penbentukan  basa  organik  NH
4 +
dari  komponen  protein  pada  fermentasi  suhu  55
o
C lebih  cepat  dibandinkan  dengan  fermentasi  pada  suhu  45
o
C  dan  suhu  27-28
o
C. Kapasitas buffer buffer capacity suatu larutan adalah suatu ukuran kemampuan larutan
penyangga  dalam  mempertahankan  pH-nya  yang  tergantung  dari  konsentrasi komponen-komponen  yang  ada  di  larutan  tersebut  baik  secara  absolut  maupun  secara
relatif Chang, 2005.
Setiap  kelompok  mikroorganisme  memiliki  suhu  optimum  untuk  berkembang yang berbeda-beda. Pada kelompok mikroorganisme termofilik seperti Methanosarcina,
Methanococcus, Methanobacterium, dan Methanobacillus suhu optimumnya sekitar 50-
60
o
C, sehingga pada suhu tersebut proses degradasi makromolekul protein, lemak, dan karbohidrat  menjadi  mikromolekul  dan  basa  organik  lebih  cepat,  sehingga  pH  cepat
naik.  Menurut Choi et al. 2013 pH optimum untuk fermentasi LCPKS dalam kondisi anaerobik adalah  6,8-7,2.
Menurut Badiei  et  al.  2012,  mikroorganisme  yang  banyak  berkembang  pada
suhu  mesofilik  40-50
o
C  adalah  kelompok  Streptococcus  sekitar  50,  kelompok Lactobacillus
sekitar  30,  dan  kelompok  Clostridium  sekitar  20.  Kelompok mikroorganisme mesofilik tersebut lebih lambat dibandingkan dengan termofilik dalam
konversi  bahan  organik  menjadi  asam  organik.  Di  samping  itu,  kenaikan  suhu  sampai batas  tertentu  akan  mempercepat  proses  reaksi  konversi  makromolekul  menjadi
mikromolekul. 4.2.4 Penurunan Nilai COD dan Penyisihan COD
Hasil  penelitian  penurunan  nilai  COD  dan  Penyisihan  COD  LCPKS  selama fermentasi dapat dilihat pada Lampiran 16 dan Lampiran 17. Chemical Oxygen Demand
COD  merupakan  jumlah  oksigen  yang  diperlukan  oleh  mikroorganisme  untuk mendegradasi  bahan  organik  secara  kimia.  Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa
persentase penurunan nilai COD pada suhu 55
o
C lebih cepat dibandingkan dengan suhu 45
o
C  dan  suhu  kamar.  Pada  fermentasi  suhu  55
o
C  hanya  memerlukan  waktu  42  hari untuk  menurunkan  nilai  COD  86,86,  sementara  pada  suhu  fermentasi  45
o
C memerlukan waktu selama 56 hari untuk menurunkan nilai COD 84,31 , bahkan pada
suhu  kamar  untuk  menurunkan  COD  57,25    memerlukan  waktu  sampai  196  hari, seperti pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4  Pola Penurunan Nilai COD LCPKS pada Suhu Fermentasi yang Berbeda suhu 55
o
C;            suhu 45
o
C;          suhu 27-28
o
C Pada  Gambar  4.4  terlihat  bahwa  fermentasi  pada  suhu  55
o
C,  suhu  45
o
C,  dan suhu kamar  mikroorganisme langsung aktif yang ditandai terjadi penurunan nilai COD
pada tujuh  hari pertama. Pada penelitian  ini sumber  mikroorganismenya adalah sludge
20 40
60 80
100 120
7 14
21 28
35 42
49 56
63 70
77 84
91 98
105 112
119 126
133 140
147 154
161 168
175 182
189 196
C O
D h
ar i
Waktu Fermentasi hari
yang  berasal  dari akhir proses anaerobik terakhir  kolam 4  instalasi pengolahan akhir limbah  IPAL  yang  diduga  kaya  akan  beberapa  bakteri  seperti  Clostridium,
Escherichia  coli dan  Enterobacter  Chen  et  al.,  2005;  Chong  et  al.,  2009.  Beberapa
hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  mikroorganisme-mikroorganisme tersebut banyak terdapat  di  dalam  tanah,  lumpur,  dan  kompos  Hu  dan  Chen,  2007;  Wang  dan  Wan,
2009.  Penurunan  nilai  COD  pada  suhu  55
o
C  lebih  cepat  dari  suhu  45
o
C  dan  suhu kamar,  diduga  disebabkan  oleh  kenaikan  suhu  akan  meningkatkan  keaktifan
mikroorganisme Sompong et al., 2008. Penurunan  nilai  COD  menunjukkan  telah  terjadi  proses  pendekomposisian
bahan organik oleh aktivitas mikroorganisme. Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam  LCPKS  berupa  senyawa  kompleks  telah  diuraikan  menjadi  senyawa-senyawa
yang  lebih  sederhana  oleh  mikroorganisme.  Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa Penyisihan  COD  pada  suhu  55
o
C  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  fermentasi  suhu 45
o
C  dan  suhu  kamar,  seperti  pada  Gambar  4.5.  Mohammadi  et  al.  2011  pernah melakukan  penelitian  untuk  mempercepat  peningkatan  nilai  Penyisihan  COD  dari
LCPKS  dengan  berbagai  cara.  Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  peningkatan  nilai Penyisihan  COD  yang  paling  cepat  adalah  perlakuan  panas  heat-shock  yang
menghasilkan Penyisihan COD 86 .
Gambar 4.5 Nilai Penyisihan COD LCPKS pada Suhu Fermentasi yang Berbeda
4.2.5 Produksi Biogas dan Komposisi Biogas
Data  hasil  penelitian  komposisi  biogas  LCPKS  selama  fermentasi  dapat  dilihat pada  Lampiran  18  sampai  Lampiran  20.    Produksi  metanaPenyisihan  COD
menunujukkan kemampuan  sistem reaktor untuk menghasilkan  metana liter dari  satu gram COD. Konversi secara sempurna setiap satu gram COD dapat menghasilkan 0,35
L metana. Gambar 4.6 memperlihatkan pola produksi biogas LCPKS selama fermentasi. Gambar 4.7 memperlihatkan total produksi metanaPenyisihan COD LCPKS pada suhu
fermentasi yang berbeda.
57.26 84.31
86.86
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00 90.00
100.00
27-28 45
55
C O
D re
m ov
al
Suhu
o
C
Gambar 4.6  Pola Produksi Biogas Komulatif dari LCPKS pada Suhu Berbeda     suhu 55
o
C;            suhu 45
o
C;           suhu 27-28
o
C
Gambar 4.7   Produksi Metana Total yang Dihasilkan dari LCPKS pada Suhu Fermentasi yang Berbeda
Hasil  perhitungan  kandungan  CH
4
dari  biogas  hasil  fermentasi  LCPKS  pada suhu  55
o
C  menghasilkan  produktivitas  metana  0,28  Lg  COD.  Hasil  tersebut  masih dibawah  konversi  secara  stoikhiometri  0,35  Lg,  hal  ini  diduga  karena  proses
methanogenesis  yang  tidak  sempurna.  Ketidaksempurnaan  proses  methanogenesis disebabkan oleh kondisi tidak 100 anaerobik, sehingga digunakan untuk pembentukan
sel mikroorganisme.
Proses  degradasi  secara  anaerobik  melibatkan  sejumlah  bakteri  yang  berbeda- beda, terutama oleh empat tipe reaksi, yaitu hidrolisisis, acidogenesis, acetogenesis, dan
methanogenesis  Baloch  et  al.,  2007.  Pada  tahap  hidrolisisis,  senyawa  kompleks dengan  bantuan  eksoenzim  dari  bakteri  anaerobik  diubah  menjadi  monomer.  Tahap
merupakan  tahapan  perombakan  bahan  organik  hasil  hidrolisis  yang  difermentasi menjadi  berbagai  produk  akhir,  meliputi  asam-asam  format,  asetat,  propionat,  butirat,
laktat,  suksinat,  etanol,  karbondioksida,  dan  gas  hidrogen.  Pembentukan  asam-asam organik  tersebut  terjadi  dengan  bantuan  bakteri,  seperti  Pseudomonas,  Eschericia,
Flavobacterium,
dan Alcaligenes.
8.23 20.42
16.97
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
1 5
9 13
17 21
25 29
33 37
41 45
49 53
57 142
146 150
154 158
162 166
170 174
178 P
ro duks
i B
io ga
s K
o m
ul at
if
L L
L CP
K S
Waktu Fermentasi Hari
0.16 0.24
0.28
0.00 0.05
0.10 0.15
0.20 0.25
0.30
27-28 45
55 P
ro duk
si M
et an
a CO
D r
em ov
al
m
3
kg
Suhu
o
C
Tahap  ketiga  adalah  tahap  acetogenesis  yaitu  pembentukan  senyawa  asetat, karbondioksida  dan  hidrogen.  Produk-produk  dari  tahapan  acidogenesis  seperti  asam
propionat,  butirat  dan  etanol  perlu  dikonversi  terlebih  dahulu  menjadi  asam  asetat sebelum digunakan oleh bakteri metanogenik. Bakteri ini mengkonversi karbondioksida
dan  hidrogen  menjadi  asam  asetat.    Bakteri  yang  melakukan  konversi  tersebut  adalah Acetobacterium  woodee
dan  Clostridium  aceticum.  Tahap  terakhir  adalah  tahap metanogenesis  yaitu  proses  karbondioksida  direduksi  menjadi  metana  dan  air,  asetat
dikonversi  menjadi  metana  dan  karbondioksida.  Bakteri  penghasil  metana  antara  lain Methanococcus, Methanobacteria,
dan Methanosarcina. Dengan kelebihan substrat  yang diumpankan kedalam  bioreaktor, maka  bakteri
acidogen dan  acetogen  menjadi  semakin  aktif  dan  semakin  cepat  tumbuh,  sehingga
semakin  banyak  bahan  organik  dikonversi  menjadi  asam  lemak  volatil  yang menyebabkan  menurunnya  pH.  Bakteri  metanogen  tidak  dapat  bekerja  secara  optimal
pada  pH  yang  rendah.  Hal  ini  menyebabkan  ketidak  seimbangan  antara  acidogenesis dan  methanogenesis  karena  proses  didominasi  oleh  proses  acidogenic  dan  aktivitas
methanogenesis
kurang baik didalam sistem. Hasil analisis komposisi biogas dari fermentasi LCPKS pada suhu yang berbeda
dapat  dilihat  pada  Gambar  4.8.    Dari  gambar  tersebut  dapat  dilihat  bahwa  fermentasi pada  suhu  55
o
C  menghasilkan  biogas  dengan  kandungan  gas  metana  lebih  tinggi dibandingkan dengan  fermentasi pada suhu 45
o
C  dan  suhu kamar.   Choi et al. 2013 melaporkan  bahwa  menggunakan  alat  high-rate  anaerobic  reactors  dalam  mengolah
LCPKS  dapat  menghasilkan  biogas  dengan  rendemen  0,171–0,269  Lg  Penyisihan COD dengan konsentrasi gas metana mencapai 59,5-78,2.
Sebaliknya fermentasi pada suhu 55
o
C menghasilkan biogas dengan kandungan gas pengotor CO
2
dan N
2
yang lebih kecil dibandingkan dengan feremntasi pada suhu 45
o
C  dan  suhu  kamar.  Hal  ini  sangat  penting  dalam  proses  produksi  biogas  sebagai bahan  bakar,  terutama  untuk  energi  listrik.  Penghilangan  karbondioksida  memberi
kualitas  biogas  dan    nilai  energi  kalor  menjadi  lebih  tinggi  Kapdi  et  al.,  2004. Beberapa  hasil  penelitian  tentang  penurunan  COD  dan  penangkapan  gas  metana  dari
LCPKS dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Gambar 4.8   Komposisi Biogas yang Dihasilkan dari LCPKS pada Suhu Fermentasi yang Berbeda
59.15 62.57
65.44 38.76
34.50 33.60
2.10 2.52
0.97
0.00 20.00
40.00 60.00
80.00 100.00
120.00
27-28 45
55
K o
m p
o si
si B
io gas
Suhu
o
C N2
CO2
CH4
N
2
CO
2
CH
4
Tabel 4.5  Hasil-hasil Penelitian tentang Penurunan COD dan Penangkapan Gas Metana dari LCPKS
Metode Penyisihan
COD Kandungan
Metana Tertinggi Sumber Rujukan
Fluidized bed 78,0-94,0
DTT Borja dan Banks 1995
UASB 98,4
54,2 Borja dan Banks 1994
UASFF pada berbagai penanganan limbah cair
89,5–97,5 62,0–84,0
Najafpour et al. 2006 Anaerobic pond
97,8 54,4
Yacob et al. 2006 Anaerobic digester
80,7 36,0
Yacob et al. 2005 UASFF
97,0 71,9
Najafpour et al. 2006 CSTR
80,0 62,5
Tong and Jaafar 2006 IAAB
99,0 64,0
Chan et al. 2012 Sistem gabungan reaktor
anaerobik tingkat tinggi AHR + ABF dan AHR
+ ADF 93,5
78,2 Choi et al. 2013
CSTR suhu 55
o
C + pengadukan 100 rpm
86,86 67,58
Hasil penelitian CSTR suhu 45
o
C + pengadukan 100 rpm
84,31 67,58
Hasil penelitian CSTR suhu 27 - 28
o
C + pengadukan 100 rpm
57,25 60,70
Hasil penelitian
Keterangan : DTT : data tidak tersedia
4.2.6 Potensi Energi Listrik dan Pengurangan GRK dari LCPKS Di Provinsi Lampung
Sampai  pada  tahun  2011  perusahaan  yang  memiliki  pabrik  pengolahan  kelapa sawit  di  Provinsi  Lampung  berjumlah  13  unit  tersebar  di  lima  kabupaten,  yaitu
Kabupaten  Lampung  Selatan  satu  unit,  Kabupaten  Lampung  Tengah  empat  unit, Kabupaten Tulang Bawang tiga unit, Kabupaten Mesuji tiga unit, dan Kabupaten Way
Kanan  dua  unit.  Total  kapasitas  terpasang  pabrik  kelapa  sawit  di  Provinsi  Lampung mencapai  sekitar  622  ton  TBSjam.  Perkembangan  produksi  CPO  dan  angka  estimasi
LCPKS selama tiga tahun 2009-2011 dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Perkembangan Produksi CPO dan LCPKS Provinsi Lampung 2009-2011 Potensi  produksi  LCPKS  di  Provinsi  Lampung  meningkat  dari  tahun  ke  tahun.
Hasil  pengamatan  di  lapangan  menunjukkan  bahwa  setiap  ton  TBS  menghasilkan sekitar 0,75 m
3
LCPKS atau 3 ton LCPKSton CPO, sehingga pada tahun 2011 potensi LCPKS  di  Provinsi  Lampung  mencapai  1.132.382  ton  atau  1.286.595  m
3
.  Hasil penelitian Ditjen Perkebunan 2012, menunjukkan bahwa setiap ton tandan buah segar
TBS kelapa sawit akan menghasilkan rata-rata air limbah 0,7 m
3
. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi pada suhu 55
o
C selama 42 hari mampu  menurunkan  COD  86,86  atau  dari  COD  43.375  mgL  menjadi  COD  5.700
mgL.  Menurut  IPCC  2006,  gas  metana  merupakan  gas  rumah  kaca  GRK  dengan kekuatan 21 kali lebih kuat dibandingkan dengan gas karbon dioksida. Berdasarkan data
produksi  pabrik  kelapa  sawit  tahun  2011,  maka  potensi  pengurangan  gas  rumah  kaca dari  LCPKS  di  Provinsi  Lampung  mencapai  203.584  ton  CO
2
etahun,  dengan  sebaran pada  setiap  kabupaten  seperti  pada  Gambar  4.10.  Perhitungan  energi  yang  dihasilkan
dan pengurangan emisi GRG dari LCPKS dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Tabel 4.7.
Gambar 4.10  Potensi Pengurangan Emisi GRK dari LCPKS di Provinsi Lampung
320 352
377 960
1,057 1,132
- 200
400 600
800 1,000
1,200
2009 2010
2011
P ro
d uk
si C
P O
L C
P K
S
r ibua
n t
o n
Tahun
CPO LCPKS
13.152 54.763
52.528 55.535
27.606
- 10,000
20,000 30,000
40,000 50,000
60,000
Lampung Selatan
Lampung Tengah
Tulang Bawang
Mesuji Way Kanan
R eduks
i G
R K
T o
n CO
2
e th
n
Kabupaten
Tabel 4.6  Hasil Perhitungan Energi yang Dihasilkan dan Pengurangan Emisi GRG dari LCPKS di Provinsi Lampung tahun 2011 Kabupaten
Total Provinsi Lampung
Uraian Lampung
Selatan Lampung
Tengah Tulang
Bawang Mesuji
Lampung Way Kanan
TBS diolah tontahun
110.825 461.447
442.619 467.954
232.613 1.715.459
COD masuk mgL
43.375 43.375
43.375 43.375
43.375 43.375
COD keluar mgL
5.700 5.700
5.700 5.700
5.700 5.700
Produksi LCPKS m
3
tahun
83.119 346.086
331.965 350.966
174.460 1.286.595
CH
4
Dihasilkan m
3
tahun
876.821 3.650.857
3.501.894 3.702.338
1.840.375 13.572.286
Biogas Dihasilkan m
3
tahun
1.339.885 5.578.938
5.351.306 5.657.607
2.812.310 20.740.046
LHV Biogas MJ m
3
23 23
23 23
23 23
Konsentrasi CH
4
65,44 65,44
65,44 65,44
65,44 65,44
Energi MJ tahun
30.817.357   128.315.566   123.080.033   130.124.970 64.683.121
477.021.047
Energi  MJ
0,98 4,07
3,90 4,13
2,05 15,13
Efisiensi Konversi Energi
35 35
35 35
35 35
Power Dihasilkan MW
0,34 1,42
1,37 1,44
0,72 5,29
CH
4
Dihasilkan mol CH4 tahun
39.144 162.985
156.335 165.283
82.160 605.906
CH
4
Dihasilkan kg CH4 tahun
626.301 2.607.755
2.501.353 2.644.527
1.314.554 9.694.490
Emisi CO
2
ton CO
2
e tahun 13.152
54.762 52.528
55.535 27.605
203.584 Emisi CO
2
kg CO
2
eton TBS 119
119 119
119 119
119
Tabel  4.7  Perhitungan emisi gas metana dan biogas yang dihasilkan dari LCPKS dasar 1 ton TBS diolah
Uraian Unit
Nilai TBS diolah
ton TBS 1
CPO dihasilkan ton CPO
0,22 Produksi LCPKS
m
3
0,75 Nilai COD masuk
kg COD 43,37
Nilai COD keluar kg COD
5,70 Potensi Emisi  GRK
m
3
CH
4
7,91 kmol CH
4
0,35 kg CH
4
5,65 kg CO
2
e 118,68
Input data untuk perhitungan :
Rendemen TBS = CPO Hasil penelitian
22,03 Produksi LCPKS
m
3
ton TBS Yuliasari  et al., 2001 0,75
COD masuk mgL Hasil penelitian
43.750 COD keluar
mgL Hasil penelitian 5.700
Produktivitas metana L metanag COD LCPKS Hasil
penelitian 0,28
GWP gas metana kg CO
2
kg CH
4
IPCC, 2006 21
Efisiensi pengurangan COD Hasil penelitian
86,86 Konsentrasi metana dalam
biogas vol. Hasil penelitian
65,44 LHV Biogas 65,44  metana
MJ m
3
Pourmovahed et al., 2011 23
Efisiensi Konversi Energi Biogas
Yuswidjajanto, 2012 35
Hasil  penelitian  di  Thailand  menunjukkan  bahwa  jika  menggunakan penangkapan  biogas  maka  emisi  gas  rumah  kaca  yang  dihasilkan  adalah  750  kg
CO
2
eton  CPO  atau  sekitar  150  kg  CO
2
eton  TBS,  jika  tidak  menggunakan penangkapan  biogas  adalah  1.087  kg  CO
2
eton  CPO  Kaewmai  et  al.,  2012. Menurut Tan et al. 2012, setiap ton CPO akan menghasilkan emisi gas rumah kaca
sebesar  971  kg  CO
2
e,  tetapi  jika  menggunakan  sitem  penangkap  gas  metana,  maka emisi gas rumah kaca yang dihasilkan hanya 506 kg CO
2
e per ton CPO atau 101,2 kg CO
2
eton TBS. Di  sisi  lain,  gas  metana  hasil  dari  proses  dekomposisi  anaerobik  bahan
organik  tersebut  memiliki  kandungan  energi  tinggi  dan  dapat  dimanfaatkan  sebagai sumber  energi  terbarukan.    Khemkhao  et  al.  2012  dan  Kamahara  et  al.  2010
menyatakan  bahwa  LCPKS  yang  memiliki  organic  loading  rates  OLR  antara  2,2 dan  9,5  g  COD  perliter  perhari  dengan  perombakan  anaerobik  dapat  menghasilkan
biogas 13,2 literhari.
Menurut Tong 2011, PKS dengan kapasitas produksi 60 ton TBSjam  atau 360.000  ton  TBStahun  akan  menghasilkan  LCPKS  sebanyak  216.000  m
3
tahun dengan total  COD 10.800 tontahun.  Produksi LCPKS tersebut dapat menghasilkan
CH
4
sebanyak  2.657  tontahun  atau  biogas  6.726.318  m
3
tahun  atau  setara  dengan
energi  yang  dihasilkan  133.398.934  MJtahun  atau  31.859.243  M  Cal.tahun  atau 37.039 MWhtahun. Menurut Soesanto dan Walandouw 2012, pabrik kelapa sawit
dengan kapasitas 60 tonjam akan menghasilkan LCPKS sebesar 21.500 m
3
memiliki potensi menghasilkan energi listrik sebesar 2 MW.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total potensi energi yang dihasilkan dari proses penangkapan gas metana LCPKS menjadi energi listrik di Provinsi Lampung
mencapai 5,29 MW dari
1.715.459 ton TBS
. Dari total energi listrik tersebut tersebar di  lima  kabupaten  seperti  dapat  dilihat  pada  Gambar  4.14.  Potensi  energi  yang
dihasilkan dari setiap pabrik kelapa sawit di Provinsi Lampung sangat berbeda antara pabrik satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan oleh kapasitas pabrik yang berbeda,
mutu bahan baku, dan efisiensi pemakaian kapasitas riilpabrik. Jika kita bandingkan dengan penelitian-penelitian terdahulu, maka potensi energi dari LCPKS di Provinsi
Lampung  sangat  rendah.  Hal  ini  terjadi  karena  efisiensi  pemanfaatan  kapasitas riilrata-rata yang rendah yaitu 45.
Gambar 4.11  Potensi Produksi Energi Listrik dari LCPKS di Provinsi Lampung Pengolahan  limbah  cair  industri  minyak  kelapa  sawit  dengan  bioreaktor
anaerobik dan pemanfaatan biogas sebagai pengganti bahan bakar minyak bumifosil dapat  berkontribusi  pada  praktek  produksi  minyak  kelapa  sawit  yang  berwawasan
lingkungan,  sehingga  produk  sawit  Indonesia  lebih  diterima  di  pasar  internasional. Namun, perlu dicatat bahwa akurasi  estimasi potensi  emisi dan  manfaat  yang dapat
diperoleh  dari  penggunaan  biogas  sebagai  sumber  energi  alternative,  sebaimana diilustrasikan  di  atas,  dipengaruhi  oleh  akurasi  input  data  yang  terkait,  terutama
produksi  biogas  spesifik,  komposisi  biogas,  porsi  bahan  organik  yang  terdegradasi secara anaerobik, harga biogas dan harga reduksi emisi Suprihatin et al., 2012.
4.3 Analisis Internal, Analisis Eksternal, dan Analisis SWOT Penanganan
LCPKS 4.3.1  Analisis Faktor Internal
Data  analisis  faktor  internal  implementasi  pemanfaatan  LCPKS  menjadi energi listrik dapat dilihat pada Lampiran 42 dan Lampiran 43.  Matriks hasil analisis
IFE  penanganan  LCPKS  menjadi  energi  listrik  dapat  dilihat  pada  Tabel  4.15. Berdasarkan penilaian responden terhadap  faktor kunci  internal diperoleh total  skor
IFE adalah 2,514.  Hasil tersebut menunjukkan bahwa posisi strategis industri kelapa
0,34 1,42
1,37 1,44
0,72
- 0.20
0.40 0.60
0.80 1.00
1.20 1.40
1.60
Kab. Lampung Selatan
Kab. Lampung Tengah
Kab. Tulang Bawang
Kab. Mesuji Kab. Way
Kanan
P o
te n
si E
n er
gi L
is tr
ik M
W
sawit  di  Provinsi  Lampung  berada  pada  posisi  rata-rata  dalam  memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya untuk menghadapi kelemahan internal.
Alat  perumusan  strategis  menggunakan  Matriks  Internal  Factor  Evaluasi IFE dapat digunakan untuk meringkas dan  mengevaluasi kekuatan dan kelemahan
suatu industri, termasuk  industri kelapa sawit.  Matriks IFE  juga dapat  memberikan dasar  untuk  mengidentifikasi  dan  mengevaluasi  hubungan  diantara  bidang-bidang
fungsional tersebut, sehingga pemahaman yang baik mengenai faktor-faktor strategi internal  yang  dimasukkan  lebih  penting  dibandingkan  angkanya  sendiri  David,
2002.
Tabel 4.8  Matriks IFE Penanganan LCPKS menjadi Energi Listrik di Provinsi Lampung
Faktor Penentu Bobot
Rating Total
Skor Prio-
ritas Faktor Kekuatan
A  PKS di Lampung telah memiliki unit
pengolahan  LCPKS  dengan  kapasitas yang cukup
0,095 3,67
0,350 IV
B  Komitmen pimpinan PKS untuk mengikuti
peraturan tentang lingkungan hidup cukup tinggi
0,106 4,00
0,425 I
C  Semua PKS telah memiliki SDM yang
khusus dalam menangani LCPKS 0,102
3,50 0,356
II
D  LCPKS di Lampung memiliki potensi
sebagai sumber energi COD  40.000 mgL
0,094 3,75
0,354 III
E  Semua PKS di Lampung memiliki lokasi
yang tidak terlalu jauh dengan gardu jaringan PLN
0,097 3,17
0,308 V
Faktor Kelemahan F  Komitmen pimpinan perusahaan terhadap
pemanfaatan LCPKS menjadi energi masih rendah
0,113 1,17
0,132 II
G  Biaya pengadaan teknologi pengolahan
LCPKS menjadi biogas masih sangat tinggi
0,095 1,50
0,142 III
H  Belum semua pimpinan PKS di Lampung
memahami Permen ESDM No 4 Tahun 2012
0,111 1,17
0,130 I
I  Belum ada contoh industri PKS yang
menjual energi berbasis biogas ke PT PLN Persero
0,096 1,58
0,152 IV
J  Kapasitas riilPKS terpakai di Lampung
masih rendah kurang dari 60 0,089
1,83 0,164
V
Jumlah
1 2,514
Tabel  4.15  menunjukkan  bahwa  komitmen  pimpinan  PKS  untuk  mengikuti peraturan  tentang  lingkungan  hidup  merupakan  kekuatan  utama  yang  dimiliki  oleh
kalangan  industri  kelapa  sawit  di  Provinsi  Lampung  dengan  jumlah  skor  0,425. Hasil penelitian  menunjukkan bahwa di Provinsi  Lampung  memiliki PKS sebanyak
13  unit  yang  tersebar  di  lima  kabupaten.  Semua  PKS  telah  mengikuti  semua peraturan berkaitan dengan lingkungan hidup yang diwajibkan baik oleh pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah. Salah satu bukti bahwa PKS taat untuk mengikuti peraturan pemerintah adalah semua PKS telah memiliki unit pengolahan limbah cair
dan SDM yang khusus dalam menangani LCPKS.
Hal ini menjadi modal dasar yang positif jika pemerintah mentargetkan 60 PKS  memiliki  fasilitas  methane  capture  pada  tahun  2022.  Menurut  Mahendra
2013,  penyebab  para  pemilik  PKS  tidak  membangun  fasilitas  methane  capture adalah  komitmen  pemilik  PKS  yang  rendah,  tidak  ada  peraturan  yang  mewajibkan,
dan  biaya  investasi  yang  mahal.  Selain  itu,    insentif  yang  ditawarkan  pemerintah kurang menarik dan persyaratannya terlalu sulit dipenuhi Soerawidjaja, 2012.
Berdasarkan  hasil  analisis  Matriks  IFE,  diketahui  bahwa  kelemahan  utama adalah belum semua pimpinan PKS di Provinsi Lampung memahami Permen ESDM
No 4 Tahun 2012. Permen tersebut berisi tentang mandatori dari pemerintah bahwa PT PLN Persero harus membeli energi listrik dari masyarakat yang berbahan baku
biogas dengan  harga  Rp 975,00kwh. Hal  ini disebabkan oleh rendahnya komitmen pimpinan perusahaan terhadap pemanfaatan LCPKS menjadi energi listrik dan biaya
pengadaan  teknologi  pengolahan  LCPKS  menjadi  biogas  masih  sangat  tinggi Wirawan, 2012.
4.3.2.  Analisis Faktor Eksternal
Data  analisis  SWOT  faktor  eksternal  implementasi  pemanfaatan  LCPKS menjadi energi listrik dapat dilihat pada Lampiran 44 dan Lampiran 45. Matriks hasil
analisis  EFE  penanganan  LCPKS  menjadi  energi  listrik  dapat  dilihat  pada  Tabel 4.16.  Pada  tabel  tersebut  dapat  dilihat  bahwa  komitmen  pemerintah  yang  sangat
tinggi untuk membeli energi  berbasis  limbah  merupakan peluang  yang sangat besar untuk  dimanfaatkan  oleh  kalangan  industri  kelapa  sawit  di  Provinsi  Lampung.  Hal
ini didukung oleh mulai terbukanya peluang pasar terhadap biomasa berbasis kelapa sawit  seperti  cangkang  dari  biji  kelapa  sawit.  Peluang  tersebut  juga  dikuatkan  oleh
kebutuhan energi dunia yang cenderung terus meningkat dan kebutuhan energi dalam negeri yang belum tercukupi  Winarno, 2012.
Dalam  rangka  mendorong  pengembangan  tenaga  listrik  dari  pembangkit tenaga  listrik  yang  menggunakan  energi  terbarukan  termasuk  biogas  dan  menata
kembali  pengaturan  pembelian  kelebihan  tenaga  listrik  excess  power  dari masyarakat,  maka  pemerintah  berkomitmen  dengan  mengeluarkan  Permen  ESDM
No.  4  Tahun  2012.  Permen  tersebut  menugaskan  PT  PLN  Persero  membeli kelebihan  tenaga  listrik  excess  power  dari  masyarakat  yang  menggunakan  energi
terbarukan dengan harga tertentu Hutapea, 2012.
Industri  kelapa  sawit  di  Provinsi  Lampung  menghadapi  peluang  sekaligus ancaman  dalam  implementasi  penanganan  LCPKS  menjadi  energi  listrik.  Matriks
EFE  dapat  memberi  penjelasan  mengenai  peluang  dan  ancaman  yang  dihadapi industri kelapa sawit dalam penanganan LCPKS menjadi energi listrik. Berdasarkan
hasil  analisis  Matriks  EFE,  diperoleh  jumlah  skor  rata-rata  untuk  faktor  kunci eksternal adalah sebesar 2,651 artinya kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan
peluang  yang  ada  dan  mengatasi  ancaman-ancaman  yang  dihadapi  oleh  perusahaan berada pada kondisi menengah.
Faktor-faktor  yang  menjadi  ancaman  utama  adalah  belum  adanya  regulasi yang  mewajibkan  PKS  melakukan  penangkapan  gas  metana  dari  LCPKS  dan  pada
tahap  implementasi  penjualan  energi  ke  PLN  Persero  masih  menemui  banyak kendala  Soerawidjaja,  2012.  Beberapa  kendala  penjualan  energi  listrik  yang
diproduksi  oleh  masyarakat  ke  PT  PLN  Persero  antara  lain  tuntutan  kontinyuitas dan biaya penyambungan dari pembangkit ke gardu induk PLN Adhi, 2012.
Tabel 4.9  Matriks EFE Penanganan LCPKS menjadi Energi Listrik di Provinsi Lampung
Faktor Penentu Bobot
Rating Total
Skor Prio-
ritas Faktor Peluang
A  Kebutuhan energi dunia dan dalam negeri belum tercukupi dan cenderung terus
meningkat 0,097
3,17 0,309
III
B  Komitmen pemerintah untuk membeli energi berbasis limbah sangat tinggi
0,111 3,33
0,370 I
C  Komitmen dunia dan Indonesia untuk menurunkan emisi GRK
0,098 2,67
0,261 IV
D  Mulai terbukanya peluang pasar terhadap biomasa berbasis kelapa sawit
0,101 3,25
0,329 II
E  Kampanye pemanfaatan energi yang bersumber dari energi terbarukan  semakin kuat
0,095 2,67
0,252 V
Faktor Ancaman
F  Subsidi pemerintah terhadap energi yang bersumber dari fosil masih tinggi
0,093 2,33
0,217 III
G  Keberlanjutan program CDM diragukan dan harga perdagangan karbon sangat rendah
0,089 2,58
0,230 IV
H  Biaya pembangunan unit pengolahan LCPKS menjadi biogas masih mahal
0,107 2,50
0,267 V
I  Belum ada regulasi yang mewajibkan PKS melakukan penangkapan gas metana dari
LCPKS 0,110
1,83 0,202
I
J  Pada tahap implementasi penjualan energi ke PLN Persero masih menemui banyak kendala
0,099 2,17
0,214 II
Jumlah
1 2,651
Berdasarkan  dari  perhitungan  matriks  IFE  dan  EFE  diperoleh  jumlah  skor rata-rata  sebesar  2,514  dan  2,651.  Penggabungan  antara  nilai  IFE  dan  EFE  pada
matriks  IE  akan  menunjukkan  posisi  implementasi  pemanfaatan  LCPKS  menjadi energi  listrik  berada  pada  sel  ke  lima  V  seperti  yang  diperlihatkan  pada  Gambar
4.15.
Berdasarkan gambar matriks IE tersebut dapat diketahui bahwa pemanfaatan LCPKS  menjadi  energi  listrik  di  Provinsi  Lampung  berada  pada  sel  lima  V,
sehingga  strategi  terbaik  yang  sebaiknya  dilakukan  adalah  menjaga  dan mempertahankan  hold  and  maintain  posisi  yang  selama  ini  sudah  diraih.
Kebijakan yang umum dari strategi ini adalah dengan melakukan penetrasi pasar dan mengembangkan  produk  baru.  Artinya  pemilik  dan  manajemen  PKS  harus