Faktor-faktor yang menjadi ancaman utama adalah belum adanya regulasi yang mewajibkan PKS melakukan penangkapan gas metana dari LCPKS dan pada
tahap implementasi penjualan energi ke PLN Persero masih menemui banyak kendala Soerawidjaja, 2012. Beberapa kendala penjualan energi listrik yang
diproduksi oleh masyarakat ke PT PLN Persero antara lain tuntutan kontinyuitas dan biaya penyambungan dari pembangkit ke gardu induk PLN Adhi, 2012.
Tabel 4.9 Matriks EFE Penanganan LCPKS menjadi Energi Listrik di Provinsi Lampung
Faktor Penentu Bobot
Rating Total
Skor Prio-
ritas Faktor Peluang
A Kebutuhan energi dunia dan dalam negeri belum tercukupi dan cenderung terus
meningkat 0,097
3,17 0,309
III
B Komitmen pemerintah untuk membeli energi berbasis limbah sangat tinggi
0,111 3,33
0,370 I
C Komitmen dunia dan Indonesia untuk menurunkan emisi GRK
0,098 2,67
0,261 IV
D Mulai terbukanya peluang pasar terhadap biomasa berbasis kelapa sawit
0,101 3,25
0,329 II
E Kampanye pemanfaatan energi yang bersumber dari energi terbarukan semakin kuat
0,095 2,67
0,252 V
Faktor Ancaman
F Subsidi pemerintah terhadap energi yang bersumber dari fosil masih tinggi
0,093 2,33
0,217 III
G Keberlanjutan program CDM diragukan dan harga perdagangan karbon sangat rendah
0,089 2,58
0,230 IV
H Biaya pembangunan unit pengolahan LCPKS menjadi biogas masih mahal
0,107 2,50
0,267 V
I Belum ada regulasi yang mewajibkan PKS melakukan penangkapan gas metana dari
LCPKS 0,110
1,83 0,202
I
J Pada tahap implementasi penjualan energi ke PLN Persero masih menemui banyak kendala
0,099 2,17
0,214 II
Jumlah
1 2,651
Berdasarkan dari perhitungan matriks IFE dan EFE diperoleh jumlah skor rata-rata sebesar 2,514 dan 2,651. Penggabungan antara nilai IFE dan EFE pada
matriks IE akan menunjukkan posisi implementasi pemanfaatan LCPKS menjadi energi listrik berada pada sel ke lima V seperti yang diperlihatkan pada Gambar
4.15.
Berdasarkan gambar matriks IE tersebut dapat diketahui bahwa pemanfaatan LCPKS menjadi energi listrik di Provinsi Lampung berada pada sel lima V,
sehingga strategi terbaik yang sebaiknya dilakukan adalah menjaga dan mempertahankan hold and maintain posisi yang selama ini sudah diraih.
Kebijakan yang umum dari strategi ini adalah dengan melakukan penetrasi pasar dan mengembangkan produk baru. Artinya pemilik dan manajemen PKS harus
mempertahankan posisinya dengan terus mengembangkan produknya, termasuk biogas dan biomasa yang lain.
Bentuk strategi yang dihasilkan pada matriks IE hanya menghasilkan strategi alternatif secara umum tanpa adanya implementasi yang lebih teknis pada
perusahaan. Oleh karena itu, matriks IE dilengkapi juga oleh matriks SWOT yang berupa langkah-langkah kongkrit untuk dilakukan oleh perusahaan.
Gambar 4.12 Matriks IE Internal-Eksternal Penanganan LCPKS di Provinsi Lampung
4.3.3 Analisis Strength, Weakness, Opportunities, dan Threats SWOT
Setelah melakukan analisis terhadap faktor internal dan eksternal, selanjutnya dapat diformulasikan alternatif strategi dengan menggunakan Matriks SWOT, yang
merupakan kombinasi dari strategi kombinasi SO strengths-Opportunities, ST Strenghts-Threats, WO Weaknesses-Opportunities dan WT Weaknesses-
Threats
. Perumusan strategi yang dibangun dengan menggunakan Matriks SWOT dapat dilihat pada Gambar 4.16.
Dari analisis Matriks SWOT diperoleh enam jenis strategi yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1 Strategi Strengths-Opportunity SO Strategi SO adalah strategi menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk
memanfaatkan peluang yang ada, maka strategi yang sebaiknya dilakukan adalah a pembuatan regulasi yang mewajibkan semua PKS memanfaatkan
energi listrik yang bersumber dari biogas LCPKS POME dan b mendorong peningkatan infrastruktur yang menunjang bisnis biomasa berbasis kelapa sawit
2 Strategi Weakness-Opportunity WO Strategi WO adalah strategi yang meminimalkan kelemahan untuk
memanfaatkan peluang. Strategi WO yang dapat digunakan yaitu a sosialisasi Permen ESDM No 4 2012 kepada para pengambil keputusanpimpinan PKS
dan b pembuatan contoh pemanfaatan LCPKS menjadi biogas dan energi listriknya dibeli PT PLN Persero.
3 Strategi Strengths-Threats ST Strategi ST yaitu strategi memanfaatkan kekuatan untuk menghindari ancaman,
yaitu pembuatan petunjuk pelaksanaan yang akomodatif tentang penjualan energi listrik berbasis biogas ke PT PLN Persero.
Kuat Rata-rata
Lemah 3,0 - 4,0
2,0 - 2,9 1,0 - 1,9
Tinggi 3,0 - 4,0
Sedang 2,0 - 2,9
Rendah 1,0 - 1,9
T o
ta l
R at
a- ra
ta
T er
ti m
b an
g E
F E
VII VIII
IX Total Rata-rata Tertimbang IFE
I II
III IV
V VI
4 Strategi Weakness-Threats WT Strategi WT merupakan strategi untuk mengurangi kelemahan dan menghindari
ancaman. Strategi yang dapat diambil adalah pengembangan teknologi biogas berbasis LCPKS yang murah untuk digunakan kepentingan sendiri.
Kekuatan Strengths
Kelemahan Weakness
1. Komitmen PKS mengikuti peraturan yang berlaku
cukup tinggi 1. Belum semua pimpinan
PKS memahami Permen ESDM No. 4 2012
IFAS
2. Semua PKS telah memiliki SDM yang khusus
menangani LCPKS 2. Komitmen PKS dalam
memanfaatkan LCPKS menjadi energi rendah
3. LCPKS berpotensi sebagai sumber energi listrik
3. Pengadaan teknologi biogas dari LCPKS masih mahal
EFAS
4. Semua PKS telah memiliki unit pengolahan LCPKS
4. Belum ada contoh PKS yang menjual energi listrik
biogas ke PT PLN 5. Lokasi PKS tidak terlalu
jauh dengan gardu PLN 5. Kapasitas riilPKS terpakai
masih rendah 50
Peluang Opportunities
Strategi SO Strategi WO
1. Komitmen pemerintah membeli energi berbasis limbah sangat
tinggi SO-1: Pembuatan regulasi
yang mewajibkan semua PKS memanfaatkan
energi listrik yang bersumber dari biogas
LCPKS POME WO-1: Sosialisasi PERMEN
ESDM No 4 2012 kepada para pengambil
keputusan di PKS WO-2: Pembuatan contoh
pemanfaatan LCPKS menjadi biogas dan
energi listriknya dibeli PT PLN Persero
2. Mulai terbukanya peluang pasar terhadap biomasa kelapa sawit
3. Kebutuhan energi belum mencukupi dan cenderung terus
meningkat SO-2: Mendorong peningkatan
infrastruktur yang menunjang bisnis
biomasa berbasis kelapa sawit
4. Komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi GRK
5. Kampanye pemanfaatan energi terbarukan semakin kuat
Ancaman Threaths
Strategi ST Strategi WT
1. Belum ada regulasi penangkapan gas metana dari LCPKS
Pembuatan petunjuk pelaksanaan yang akomodatif
tentang penjualan energi listrik berbasis biogas ke PT
PLN Persero Pengembangan teknologi
biogas berbasis LCPKS yang murah untuk digunakan
kepentingan sendiri 2. Implementasi penjualan energi ke
PLN masih banyak kendala. 3. Subsidi pemerintah terhadap
energi fosil masih tinggi 4. Keberlanjutan CDM diragukan
dan harganya cerus melemah 5. Biaya pembangunan Biogas dari
LCPKS masih mahal
Keterangan : IFAS : Internal Strategic Factors Analysis Summary
EFAS : External Strategic Factors Analysis Summary
Gambar 4.13 Matriks SWOT Implementasi Pemanfaatan LCPKS menjadi Energi Listrik di Provinsi Lampung
4.4 Analisis Strategi Implementasi Pemanfaatan LCPKS menjadi Energi Listrik
4.4.1 Analisis Kandungan Teknologi
Dalam melakukan analisis kandungan teknologi digunakan dua fokus analisis, yaitu kandungan teknologi antar PKS di Provinsi Lampung dan analisis kandungan
teknologi PKS di Provinsi Lampung dibandingkan dengan PKS PTPN V Unit Usaha Tandun Provinsi Riau. Analisis kandungan teknologi antar PKS di Provinsi Lampung
dibedakan antara PKS milik BUMN dua pabrik: A dan B, PKS milik perusahaan swasta yang telah go public Go Public Companies dua pabrik: C dan E, dan PKS
milik perusahaan swasta yang belum go public Private Conpanies sembilan pabrik: D, F, G, H, I, J, K, L, dan M.
4.4.1.1 Kandungan Teknologi Penanganan LCPKS di Provinsi Lampung a Proses Penanganan LCPKS di Lampung
Proses penanganan LCPKS POME menjadi energi listrik di Lampung belum ada. Sampai saat ini yang ada adalah proses penanganan LCPKS sebelum
dibuang ke perairan umum atau dimanfaatkan menjadi pupuk cair land application. Tahapan penanganan LCPKS Di Provinsi Lampung dapat dikelompokkan menjadi
empat tahap proses transformasi seperti dapat dilihat pada Gambar 4.14.
Gambar 4.14 Penyederhanaan Proses Penanganan LCPKS di Lampung
Dari Gambar 4.14 dapat dilihat bahwa proses penanganan LCPKS sangat sederhana dan hampir sama dengan proses penanganan limbah cair industri
pengolahan hasil pertanian secara umum. Proses transformasi yang dikaji meliputi hal-hal berikut :
1 Proses Pendinginan dan Pengendapan
Proses ini merupakan suatu proses pendinginan suhu LCPKS, penghilangan pasir, tanah, dan kotoran yang sifatnya mudah mengendap. Proses pendinginan
dan pengendapan umumnya memerlukan waktu sekitar tiga sampai lima hari. Keluaran dari proses tersebut harus memenuhi persyaratan suhu cairan sekitar
30–60
o
C dan kotoran pasir dan tanah jumlahnya diusahakan sedikit mungkin.
2 Proses Perombakan Anaerobik
Proses anaerobik
merupakan tahapan
perombakan yang
dilakukan mikroorganisme secara anaerobik. Pada tahap proses anaerobik terjadi konversi
dari makro molekul protein, lemak, dan karbohidrat menjadi bahan berupa gas metana CH
4
. Dekomposisi anaerobik merupakan proses mikroorganisme tumbuh dan menggunakan energi dengan memetabolisis bahan organik dalam
lingkungan anaerobik dan menghasilkan gas metana. Keluaran dari proses
Pendinginan Pengendapan
Perombakan Anaerobik
Perombakan Aerobik
Pemanfaatan Akhir
tersebut harus memenuhi persyaratan, terjaadinya penurunan nilai BOD dan COD, menghasilkan gas metana, dan menghasilkan aroma tidak sedap.
3 Proses Perombakan Aerobik
Pada tahap perombakan aerobik terjadi penyerapan oksigen oleh molekul air, penguapan gas-gas mudah menguap volatile, dan aktifnya mikroorganisme
yang memerlukan oksigen. Keluaran dari proses tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu terjadi peningkatan oksigen terlarut dan nilai COD rendah
kurang dari 5.000 ppm.
4 Proses Pemanfaatan Akhir
Proses pemanfaatan akhir LCPKS yang sering dilakukan pada saat ini adalah land application
. Proses land application dilakukan dengan cara memompakan LCPKS ke dalam sistem irigasi tanaman kelapa sawit. Selain sebagai sumber air,
LCPKS juga berfungsi sebagai pupuk organik Ditjen PPHP Deptan, 2006.
b Derajat Kecanggihan Komponen Teknologi Penanganan LCPKS di Provinsi Lampung
Batas bawah LL dan batas atas UL derajat kecanggihan setiap komponen teknologi ditentukan dengan metode skoring. Pada kasus pengolahan LCPKS di
Provinsi Lampung terjadi sedikit perbedaan antara PKS milik BUMN, PKS milik perusahaan yang sudah go public dan perusahaan swasta yang belum go public. Data
hasil rekapitulasi penentuan batas bawah LL dan batas atas UL derajat kecanggihan setiap komponen teknologi PKS di Provinsi Lampung dapat dilihat
pada Lampiran 27 sampai Lampiran 29. Hasil perhitungan LL dan UL untuk setiap komponen teknologi dapat dilihat pada Tabel 4.10.
c
State-of-the-art dan Hasil Perhitungan Kandungan Teknologi Penanganan LCPKS di Provinsi Lampung
Data hasil penelitian State-of-the-art dan hasil perhitungan kandungan
teknologi penanganan LCPKS di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Lampiran 30 sampai Lampiran 36. Berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan, state-of-the-art
dan hasil perhitungan kandungan teknologi penanganan LCPKS di Lampung dapat dihitung seperti dapat dilihat pada Tabel 4.11 sampai Tabel 4.13.
Tabel 4.10 Batas Atas UL dan Batas Bawah LL Derajat Kecanggihan Komponen Teknologi Penanganan LCPKS di Lampung
Komponen Teknologi
Derajat Kecanggihan
BUMN PT Go Public
PT Swasta
Keterangan
LL UL
LL UL
LL UL
TECHNOWARE
Proses Pendinginan dan Pengendapan
1,20 3,00
1,20 3,20
1,00 3,00
BUMN, PT Go Public, dan PT Swasta : peralatan dan metodenya masih dilakukan secara sederhana dan alami.
Proses Anaerobik 1,60
3,20 1,60
3,20 1,20
3,00 BUMN, PT Go Public, dan PT Swasta : dilakukan di dalam kolam dengan
kedalaman lebih dari 5 m. Di PKS milik BUMN telah merencanakan penangkapan gas metana
Proses Aerobik 1,20
3,20 1,20
3,20 1,00
3,00 BUMN, PT Go Public, dan PT Swasta : Peralatan dalam proses aerobik
masih manual dan prosesnya sangan sederhana. Proses penanganan
akhir limbah 3,80
5,40 3,80
5,80 1,20
5,00 BUMN dan PT Go Public telah dimanfaatkan untuk land application,
sedangkan PT Swasta ada yang land application ada yang belum
HUMANWARE
Pekerja 1,40
3,00 1,20
3,00 1,20
3,00 Pada level pekerja dan supervisor di BUMN, PT Go Public, dan PT Swasta
tidak memiliki kemampuan adapting dan improving. Pada level eksekutif di BUMN dan PT Go Public lebih perhatian dibandingkan eksekutif di PT
Swasta dalam penanganan LCPKS. Supervisor
1,60 3,40
1,40 3,40
1,40 3,00
ManajerEksekutif 2,20
3,40 2,20
3,40 1,20
3,20 INFOWARE
4,00 5,80
3,40 6,40
3,40 6,20
Pemanfaatan teknologi informasi antar PKS di Lampung untuk penanganan LCPKS hampir sama.
ORGAWARE 3,80
5,40 3,60
6,00 3,40
5,60 Organisasi yang menangani LCPKS di Lampung hampir sama yaitu dari
bagian produksi.
Tabel 4.11 Kandungan Teknologi Penanganan LCPKS di Lampung BUMN
No Komponen
Teknologi Batas
Bawah Batas
Atas SoA
Kontribusi Normal
Bobot Kontribusi
Total LTi
UTi STi
Ti
I TECHNOWARE
1.1 Proses
Pendinginan dan Pengendapan
1,20 3,00
0,27 0,19
0,10 0,26
1.2 Proses Anaerobik
1,60 3,20
0,08 0,19
0,50 1.3
Proses Aerobik 1,20
3,20 0,35
0,21 0,20
1.4 Proses
penanganan akhir limbah
3,80 5,40
0,39 0,49
0,20 II
HUMANWARE
2.1 Pekerja
1,40 3,00
0,28 0,21
0,20 0,30
2.2 Supervisor
1,60 3,40
0,64 0,31
0,20 2.3
ManajerEksekutif 2,20
3,40 0,68
0,34 0,60
III INFOWARE
4,00 5,80
0,26 0,50
1,00 0,50
IV ORGAWARE
3,80 5,40
0,34 0,48
1,00 0,48
Keterangan : SoA = State of the art Tabel 4.12 Kandungan Teknologi Penanganan LCPKS di Lampung Perusahaan
Swasta yang Sudah Go Public
No Komponen
Teknologi Batas
Bawah Batas
Atas SoA
Kontribusi Normal
Bobot Kontribusi
Total LTi
UTi STi
Ti
I TECHNOWARE
1.1 Proses Pendinginan dan
Pengendapan 1,20
3,20 0,27
0,19 0,10
0,26 1.2 Proses Anaerobik
1,60 3,20
0,07 0,19
0,50 1.3 Proses Aerobik
1,20 3,20
0,34 0,21
0,20 1.4 Proses
penanganan akhir limbah
3,80 5,80
0,37 0,51
0,20 II
HUMANWARE
2.1 Pekerja 1,20
3,00 0,26
0,19 0,20
0,30 2.2 Supervisor
1,40 3,40
0,62 0,29
0,20 2.3 ManajerEksekutif
2,20 3,40
0,68 0,34
0,60 III
INFOWARE 3,40
6,40 0,25
0,46 1,00
0,46 IV
ORGAWARE 3,60
6,00 0,32
0,49 1,00
0,49