Subjek dan Objek Desain Industri

sebelumnya atau modifikasi dari desain itu. Singkatnya, desain lebih menekankan pada segi estetisnya.

B. Subjek dan Objek Desain Industri

Subyek Pendesain adalah seorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri. Dalam hal pendesain terdiri dari beberapa orang, maka hak diberikan pada beberapa orang tersebut secara bersama kecuali diperjanjikan lain. Dalam hal desain industri dibuat dalam hubungan dinas kerja, dibuat atas pesanan maka pemegang hak desain industri adalah yang memberi pekerjaan atau memberi pesanan disini memberi pekerjaan–pemesanan adalah Instansi Pemerintah. Dalam hal memberi kerja atau pemesan adalah pihak swasta orang swasta maka orang yang membuat desain industri itu dianggap sebagai pendesain dan pemegang hak desain industri kecuali diperjanjiakan lain. Pendesain mempunyai hak untuk tetap namanya dicantumkan pada sertifikat desain indusri sebagai penciptanya. Undang-Undang Desain Industri tidak secara jelas dan tegas mengatur mengenai hal kreasi bentuk yang harus memberikan kesan estetis. Akibatnya, kreasi bentuk apa saja yang dianggap “unik dan aneh” dapat didaftarkan. Hal ini disebabkan terminologi hukum tentang nilai estetik tidak memiliki batasan yang jelas. Secara psikologis suatu desain bisa mempengaruhi daya saing dan menaikkan nilai komersialnya. Hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru. Desain Industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan permohonan pendaftaran oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya. Sedangkan yang dimaksud dengan pengungkapan sebelumnya adalah pengungkapan desain industri sebelum : Universitas Sumatera Utara 1 Tanggal penerimaan permohonan; 2 Tanggal prioritas, dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas; 3 Telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau diluar Indonesia. Contoh karya-karya yang mendapat perlindungan desain industri misalnya, desain bentuk furniture meja, kursi, botol gallon, desain pakaian, desain barang kerajinan tangan, seperangkat cangkir dengan teko dan kelengkapannya. Pemegang hak desain industri memiliki hak ekslusif untuk melaksankan hak desain industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual dan mengimport, mengeksport danatau mengedarkan barang yang diberi hak desain industri. Hak ekslusif adalah hak yang hanya diberikan kepada pemegang hak desain industri untuk dalam jangka waktu tertentu melaksankan sendiri atau memberikan izin kepada pihak lain. Dengan demikian, sesuai dengan Pasal 9 ayat 1 UU No. 31 Tahun 2000 tentang desain industri, pihak lain dilarang melaksanakan hak desain industri tersebut tanpa persetujuan pemegangnya. Pemberian hak kepada pihak lian dapat dilakukan melalui pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian atau sebab-sebab lain. 27 Hak ekslusif yang dimiliki pemegang hak desain industri tidak berlaku terhadap pemakaian desain industri khusus untuk kepentingan pendidikan, penelitian, dan pengembangan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang hak desain industri . Kriteria ”kepentingan yang wajar” tidak semata-mata diukur dari ada tidaknya unsur komersial, tetapi juga dari kuantitas penggunaan desain industri tersebut. Penggunaan desain industri, walaupun memiliki misi sosial, tetapi harus mendatangkan keuntungan ekonomis bagi pendesain agar mereka tetap bersemangat merancang desain-desain yang baru bagi kemajuan masyarakat. 27 Andrienansjah Soeparman, Perlindungan Desain Industri Partial” Media HKI, Volume 6, Nomor 2, April 2009, Ditjen HKI, Jkarta, 2009, hal. 2. Universitas Sumatera Utara

C. Asas Hukum Perlindungan Desain Industri

Dokumen yang terkait

Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013

6 131 94

Penyelesaian Sengketa Perjanjian Pembangunan PLTM Silau 2 Simalungun antara PT. Hutama Karya (Persero) dengan PT. Bersaudara (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 146 K/PDT.SUS/2012)

6 96 83

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Kajian yuridis tentang wanprestasi dalam perjanjian site reclamation and filling Laguna view antara PT. Pakuwon Jati dengan PT. Tropical Jaya : studi putusan Mahkamah Agung No. 407 K/Pdt./1998

0 6 89

Tinjauan Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 704/PDT.SUS/2012 terkait dengan Utang yang Timbul Akibat Perjanjian sebagai Dasar Permohonan Pailit antara PT. TELKOMSEL PT. PJI.

0 0 1

STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1988 K/PDT/2009 TENTANG PEMBATALAN PERJANJIAN KERJASAMA RETRIBUSI PANGKALAN PENGANGKUTAN BARANG ANTARA CV USAHA PUTRA INDONESIA DENGAN PEMERINTAH KABUPATEN BATA.

0 0 1

KEBATALAN AKTA KUASA YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2086K/PDT/2014).

0 0 6

Perjanjian Sewa Menyewa yang Dibuat di Hadapan Notaris Kaitannya dengan Putusan Hakim Mahkamah Agung

0 0 16

ANALISIS YURIDIS TENTANG PEMBATALAN PENDAFTARAN DESAIN INDUSTRI (STUDI KASUS : PUTUSAN NO.31PDT.SUS-DESAIN INDUSTRI2013PN.NIAGA.JKT.PST)

0 0 16