Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

bervariasi antara 62 sampai 67, dengan rata-rata sebesar 64. Kebutuhan energi dalam mengoperasikan sistem tersebut hanya untuk memompa limbah cair dan resirkulasi cairan. Energi yang dibutuhkan sebesar 4 KWh per m 3 limbah cair yang diolah per meter tinggi reaktor. Pada skala penuh dibutuhkan listrik sekitar 36 KWh per m 3 limbah cair yang diolah. Perbandingan antara energi listrik yang dibutuhkan dengan potensi energi listrik yang dihasilkan menunjukkan bahwa kebutuhan listrik 0,035 KWhm 3 limbah cair sangat kecil dibandingkan dengan potensi produksi 16-32 KWhHm 3 Ditjen PPHP Deptan, 2006. Satu kelemahan dalam sistem RANUT adalah adanya kemungkinan terjadinya penyumbatan dalam reaktor karena terbentuknya biofilm yang berlebihan dan timbulnya endapan disekitarnya. Jika limbah cair mengandung terlalu banyak padatan tersuspensi lebih dari range 1000-5000 mgl, maka pertumbuhan bakteri akan terlalu cepat dan hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan dalam reaktor. Resiko terjadinya penyumbatan pada reaktor kedua aliran dari atas ke bawah adalah lebih besar lagi, dengan demikian keterbatasan dari penggunaan sistem RANUT tersebut adalah COD terlarut berkisar antara 6 dan 8 kgm 3 hari dengan jumlah padatan tersuspensi tidak lebih dari 5000 mgl Rahardjo, 2009. Dalam upaya meningkatkan efisiensi pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit, Ahmad et al. 2012, telah melakukan pengujian bioreaktor hibrid anaerobik dengan menggunakan media amobilisasi sel yang berbeda yakni media tandan kosong sawit dan media pelepah sawit dalam mengantisipasi perubahan secara tiba- tiba laju alir umpan akibat peningkatan produksi pabrik kelapa sawit. Hasil penelitian Ahmad et al. 2012, menunjukkan bahwa bioreaktor hibrid anaerobik yang diuji dengan peningkatan laju alir umpan secara tiba-tiba pada laju alir umpan 3.750 Lhari, 5.000 Lhari dan 7500 Lhari mempunyai rasio asam lemak volatil dengan alkalinitas dibawah 0,1, sehingga sistem mempunyai kestabilan yang tinggi. Dengan demikian, peningkatan laju alir umpan secara tiba-tiba tidak mempengaruhi kinerja bioreaktor hibrid anaerobik fasa tunggal karena kestabilan bioreaktor relatif tinggi sehingga proses pengolahan limbah cair berlangsung dengan baik.

2.3 Dekomposisi Anaerobik

2.3.1 Proses Dekomposisi Anaerobik Di Indonesia teknologi perombakan dekompisisi anaerobik merupakan salah satu bagian strategi pengelolaan air limbah atau buangan industri yang cukup berdayaguna dan efektif. Penerapan teknologi tersebut selain murah dan praktis untuk buangan dengan beban organik, mampu mereduksi energi terkandung dalam limbah untuk pengelolaan lingkungan. Perombakan anaerobik secara luas digunakan untuk memantapkan padatan organik terkonsentrasi memadatlumpur, dengan BOD lebih besar dari 10.000 mgl, dipindahkan dari tangki-endap, filter biologik, dan pembangkit lumpur aktif. Beberapa pembangkit menggunakan perombak anaerobik sebagai langkah pertama membuang kelebihan zat nitrogen dari aliran sisa sebelum perlakuan aerob Romli, 2010. Perombakan anaerobik secara alami terjadi di sedimen sungaialiran dan kolam yang tidak teraerasi cukup, yang mengubah senyawa karbon menjadi gas metana, nitrogen dan asam sulfida penyusun gas rawa dan sawah, sebagai pengganti karbon dioksida maupun air yang dihasilkan dalam perombakan aerob. Dalam lingkungan anaerobik mikroorganisme berperan membebaskan metana dari asam asetat antara lain Methanosarcina, Methanococcus, Methanobacterium, dan Methanobacillus. Gambar 2.1 menunjukkan proses perombakan yang terjadi pada digester anaerobik. Gambar 2.1 Skema Biodegradasi Anaerobik Bahan Organik Kompleks Romli, 2010 1 Hidrolisisis. Tahap hidrolisis merupakan tahapan yang paling awal terjadi pada proses anaerobik, dalam tahap tersebut terjadi pemecahan dari senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana monomer. Senyawa kompleks tersebut, antara lain adalah protein, karbohidrat, dan lemak, dimana dengan bantuan eksoenzim dari bakteri anaerobik, senyawa tersebut akan diubah menjadi monomer Deublein et al., 2008. Bakteri yang berperan dalam tahapan hidrolisis tersebut Clostridium yang dapat mendegradasi limbah yang mengandung selulosa. Protein dihidrolisis dengan adanya enzim protease dan peptidase, sedangkan lemak yang terdapat dalam bahan baku dihidrolisis dengan adanya enzim lipase yang diekresi oleh bakteri Clostridium. 2 Acidogenesis atau fermentasi. Tahap perombakan bahan hasil hidrolisis menjadi bahan organik yang lebih sederhana seperti keton dan alkohol. Menurut Romli 2010, tahap acidogenesis merupakan tahapan perombakan bahan organik hasil hidrolisis yang difermentasi menjadi berbagai produk akhir, meliputi asam-asam format, asetat, propionat, butirat, laktat, suksinat, etanol, karbondioksida, dan gas hidrogen. Pembentukan asam-asam organik tersebut terjadi dengan bantuan bakteri, seperti Pseudomonas, Eschericia, Flavobacterium, dan Alcaligenes Deublein and Steinhauser, 2008. Senyawa Organik Komplek Protein Lemak Karbohidrat Asam Amino Gula Sederhana Asam Lemak Asam volatil, Alkohol CO 2 H 2 H 2

S, NH

3 CO 2 H 2 Asam Asetat CH 4 CO 2 Hidrolisis Fermentasi Asetogenesis Metanogenesis 3 Acetogenesis. Acetogenesis adalah tahap pembentukan senyawa asetat, karbondioksida dan hidrogen. Menurut Romli 2010, bakteri metanaogen tidak dapat menggunakan produk-produk fermentasi atau hasil dari tahap acidogenesis dengan atom karbon lebih dari dua untuk pertumbuhannya. Bakteri ini hanya menggunakan sumber-sumber energi sederhana, misalnya asetat, metanol, metilamin, CO 2 , dan H 2 . Produk-produk dari tahapan acidogenesis seperti asam propionat, butirat dan etanol perlu dikonversi terlebih dahulu menjadi asam asetat sebelum digunakan oleh bakteri metanogenik. Dalam proses oksidasi tersebut dihasilkan hidrogen dan karbondioksida, dan bakteri yang berfungsi untuk proses konversi tersebut dikenal dengan bakteri asetogen. Selain dari oksidasi propionat dan butirat serta etanol, asam asetat juga dihasilkan oleh bakteri homoasetogen. Bakteri tersebut mengkonversi karbondioksida dan hidrogen menjadi asam asetat. Bakteri yang melakukan konversi tersebut adalah Acetobacterium woodee dan Clostridium aceticum. 4 Metanogenesis merupakan proses yang sangat penting dalam digester anaerobik. Selama proses metanogenesis karbondioksida direduksi menjadi metana dan air, asetat dikonversi menjadi metana dan karbondioksida. Bakteri penghasil metana antara lain Methanococcus, Methanobacteria, dan Methanosarcina. Kebanyakan bakteri metanogen bersifat mesofilik dengan kisaran suhu optimum 20 o C-40 o C, namun bakteri metanogen juga dapat ditemui pada suhu termofilik. Terbentuknya gas metana terjadi karena adanya reaksi dekarboksilasi asetat dan reduksi CO 2 Deublin and Steinhauser, 2008, sebagai berikut: CH 3 COOH CH 4 + CO 2 dekarboksilasi asetat CO 2 + 4 H 2 CH 4 + 2 H 2 O reduksi CO 2 Terdapat dua kelompok utama bakteri yang bertanggung jawab dalam pembentukan metana, yaitu bakteri metanogen asetoklastik dan bakteri metanogen pengguna hidrogen. Metanogen asetoklastik mekonversi asam asetat menjadi metana, sedangkan metanogen pengguna hidrogen melakukan penyisihan hidrogen untuk menghasilkan metana. Menurut Romli 2010, mekanisme reaksi pada fermentasi anaerobik dilakukan melalui empat tahap, yaitu sebagai berikut : 1 Acid forming bacteria menguraikan senyawa glukosa menjadi :

a. C

6 H 12 O 6 + 2 H 2 O CH 3 COOH + 2 CO 2 + 4 H 2 asam asetat

b. C

6 H 12 O 6 CH 3 CH 2 CH 2 COOH + 2 CO 2 + 2 H 2 asam butirat

c. C

6 H 12 O 6 + 2 H 2 2 CH 3 CH 2 COOH + 2 H 2 O asam propionat 2 Acetogenic bacteria menguraikan asam propionat dan asam butirat menjadi :

a. CH

3 CH 2 COOH CH 3 COOH + CO 2 + 3 H 2 asam asetat

b. CH

3 CH 2 CH 2 COOH 2 CH 3 COOH + 2 H 2 asam asetat 3 Acetoclastic methane menguraikan asam asetat menjadi : CH 3 COOH CH 4 + CO 2 metana 4 Methane bacteria mensintesa hidrogen dan karbondioksida menjadi : 4 H 2 + CO 2 CH 4 + 2 H 2 O metana Digester anaerobik dapat berupa digester satu tahap atau digester dua tahap. Digester satu tahap terdiri dari sebuah tangki digester yang digunakan untuk mengolah limbah cair yang biasanya tidak kontinyu. Sedangkan digester dua tahap terdiri dari dua tangki digester yang disusun secara seri. Dalam proses perombakan bahan organik, pada digester dua tahap, tahapan pertama digunakan sebagai unit pencampuran secara kompleks dan optimasi dekomposisi oleh bakteri perombak. Sedangkan tahapan kedua untuk mengolah supernatan yang keluar dari digester pertama Romli, 2010. Biokonversi anaerobik bahan organik adalah suatu teknologi yang dikembangkan untuk melindungi lingkungan melalui pengelolaan limbah dan air limbah. Produk akhir biokonversi anaerobik adalah biogas, campuran metana dan karbon dioksida yang bermanfaat sebagai sumber energi terbarukan. Perombakan anaerobik merupakan proses sederhana secara teknologi membutuhkan energi rendah untuk mengubah bahan organik dari berbagai jenis air limbah, buangan padat dan biomas menjadi metana. Aplikasi biokonversi anaerobik yang lebih luas, menjadi kebutuhkan dalam usaha menuju pembangunan berkelanjutan dan produksi energi terbarukan. Kecenderungan tersebut didukung oleh pertumbuhan kebutuhan pasar akan energi hijau oleh optimisasi substansial biokonversi anaerobik, terutama perkembangan modern sistem ko-perombakan dan laju tinggi Romli, 2010. Sistem pengolahan dengan perombak anaerobik laju tinggi seperti reaktor UASB Upflow Anaerobikic Sludge Blanket, Filter Anaerobik Anaerobikic Filter dan Proses Kontak Anaerobik Contact Process kurang layak untuk perombakan jenis lumpur, tetapi baik dikonsentrasikan pada air limbah limbah cair dan atau bagian dari suatu sistem beberapa fase. Waktu tinggal lumpur lebih lama dibanding waktu tinggal hidraulik, karena kotoran tertahan dalam reaktor. Sistem laju tinggi lebih baik untuk aliran limbah dengan padatan mengendap rendah Romli, 2010.

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perombakan Anaerobik

Perombakan anaerobik merupakan proses biologis, yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor pengendali utama antara lain, suhu, pH, dan senyawa beracun Poh dan Cong, 2009. Proses perombakan anaerobik untuk pembentukan biogas dipengaruhi oleh dua faktor yaitu biotik dan abiotik. Faktor biotik berupa mikroorganisme dan jasad aktif di dalam proses perombakan sistem anaerobik. Faktor abiotik meliputi pengadukan, suhu, pH, substrat, kadar air substrat, rasio CN dan P dalam substrat dan kehadiran bahan toksik Poh dan Cong, 2009.