Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi laba Bank Umum Syariah di Indonesia

(1)

OLEH YAYU ANGGRAENI

H14101001

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

Bank Umum Syariah (BUS) telah teruji daya tahannya pada saat badai krisis tahun 1997. Bank umum syariah juga telah membuktikan keunggulannya dengan memperlihatkan perkembangan dan kemajuan yang cukup signifikan baik dari segi aset, maupun dari segi pertumbuhan jumlah bank dan perluasan jaringan kantornya. Hal ini menyebabkan keberadaannya semakin menarik untuk dicermati, apalagi setelah dikeluarkannya fatwa oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang menyatakan bahwa bunga bank itu adalah riba dan diharamkan.

Laba Bank Umum Syariah (BUS) yang merupakan indikator dari kinerja opersional BUS dalam perkembangannya senantiasa mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja BUS semakin lama semakin meningkat. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laba BUS di Indonesia. Hal ini menjadi penting untuk dianalisis agar BUS dapat lebih meningkatkan kinerjanya.

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series bulanan yang terdiri dari data laba BUS, nisbah laba per DPK, suku bunga deposito bank konvensional, dan Non Performing Financing (NPF) BUS. Proses pengumpulan data dilakukan melalui penelitian ke Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (DPS-BI), media internet, dan literatur-literatur yang berkaitan. Data suku bunga bank konvensional diperoleh dari situs resmi Bank Indonesia (BI) yaitu di www.bi.go.id . Sedangkan data laba BUS dan NPF BUS diperoleh dari DPS-BI. Jumlah data yang dipakai terdiri dari 51 data yaitu dari bulan Januari tahun 2001 sampai bulan Maret tahun 2005. Metode yang digunakan adalah metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square/OLS) dengan menggunakan Perangkat software Eviews 4.1. Metode ini digunakan untuk mengetahui pengaruh, arah, dan hubungan dari variabel bebas terhadap variabel tak bebas.

Laba adalah pendapatan bersih yang dilihat dari selisih antara pendapatan total perusahaan dengan biaya totalnya. Menurut Kusnadi at al. (2004), besarnya laba dapat dilihat dari laporan laba rugi perusahaan yang menunjukkan sumber dari mana penghasilan diperoleh serta beban yang dikeluarkan sebagai beban perusahaan. Perusahaan akan memperoleh keuntungan apabila penghasilan yang diperoleh lebih besar dari beban yang dikeluarkan dan dikatakan rugi apabila sebaliknya.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa semua variabel dapat menjelaskan variasi (Adjusted R-squared) dari variabel laba sebesar 97.02 persen. Sisanya sebesar 2.98 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat di dalam model. Uji serentak melalui uji-F dan uji parsial melalui uji-t menunjukkan hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat dari angka probabilitas statistiknya yang lebih kecil dari taraf


(3)

laba BUS pada periode sebelumnya tinggi, maka berarti harga input BUS turun, karena laba tersebut dapat digunakan untuk menambah modal BUS. Tingkat laba BUS pada satu periode sebelumnya juga akan mempengaruhi nasabah rasional untuk melihat prospek dari kinerja BUS. Jika prospektif, maka ia akan memilih menjadi nasabah BUS dan sebaliknya.

Variabel nisbah laba per DPK berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang positif terhadap laba BUS di Indonesia dengan nilai elastisitas sebesar 0.85. Hal ini menunjukkan bahwa nisbah laba per DPK BUS merupakan harga jual yang ditawarkan BUS kepada masyarakat. Semakin tinggi tingkat nisbah laba per DPK pada BUS, maka semakin besar kemungkinan masyarakat menyimpan dananya di BUS, begitu pula sebaliknya.

Variabel suku bunga deposito bank konvensional (IDEP) berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS di Indonesia dengan nilai elastisitas sebesar 0.13. Hal ini menunjukkan bahwa bagi nasabah rasional, bank syariah merupakan substitusi dan alternatif dari bank konvensional. Nasabah rasional akan melihat manakah dari kedua bank tersebut yang dapat memberikan tingkat pengembalian yang lebih menguntungkan.

Variabel Non Performing Financing (NPF) berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS di Indonesia nilai elastisitas sebesar 0.28. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pembiayaan bermasalah akan memberikan disinsentif kepada BUS. Semakin tinggi tingkat NPF, maka semakin besar dana penghapusan yang harus dikeluarkan oleh BUS.

Variabel fatwa MUI tentang bunga bank (DUMMY) berpengaruh secara signifikan serta memiliki hubungan yang positif terhadap laba BUS di Indonesia dengan nilai intersep sebesar 0.31. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun pada awalnya fatwa MUI tersebut telah memicu terjadinya kelebihan likuiditas, namun setelah enam periode, fatwa tersebut mampu meningkatkan laba BUS di Indonesia.


(4)

Oleh

YAYU ANGGRAENI H14101001

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Yayu Anggraeni

Nomor Registrasi Pokok : H14101001

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laba Bank Umum Syariah di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Ir. Wiwiek Rindayati, MS NIP. 131 653 137

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872


(6)

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Maret 2006

Yayu Anggraeni H14101001


(7)

pasangan Bapak Wahidin dan Ibu Yoyoh. Pendidikan pertama penulis lalui di SD Negeri III Surade, lulus pada tahun 1995, kemudian melanjutan ke SLTP Negeri I Surade dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2001 penulis berhasil lulus dari Madrasah Aliyah (MA) Negeri Surade.

Pada tahun yang sama, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Keluarga Muslim Ekonomi Pembangunan (KEMBANG) FEM IPB periode 2001/2002, Dewan Keluarga Mesjid (DKM) Al-Ghifari IPB periode 2002/2003, serta Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) FEM IPB periode 2003/2004 dan periode 2004/2005.


(8)

Mempengaruhi Laba Bank Umum Syariah di Indonesia”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Wiwiek Rindayati, MS, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS, yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritik beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Syamsul Hidayat Pasaribu, SE, M.Si, atas kritik dan sarannya mengenai tatacara penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ali Sakti dari DPS-BI yang telah memberikan bimbingan dan data-data yang penulis butuhkan. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada para peserta Seminar Hasil Penelitian skripsi ini, kritik dan saran mereka sangat membantu bagi perbaikan skripsi ini. Penulis juga berterimakasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan kakak penulis. Doa, dorongan dan kesabaran mereka sangat berarti dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2006

Yayu Anggraeni H14101001


(9)

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 7

2.1. Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1. Definisi dan Karakteristik Perbankan Syariah ... 7

2.1.2. Penghimpunan Dana Bank Syariah ... 8

2.1.3. Penyaluran Dana Bank Syariah ... 10

2.1.4. Jasa Perbankan Syariah ... 14

2.1.5. Profitabilitas Bank Syariah ... 14

2.1.6. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional ... 15

2.2. Kerangka Teori ... 19

2.2.1. Konsep Pendapatan/Laba ... 19

2.2.2. Maksimisasi Laba ... 20

2.2.3. Konsep Marjinal ... 21

2.2.4. Aturan Penerimaan Marjinal dan Biaya Marjinal ... 21

2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran ... 24

2.2.6. Laporan Laba Rugi Bank Syariah ... 28

2.2.7. Kajian Penelitian Terdahulu ... 30

2.2.8. Kerangka Pemikiran ... 34


(10)

3.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda ... 40

3.3.2. Variabel Dummy ... 40

3.3.3. Uji Ekonomi ... 41

3.3.4. Uji Kriteria Statustik ... 41

IV. PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH ... 47

4.1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia ... 48

4.2. Fenomena Munculnya Window System di Bank Konvensional ... 48

4.3. Perkembangan Jumlah Bank ... 59

4.4. Perkembangan Kinerja Bank Umum Syariah ... 52

4.4.1. Total Aset ... 52

4. 4.4.2. Dana Pihak Ketiga (DPK) ... 53

4.4.3. Pembiayaan ... 55

4.4.4. Financing to Deposit Ratio (FDR) ... 56

4.4.5. Laba Bank Umum Syariah ... 57

4.4.6. Kinerja Finansial ... 58

4.4.7. Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financig/NPF) ... 60

V. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LABA BANK UMUM SYARIAH ... 62

5.1. Analisis Statistik dan Pengujian Hipotesis ... 63

5.1.1. Uji Heteroskedastisitas ... 63

5.1.2. Uji Autokorelasi ... 64

5.1.3. Uji Multikolinearitas ... 64

5.2. Interpretasi Variabel Penjelas ... 66

5.2.1. Laba BUS pada satu Periode Sebelumnya ... 66

5.2.2. Nisbah Bagi Hasil DPK BUS ... 66

5.2.3. Suku Bunga Deposito Bank Konvensional ... 67


(11)

DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN ... 78


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Hal

1.1. Jaringan Kantor Perbankan Syariah ... 2

1.2. Pangsa Perbankan Syariah terhadap Total Bank ... 3

2.1. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional ... 18

4.1. Jumlah jaringan Kantor Bank Syariah ... 49

4.2. Jumlah Jaringan Kantor Perbankan Syariah Posisi Maret 2005 ... 51

4.3. Pertumbuhan Aset Bank Umum Syariah ... 52

4.4. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum Syariah ... 53

4.5. Pertumbuhan Pembiayaan Bank Umum Syariah ... 55

4.6. Pertumbuhan ROA dan ROE Bank Umum Syariah ... 59

4.7. Non Performing Financig/NPF Bank Umum Syariah ... 60

5.1. Hasil Estimasi Variabel Dependen Laba Bank Umum Syariah ... 62

5.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 64

5.3. Hasil Uji Autokorelasi ... 64


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Hal

2.1. Skema Pembiayaan Murabahah ... 11

2.2. Skema Pembiayaan Mudharabah ... 12

2.3. Grafik Laba Perusahaan ... 23

2.4. Kerangka Pemikiran ... 36

4.1. Perkembangan Jumlah Jaringan Kantor Bank Syariah ... 50

4.2. Pertumbuhan Aset Bank Umum Syariah ... 52

4.3. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum Syariah ... 54

4.4. Pertumbuhan Pembiayaan Bank Umum Syariah ... 55

4.5. Perkembangan FDR Bank Umum Syariah ... 57

4.6. Laba bank Umum Syariah ... 58

4.7. Pertumbuhan ROA Bank Umum Syariah ... 59

4.8. Pertumbuhan ROE Bank Umum Syariah ... 60

4.9. Pertumbuhan NPF Bank Umum Syariah ... 61


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Hal

1. Hasil Uji Estimasi ... 75

2. Hasil Uji Heteroskedastisitas, Autokorelasi, dan Multikolinearitas ... 76

3. Data Asli ... 77

4. Data telah disesuaikan dengan IHK tahun 2002 ... 78


(15)

Pada masa Krisis Moneter tahun 1997, banyak bank konvensional yang bermasalah akibat negative spread, yaitu pendapatan bunga dari kredit lebih kecil daripada kewajiban pembayaran bunga kepada deposan. Hal ini menyebabkan terjadinya likuidasi oleh pemerintah terhadap 16 bank yang pada akhirnya memicu krisis kepercayaan dari para nasabah terhadap bank konvensional. Pada masa itu yang terjadi pada Bank Umum Syariah (BUS) justru sebaliknya, BUS menunjukkan kondisi yang cukup stabil. Hal ini membuat kepercayaan dan ketertarikan masyarakat terhadap perbankan syariah semakin meningkat. Sejak saat itu, bank syariah mulai berkembang di Indonesia dan pengkajian terhadap ekonomi syariah pun semakin diminati.

Bank Umum Syariah telah membuktikan kembali keunggulannya dengan memperlihatkan perkembangan dan kemajuan yang cukup signifikan baik dari segi aset, maupun dari segi pertumbuhan jumlah bank dan perluasan jaringan kantornya. Hal ini menyebabkan keberadaannya semakin menarik untuk dicermati, apalagi setelah dikeluarkannya fatwa oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang menyatakan bahwa bunga bank itu adalah riba dan diharamkan.

Data menunjukkan bahwa pada tahun 1998, baru terdapat 1 Bank Umum Syariah, 10 Kantor Cabang, 1 Kantor Cabang Pembantu, dan 19 Kantor Kas. Sampai bulan Maret 2005 telah bertambah menjadi 3 Bank Umum Syariah, 94 Kantor Cabang, 45 Kantor Cabang Pembantu, 133 Kantor Kas, dan 89 BPRS.


(16)

Perkembangan jaringan kantor perbankan syariah ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia Tahun 1998-2005 Jenis

Bank Kelas 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005* Bank Umum Syariah KP KPO/KC KCP KK 1 10 1 19 2 13 7 19 2 21 8 26 2 36 5 43 2 43 11 59 2 74 20 113 3 92 40 131 3 94 45 133 Total Kantor

31 41 57 86 115 209 266 275 Bank Umum Konvensi onal UUS KPO/KC KCP KK 1 1 0 0 3 7 0 0 3 12 0 0 6 25 0 0 8 42 6 0 15 56 18 0 16 58 21 1 Total Kantor

2 10 15 31 56 89 96

BPRS 76 79 79 81 83 84 88 89

TOTAL 107 122 146 182 229 349 443 460

Sumber : BPS-BI *Data per Maret 2005. Keterangan :

- KP : Kantor Pusat, - UUS : Unit Usaha Syariah, - KPO : Kantor Pusat Operasional, - KC : Kantor Cabang,

- KCP : Kantor Cabang Pembantu, - KK : Kantor Kas,

- BPRS : Bank Perkreditan Rakyat Syariah.

Data pada bulan Maret tahun 2005 menunjukkan bahwa telah terdapat 16 bank konvensional yang telah membuka Unit Usaha Syariah (UUS), yaitu PT Bank Indonesian Finance and Investment (IFI), PT Bank Negara Indonesia (BNI), PT Bank Jabar, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Bank Danamon, PT Bank Bukopin, PT Bank Internasional Indonesia (BII), Hongkong and Shanghai Bangking Corporation (HSBC), PT Bank DKI, BPD Riau, BPD Kalsel, PT Bank Niaga, BPD Sumut, BPD Aceh, Bank Permata, dan Bank Tabungan Negara (BTN). Bank konvensional yang akan membuka UUS ini tampaknya masih akan terus bertambah.


(17)

Perkembangan perbankan Syariah juga dapat dilihat dari segi pelayanannya. Dari data pada tabel 2 dapat terlihat bahwa secara nasional aset bank syariah sebesar Rp 15.5 triliun, Dana Pihak Ketiga (DPK) Rp 11.76 triliun, dan pembiayaan Rp 12.14 triliun. Sedangkan pangsa (share) perbankan syariah terhadap perbankan nasional telah mencapai 1.24 persen untuk total aset, 1.24 persen Dana Pihak Ketiga (DPK), dan 2.18 persen untuk pembiayaan yang diberikan. Pangsa perbankan syariah terhadap total bank ini dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Pangsa Perbankan Syariah terhadap Total Bank (Januari 2005) Bank Syariah

Total bank Nominal Share

(%)

Total Assets 15.5 triliun 1.24 1258.39 triliun Deposit Fund 11.76 triliun 1.24 950.07 triliun Credit/Financing extended 12.14 triliun 2.18 555.60 triliun

LDR/FDR*) 103.19 % 58.48 %

NPL 3.23 % 4.7 %

Sumber : BPS-BI, 2005. Dimana:

*) FDR = Financing extended/Deposit Fund, LDR = Credit extended/Deposit Fund, NPL = Pembiayaan atau kredit bermasalah.

Laba Bank Umum Syariah (BUS) dalam perkembangannya senantiasa mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja BUS semakin lama semakin meningkat, karena laba merupakan salah satu indikator dari kinerja BUS. Kemampuan untuk memberikan kontribusi pada laju pertumbuhan sektor riil juga merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan dari bank syariah.


(18)

1.2. Perumusan Masalah

Sistem perbankan syariah mempunyai beberapa perbedaan dengan sistem perbankan konvensional. Hal mendasar yang membedakan keduanya terletak pada sistem pembiayaan yang diberikan. Pembagian keuntungan pada bank konvensional diberikan dalam bentuk bunga. Sedangkan pada bank syariah pembagian keuntungan diberikan dalam bentuk bagi hasil, sehingga pihak bank ikut menanggung resiko kerugian atau keuntungan dari suatu proyek pembiayaan.

Diharamkannya bunga bagi umat Islam menjadi salah satu faktor pendorong berdirinya bank syariah. Sehingga keberadaan bank syariah ini merupakan sebuah kebutuhan yang cukup mendasar bagi umat Islam agar dapat menjalankan perintah agamanya dengan baik. Apalagi jika hal ini dikaitkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang sebagian besar beragama Islam.

Firdaus (2004) menyatakan bahwa perilaku dari nasabah perbankan syariah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu nasabah emosional dan nasabah rasional. Nasabah emosional adalah nasabah yang melakukan transaksi dengan perbankan syariah karena faktor keyakinan dan ideologi yang dianutnya. Mereka meyakini bahwa bunga bank bersifat haram karena termasuk riba, sehingga melakukan transaksi dengan bank konvensional pun termasuk hal yang tidak diperbolehkan. Sedangkan nasabah rasional adalah nasabah yang melakukan transaksi dengan perbankan syariah karena faktor rasionalitas dalam mencari keuntungan yang lebih tinggi.

Hasil penelitian dari BNI Syariah pada tahun 2005 menyatakan bahwa sekitar 51% masyarakat Indonesia tidak setuju dengan sistem bunga. Hal ini


(19)

merupakan sebuah peluang yang sangat besar bagi bank syariah untuk dapat meningkatkan kinerjanya. Salah satu indikator kinerja perbankan syariah tersebut adalah tingkat laba yang diperolehnya. Jika labanya naik, maka dapat dikatakan kinerjanya juga meningkat dan sebaliknya.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laba BUS di Indonesia. Hal ini perlu diketahui agar pada masa yang akan datang, BUS dapat melakukan perbaikan dan peningkatan kinerjanya.

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi laba BUS di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan instrumen-instrumen yang dapat digunakan dalam upaya peningkatan laba BUS di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai kalangan pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Terdapat tiga manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini.

1. Dapat lebih meningkatkan pengetahuan dan pemahaman bagi penulis tentang perbankan syariah dan prospek kedepannya.

2. Menjadi rujukan dan pertimbangan bagi peneliti yang melakukan penelitian sejenis.


(20)

3. Menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi para pihak pembuat kebijakan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Tingkat laba yang dianalisis dalam penelitian ini terbatas pada laba Bank Umum Syariah (BUS) yang terdapat di Indonesia. Bank umum syariah dalam konteks penelitian ini mencakup tiga buah BUS (Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Mega) beserta unit usaha syariah bank konvensional yang terdapat di Indonesia. Penelitian ini dibatasi untuk melihat pengaruh lima buah variabel terhadap laba BUS. Variabel-variabel tersebut yaitu laba BUS satu periode sebelumnya, nisbah laba per Dana Pihak Ketiga (DPK), suku bunga deposito bank konvensional, besarnya pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF), dan fatwa MUI mengenai keharaman bunga bank.


(21)

Bank Umum adalah bank yang memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk unit usaha syariah dan kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (UU nomor 10 tahun 1998).

Yuliadi (2001) menyebutkan bahwa secara umum bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Kegiatan bank syariah selalu terkait dengan lalu lintas uang antara lain : (1) memindahkan uang, (2) menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran, (3) mendiskonto surat wesel, surat order maupun surat berharga lainnya, (4) memberi dan menjual surat-surat berharga, (5) membeli dan menjual cek, surat wesel dan kertas dagang, serta (6) memberi jaminan bank.

Khalid (2005) menyebutkan bahwa bank syariah adalah bank yang tata cara beroperasinya didasarkan kepada tata cara bermuamalat secara Islam. Artinya, bank syariah mengacu kepada ketentuan-ketentuan al Qur’an dan Al Hadist.


(22)

Khalid (2005) mengemukakan enam karakteristik bank syariah.

ƒ Dalam bank syariah tidak dikenal adanya konsep “Time Value of Money”.

ƒ Tidak diperkenankan kegiatan yang bersifat “spekulatif” karena adanya ketidakpastian.

ƒ Tidak diperkenankan adanya dua transaksi untuk satu barang. ƒ Tidak diperkenankan dua harga untuk satu barang.

ƒ Tidak membedakan secara tegas antara sektor moneter dan sektor riil, sehingga dalam kegiatan usahanya dapat melakukan usaha riil, seperti jual beli dan sewa menyewa.

ƒ Dalam strukturnya terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS).

2.1.2. Penghimpunan Dana Bank Syariah

Penghimpunan dana yang dilakukan oleh bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Prinsip operasional bank syariah yang ditetapkan

dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Wadiah dan Mudharabah. (1) Prinsip Wadi’ah

Al wadi’ah adalah titipan murni yang dapat diambil setiap saat jika pemiliknya menghendaki. Terdapat dua jenis wadi’ah, yaitu : wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah yad ad-dhamanah. Pada wadi’ah yad al-amanah, barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan. Sedangkan dalam wadi’ah yad adh-dhamanah harta yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan.


(23)

(2) Prinsip Mudharabah

Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau ijarah seperti yang dijelaskan terlebih dahulu. Dana tersebut juga bisa digunakan oleh bank untuk melakukan mudharabah kedua. Hasil usaha ini akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal penggunaan di mudharabah kedua ini, bank bertanggung jawab secara penuh atas kerugian yang terjadi. Berdasarkan kewenangan yang diberikan pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi dua.

- Mudharabah Mutlaqah. Penerapan mudharabah mutlaqah ini mengembangkan produk tabungan dan deposito mudharabah. Prinsip ini mengindikasikan bahwa tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.

- Mudharabah Muqayyadah. Prinsip terbagi dua, yaitu pertama, Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet merupakan simpanan khusus (restricted investment), dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Contohnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau untuk nasabah tertentu. Kedua, Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana


(24)

usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-sarat tertentu yang harus dipatuhi bank dalam mencari bisnis (pelaksana usaha).

2.1.3. Penyaluran Dana Bank Syariah

Produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu : (1) transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang yang dilakukan dengan prinsip jual beli ; (2) transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa yang dilakukan dengan prinsip sewa; dan (3) transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang bertujuan untuk mendapatkan barang dan jasa sekaligus, yang dilakukan dengan prinsip bagi hasil.

(1) Prinsip Jual Beli (Ba’i)

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang. Pembiayaan Murabahah

Murabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal dengan murabahah, adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Dalam perbankan syariah, murabahah selalu dilakukan dengan cicilan (bi tsaman ajil).


(25)

Skema pembiayaan murabahah dapat dijelaskan dalam gambar berikut.

Beli tunai

Bayar Jual Kirim barang tangguh

Sumber : Yuliadi, 2001.

Gambar 2.1. Skema Pembiayaan Murabahah

- Salam. Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh sebab itu, barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas mirip jual beli ijon, tapi dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.

- Istishna. Produk isthisna menyerupai produk salam, tapi dalam istishna pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Produk ishtishna umumnya diaplikasikan dalam pembiayaan manufaktur dan konstruksi.

(2) Prinsip Sewa (Ijarah)

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Pada dasarnya sama dengan prinsip jual beli, hanya saja perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa. Barang yang disewakan kepada nasabah dapat

BANK SUPPLIERR


(26)

dijual pada nasabah pada akhir masa sewa. Transaksi semacam ini dalam perbankan dikenal dengan ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan pindahnya hak kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.

(3) Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Produk pembiayaan syariah yang didasarkan prinsip bagi hasil dapat dijelaskan melalui uraian berikut ini.

- Musyarakah. Produk ini merupakan produk pembiayaan yang sebagian dari modal usaha adalah penyertaan dari pihak bank dan akan dilibatkan dalam proses manajemen usaha. Pembagian keuntungan berdasarkan perjanjian sesuai dengan besarnya proporsi penyertaan modal.

- Mudharabah. Produk ini menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja bagi nasabah hingga 100 %. Besarnya bagi keuntungan didasarkan pada perjanjian yang sesuai dengan proporsinya. Skema pembiayaan mudharabah dapat dijelaskan dalam gambar berikut ini.

Akad Mudharabah

Dana Keuntungan

usaha Pengembalian Porsi keuntungan Pokok + porsi

Keuntungan Sumber : Yuliadi, 2001.

Gambar 2.2. Skema Pembiayaan Mudharabah BANK

USAHA


(27)

(4) Akad pelengkap

Akad pelengkap dilakukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Akad ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Bank diperbolehkan meminta pengganti biaya yang benar-benar timbul untuk melaksanakan akad ini. Bentuk-bentuk akad pelengkap tersebut dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini.

- Hiwalah (Alih Hutang Piutang). Fasilitas ini bertujuan untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya; - Rahn (Gadai). Fasilitas ini bertujuan untuk memberikan jaminan pembayaran

kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan;

- Qardh. Fasilitas ini merupakan pinjaman lunak bagi pengusaha yang benar-benar membutuhkan modal kerja. Nasabah membayar kepada bank hanya sesuai dengan besarnya pinjaman pokok ditambah dengan biaya administrasi. Pada fasilitas ini pengusaha tidak perlu membagi keuntungannya dengan bank;

- Wakalah (Perwakilan). Wakalah dalam aplikasi perbankan syariah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya dalam melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukaan LC (letter of credit), inkaso, dan transfer uang;

- Kafalah (Garansi Bank). Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat memberikan syarat kepada nasabah untuk mendapatkan sejumlah dana untuk


(28)

fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah.

2.1.4. Jasa Perbankan Syariah

Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa : (1) sharf (jual beli valuta asing), pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip syariah sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot); (2) ijarah (sewa), jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.

2.1.5. Profitabilitas Bank syariah

Profit adalah selisih antara pendapatan dan biaya yang dikeluarkan, pada umumnya dicerminkan dengan pendapatan bersih sesudah pajak. Terdapat dua Indikator tingkat profit yang dapat digunakan.

(1) Return On Asset (ROA)

Rasio ini membandingkan laba operasi dengan seluruh sumber daya input (total aset) yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio ini dianggap yang terbaik dan lebih banyak digunakan untuk menilai kinerja suatu perusahaan.


(29)

(2) Return On Equity (ROE)

Equity adalah penjumlahan dari laba yang ditahan (retained earnings) dengan penjualan. Equity capital mencerminkan kontrol pengambilan keputusan oleh pihak pemilik. Dalam industri perbankan, ROE merupakan pembagian antara laba bersih dengan ekuitas.

2.1.6. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

Antonio (2001) menyebutkan bahwa sesungguhnya dalam beberapa hal, bank syariah dan bank konvensional memiliki beberapa persamaan, terutama dari sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Namun, ternyata terdapat cukup banyak perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja.

(1) Akad dan aspek Legalitas

Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, transaksi maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, sebagaimana dijelaskan berikut ini.

- Rukun, yaitu : penjual, pembeli, barang, harga, dan akad (ijab kabul). - Syarat, yaitu :

ƒ Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah;


(30)

ƒ Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi;

ƒ Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya berada dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.

(2) Lembaga Penyelesai Sengketa

Jika terjadi perbedaan atau perselisihan antara bank syariah dan nasabahnya, maka penyelesaiannnya tidak dilakukan di peradilan negeri, tetapi diselesaikan menurut tata cara dan hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang telah didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

(3) Struktur Organisasi

Struktur organisasi bank syariah bisa sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi. Tetapi unsur yang sangat membedakan diantara keduanya adalah di bank syariah terdapat keharusan untuk memiiki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang beranggotakan para ulama yang berasal dari Dewan Syariah Nasional (DSN). Adapun peran para ulama tersebut adalah mengawasi jalannnya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah.


(31)

(4) Bisnis dan Usaha yang Dibiayainya

Bisnis dan Usaha yang dilakukan oleh bank syariah tidak terlepas dari saringan syariah, oleh karena itu bank syariah tidak mungkin membiayai usaha yang terkandung didalamnya hal-hal yang diharamkan. Suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok.

- Apakah objek pembiayaan halal atau haram ?

- Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat ? - Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan asusila ?

- Apakah proyek berkaitan dengan perjudian ?

- Apakah usaha tersebut berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal ?

- Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak angsung ?

(5) Lingkungan Kerja dan Corporate Culture

Bank syariah selayakya memiliki lingkungan kerja yang sesuai dengan syariah. Dalam hal etika misalnya, bank syariah harus memiliki sifat amanah dan shiddiq, karyawannya dapat mencerminkan integritas eksekutif muslim yang baik, skillfull dan profesional (fathanah), mampu melaksanakan tugas secara team work, dalam hal pemberian reward dan punishment-nya diperlukan prinsip keadilan dan kesesuaian dengan syariah. Cara berpakaian dan tingkah laku para karyawan juga harus mencerminkan bahwa mereka bekerja di sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga agar sesuai dengan syariat Islam.


(32)

(6) Perbandingan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional.

Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional disajikan dalam Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional No. Bank Syariah Bank Konvensional

1. Melakukan investasi-investasi yang halal saja

Investasi yang halal dan haram 2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual

beli, atau sewa.

Memakai perangkat bunga 3. Profit dan falah oriented Profit Oriented

4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.

Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitor-kreditor.

5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.

Tidak terdapat dewan sejenis

Sumber : Antonio, 2001.

Ciri-ciri bank syariah yang membedakannya dengan bank konvensional menurut Sumitro dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini.

- Beban biaya yang disepakati pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar menawar dalam batas wajar. Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak.

- Penggunaan prosentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindarkan, karena prosentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir.

- Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan, tidak menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti (fixed return) yang ditetapkan di muka. Bank syariah menetapkan sistem yang didasarkan atas penyertaan modal untuk jenis kontrak mudharabah dan musyarakah dengan sistem bagi hasil


(33)

(profit and loss sharing). Penetapan keuntungan dimuka hanya diterapkan pada jenis kontrak jual beli melalui kredit pemilikan barang (mudharabah, ba’i bitsaman ajil dan ba’i salam) serta sewa guna usaha (ijarah), karena kemungkinan rugi dari kontrak ini sangat kecil.

- Pengerahan dana dalam bentuk deposito ataupun tabungan, oleh penyimpan dana dianggap sebagai titipan (wadi’ah), sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan pada proyek-proyek yang dibiayai bank, sehingga kepada penyimpan dana tidak dijanjikan imbalan yang pasti. Apabila proyek-proyek yang dibiayai bank untung, penyimpan dana memperoleh keuntungan yang mungkin lebih besar dari tingkat bunga deposito ataupun tabungan pada bank konvensional. Sedangkan giro dianggap sebagai titipan murni, bagi nasabah giro dapat diberikan bonus atas ijin penggunaan dananya.

- Terdapat pos pendapatan berupa pendapatan “non halal” sebagai hasil dari transaksi dengan bank konvensional. Digunakan untuk kepentingan yang bersifat sosial.

2.2. Kerangka Teori

2.2.1. Konsep Pendapatan/Laba

Laba adalah pendapatan bersih yang dilihat dari selisih antara pendapatan total perusahaan dengan biaya totalnya. Menurut Kusnadi dkk (2004), besarnya laba dapat dilihat dari laporan laba rugi perusahaan yang menunjukkan sumber darimana penghasilan diperoleh serta beban yang dikeluarkan sebagai beban


(34)

perusahaan. Perusahaan akan memperoleh keuntungan apabila penghasilan yang diperoleh lebih besar dari beban yang dikeluarkan dan dikatakan rugi apabila sebaliknya.

Konsep laba yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah laba perusahaan yang dikonversikan kedalam konteks pendapatan bersih atau laba bank. Laba tersebut diperoleh dari selisih pendapatan atau penerimaan total dengan biaya ekonomi total.

2.2.2. Maksimisasi Laba

Perusahaan adalah setiap institusi yang mengubah input menjadi output (Nicholson, 2002). Jika perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai laba ekonomi sebesar mungkin, maka secara definisi mereka berusaha membuat perbedaan sebesar mungkin antara penerimaan total dengan biaya ekonomi total. Laba ekonomi didefinisikan sebagai berikut :

π = TR - TC [2.1] dimana :

π : laba (profit),

TR : total penerimaan (revenue), TC : total biaya (cost).

Sebagai perantara keuangan, bank akan memperoleh laba dalam bentuk spread based, yaitu selisih bunga yang diberikan kepada penyimpan (bunga simpanan) dan bunga yang berasal dari peminjam (bunga kredit). Selain dari spread based, bank juga memperoleh laba dari kegiatan jasa yang dilakukannya


(35)

misalnya dalam bentuk penerimaan biaya kirim, biaya tagih, biaya administrasi, biaya provisi dan komisi, biaya sewa dan biaya-biaya lainnya. Biaya dari kegiatan-kegiatan tersebuat dikenal dengan istilah fee based. Sedangkan dalam bank syariah laba diperoleh dalam bentuk bagi hasil (Profit Sharing) dari pembiayaan yang diberikannya kepada nasabah dan juga dari kegiatan simpanan, jual beli, sewa dan jasa yang diberikannya.

2.2.3. Konsep Marjinal

Jika sebuah perusahaan adalah pencari laba maksimum, maka Ia akan membuat keputusan berdasarkan konsep marjinal. Manajer-pemilik akan menyesuaikan segala sesuatu yang dapat diatur sampai tidak mungkin lagi terjadi peningkatan laba. Sepanjang penambahan laba ini positif, manager akan memutuskan untuk memproduksi tambahan output atau mempekerjakan tambahan tenaga kerja. Ketika tambahan laba dari aktivitas produksi menjadi nol, manajer akan mempertahankan aktivitasnya jika menambah produksi sudah tidak bisa lagi menguntungkan (Nicholson, 2002).

2.2.4. Aturan Penerimaan Marjinal dan Biaya Marjinal

Untuk memaksimumkan laba, perusahaan seharusnya menghasilkan tingkat output dimana penerimaan marjinal dari hasil tambahan penjualan satu unit outputnya adalah tepat sama dengan biaya marjinal untuk menghasilkan unit output tersebut.


(36)

Secara ringkas dapat dituliskan sebagai berikut.

MR = MC [2.2]

dimana :

MR : penerimaan marjinal, MC : biaya marjinal.

Perusahaan seharusnya terus meningkatkan outputnya, Sepanjang penerimaan marjinal melebihi biaya marjinal. Pada saat itu, setiap tambahan unit yang diproduksi akan memberikan suatu tambahan pada laba totalnya. Jika biaya marjinal sama dengan penerimaan marjinal, maka perusahaan tidak perlu lagi melakukan penambahan produksi. Kenaikan output selanjutnya akan mengurangi laba karena biaya untuk menghasilkan lebih banyak output akan melebihi jumlah penerimaan yang dihasilkan.

Laba ekonomi didefinisikan sebagai penerimaan total dikurangi biaya ekonomi total, maka laba mencapai maksimum saat slope fungsi penerimaan (penerimaan marjinal) sama dengan slope fungsi biaya (biaya marjinal). Pada gambar 1.1, peristiwa ini terjadi pada titik q *. Laba adalah nol pada titik produksi q1 dan q2.


(37)

Biaya

Penerimaan Biaya (TC)

Penerimaan (R)

Output per minggu

Output per minggu

q1 q* q2

0 (a)

(b) Laba

Laba

Sumber : Nicholson, 2002.

Gambar 2.3. Grafik Laba Perusahaan

Jika persamaan Maksimisasi Laba (π = TR - TC) tadi dikonversikan ke dalam bank, maka total penerimaan adalah berasal dari total pendapatan bank dan total biaya berasal dari total beban bank. Laba bank adalah total pendapatan bank dikurangi total beban bank. Hal mendasar yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah terletak pada sumber penerimaan bank. Sumber penerimaan bank konvensional berasal dari bunga, sedangkan bank syariah, tidak menjadikan bunga sebagai salah satu sumber penerimaannya. Bank syariah menggantinya dengan sistem bagi hasil (profit sharing).


(38)

2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran

Maksimisasi laba sebuah perusahaan dapat dilihat dari sisi penawarannya. Jumlah komoditi yang diproduksi dan ditawarkan untuk dijual dipengaruhi oleh beberapa variabel (Lipsey, at al., 2005).

(1) Harga komoditi itu Sendiri

Satu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan berhubungan secara positif, dengan semua faktor yang lain tetap sama. Dengan kata lain, semakin tinggi harga suatu komoditi, semakin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan, semakin rendah harga, semakin kecil jumlah komoditi yang ditawarkan.

Dalam konteks bank syariah, harga dari komoditinya adalah nisbah bagi hasil yang akan diterima oleh deposan atau biasa disebut dengan nisbah bagi hasil Dana Pihak Ketiga (DPK). Keputusan untuk menyimpan dana bagi nasabah rasional , ditentukan oleh tingkat pengembalian yang paling besar yang akan diterimanya apakah dari bank syariah atau bank konvensional. Oleh karena itu, tingkat suku bunga deposito yang ditawarkan oleh bank konvensional akan menjadi substitusi bagi bank syariah.

(2) Harga-harga Masukan (Prices of Input)

Semua jenis barang yang digunakan perusahaan untuk memproduksi keluaran, disebut sebagai masukan (input) perusahaan. Masukan (input) perusahaan biasanya dalam bentuk bahan baku, tenaga kerja dan mesin. Jika harga lainnya tetap sama, semakin tinggi harga setiap masukan maka semakin


(39)

kecil keuntungan yang akan diperoleh dari suatu komoditi tertentu. Masukan (input) bank syariah meliputi bahan baku berupa modal dan tenaga kerja. Modal bank syariah biasanya diperoleh dari para investor dan dari laba yang diperoleh BUS pada periode sebelumnya.

(3) Tujuan Perusahaan

Dalam teori dasar ilmu ekonomi, perusahaan diasumsikan memiliki satu tujuan tunggal yaitu memaksimumkan laba. Perusahaan bisa saja memiliki tujuan lainnya atau tujuan sebagai substitusi untuk memaksimumkan laba. Selama perusahaan memilih laba besar ketimbang lebih kecil, maka perusahaan akan memberikan respon terhadap perubahan dalam kemampulabaan arah tindakan alternatif.

Bank syariah termasuk perusahaan yang tidak terlalu profit oriented, karena dalam usianya yang masih baru, bank syariah lebih berkonsentrasi pada upaya pelayanan dan sosialisasi. Hal ini berarti bahwa pelayanan dan sosialisasi yang dilakukan bank syariah juga merupakan sebuah upaya peningkatan laba dalam jangka panjang.

(4) Teknologi

Perubahan teknologi apa pun yang dapat menurunkan biaya produksi akan menaikan keuntungan yang dapat dihasilkan pada harga tertentu dari komoditi itu. Selama kenaikan keuntungan ini diikuti oleh kenaikan produksi, maka perubahan ini akan meningkatkan jumlah kooditas yang ditawarkan. Teknologi yang dipakai oleh bank syariah hampir sama dengan teknologi yang dipakai oleh bank konvensional. Perubahan teknologi yang dapat menurunkan biaya produksi dan


(40)

meningkatkan pelayanan, akan mampu menaikan laba yang akan diperoleh bank syariah.

Teori tersebut bersifat mikro yang berlaku untuk sebuah perusahaan. Dalam penelitian ini teori tersebut dikonversikan pada sebuah industri dalam bentuk bank dengan sistem syariah. Faktor-faktor yang diduga akan mempengaruhi laba BUS dalam penelitian ini adalah :

(1) Laba BUS Satu Periode Sebelumnya

Tingkat laba BUS pada satu periode (bulan) sebelumnya dapat digunakan untuk menambah modal bagi kelancaran operasional BUS. Tingkat laba BUS satu periode sebelumnya juga akan mempengaruhi nasabah rasional untuk melihat prospek dari BUS. Jika prospektif, maka ia akan memilih menjadi nasabah BUS dan sebaliknya. Tingkat laba BUS satu periode sebelumnya merupakan proksi dari harga input perusahaan. Artinya, jika tingkat laba BUS satu periode sebelumnya mngalami peningkatan, maka hal itu akan menambah modal BUS dan berarti mengurangi harga input BUS.

(2) Nisbah laba Dana Pihak Ketiga (DPK)

Nisbah laba DPK merupakan proksi dari harga komoditi (harga output) dari bank syariah. Nisbah laba per DPK merupakan besarnya tingkat pengembalian yang dapat BUS berikan kepada para deposannya. Jika besarnya nisbah per DPK yang diberikan BUS cukup besar, maka nasabah rasional akan menyimpan dananya di BUS, dan sebaliknya.


(41)

(3) Tingkat Suku Bunga Deposito Bank Konvensional (IDEP)

Tingkat suku bunga deposito bank konvensional (IDEP) akan menjadi sebuah landasan bagi nasabah rasional untuk menentukan apakah ia akan menyimpan dananya di BUS atau di bank konvensional. Dengan kata lain, bagi nasabah rasional, IDEP akan menjadi substitusi dari nisbah bagi hasil DPK BUS. Jika IDEP bank konvensional lebih kecil daripada nisbah bagi hasil DPK BUS, maka nasabah rasional akan memilih menyimpan dananya di bank syariah, dan sebaliknya.

(4) Non Performing Financing (NPF)

Non Performing Financing (NPF) ini menunjukkan jumlah pembiayaan bermasalah pada BUS. Pembiayaan bermasalah memberikan disinsentif kepada BUS, karena semakin tinggi tingkat NPF, maka semakin besar dana penghapusan yang harus dikeluarkan. Non Performing Financing (NPF) merupakan proksi dari harga input perusahaan. Jika NPF meningkat, maka modal harus ditambah karena harus menyisihkan dana penghapusan akan meningkat, dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa NPF menyebabkan harga input BUS menjadi meningkat. (5) Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Fatwa MUI mengenai keharaman bunga bank merupakan variabel dummy dalam penelitian ini. Fatwa MUI merupakan variabel kualitatif yang dikuantitatifkan yang dapat digunakan untuk melihat pengaruh fatwa tersebut terhadap laba BUS. Fatwa MUI diduga akan mempengaruhi nasabah emosional untuk mengalihkan dananya dari bank konvensional ke bank syariah. Meningkatnya pengalihan dana tersebut akan meningkatkan jumlah dana Pihak


(42)

ketiga (DPK) yang dihimpun BUS. Peningkatan DPK akan memperbesar peluang BUS untuk dapat meningkatkan penyaluran pembiayaannya, dan peningkatan pembiayan diduga akan meningkatkan jumlah laba yang akan diperoleh BUS.

2.2.6. Laporan Laba Rugi Bank Syariah

Terdapat empat unsur laba rugi dalam laporan laba rugi bank syariah (Harahap at al., 2005).

(1) Pendapatan Operasi utama

Unsur ini merupakan kelompok pendapatan operasi utama bank syariah atas penyaluran yang dilakukan sesuai prinsip syariah, yaitu : 1) pendapatan penyaluran yang mempergunakan prinsip bagi hasil, yaitu pendapatan bagi hasil mudharabah dan musyarakah, 2) pendapatan penyaluran yang mempergunakan prinsip jual beli, yaitu pendapatan margin murabahah, pendapatan bersih salam paralel dan ishtishna paralel dan 3) pendapatan bersih ijarah. Pendapatan operasi utama ini dipisahkan agar dapat memberikan informasi kepada pemakai laporan keuangan, atas pendapatan utama operasional bank syariah dan akan dikaitkan dengan bagi hasil yang telah diberikan oleh bank syariah.

(2) Hak Pihak Ketiga atas Bagi Hasil Investasi tidak Terikat

Unsur ini merupakan jumlah bagi hasil yang diberikan oleh bank syariah kepada pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati. Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat ini tidak dapat dikategorikan sebagai pendapatan dan beban bank syariah, tetapi merupakan alokasi pendapatan dari bank syariah. Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat juga tidak dikategorikan sebagai


(43)

beban bank syariah karena besarnya sangat tergantung pada pendapatan operasi utama bank syariah, besarnya sebanding dengan pendapatan operasi utama, besarnya tidak tetap.

(3) Pendapatan Operasi lainnya

Unsur ini menampung pendapatan operasi utama lainnya yang merupakan milik bank syariah sepenuhnya (tidak dibagihasilkan), meliputi pendapatan atas fee mudharabah muqayyadah, fee wakalah, fee kafalah dan pendapatan atas layanan berdasarkan imbalan lainnya.

(4) Beban-beban

Beban-beban ini merupakan semua beban yang menjadi tanggungan bank sebagai mudharib sebagaimana layaknya bank. Beban-beban bank syariah meliputi beban tenaga kerja, beban umum dan administrasi dan beban operasi lainnya.

Laporan laba rugi bank syariah yang mempergunakan metode bagi hasil revenue sharing berbeda dengan yang mempergunakan metode profit sharing. Bank yang mempergunakan metode profit sharing harus membuat laporan laba rugi atas pengelolaan dana mudharabah yang terpisah dengan laporan laba rugi bank. Laporan laba rugi pengelolaan dana mudharabah inilah yang akan dipergunakan sebagai dasar pembagian bagi hasil dengan pemilik dana. Jika pengeloaan dana tersebut mengalami kerugian yang bukan disebabkan oleh kesalahan mudharib, maka sesuai dengan prinsipnya kerugian tersebut akan menjadi tanggungan pemilik dana.


(44)

Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat laporan laba rugi pengelolaan dana mudharabah, khususnya yang berkaitan dengan beban, harus ada kriteria yang jelas tentang beban yang menjadi tanggungan dana mudharabah, baik beban tenaga kerjanya, beban umum dan administrasi maupun beban operasi lainnya. Beban yang menjadi tanggungan bank tidak dibebankan pada laba rugi

pengeolaan dana mudharabah.

2.2.7. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang perbankan syariah telah dilakukan oleh Mardiansyah (2004). Untuk model pembiayaan perbankan syariah, faktor internal seperti Lending Capacity (LC), nisbah laba per pembiayaan, dan tingkat pembiayaan bermasalah perbankan syariah, serta faktor eksternal rata-rata suku bunga kredit perbankan konvensional secara signifikan berpengaruh terhadap volume pembiayan yang disalurkan perbankan syariah, meskipun dengan tingkat signifikansi yang berbeda. Pembiayaan yang diberikan perbankan syariah tidak tergantung pada besarnya laba dan pembiayaan bermasalahnya, perbankan syariah tidak bersifat “profit oriented”.

Dalam skripsi Irawan (2004), penawaran pembiayaan Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia secara nyata dipengaruhi oleh Letter of Credit (LC). Nilai elastisitas LC terhadap penawaran pembiayaan merupakan yang tertinggi diantara variabel-variabel yang lainnya. Cara yang paling efektif untuk meningkatkan tingkat pembiayaan BUS adalah dengan meningkatkan Dana Pihak Ketiga (DPK). Meningkatnya DPK akan meningkatkan LC yang pada akhirnya


(45)

akan meningkatkan pembiayaan BUS. Variabel lain yang berpengaruh secara nyata terhadap penawaran pembiayaan BUS di Indonesia adalah Variabel Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan variabel Non Performing Financing (NPF).

Nilai elastisitas SWBI tidak besar, sehingga peningkatan jumlah SWBI BUS tidak akan mengurangi jumlah pembiayaan yang dikucurkan secara signifikan. Variabel NPF memiliki hubungan yang positif dengan penawaran pembiayaan BUS. Seharusnya hubungan keduanya adalah negatif. Artinya BUS lebih mengutamakan untuk menyalurkan dana yang terkumpul dari DPK dan tidak terlalu memperhatikan NPF ketika persentasenya terhadap total pembiayaan berada pada kondisi stabil.

Permintaan pembiayaan BUS secara nyata dipengaruhi oleh variabel GDP Riil dan variabel suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Nilai elastisitas GDP Riil merupakan merupakan yang tertinggi diantara variabel-variabel lain. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa permintaan pembiayaan BUS sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian nasional. Variabel suku bunga SBI mempengaruhi permintaan pembiayaan BUS secara nyata. Namun variabel tersebut memiliki hubungan yang negatif dan tidak sesuai dengan kerangka teoritis. Hal ini menunjukkan bahwa nasabah pembiayaan BUS merupakan nasabah segmen khusus yang tidak akan terpengaruh oleh fluktuasi tingkat suku bunga kredit di bank konvensional. Nasabah tersebut disebut kategori nasabah emosional.


(46)

Permintaan dan penawaran pembiayaan BUS di Indonesia secara nyata dipengaruhi oleh nisbah bagi hasil yang diterima oleh pihak bank. Nilai elastisitasnya pada persamaan penawaran adalah positif yang mengartikan bahwa kurva penawaran pembiayaan memiliki slope positif. Sedangkan nilai elastisitasnya pada persamaan permintaan bernilai negatif yang mengartikan bahwa kurva permintaan pembiayaan memiliki slope negatif.

Pada skripsi Firdaus (2004), struktur pasar bank umum syariah berupa perusahaan dominan mempengaruhi perilakunya dalam berpromosi. Struktur pasar dan perilaku tersebut kurang memberi pengaruh besar terhadap kinerja. Kinerja bank umum syariah yang tinggi lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu preferensi masyarakat untuk mengalokasikan dananya dalam bentuk Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap bank umum syariah.

Sedangkan pada skripsi Pitaloka (2004), penelitiannya membandingkan kinerja finansial antara bank syariah dengan bank konvensional dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA). Penelitian yang menggunakan data pada tahun 2001 dan 2002 tersebut menyimpulkan bahwa nilai EVA untuk bank syariah belum tentu bernilai lebih besar daripada bank konvensional. Karena nilai EVA sangat tergantung pada kinerja masing-masing bank bukan pada jenis bank. Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa kinerja bank syariah (yang diwakili oleh BMI) selama dua tahun tersebut tidak menarik bagi pemegang saham atau investor. Sehingga investor ragu untuk membeli saham yang ditawarkan, karena tidak akan mendapatkan deviden yang diharapkan. Implikasinya, bank syariah sulit mendapatkan penambahan modal,


(47)

kecuali dari keuntungan antara selisih dana pihak ketiga dan pembiayaan yang disalurkan kembali kepada masyarakat, tanpa dapat mengharapkan modal dari penjualan saham.

Budiman (2004), pada penelitiannya tentang ada tidaknya pengaruh faktor-faktor makroekonomi (suku bunga SBI, kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dan Indeks Harga Saham Gabungan /IHSG), pembiayaan dan simpanan mudharabah terhadap laba bruto bank-bank syariah di Indonesia. Sampel yang dipilih dalam penelitian tersebut adalah Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri dan BNI unit syariah. Pengujiannya menggunakan persamaan linear berganda dengan metode OLS dan data yang digunakan adalah data yang berasal dari laporan bulanan dan triwulanan bank syariah yang bersangkutan.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa faktor pembiayaan secara statistik dan substansi menjadi faktor tunggal yang signifikan terhadap laba bruto bank syariah dari ketiga sampel tersebut. Hal itu mampu dijelaskan secara memuaskan oleh sejumlah persamaan regresi yang dihasilkan. Sedangkan fungsi regresi yang menggunakan faktor tunggal simpanan mudharabah yang secara statistik juga signifikan, secara substansi kurang menemukan penjelasan yang memuaskan. Kombinasi dari dua variabel bebas ini dalam satu persamaan fungsi regresi tidak dapat dilakukan karena bermasalah dalam hal multikolinearitas dan autokorelasi atau keduanya.

Kesimpulan dari hasil pengujian itu juga menunjukkan bahwa variabel-variabel makroekonomi tidak berhubungan langsung dengan hasil operasional bank syariah. Suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap pendapatan dan laba


(48)

bruto bank syariah, karena bank syariah adalah alternatif dari bank konvensional yang berintikan suku bunga. Kurs dan IHSG juga tidak berpengaruh terhadap laba bruto bank syariah karena keduanya banyak dipenuhi unsur maupun pelaku spekulasi. Sehingga bukanlah substitusi yang ideal terhadap perbankan syariah yang mengharamkan semua jenis usaha atau proyek yang berindikasi spekulasi atau judi.

Laba bruto dalam penelitian Budiman adalah jumlah hasil investasi yang diperoleh bank syariah dari hasil investasi melalui pembiayaan yang diberikan kepada pihak debitur bank syariah setelah dikurangi bagi hasil kepada pihak penabung (deposan) bank syariah setiap periodenya. Laba yang dipakai dalam penelitian yang dilakukan penulis adalah laba bersih BUS yang diperoleh dari selisih antara laba bagi hasil pembiayaan dengan bagi hasil yang harus diberikan kepada deposan, ditambah pendapatan dari jasa-jasa.

Penelitian ini juga hanya menganalisis faktor- faktor internal BUS dan tidak menyertakan variabel makroekonomi sebagaimana pada penelitian yang dilakukan oleh Irawan dan Mardiyansyah. Sampel yang dipilih dalam penelitian Budiman adalah Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri dan BNI unit syariah, sedangkan sampel dalam penelitian penulis mencakup seluruh BUS dan UUS di Indonesia.

2.2.8. Kerangka Pemikiran

Bank Umum Syariah memperoleh laba dari kegiatan intermediasinya dalam bentuk kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Kegiatan BUS


(49)

dalam menghimpun dana menghasilkan laba berupa bagi hasil simpanan. Kegiatan BUS dalam menyalurkan dana menghasilkan laba berupa bagi hasil pembiayaan. Bank Umum syariah juga memperoleh laba dari pemberian jasa-jasa lainnya. Laba yang dipungut dari biaya jasa-jasa lainnya disebut dengan fee based. Laba BUS diperoleh dari fee based ditambah selisih antara bagi hasil simpanan dengan bagi hasil pembiayaan.

Besarnya laba yang diperoleh oleh BUS di Indonesia akan dipengaruhi oleh faktor internal. Faktor internal disini maksudnya adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam BUS itu sendiri. Faktor-faktor yang dianalisis dalam penelitian ini adalah tingkat laba BUS pada satu periode sebelumnya, tingkat suku bunga deposito bank konvensional, Non Performing Financing (NPF), dan fatwa MUI mengenai keharaman bunga bank. Kerangka pemikiran tersebut disajikan dalam gambar 2.4 berikut.


(50)

Kerangka Pemikiran

Keterangan : --- : Ruang lingkup penelitian Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Bank Umum Syariah (BUS)

Menghimpun Dana Menyalurkan Dana Memberikan Jasa-jasa lainnya

Bagi Hasil Simpanan Bagi Hasil Pembiayaan Biaya-biaya

Selisih Bagi Hasil Simpanan dengan

Bagi Hasil Pembiayaan

Fee Based

LABA BUS

Faktor-faktor yang mempengaruhi Laba BUS.

- Laba satu periode sebelumnya, - Nisbah Laba per DPK, - Suku bunga deposito bank

konvensional, - NPF, - Fatwa MUI.


(51)

2.2.9. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah :

1) Diduga bahwa laba BUS satu periode sebelumnya berpengaruh secara signifikan dan memiliki hubungan yang positif terhadap laba BUS;

2) Diduga bahwa nisbah bagi hasil Dana Pihak Ketiga (DPK) BUS berpengaruh secara signifikan dan memiliki hubungan yang positif terhadap laba BUS;

3) Diduga bahwa suku bunga deposito bank konvensional berpengaruh secara signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS;

4) Diduga bahwa Non Performing Financing (NPF) berpengaruh secara signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap laba BUS;

5) Diduga bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan memiliki hubungan yang positif antara masa sebelum dan sesudah keluarnya fatwa MUI (Dummy) terhadap laba BUS.


(52)

Penelitian ini merupakan kajian yang bersifat makro yang meliputi seluruh Bank Umum Syariah (BUS) dan unit Usaha Syariah (UUS) yang terdapat di Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2005 sampai bulan Januari 2006.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series bulanan yang terdiri dari data laba BUS, suku bunga deposito bank konvensional, Nisbah bagi hasil DPK, Non performing Financing (NPF), inflasi, dan Indeks Harga Konsumen (IHK). Proses pengumpulan data dilakukan melalui penelitian ke Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (DPS-BI), media internet, dan literatur-literatur yang berkaitan. Data suku bunga bank konvensional, inflasi, dan IHK diperoleh dari situs resmi Bank Indonesia (BI) yaitu di www.bi.go.id . Sedangkan data laba BUS, Nisbah bagi hasil DPK dan NPF diperoleh dari DPS-BI. Jumlah data yang dipakai terdiri dari 51 data yaitu dari bulan Januari tahun 2001 sampai bulan Maret tahun 2005.

3.3. Metode Analisis

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekonometrika melalui model regresi linear berganda yang diduga dengan OLS.


(53)

Data yang diperoleh ditabulasikan dan diolah secara matematik untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laba bank umum syariah.

3.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis linier berganda merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel-variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikatnya. Analisis ini melibatkan satu variabel terikat dan dua atau lebih variabel bebas dalam analisa. Analisa regresi berganda ini bertujuan untuk menghitung parameter-parameter estimasi dan untuk melihat apakah ada atau tidaknya hubungan antara variabel-variabel tersebut. Analisis akan digunakan untuk mengukur variabel-varabel yang mempengaruhi BUS. Bentuk persamaan regresi dari laba BUS dapat dituliskan dalam model berikut ini.

LNLBt = a + b1LNLBt-1 + b2IDEPt + b3NDPKt+ b4NPFt+ b7DUMMY [3.1] dimana :

LBt : laba bank umum syariah periode t (Miliar), a : intersep,

LBt-1 : tingkat laba periode t-1 (Miliar), NDPKt : nisbah bagi hasil DPK periode t (%),

IDEPt : suku bunga deposito bank konvensional periode t (%), NPFt : Non Performing Financing periode t (%),


(54)

Dalam analisa regresi, estimasi persamaannya ditujukan untuk menggambarkan suatu pola hubungan/fungsi yang ada diantara variabel-variabel tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa analisa regresi dapat digunakan untuk melakukan suatu estimasi terhadap besarnya suatu variabel dari nilai varibel lain yang telah diketahui. Variabel yang dapat diestimasi disebut sebagai variabel terikat (dependent variable) biasanya dinotasikan sebagi Y. Variabel-variabel yang mempengaruhinya disebut sebagi variael bebas (independent variable) yang biasanya dinotasikan sebagai X1, X2, X3, . . . . Xk. Jika dituliskan adalah seperti persamaan berikut ini.

Y = a + b1X1 +b2X2 + ... + bkXk + e [3.2] dimana :

Y : varibel terikat, X : variabel bebas, a : intersep,

B : koefisien masing-masing variabel bebas.

3.3.2. Variabel Dummy

Variabel dummy merupakan variabel yang merubah variabel kualitatif menjadi variabel kuantitatif. Variabel kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai keharaman bunga bank. Fatwa tersebut dicetuskan MUI pada tanggal 16 Desember 2003 dan disahkan Pengurus Harian MUI pada tanggal 6 Januari 2004. Banyaknya variabel


(55)

dummy pada setiap variabel kualitatif tergantung pada banyaknya pilihan kategori dikurangi 1.

Nilai yang digunakan adalah :

Dummy = 0 : menunjukkan sebelum fatwa MUI Dummy = 1 : menunjukkan setelah fatwa MUI

variabel dummy tidak hanya mempengaruhi intersep suatu persamaan regresi, tetapi juga dapat mempengaruhi kemiringannya, biasanya disebut juga sebagai variabel interaksi.

3.3.3. Uji Ekonomi

Model yang diestimasi harus memenuhi kriteria ekonomi yang meliputi besar dan arah. Besar dan arah variabel bebas tidak bertentangan (sesuai) dengan teori ekonomi yang berlaku. Kriteria ini ditentukan oleh dasar-dasar ekonometrika dan berhubungan dengan tanda dan besar parameter dari hubungan ekonomi.

3.3.4. Uji Kriteria Statistik

Uji kebaikan model dapat dilakukan melaui beberapa langakah. Langkah-langkah tersebut terdiri dari uji multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.

(1) Multikolinieritas

Menurut Sumodiningrat (2001) istilah multikolinearitas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linier diantara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Bila variabel-variabel bebas berkorelasi secara sempurna, maka


(56)

disebut “multikoliniearitas sempurna”(Perfect multicollinearity). Penggunaan kata multikolineritas disini dimaksudkan untuk menunjukkan adanya derajat kolinieritas yang tinggi diantara variabel-variabel bebas. Variabel-variabel dikatakan orthogonal jika variabel-variabel tersebut tidak berkorelasi. Hal ini merupakan salah satu kasus tidak adanya masalah multikolinieritas.

Jika diantara dua variabel bebas terdapat multikolinieritas sempurna maka akan menyebabkan masalah berikut ini.

- Penaksir-penaksir kuadrat terkecil tidak dapat ditentukan (indeterminate). - Varian dan kovarian dari penaksir-penaksir menjadi tak terhingga besarnya

(infinitely large).

Bekerja dengan model-model yang mengandung multikolineritas lebih sulit jika dibandingkan dengan mendeteksi masalah multikolinieritas. Para pakar ekonometri memberikan saran untuk melakukan berbagai prosedur untuk mengatasi masalah tersebut, dimana prosedur tersebut tergantung pada parah tidaknya masalah multikolinetitas, tersedianya sumber data lain, dan pentingnya variabel-variabel yang bermultikolinerasi di dalam model.

Ada beberapa cara untuk mengetahui multikolinearitas dalam suatu model. Salah satunya adalah dengan melihat koefisien korelasi melalui output komputer. Jika terdapat koefisien korelasi yang lebih besar dari |0.8|, maka terdapat gejala multikolinear. Dalam Gujarati (1978) disebutkan bahwa tanda yang paling jelas dari multikolinearitas adalah ketika Nilai R-squared sangat tinggi, tetapi tidak satu pun koefisien regresi penting (signifikan) secara statistik atas dasar pengujian t yang konvensional. Berdasarkan ketentuan dari uji Klein dalam Koutsoyiannis


(57)

(1997) disebutkan bahwa masalah korelasi sederhana antara variabel penjelas bisa diabaikan apabila nilai koefisien korelasinya lebih kecil daripada nilai koefisien determinasi atau keragamannya (korelasi keseluruhannya).

Terdapat tiga prosedur koreksi yang dapat digunakan untuk menghilangkan multikolinieritas.

- Memperbesar ukuran sampel

Multikoinieritas diharapkan dapat hilang atau berkurang jika ukuran sampel diperbesar, atau jumlah sampel ditambah. Dengan ukuran sampel yang semakin besar maka kovarian diantara parameter-parameter dapat dikurangi karena kovarian berhubungan terbalik dengan ukuran sampel. Hal ini hanya akan benar dilakukan jika interkorelasi terjadi hanya di dalam sampel dan bukan dalam populasi. Jika variabel-variabel tersebut berkolinier dalam populasi, maka prosedur memperbesar ukuran sampel tidak akan dapat membantu mengurangi multikolinieritas.

- Memasukkan persamaan tambahan ke dalam model

Masalah multikolineritas mungkin dapat diatasi dengan menyajikan hubungan diantara variabel-variabel yang bermultikolinear secara eksplisit. Penambahan persamaan baru ini akan mengubah model persamaan tunggal (model asli) menjadi model persamaan simultan. Selanjutnya, untuk menghilangkan multikolineritas, dapat diterapkan metode penyederhanaan (reduce form) sbagaimana yang biasa digunakan untuk menaksir model-model persamaan simultan.


(58)

- Penggunaan informasi ekstra

Informasi ekstra adalah informasi yang diperoleh dari sumber-sumber lain diluar sampel yang digunakan untuk penaksiran. Informasi ekstra ini diperoleh dari teori ekonomi atau beberapa hasil penelitian empiris sejenis yang pernah dilakukan. Tiga metode yang menggunakan informasi ekstra untuk menghilangkan masalah multikolineritas yaitu metode penggunaan informasi awal (prior information), metode transformasi variabel, serta metode pooling data cross –section dan data times series.

(2) Autokorelasi

Sumodiningrat (2001) menyatakan bahwa autokorelasi adalah korelasi (hubungan) yang terjadi diantara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (seperti pada data runtun waktu atau time series data) atau yang tersusun dalam rangkaian ruang (seperti pada data silang waktu atau cross section).

Gujarati (1995) menyebutkan bahwa adanya autokorelasi dapat menyebabkan dua masalah.

- Varians yang diperoleh dari estimasi dengan OLS bersifat underestimate, yaitu nilai varians parameter yang diperoleh lebih kecil daripada nilai varians sebenarnya.

- Prediksi yang didasarkan pada metode OLS bersifat inefisien, artinya prediksi dengan metode ini variansnya lebih besar dibandingkan dengan metode ekonometrika lainnya.


(59)

Pengujian untuk mendeteksi gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Breush and Godfrey Serial Correlation lagrange Multiplier Test dengan hipotesis (Eviws User’s Guide, 2002) :

H0 : ρ = 0 (tidak terdapat serial korelasi) H1 : ρ≠ 0 (terdapat serial korelasi) Kriteria uji yang digunakan :

- Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata (α) yang digunakan, maka persamaan tidak mengalami autokorelasi;

- Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata (α) yang digunakan, maka terdapat autokorelasi dalam persamaan tersebut.

Apabila setelah dilakukan uji, pada data yang diamati ternyata menunjukkan terdapat masalah autokorelasi, maka solusi yang dapat diambil tergantung pada penyebabnya, jika penyebabnya sebagai berikut :

- Dihilangkannya variabel yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel tak bebas. Maka cara mengatasinya adalah dengan memasukkan variabel tersebut ke dalam model;

- Kesalahan spesifikasi model. Maka cara mengatasinya adalah dengan mentransformasi model, misalnya dari model linier menjadi model nonlinier, atau sebaliknya;

- Kesalahan spesifikasi U. Maka cara mengatasinya adalah dengan mentransformasi model tersebut.


(60)

(3) Heteroskedastisitas

Suatu model regresi linear harus memiliki varians yang sama (Gujarati 1978). Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka akan terdapat masalah heteroskedastisitas.

Apabila terjadi heteroskedastisitas, maka akan mengakibatkan tiga masalah. - Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varians yang

minimum atau estimator tidak efisien.

- Prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang sebenarnya akan mempunyai varians yang tinggi, sehingga prediksi menjadi tidak efisien. - Tidak dapat diterapkannya uji nyata tidaknya koefisien atau selang

kepercayaan dengan menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varians.

Pengujian yang dapat dilakukan untuk melihat gejala ini adalah dengan menggunakan uji Heteroskedasticity dengan hipotesis (Eviews User’s Guide, 2002) :

H0 : γ = 0 (tidak terdapat heteroskedastisitas) H1 : γ≠ 0 (terdapat serial heteroskedastisitas) Kriteria uji yang digunakan :

- Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata (α) yang digunakan, maka persamaan tidak mengalami heteroskedastisitas;

- Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata (α) yang digunakan, maka terdapat heteroskedastisitas dalam persamaan tersebut.


(61)

Berkembangnya bank syariah di negara-negara Islam telah berpengaruh ke Indonesia. Pada awalnya dimulai dari diskusi-diskusi para tokoh tentang bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam. Kemudian berlanjut pada uji coba dalam skala kecil dalam bentuk pendirian Baitul Mal Wattamwil (BMT) yang ternyata berhasil dengan cukup mengesankan. Akhirnya berdirilah bank syariah pertama di Indonesia dengan nama PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, (PT. BMI) pada tahun 1992.

Pada awal operasinya, keberadaan Bank Muamalat belum mendapatkan perhatian optimum dalam tatanan industri perbankan nasional. Undang-undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 yang dikeluarkan oleh pemerintah, belum bisa menjadi landasan hukum yang lengkap yang dapat menunjang perkembangan bank syariah. Walaupun demikian, peran yang ditempuh Bank Muamalat Indonesia telah mampu meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa sistem “bank bagi hasil” dalam tatanan ekonomi syariah telah menunjukkan keberadaannya dan kebenarannya, serta telah teruji dalam krisis yang menimpa Indonesia. Sejak dikeluarkannya Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 yang memberikan perhatian lebih pada pengembangan bank syariah, pertumbuhan bank syariah di Indonesia menjadi sangat penting dan signifikan.

Kehadiran perbankan syariah dalam sistem perbankan nasional bukan hanya semata-mata untuk mengakomodasi kepentingan penduduk Indonesia yang sebagian besar beragama Islam. Tetapi lebih kepada terdapatnya faktor


(62)

keunggulan atau manfaat lebih dari perbankan syariah dalam menjembatani kegiatan ekonomi yang lebih imun terhadap krisis. Seiring dengan hal itu, ternyata telah tumbuh sebuah kecenderungan spiritual yang mulai melihat mudharatnya sistem bunga (Interest rate banking). Bersamaan dengan hal tersebut, telah tumbuh pula kerinduan akan pelayanan bank yang memberikan solusi sesuai keyakinan bahwa bunga bank adalah haram.

4.2. Fenomena Munculnya Window System di Bank Konvensional

Fenomena munculnya window system pada berbagai bank konvensional tidak terlepas dari keluarnya UU No.10/1998. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa sebenarnya arsitektur perbankan Indonesia telah berubah dari single banking system menjadi dual banking system. Hal itu berarti bahwa dari satu sistem perbankan yaitu konvensional menjadi dua, yaitu perbankan dengan sistem konvensional dan sistem syariah. Kondisi ini semakin diperjelas oleh Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.4/1/PBI/2002 tanggal 27 Maret 2002. sesuai dengan PBI tersebut, maka dikenal pula adanya dual system bank. Hal ini berarti bahwa sebuah bank dapat melakukan operasional perbankan baik secara konvensional maupun dengan prinsip syariah.

Pada bagian ketiga PBI No.4/1/PBI/2002 tentang pembukaan kantor cabang syariah, mengatur bahwa pembukaan unit syariah hanya dapat dilakukan dengan ijin Dewan Gubernur Bank Indonesia, dilakukan dalam rangka mengubah Kantor Cabang (KC) dan atau meningkatkan status Kantor Cabang Pembantu (KCP) bank menjadi Kantor Cabang Syariah. Rencana pembukaan unit syariah wajib


(63)

dicantumkan dalam rencana kerja tahunan bank. Pembukaan Unit Syariah hanya dapat dibuka setelah bank memiliki Unit Usaha Syariah (UUS).

Ketentuan BI tersebut oleh beberapa bank konvensional dipahami sebagai dasar diperkenankannya window system. Artinya, bank konvensional dapat membuka counter di Kantor Cabang/Kantor Cabang Pembantu konvensional. Tetapi sebenarnya, ketentuan BI tersebut diperuntukkan bagi bank konvensional yang akan merubah atau meningkatkan Kantor Cabang/Kantor Cabang Pembantu Konvensional.

4.3. Perkembangan Jumlah Bank

Perkembangan jaringan kantor bank syariah semakin hari terus semakin bertambah. Hal ini setidaknya mengindikasikan bahwa prospek perkembangan bank syariah di Indonesia cukup baik. Jumlah jaringan kantor bank syariah sejak tahun 1992 sampai dengan tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 4.1. di bawah ini.

Tabel 4.1. Jumlah jaringan Kantor Bank Syariah di Indonesia Tahun 1992-2004 Kelompok Bank 1992 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Bank Umum Syariah

Unit Usaha Syariah Jumlah Kantor BPRS TOTAL 1 0 1 9 10 2 1 40 78 118 2 3 62 78 140 2 3 96 81 177 2 6 127 83 210 2 8 253 84 337 3 15 355 88 443 Sumber : DPS-BI, 2005.


(64)

Jika ditampilkan dalam bentuk grafik, maka dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1. Perkembangan Jumlah Jaringan Kantor Bank Syariah di Indonesia Tahun 1992-2004

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa perkembangan jumlah jaringan kantor bank Syariah dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Jumlah jaringan kantor bank syariah sampai bulan Maret 2005 secara lebih terperinci dapat dilihat pada Tabel 4.2. berikut ini.

0 100 200 300 400

199 2

199 9

200 0

2001 200 2

2003 200 4

Jumlah Kantor BUS dan UUS Jumlah BPRS


(1)

Lampiran 3

Data Asli

OBS LB NDPK IDEP NPF DUMMY INFLASI

YoY

IHK (2002) Jan-01 -76910.00 -7.29 12.95 12.98 0 8.28 84.67 Feb-01 -75456.00 -6.74 13.66 12.17 0 9.14 85.41 Mar-01 -72316.00 -5.95 13.82 12.03 0 10.62 86.17 Apr-01 -69931.00 -5.44 13.68 11.67 0 10.51 86.57 May-01 -64813.00 -4.85 13.91 11.35 0 10.82 87.54 Jun-01 -54095.00 -3.75 14.01 10.59 0 12.11 89.00 Jul-01 -64417.00 -4.47 14.25 9.88 0 13.04 90.89 Aug-01 -60349.00 -3.95 14.82 9.60 0 12.23 90.70 Sep-01 -57684.00 -3.84 15.49 9.47 0 13.01 91.28 Oct-01 -50233.00 -2.93 15.74 7.55 0 12.47 91.90 Nov-01 -45956.00 -2.66 15.87 7.37 0 12.91 93.47 Dec-01 -8245.00 -0.46 16.07 4.01 0 12.55 94.98 Jan-02 -4016.00 -0.22 16.05 4.57 0 14.42 96.95 Feb-02 -266.00 -0.01 15.79 5.18 0 15.13 98.11 Mar-02 419.00 0.02 15.64 4.39 0 14.08 98.39 Apr-02 20698.00 1.07 15.44 4.79 0 13.30 98.18 May-02 23317.00 1.16 15.06 4.45 0 12.93 98.96 Jun-02 27986.00 1.25 14.76 4.33 0 11.48 99.26 Jul-02 31855.00 1.35 14.15 4.12 0 10.05 99.96 Aug-02 27321.00 1.12 13.86 3.92 0 10.60 100.32 Sep-02 36105.00 1.44 13.5 4.19 0 10.48 100.88 Oct-02 44281.00 1.62 13.06 4.25 0 10.33 101.36 Nov-02 44725.00 1.51 12.87 4.06 0 10.48 103.22 Dec-02 47390.00 1.62 12.81 4.12 0 10.03 104.44 Jan-03 68676.00 2.21 12.64 4.18 0 8.74 105.37 Feb-03 75962.00 2.41 12.35 4.14 0 7.34 105.57 Mar-03 72904.00 2.17 11.9 3.96 0 7.12 105.44 Apr-03 78646.00 2.31 11.44 3.65 0 7.54 105.66 May-03 82412.00 2.29 11.02 3.98 0 6.91 106.04 Jun-03 84231.00 2.23 10.31 3.93 0 6.62 106.19 Jul-03 85132.00 2.11 8.95 4.44 0 5.79 106.23 Aug-03 95078.00 2.19 8.17 3.91 0 6.38 106.85 Sep-03 96488.00 2.08 7.67 3.96 0 6.20 107.27 Oct-03 86270.00 1.79 7.47 3.67 0 6.22 107.93 Nov-03 88935.00 1.72 6.98 3.39 0 5.33 108.93 Dec-03 80867.00 1.41 6.62 2.34 0 5.06 109.83 Jan-04 113201.00 1.71 6.27 2.62 0 4.85 110.45 Feb-04 127584.00 1.87 5.99 2.64 0 4.62 110.43 Mar-04 120112.00 1.71 5.86 2.60 0 5.25 110.83 Apr-04 114222.00 1.55 5.86 2.49 0 6.11 111.91 May-04 90556.00 1.17 6.16 2.37 0 6.82 112.9

Jun-04 108491.00 1.3 6.23 2.35 1 7.23 113.44 Jul-04 115790.00 1.33 6.26 2.66 1 7.62 113.88 Aug-04 137672.00 1.47 6.28 2.88 1 6.81 113.98 Sep-04 155245.00 1.6 6.31 2.75 1 6.44 114 Oct-04 117348.00 1.16 6.33 2.65 1 6.45 114.64 Nov-04 137072.00 1.3 6.36 2.84 1 6.33 115.66 Dec-04 130533.00 1.1 6.43 2.35 1 6.44 116.86 Jan-05 154749.00 1.3 6.46 2.84 1 7.32 118.53 Feb-05 177685.00 1.51 6.46 3.22 1 7.15 118.33 Mar-05 202451.00 1.65 6.5 2.78 1 8.81 120.59


(2)

(3)

Lampiran 4

Data telah disesuaikan dengan IHK tahun 2002 dan Inflasi (yoy).

OBS LB IDEP NDPK NPF DUMMY INFLASI

YoY

IHK (2002) Jan-01 -908.34 4.67 -7.29 12.98 0 8.28 84.67 Feb-01 -883.45 4.52 -6.74 12.17 0 9.14 85.41 Mar-01 -839.2 3.2 -5.95 12.03 0 10.62 86.17 Apr-01 -807.84 3.17 -5.44 11.67 0 10.51 86.57 May-01 -740.37 3.09 -4.85 11.35 0 10.82 87.54 Jun-01 -607.8 1.9 -3.75 10.59 0 12.11 89.00

Jul-01 -708.72 1.21 -4.47 9.88 0 13.04 90.89 Aug-01 -665.36 2.59 -3.95 9.60 0 12.23 90.70 Sep-01 -631.94 2.48 -3.84 9.47 0 13.01 91.28 Oct-01 -546.61 3.27 -2.93 7.55 0 12.47 91.90 Nov-01 -491.67 2.96 -2.66 7.37 0 12.91 93.47 Dec-01 -86.8 3.52 -0.46 4.01 0 12.55 94.98

Jan-02 -41.42 1.63 -0.22 4.57 0 14.42 96.95 Feb-02 -2.7 0.66 -0.01 5.18 0 15.13 98.11 Mar-02 4.26 1.56 0.02 4.39 0 14.08 98.39 Apr-02 210.82 2.14 1.07 4.79 0 13.30 98.18 May-02 235.62 2.13 1.16 4.45 0 12.93 98.96 Jun-02 281.95 3.28 1.25 4.33 0 11.48 99.26 Jul-02 318.68 4.1 1.35 4.12 0 10.05 99.96 Aug-02 272.34 3.26 1.12 3.92 0 10.60 100.32 Sep-02 357.9 3.02 1.44 4.19 0 10.48 100.88

Oct-02 436.87 2.73 1.62 4.25 0 10.33 101.36 Nov-02 433.3 2.39 1.51 4.06 0 10.48 103.22 Dec-02 453.75 2.78 1.62 4.12 0 10.03 104.44

Jan-03 651.76 3.9 2.21 4.18 0 8.74 105.37 Feb-03 719.54 5.01 2.41 4.14 0 7.34 105.57 Mar-03 691.43 4.78 2.17 3.96 0 7.12 105.44 Apr-03 744.33 3.9 2.31 3.65 0 7.54 105.66 May-03 777.18 4.11 2.29 3.98 0 6.91 106.04 Jun-03 793.21 3.69 2.23 3.93 0 6.62 106.19 Jul-03 801.39 3.16 2.11 4.44 0 5.79 106.23 Aug-03 889.83 1.79 2.19 3.91 0 6.38 106.85 Sep-03 899.49 1.47 2.08 3.96 0 6.20 107.27 Oct-03 799.31 1.25 1.79 3.67 0 6.22 107.93 Nov-03 816.44 1.65 1.72 3.39 0 5.33 108.93 Dec-03 736.29 1.56 1.41 2.34 0 5.06 109.83 Jan-04 1024.91 1.42 1.71 2.62 0 4.85 110.45 Feb-04 1155.34 1.37 1.87 2.64 0 4.62 110.43 Mar-04 1083.75 0.61 1.71 2.60 0 5.25 110.83 Apr-04 1020.66 -0.25 1.55 2.49 0 6.11 111.91 May-04 802.09 -0.066 1.17 2.37 0 6.82 112.9

Jun-04 956.37 -1 1.3 2.35 1 7.23 113.44 Jul-04 1016.77 -1.36 1.33 2.66 1 7.62 113.88 Aug-04 1207.86 -0.53 1.47 2.88 1 6.81 113.98 Sep-04 1361.8 -0.13 1.6 2.75 1 6.44 114

Oct-04 1023.62 -0.12 1.16 2.65 1 6.45 114.64 Nov-04 1185.13 0.03 1.3 2.84 1 6.33 115.66 Dec-04 1117 -0.01 1.1 2.35 1 6.44 116.86

Jan-05 1305.57 -0.86 1.3 2.84 1 7.32 118.53 Feb-05 1501.61 -0.69 1.51 3.22 1 7.15 118.33 Mar-05 1678.84 -2.31 1.65 2.78 1 8.81 120.59


(4)

Lampiran 5

Data dalam bentuk Logaritma Natural (LN) untuk Laba dan GDP

OBS LNLB NDPK IDEP NPF DUMMY INFLASI YoY

IHK (2002) Jan-01 NA -7.29 4.67 12.98 0 8.28 84.67 Feb-01 NA -6.74 4.52 12.17 0 9.14 85.41 Mar-01 NA -5.95 3.2 12.03 0 10.62 86.17 Apr-01 NA -5.44 3.17 11.67 0 10.51 86.57 May-01 NA -4.85 3.09 11.35 0 10.82 87.54 Jun-01 NA -3.75 1.9 10.59 0 12.11 89.00 Jul-01 NA -4.47 1.21 9.88 0 13.04 90.89 Aug-01 NA -3.95 2.59 9.60 0 12.23 90.70 Sep-01 NA -3.84 2.48 9.47 0 13.01 91.28 Oct-01 NA -2.93 3.27 7.55 0 12.47 91.90 Nov-01 NA -2.66 2.96 7.37 0 12.91 93.47 Dec-01 NA -0.46 3.52 4.01 0 12.55 94.98 Jan-02 NA -0.22 1.63 4.57 0 14.42 96.95 Feb-02 NA -0.01 0.66 5.18 0 15.13 98.11

Mar-02 1.45 0.02 1.56 4.39 0 14.08 98.39

Apr-02 5.35 1.07 2.14 4.79 0 13.30 98.18

May-02 5.46 1.16 2.13 4.45 0 12.93 98.96

Jun-02 5.64 1.25 3.28 4.33 0 11.48 99.26

Jul-02 5.76 1.35 4.1 4.12 0 10.05 99.96

Aug-02 5.61 1.12 3.26 3.92 0 10.60 100.32 Sep-02 5.88 1.44 3.02 4.19 0 10.48 100.88 Oct-02 6.08 1.62 2.73 4.25 0 10.33 101.36 Nov-02 6.07 1.51 2.39 4.06 0 10.48 103.22 Dec-02 6.12 1.62 2.78 4.12 0 10.03 104.44

Jan-03 6.48 2.21 3.9 4.18 0 8.74 105.37

Feb-03 6.58 2.41 5.01 4.14 0 7.34 105.57

Mar-03 6.54 2.17 4.78 3.96 0 7.12 105.44

Apr-03 6.61 2.31 3.9 3.65 0 7.54 105.66

May-03 6.66 2.29 4.11 3.98 0 6.91 106.04

Jun-03 6.68 2.23 3.69 3.93 0 6.62 106.19

Jul-03 6.69 2.11 3.16 4.44 0 5.79 106.23

Aug-03 6.79 2.19 1.79 3.91 0 6.38 106.85

Sep-03 6.80 2.08 1.47 3.96 0 6.20 107.27

Oct-03 6.68 1.79 1.25 3.67 0 6.22 107.93

Nov-03 6.70 1.72 1.65 3.39 0 5.33 108.93

Dec-03 6.60 1.41 1.56 2.34 0 5.06 109.83

Jan-04 6.93 1.71 1.42 2.62 0 4.85 110.45

Feb-04 7.05 1.87 1.37 2.64 0 4.62 110.43

Mar-04 6.99 1.71 0.61 2.60 0 5.25 110.83

Apr-04 6.93 1.55 -0.25 2.49 0 6.11 111.91 May-04 6.69 1.17 -0.066 2.37 0 6.82 112.9

Jun-04 6.86 1.3 -1 2.35 1 7.23 113.44

Jul-04 6.92 1.33 -1.36 2.66 1 7.62 113.88 Aug-04 7.10 1.47 -0.53 2.88 1 6.81 113.98

Sep-04 7.22 1.6 -0.13 2.75 1 6.44 114

Oct-04 6.93 1.16 -0.12 2.65 1 6.45 114.64

Nov-04 7.08 1.3 0.03 2.84 1 6.33 115.66

Dec-04 7.02 1.1 -0.01 2.35 1 6.44 116.86 Jan-05 7.17 1.3 -0.86 2.84 1 7.32 118.53 Feb-05 7.31 1.51 -0.69 3.22 1 7.15 118.33 Mar-05 7.43 1.65 -2.31 2.78 1 8.81 120.59


(5)

(6)