate of Return On Total Assets, bahwa penurunan rasio ini begejolak dengan jumlah angka pendapatan yang tidak seimbang dengan jumlah total aktiva yang dimiliki, yang seharusnya menjadi penunjang untuk menghasilkan laba yang lebih tinggi. 7. Rate of Return on Equity Rate of Return for the owner Tingkat Pengembalian atas Modal Sendiri ROE 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun P er se n ta se Sumber: PT. Perkebunan Nusantara IV Persero data diolah Grafik 4.13 Trend on Equity Rate of Return PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Rate of Return on Equity merupakan kemampuan modal sendiri yang ada pada perusahaan untuk menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham preferen saham prioritas dan saham biasa. Berdasarkan hasil perhitungan Rate of Return on Equity dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2001 Rate of Return on Equity 4,32 yang berarti setiap rupiah modal sendiri menghasilkan keuntungan setelah pajak sebesar Rp 0,0432 yang tersedia bagi pemegang saham preferen dan saham biasa. Pada tahun 2002 Rate of Return on Equity 8,26 yang berarti setiap rupiah modal sendiri menghasilkan keuntungan setelah pajak sebesar Rp0,0826 yang tersedia bagi pemegang saham preferen dan saham biasa. Pada tahun 2003 Rate of Return on Equity 7,44 yang berarti setiap rupiah modal sendiri menghasilkan keuntungan setelah pajak sebesar Rp 0,0744 yang tersedia bagi pemegang saham preferen dan saham biasa. Pada tahun 2004 Rate of Return on Equity 19,28 yang berarti setiap rupiah modal sendiri menghasilkan keuntungan setelah pajak sebesar Rp0,1928 yang tersedia bagi pemegang saham preferen dan saham biasa. Pada tahun 2005 Rate of Return on Equity 17,06 yang berarti setiap rupiah modal sendiri menghasilkan keuntungan setelah pajak sebesar Rp 0,1706 yang tersedia bagi pemegang saham preferen dan saham biasa. Dan pada tahun 2006 Rate of Return on Equity 10,65 yang berarti setiap rupiah modal sendiri menghasilkan keuntungan setelah pajak sebesar Rp 0,1065 yang tersedia bagi pemegang saham preferen dan saham biasa. Berdasarkan angka perhitungan rasio ini dapat terlihat bahwa pada tahun 2001 hingga 2004 Rate of Return on Equity mengalami fluktuasi yang beranjak naik, bahkan ditahun 2004 mengalami peningkatan yang sangat drastis mencapai 61,4 dari tahun sebelumnya, namun pada tahun 2005 hingga 2006 kembali mengalami penurunan, sehingga dapat disimpulkan bahwa Rate of Return on Equity perusahaan masih kurang baik karena masih belum mampu mempertahankan kenaikan angka Rate of Return on Equity. Menurut Kuswaldi 2006:98 semakin tinggi tingkat pengembalian ekuitas maka semakin tinggi penghasilan yang diperoleh pemilik perusahaan. 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setiap perusahaan tentunya memiliki laporan keuangan yang menunjukkan kondisi finansial suatu perusahaan. Kondisi keuangan perusahaan menunjukkan prestasi yang telah dicapai oleh perusahaan itu sendiri. Laporan ini sangat diperlukan untuk bagi pimpinan atau manajer perusahaan terutama bagi manajer keuangan, bertujuan untuk mengetahui bagaimana keadaan sebenarnya perusahaan. Selain itu analisis juga berguna untuk pengambilan kebijakan manajemen perusahaan di masa yang akan datang. Analisis keuangan pada umumnya menggunakan Neraca dan Laporan Rugi-Laba, dan melalui perhitungan rasio keuangan. Berdasarkan analisis likuiditas dan profitabilitas pada PT. Perkebunan Nusantara IV Persero yang diinterpretasikan dalam laporan keuangan melalui rasio likuiditas dan profitabilitas maka dapat diambil kesimpulan bagaimana kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama tahun 2001 sampai dengan tahun 2006. a. Rasio Likuiditas Berdasarkan rasio ini PT. Perkebunan Nusantara IV Persero dinilai kurang berhasil dalam kemampuannya untuk membayar semua kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Perhitungan persentase angka dan grafik trend yang telah dilakukan pada masing-masing rasio tergambar fluktuasi rasio setiap tahunnya, tahun 2004 adalah tahun terbaik dari rentang 6 tahun yang diteiti. Namun berdasarkan landasan teori rasio likuiditas, dapat dinyatakan bahwa likuiditas perusahaan kurang baik. Current Ratio Rasio Lancar perusahaan dalam keadaan “illikuid” atau rasio lancar perusahaan kurang baik karena rasio lancar tidak mencapai 200. Walaupun pedoman 2:1 ini bukanlah pedoman yang mutlak, hanya didasarkan pada prinsip hati- hati. Cash Ratio Rasio Kas perusahaan kurang baik karena Cash Ratio tidak mencapai 100 1:1. Walaupun prinsip ini bukanlah prinsip yang mutlak, tapi sebagai prinsip kehati-hatian perusahaan. Quick Ratio perusahaan juga kurang baik karena Quick Ratio tidak mencapai 100 1:1, padahal elemen-elemen aktiva lancar selain inventori dianggap paling likuid, untuk membayar utang pada saat jatuh tempo. Kreditur akan sangat memperhatikan rasio ini dalam pemberian kredit. Apabila rasio ini kurang dari 100, maka posisi likuiditas dianggap kurang baik. Working Capital to Total Assets Ratios perusahaan juga dalam kondisi kurang baik karena setiap tahunnya, dalam rentang 6 tahun defisit atau minus. Defisitnya Working Capital to Total Assets Ratios ini disebabkan oleh aktiva lancar yang dibawah utang lancar. Kunci dari terjadinya penurunan tingkat likuiditas perusahaan yaitu adanya penurunan modal kerja dan adanya peningkatan besar aktiva tetap yang dibiayai dengan utang jangka panjang, yang berarti peningkatan besar pula pada utang jangka panjang, beban bunga dan utang yang jatuh tempo dalam setahun. b. Rasio Profitabilitas Profitabilitas berhubungan dengan bagaimana kebijakan dan keputusan yang diambil oleh pihak manajemen perusahaan dalam usaha untuk meningkatkan pendapatan dengan sumber dana yang tersedia dalam aktivitas perusahaan. Kemampulabaan merupakan hasil akhir dari berbagai kebijakan dan keputusan yang dijalankan dan diambil oleh perusahaan. Kemampulabaan memberikan suatu jawaban akhir dari berbagai kebijakan dan keputusan yang dijalankan dan diambil