Berdasarkan latar belakang diatas penulis merasa perlu melakukan penelitian tentang “Pengaruh Bladder Training terhadap Fungsi Eliminasi Buang Air Kecil
BAK Pada Ibu Post Partum Spontan di Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri Tahun 2014”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk melihat ”Bagaimana Pengaruh Bladder Training terhadap Fungsi
Eliminasi Buang Air Kecil BAK pada Ibu Post Partum Spontan dibandingkan dengan Fungsi Eliminasi Buang Air Kecil BAK pada Ibu Post Partum Spontan
Tanpa Bladder Training di Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri Tahun 2014?”.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi Pengaruh Bladder Training terhadap Fungsi Eliminasi
Buang Air Kecil BAK pada Ibu Post Partum Spontan di Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri Tahun 2014.
2. Tujuan khusus
a Mengidentifikasi waktu pertama kali ibu postpartum berkemih spontan
pada kelompok kontol dan kelompok intervensi.. b
Mengidentifikasi banyaknya volume urin pertama kali ibu berkemih spontan pasca bersalin pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
Universitas Sumatera Utara
c Membandingkan perbedaan waktu dan banyaknya volume urin pertama
kali ibu berkemih spontan pasca bersalin pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi tenaga kesehatan lainnya tentang bladder training dalam mengembalikan
fungsi eliminasi buang air kecil pada ibu post partum spontan.
2. Penelitian Kebidanan
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan gambaran awal bagi peneliti mengenai konsep bladder training agar dapat dimanfaatkan
untuk peneliti selanjutnya bagi penelitian kebidanan sejenis khususnya untuk populasi ibu post partum.
3. Pendidikan Kebidanan
Penelitian ini diharapakan akan dapat menjadi tambahan informasi dan bahan pengajaran untuk mata kuliah asuhan kebidanan khususnya
ASKEB III nifas mengenai pemulihan fungsi buang air kecil pada ibu post
partum.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Eliminasi Urin
1. Defenisi Eliminasi Urin
Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran cairan sebagai hasil filtrasi dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal
untuk difiltrasi, hanya 1-2 liter saja yang dapat berupa urin. Sebagian besar hasil filtrasi akan diserap kembali di tubulus ginjal untuk dimanfaatkan oleh
tubuh Tarwoto Wartonah, 2010.
2. Organ Tubuh yang Berperan Dalam Eliminasi Urin
a Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna
vertebral posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan
terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena posisi hati yang berada diatasnya Potter Perry, 2005.
Ginjal menyaring zat sisa metabolisme yang terkumpul dalam darah. Darah mencapai ginjal melalui arteri renalis yang merupakan cabang aorta
abdominalis. Sekitar 20 sampai 25 curah jantung bersirkulasi setiap hari melalui ginjal. Setiap ginjal berisi 1 juta nefron. Nefron, yang merupakan
unit fungsional ginjal, membentuk urin Potter Perry, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Darah masuk ke nefron melalui arteriola aferen. Sekelompok pembuluh darah ini membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang
merupakan tempat pertama filtrasi darah dan tempat awal pembentukan urin. Tidak semua filtrat glomerulus akan dibuang sebagai urin. Sekitar 90
filtrat diabsorpsi kembali kedalam plasma, dan 1 sisanya dieksresikan sebagai urin Potter Perry, 2005.
b Ureter
Ureter meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan mentranspor urin ke pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan
setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urin. Ureter merupakan struktur tubular yang memiliki panjang 25-30 cm dan
berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitoneum untuk memasuki kandung kemih di dalam rongga panggul
pelvis pada sambungan ureterovesikalis. Urin keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya steril Potter Perry, 2005.
Gerakan peristaltik menyebabkan urin masuk ke dalam kandung kemih dalam bentuk semburan, bukan dalam bentuk aliran yang tetap.
Ureter masuk ke dalam dinding posterior kandung kemih dengan posisi miring. Pengaturan ini dalam kondisi normal mencegah refluks urin dari
kandung kemih ke dalam ureter selama mikturisi proses berkemih dengan menekan ureter pada sambungan ureterovesikalis sambungan
ureter dengan kandung kemih Potter Perry, 2005. c
Kandung Kemih
Universitas Sumatera Utara
Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi, tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urin
dan merupakan organ eksresi. Apabila kosong, kandung kemih berada di dalam rongga panggul di belakang simfisis pubis Potter Perry, 2005.
Bentuk kandung kemih berubah saat ia terisi dengan urin. Tekanan di dalam kandung kemih biasanya rendah walaupun sedang terisi
sebagian, sehingga hal ini melindungi dari bahaya infeksi Potter Perry, 2005.
Dalam keadaan penuh, kandung kemih membesar dan membentang sampai ke atas simfisis pubis. Kandung kemih yang mengalami distensi
maksimal dapat mencapai umbilikus. Pada waktu hamil, janin mendorong kandung kemih sehingga menimbulkan perasaan penuh dan mengurangi
daya tampung kandung kemih. Hal ini dapat terjadi baik pada trimester pertama maupun trimester ketiga Potter Perry, 2005.
d Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami
turbulansi membuat urin bebas dari bakteri. Membran mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir ke dalam saluran uretra.
Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi
uretra Potter Perry, 2005. Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4-6,5 cm. Sfingter
uretra eksterna yang terletak di sekitar setengah bagian bawah uretra, memungkinkan aliran volunter urin. Panjang uretra yang pendek pada
Universitas Sumatera Utara
wanita menjadi faktor predisposisi untuk mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke dalam uretra dari daerah perineum. Pada wanita
meatus uretra urinarius lubang terletak di antara labia minora, diatas vagina dan dibawah klitoris Potter Perry, 2005.
3. Miksi Berkemih
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Proses ini terdiri dari dua langkah utama:
1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat di atas nilai ambang batas. 2.
Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi refleks berkemih yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-
tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih Guyton Hall, 1997.
4. Anatomi Fisiologi Dan Hubungan Saraf Pada Kandung Kemih
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua bagian besar; 1 badan korpus, merupakan bagian utama kandung
kemih dimana urin terkumpul, dan 2 leher kollum, merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior ke
dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena
hubungannya dengan uretra Guyton Hall, 1997. Otot polos kandung kemih disebut otot destrusor. Serat-serat ototnya
meluas ke segala arah dan bila berkontraksi dapat meningkatkan tekanan dalam
Universitas Sumatera Utara
kandung kemih. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot
destrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lain. Oleh karena itu, potensial aksi dapat
menyebar ke seluruh otot destrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih dengan segera Guyton
Hall, 1997. Pada dinding posterior kandung kemih, tepat di atas bagian leher dari
kandung kemih terdapat daerah segitiga kecil yang disebut trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum adalah bagian kandung kemih yang membuka
menuju leher masuk kedalam uretra posterior, dan kedua ureter memasuki kandung kemih dengan sudut tertinggi di trigonum. Trigonum dapat dikenali
dengan melihat mukosanya lapisan dalam dari kandung kemih yang berlipa- lipat membentuk rugae. Masing-masing ureter pada saat memasuki kandung
kemih, melewati 1-2 cm di bawah mukosa kandung kemih berjalan secara oblik melalui otot destrusor sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung
kemih Guyton Hall, 1997. Leher kandung kemih uretra posterior panjangnya 2-3 cm, dan
dindingnya terdiri dari otot destrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik. Otot pada daerah ini disebut sfingter internal. Sifat tonusnya
secara normal mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior agar kosong dari urin dan, oleh karena itu, mencegah pengosongan kandung kemih
sampai tekanan pada daerah utama kandung kemih meningkat diambang kritis Guyton Hall, 1997.
Universitas Sumatera Utara
Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih.
Otot ini merupakan otot lurik yang berbeda dengan otot pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter eksterna
bekerja dibawah sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan miksi bahkan bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan
kandung kemih Guyton Hall, 1997.
5. Persyarafan Kandung Kemih
Persyarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama
berhubungan dengan medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan saraf motorik. Serat sensorik
mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra posterior sangat kuat dan terutama bertanggung jawab
untuk mencetuskan refleks yang menyebabkan pengosongan kandung kemih Guyton Hall, 1997.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel gangglion yang terletak dalam dinding
kandung kemih. Saraf post ganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor Guyton Hall, 1997.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung kemih yang terpenting adalah serat otot lurik yang
berjalan melalui nervus pupendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik
pada sfingter. Juga, kandung kemih menerima saraf simpatis dari rangkaian
Universitas Sumatera Utara
simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 media spinlais. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh
darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam
menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa keadaan rasa nyeri Guyton Hall, 1997.
6. Transpor Urin Dari Ginjal Melalui Ureter Dan Masuk Ke Dalam
Kandung Kemih
Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus kolingentes; tidak ada
perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih Guyton Hall, 1997.
Urin mengalir dari duktus kolingentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan aktivitas pacemakernya, yang
kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari
pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis seperti juga neuron-
neuron pada pleksus intramural dan serat saraf yang meluas di seluruh panjang ureter. Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain,
kontraksi peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan simpatis Guyton Hall, 1997.
Universitas Sumatera Utara
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot destrusor di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblik sepanjang
beberapa sentimeter menembus dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter, dengan
demikian mencegah aliran balik urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi
kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus
dinding kandung kemih membuka dan memberi kesempatan urin mengalir ke dalam kandung kemih Guyton Hall, 1997.
7. Refleks Berkemih
Selama kandung kemih terisi, banyak yang menyertai kontraksi berkemih mulai tampak. Keadaan ini disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai
oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih, khususnya oleh reseptor pada uretra posterior ketika daerah ini mulai terisi urin pada tekanan
kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus
dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis melalui saraf yang sama ini Clevo, 2013.
Ketika kandung kemih hanya terisi sebagain, kontraksi berkemih ini biasanya secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor
berhenti berkontraksi dan tekanan turun kembali ke garis basal. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah sering dan
menyebabkan kontraksi otot destrusor lebih kuat Clevo, 2013.
Universitas Sumatera Utara
Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan menghilang sendiri. Artinya kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan
reseptor regang untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior yang menimbulkan
peningkatan refleks kontraksi kandung kemih lebih lanjut. Jadi siklus ini terus berulang sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian
lebih dari semenit, refleks yang menghilang sendiri ini mulai melemah dan siklus regeneratif dari refleks miksi ini berhenti sehingga menyebabkan
kandung kemih berelaksasi Clevo, 2013.
8. Volume Urin Normal
Pada orang dewasa, volume urin normal per hari adalah 1500-6000 ml minimum 30 ml per jam. Proses penyakit dapat mempengaruhinya,
misalnya penyakit ginjal-oliguria, diabetes melitus insipidus-poliuria
Johnson Taylor, 2004.
Pada ibu yang selesai melahirkan harus berkemih dengan spontan dalam 6 sampai 8 jam post partum. Dengan urin yang dikeluarkan dari
beberapa perkemihan pertama harus diukur untuk mengetahui apakah pengosongan kandung kemih adekuat. Diharapkan setiap kali berkemih, urin
yang keluar adalah 150 ml Ganong, 2000
B. Retensi Urin
1. Pengertian
Retensi urin adalah kesulitan miksi berkemih karena kegagalan mengeluarkan urin dari vesika urinaria Kapita Selekta Kedokteran, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Retensi urin adalah disfungsi pengosongan kandung kemih termasuk untuk memulai buang air kecil, pancaran lemah, pelan atau aliran terputus-
putus, perasaan tidak tuntas berkemih dan perlu usaha keras atau dengan penekanan pada suprapubik untuk mengosongkannya Purnomo, 2011.
2. Etiologi
Retensi urin dapat dibagi menurut lokasi kerusakan syaraf:
a Supravesikal
Berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinalis sakralis S2–S4 setinggi Th1- L1. Kerusakan terjadi pada saraf simpatis dan
parasimpatis baik sebagian atau seluruhnya. b
Vesikal Berupa kelemahan otot destrusor karena lama teregang,
berhubungan dengan masa kehamilan dan proses persalinan trauma obstetrik.
c Infravesikal distal kandung kemih
Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih bladder neck
sclerosis Kapita Selekta Kedokteran, 2000.
3. Klasifikasi
a Retensi urin akut
Pada retensi urin akut penderita seakan-seakan tidak dapat berkemih miksi. Kandung kemih perut disertai rasa sakit yang hebat didaerah
suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan. Sering
Universitas Sumatera Utara
kali urin keluar menetes atau sedikit-sedikit Kapita Selekta Kedokteran, 2000.
Pada kasus akut, bila penyebabnya tidak segera ditemukan maka kerusakan lebih berat yang sifatnya permanen dapat terjadi, karena otot
detrusor atau ganglia parasimpatik pada dinding kandung kemih menjadi tidak dapat berkompromi Pribakti, 2011.
b Retensi urin kronis
Penderita secara perlahan dalam waktu yang lama tidak dapat berkemih miksi, merasakan nyeri di daerah suprapubik hanya sedikit
atau tidak sama sekali walaupun kandung kemih penuh Kapita Selekta Kedokteran, 2000.
Pada retensi urin kronik, terdapat masalah khusus akibat peningkatan tekanan intravesikal yang menyebabkan refluks uretra,
infeksi saluran kemih atas dan penurunan fungsi ginjal Pribakti, 2011. Retensi urin juga dapat terjadi sebagian atau total
a Retensi urin sebagian yaitu penderita masih bisa mengeluarkan urin tetapi
terdapat sisa urin yang cukup banyak di dalam kandung kemih. b
Retensi urin total yaitu penderita sama sekali tidak dapat mengeluarkan urin.
4. Gambaran klinis
a Ketidaknyamanan daerah pubis
b Distensi vesika urinaria
c Ketidaksanggupan berkemih
d Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urin 25-50 ml
Universitas Sumatera Utara
e Ketidakseimbangan jumlah urin yang dikeluarkan dengan asupannya
f Meningkat keresahan dan keinginan berkemih
g Adanya urin sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.
Uliyah Hidayat, 2006.
5. Pemeriksaan retensi urin
a Pemeriksaan subjektif
Pemeriksaan subjektif dengan mencermati keluhan yang disampaikan oleh pasien dan yang digali melalui anamnesis yang sistematik.
b Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan objektif yaitu dengan melakukan pemeriksaan fisik terhadapa pasien untuk mencari data-data yang objektif mengenai keadaan
pasien. c
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan mampu memilih
berbagai pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosis, diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium, pencitraan imaging. Pada beberapa
keadaan mungkin diperlukan pemeriksaan penunjang yang lebih bersifat spesialistik, yakni urolometri atau urodinamika, elektromiografi,
endourologi, dan laparoskopi Purnomo, 2011.
6. Penatalaksanaan
a Retensi urin akut
Pada pasien dengan retensi akut, terapi segera perlu dilakukan adalah mendrainase kandung kemih. Karena resiko pendarahan kandung
Universitas Sumatera Utara
kemih, hipotensi, atau drainase pasca obstruktif, dekompresi kandung kemih secara cepat biasanya dihindari. Pada banyak kasus, drainase terus-
menerus dengan kateter folley atau kateter intermitten, perlu dilakukan sampai fungsi kandung kemih kembali normal, biasanya 48-72 jam.
Pemberian antibiotik juga perlu dipertimbangkan dalam penanganan retensi urin ini Pribakti, 2011.
b Retensi urin kronik
Pada kasus ini perlu adanya intervensi medis jangka panjang secara langsung mencegah kerusakan ginjal dan mengkoreksi penyebab yang
mendasari terjadinya retensi urin. Beberapa intervensi terapi spesifik yang dapat dilakukan diantaranya terapi farmakologik, katerisasi,
neuromodulasi radiks saraf, dan bahkan intervensi bedah Pribakti, 2011.
C. Retensi Urin Post Partum 1.
Jenis retensi urin post partum
a Retensi urin overt retensi urin akut post partum dengan gejala klinis
Merupakan retensi urin post partum yang tampak secara klinis, terjadi ketidakmampuan berkemih secara spontan setelah proses
persalinan. b
Retensi urin covert retensi urin post partum tanpa gejala klinis Merupakan retensi urin post partum yang tidak terdeteksi oleh
pemeriksa setelah 6 jam post partum AUCKLAND, 2013.
2. Penyebab retensi urin post partum
Universitas Sumatera Utara
a Trauma saat persalinan
Retensi urin terjadi akibat penekanan pada pleksus sakrum yang menyebabkan terjadinya inhibisi impuls oleh bagian terendah janin saat
memasuki rongga panggul dan dapat dipengaruhi pula oleh posisi oksipito posterior kepala janin.
Kandung kemih penuh tetapi tingkat timbul keinginan untuk berkemih tidak ada. Hal ini disertai dengan distensi yang menghambat saraf reseptor
pada dinding kandung kemih . Tekanan dari bagian terendah janin terjadi pada kandung kemih dan uretra, terutama pada daerah pertemuan keduanya.
Tekanan ini mencegah keluarnya urin meskipun ada keinginan untuk berkemih Johnson Taylor, 2004.
b Refleks kejang cramp sfingter uretra
Hal ini terjadi apabila pasien post partum tersebut merasa ketakutan akan timbul perih dan sakit jika urinnya mengenai luka episiotomi sewaktu
berkemih. Gangguan ini bersifat sementara. c
Hipotonia selama masa kehamilan dan masa nifas Tonus otot-otot otot detrusor detrusor vesika urinaria sejak hamil
dan post partum terjadi penurunan karena pengaruh hormonal progesteron dan efek relaksan pada serabut-serabut otot polos menyebabkan terjadinya
dilatasi, pemanjangan dan penekukan ureter. Penumpukan urin terjadi dalam ureter bagian bawah dan penurunan
tonus kandung kemih dapat menimbulkan pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas dan meningkatkan terjadinya infeksi salurah kemih.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan anastesia regional, seperti anestesia epidural, blok pudendal karena obat-obatan tersebut sering menimbulkan paralisis
temporer pada saraf-saraf yang mempersarafi kandung kemih. d
Posisi tidur telentang pada masa intrapartum Kebanyakan penelitian dilakukan selama kehamilan tua dengan
subjek dalam posisi telentang dapat menimbulkan perubahan hemodinamik sistemik yang menyolok, yang menimbulkan perubahan
pada beberapa aspek fungsi ginjal. Misalnya aliran urin dan eksresi natrium sangat dipengaruhi oleh postur tubuh. Kecepatan eksresi pada
posisi telentang rata-rata kurang dari separuh dibandingkan dengan posisi telentang.
3. Penanganan retensi urin post partum
Selama periode post partum awal, diuresis nyata akan terjadi pada satu atau dua hari pertama setelah melahirkan. Menurut Blackburn Loper 1992,
ibu post partum diharapkan agar dapat segera berkemih 6-8 jam setelah persalinan, namun pada kebanyakan wanita terjadi keterlambatan sensasi
berkemih, resiko ketidakmampuan berkemih baik parsial maupun komplet yang dapat terjadi akibat trauma persalinan Johnson Taylor, 2004.
Tindakan yang paling sering dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk bidan dalam menangani masalah kemih ini adalah dengan penggunaan kateter,
yaitu suatu tindakan memasukkan selang lateks atau plastik mellaui uretra ke dalam kandung kemih. Yang sebenarnya menurut Getliffe 2003, tindakan ini
yang menyebabkan resiko infeksi, sumbatan, dan trauma uretra dan sebaiknya dilakukan penanganan lain dalam hal ini Potter Perry, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal inilah menurut United Kingdom Central Council 1998, pentingnya peran dan tanggung jawab bidan melakukan pencatatan. Khususnya
bila ibu mengalami kesulitan berkemih disuria. Dan perlunya tindakan non invasif sehingga penggunaan kateter dapat diminimalisir sebagai upaya
pencegahan infeksi Johnson Taylor, 2004. Ada tiga area utama yang harus diperhatikan bidan saat berupaya
meningkatkan urinasi normal:
a. Menstimulasi refleks urinasi
1. Posisi
Posisi tegak, condong ke depan dapat memfasilitasi kontraksi otot panggul dan intra abdomen, mengejan, kontraksi kandung kemih, dan kontrol
sfingter. Hal ini sulit dilakukan di tempat tidur, dianjurkan untuk menggunakan pispot atau commode di samping tempat tidur atau untuk
pergi ke toilet Johnson Taylor, 2004. 2.
Kurangi ansietas Ansietas dapat menyebabkan urgensi dan frekuensi, menyebabkan
keluarnya sedikit urin dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna karena otot abdomen dan perineum serta sfingter uretra
eksternal tidak rileks. Ansietas dapat terjadi akibat privasi yang kurang, rasa malu, ketakutan untuk berkemih dan penggunaan pispot yang dingin.
Berada di dekat ibu saat ibu akan berkemih dapat menghambat urinasi.
Universitas Sumatera Utara
Bila ibu merasa tidak tenang, ia mungkin memerlukan seseorang berada di dekatnya; kebutuhan ibu harus dipenuhi. Penggunana toilet akan
meningkatkan privasi. Memberikan cukup waktu untuk rileks dan berkemih juga merupakan hal yang penting. Menggunakan cukup waktu
untuk rileks dan berkemih juga merupakan hal yang penting. Mengguyurkan air hangat ke daerah perineum juga dapat membantu
relaksasi Johnson Taylor, 2004. 3.
Gunakan stimulus sensorik a
Posisi Dengan menggunakan kekuatan sugesti, Kilpatrick 1997
menganjurkan digunakannya bunyi air mengalir. Bila ibu merasa malu dengan bunyi yang terjadi ketika berkemih, terutama bila ada orang lain di
dekatnya, maka suara air yang mengalir dapat menyamarkan bunyi tersebut. Usapan di bagian dalam paha, menyelupkan tangan ibu ke air
hangat atau memberikan banyak minum akan menstimulasi saraf sensorik yang akhirnya akan menstimulasi refleks urinasi Johnson Taylor,
2004.
b Kurangi kekuatan terhadap nyeri
Nyeri atau ketakutan terhadap nyeri, sering menimbulkan efek inhibisi urinasi. Hal ini biasanya terjadi setelah perslianan dengan trauma
perineum. Urin yang pekat dapat meningkatkan nyeri, dianjurkan untuk memberikan asupan cairan tambahan. Strategi untuk mengurangi nyeri
aktual harus dilakukan, misalnya dengan memberikan analgesia Johnson Taylor, 2004.
Universitas Sumatera Utara
c Anjurkan pengosongan kandung kemih secara teratur
Hal ini penting terutama pada kondisi tidak adanya keinginan berkemih akibat penggunaan kateter menetap yang terlalu lama,
kerusakan persarafan, setelah pembedahan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya Johnson Taylor, 2004.
d Stimulasi tonus otot
Lemahnya otot-otot dasar panggul, misalnya setelah persalinan per vaginam, pemasangan kateter menetap atau konstipasi yang terlalu lama
dapat mempengaruhi urinasi. Dolman 1997 merekomendasikan dilakukannya latihan otot dasar panggul secara teratur agar volume otot
meningkat. Hal ini meningkatkan tekanan maksimal penutupan uretra, meningkatkan kontraksi refleks yang lebih kuat yang diikuti dengan
peningkatan tekanan maksimal penutupan uretra, meningkatkan kontraksi refleks yang lebih kuat yang diikuti dengan peningkatan
tekanan intra abdomen Johnson Taylor, 2004. e
Cegah konstipasi berat yang dapat menghambat pengeluaran urin.
b. Mempertahankan pola eliminasi
Memberikan dukungan kepada ibu untuk mengadapatsi posisi dan rutinitas termasuk di dalamnya kebiasaan, seperti membaca yang ia gunakan untuk
membantu urinasi. c.
Mempertahankan asupan cairan yang adekuat Untuk dapat berfungsi normal, ginjal memerlukan 2000-2500 ml
per hari, meskipun Kilpatrick 1997 menyatakan bahwa 1200-1500 ml
Universitas Sumatera Utara
saja sudah memadai dan bidan harus mendorong asupan cairan secara teratur Johnson Taylor, 2004.
D. Bladder training
1. Pengertian
Bladder training adalah latihan kandung kemih yang bertujuan untuk
mengembangkan tonus otot dan spingter kandung kemih agar berfungsi optimal Suharyanto Madjid, 2009.
Menurut African Charter on Human adn People’s Rights 1992, Bladder training
adalah kegiatan melatih kandung kemih untuk mengembalikan pola normal berkemih dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran urin Potter Perry, 2005.
2. Metode
Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu: a
Kegel exercises latihan pengencangan atau penguatan otot-otot dasar panggul
b Delay urination menunda berkemih
c Scheduled bathroom trips jadwal berkemih.
3. Cara kerja
a Memperpanjang waktu untuk berkemih.
b Meningkatkan jumlah urin yang ditampung dalam kandung kemih.
c Memperbaiki kontrol terhadap pengeluaran urin.
4. Tujuan
Universitas Sumatera Utara
Secara umum bladder training bertujuan untuk mengembalikan pola normal berkemih dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air
kemih. Tujuan khusus:
a Mengembangkan tonus otot kandung kemih sehingga dapat mencegah
inkotinensia yang dapat juga menyebabkan retensi urin. b
Mencegah proses terjadinya batu urin. c
Melatih kandung kemih untuk mengeluarkan urin secara periodik. d
Membantu pasienklien untuk mendapatkan pola berkemih rutin. e
Mengontrol faktor-faktor yang mungkin meningkatkan jumlah episode inkontinensia dan retensi.Suharyanto Madjid, 2009.
5. Prosedur
Dalam Ermiati, dkk 2008, prosedur intervensi yang diberikan adalah sebagai berikut:
a Memberikan edukasi pada klien tentang pentingnya eliminasi buang air
kecil spontan setelah persalinan. Lalu menjelaskan pada klien bahwa keberhasilan bladder training didukung oleh kemauan dan kesadaran klien
dalam pelaksanaannya b
Memberikan minum air sebanyak 200 ml.
Universitas Sumatera Utara
c Mengukur tanda vital untuk mengetahui kondisi klien, apakah kondisi klien
memungkinkan untuk dilakukan bladder training. Bladder training dimulai pertama kali pada 2 jam postpartum.
d Bladder training dilakukan dengan membawa klien ke toilet untuk buang air
kecil dengan posisi duduk pada kloset duduk. Klien diminta untuk menyiram perineum dengan air hangat sebanyak 500 ml yang disediakan
untuk merangsang pengeluaran urin. e
Kran air dibuka maksimal 15 menit dimulai semenjak klien berada di toilet. f
Mengobservasi apakah klien buang air kecil. g
Bila belum buang air kecil, bladder training diulang setiap 2 jam. h
Melakukan evaluasi setelah dilakukan intervensi, dari 2 jam postpartum sampai 6 jam post-partum, yang dievaluasi adalah kemampuan responden
buang air kecil secara spontan baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol.
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah gambaran sederhana ringkas dan jelas yang menunjukkan jenis serta hubungan antar variabel yang diteliti dari variabel yang
terkait Sudigdo, 2013. Variabel independen dalam penelitian ini adalah bladder
Universitas Sumatera Utara
c Mengukur tanda vital untuk mengetahui kondisi klien, apakah kondisi klien
memungkinkan untuk dilakukan bladder training. Bladder training dimulai pertama kali pada 2 jam postpartum.
d Bladder training dilakukan dengan membawa klien ke toilet untuk buang air
kecil dengan posisi duduk pada kloset duduk. Klien diminta untuk menyiram perineum dengan air hangat sebanyak 500 ml yang disediakan
untuk merangsang pengeluaran urin. e
Kran air dibuka maksimal 15 menit dimulai semenjak klien berada di toilet. f
Mengobservasi apakah klien buang air kecil. g
Bila belum buang air kecil, bladder training diulang setiap 2 jam. h
Melakukan evaluasi setelah dilakukan intervensi, dari 2 jam postpartum sampai 6 jam post-partum, yang dievaluasi adalah kemampuan responden
buang air kecil secara spontan baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol.
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah gambaran sederhana ringkas dan jelas yang menunjukkan jenis serta hubungan antar variabel yang diteliti dari variabel yang
terkait Sudigdo, 2013. Variabel independen dalam penelitian ini adalah bladder
Universitas Sumatera Utara
training dan variabel dependen adalah fungsi eliminasi buang air kecil. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat pengaruh bladder training terhadap fungsi eliminasi buang air kecil BAK pada ibu post partum. Penelitian ini terdiri atas 2 kelompok yaitu
kelompok intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi yaitu kelompok yang mendapatkan perlakuan bladder training dan kelompok kontrol tidak mendapat
perlakuan bladder training, masing-masing kelompok di indentifikasi berdasarkan waktu pertama kali buang air kecil dan banyaknya volume urin. Hasil yang
diharapakan adalah agar fungsi eliminasi buang air kecil BAK pada ibu post partum lebih cepat pulih atau kurang dari 6 jam post partum.
Variabel Independent Variabel Dependent
Skema 1.Skema Kerangka Konsep
B. Hipotesis