Produksi Biogas Nilai pH Fermentasi LCPKS pada Suhu Berbeda 91
fermentasi ditingkatkan secara bertahap dari 27
o
C sampai 57
o
C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan citosan tersebut mampu meningkatkan produksi
biogas secara nyata, terutama pada suhu 57
o
C. Peningkatan kinerja bioreaktor UASB terjadi karena kitosan dapat membantu proses granulasi lumpur pada POME
Khemkhao et al., 2011. Penanganan POME menggunakan bioreaktor jenis integrated anaerobic–
aerobic bioreactor IAAB telah dilakukan untuk memperbaiki proses konvensional
yang selama ini ada Chan et al., 2012. IAAB adalah konfigurasi bioreaktor baru yang mengintegrasikan proses anaerobik dan aerobik dalam satu reaktor. Pada
penelitian penanganan POME dengan bioreaktor IAAB tersebut suhu bioreaktor sekitar 28
o
C dengan kapasitas bioreaktor 24 L. Secara keseluruhan efisiensi pengurangan chemical oxygen demand COD, biochemical oxygen demand BOD,
dan total padatan tersuspensi TSS dalam kondisi tunak mencapai lebih dari 99 pada tingkat pembebanan organik OLR dari 10,5 g CODL hari. Pada kondisi
tersebut produktivitas metana sebesar 0,24 L metanag Penyisihan COD dan konsentrasi metana dalam biogas rata-rata 64 Chan et al., 2012.
Choi et al. 2013 mengembangkan sistem gabungan reaktor anaerobik tingkat tinggi combined high-rate anaerobic reactors untuk menangani POME.
Sistem ini terdiri atas anaerobic hibrid reaktor AHR + anaerobic baffled filter ABF dan AHR + anaerobic downflow filter ADF. Sistem dioperasikan pada
kondisi mesofilik 36 ± 1
o
C, pH dalam AHR diatur pada 7 ± 0,5 menggunakan NaHCO
3
. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi penyisihan COD secara keseluruhan mencapai 93,5; produksi biogas mencapai 110 Lhari pada OLR 18,9
kg CODm
3
hari; produkstivitas metana mencapai 0,171-0,269 L metanag Penyisihan COD; dan konsentrasi gas metana berkisar antara 59,5-78,2 .
Keuntungan lainnya dengan gabungan reaktor anaerobik tingkat tinggi adalah pengaturan pH hanya dilakukan pada awal operasi saja.
Mahajoeno et al. 2008 melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh faktor biotik dan abiotik terhadap total produksi biogas pada
fermentasi LCPKS dalam sistem curah skala laboratorium. Perlakuan dalam penelitian tersebut adalah jenis dan jumlah starter, bahan abiotik yang digunakan,
yaitu NaOH dan CaOH
2
, pH, agitasi, dan suhu substrat. Pengaruh faktor abiotik dan biotik terhadap total produksi biogas sama
dengan faktor yang mempengaruhi laju produksi biogas, yaitu jenis dan konsentrasi inokulum. Dalam hal ini kondisi terbaik dihasilkan dari kolam anaerobik dengan
konsentrasi inokulum 20. Faktor abiotik CaOH
2
dapat meningkatkan total produksi biogas, demikian pula pH netral 7, dan peningkatan suhu. Hal ini terjadi
karena proses pembentukan biogas dari perombakan LCPKS dilakukan oleh mikrobia, sehingga jenis dan konsentrasi inokulum sangat perpengaruh terhadap
produksi biogas. Substrat dengan pH netral dapat mempercepat pembusukan, sehingga bakteri metanogenik mudah melakukan perombakan substrat membentuk
biogas, sehingga produksi biogas meningkat. Agitasi dapat meningkatkan total produksi biogas,karena dengan agitasi kondisi substrat menjadi homogen dan kontak
inokulum dengan substrat lebih intensif, sehingga inokulum bekerja lebih optimal. Inokulum yang homogen dan kontak dengan substrat yang merata dapat
menyebabkan mikrobia bekerja dengan optimal Mahajoeno et al., 2008.
Suhu dapat mempercepat proses perombakan, sehingga dapat meningkatkan produksi biogas. Pada suhu substrat 40
o
C dihasilkan biogas relatif lebih tinggi dibandingkan suhu 30°C. Hasil ini menunjukkan bahwa suhu substrat berpengaruh
meningkatkan produksi biogas. Hal ini dimungkinkan karena suhu dapat meningkatan reaksi kimia, sehingga memacu peningkatan perombakan senyawa
kompleks menjadi senyawa sederhana, yang dapat dimanfaatkan lebih cepat dan memudahkan aktivitas bakteri metanogenik membentuk biogas Mahajoeno et al.,
2008. Beberapa hasil penelitian tentang kinerja berbagai metode penanganan LCPKS secara anaerobik dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kinerja Berbagai Metode Penanganan LCPKS Secara Anaerobik
Jenis Bioreaktor OLR
kg CODm
3
hari HRT
hari Konsentrasi
Metana Penyisih
an COD Pustaka
Filtrasi Anaerobik 4,50
15 63
94 Borja dan Banks
1994a UASB
10,63 4
54,2 98,4
Borja dan Banks 1994b
Fluidized bed 40,00
0,25 DTT
78 Borja dan Banks
1995 Digester Anaerobik
2,16 20
36 80,7
Yacob et al. 2005
Kolam Anaerobik 1,40
40 54,4
97,8 Yacob et al.
2006
UASFF 11,58
3 71,9
97 Najafpour et al.
2006 CSTR
3,33 18
62,5 80
Tong dan Jaafar 2006
IAAB 10,50
13 64
99 Chan et al. 2012
Sistem gabungan reaktor anaerobik tingkat tinggi
AHR + ABF dan AHR + ADF
18,90 DTT
59,5- 78,2
93,5 Choi et al. 2013
DTT: data tidak tersedia
3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian
Salah satu masalah besar industri kelapa sawit Indonesia adalah penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit LCPKS yang menghasilkan emisi gas rumah kaca.
Penanganan LCPKS selama ini hanya dialirkan ke dalam sistem kolam terbuka dan menjadi masalah lingkungan. Di dalam sistem tersebut, sebagian bahan organik
terdegradasi secara anaerobik, membentuk metana dan melepaskannya ke atmosfir yang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan baik lokal maupun global.
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah penanganan LCPKS dengan menggunakan bioreaktor anaerobik atau dengan sistem kolam tertutup
covered pond system. Sistem tersebut memungkinkan untuk menangkap dan memanfaatkan produksi gas metana sebagai bahan bakar. Gas metana biogas hasil
dari proses dekomposisi anaerobik bahan organik LCPKS tersebut memiliki
kandungan energi dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan Suprihatin et al., 2008. Khemkhao et al. 2012 menyatakan bahwa LCPKS yang
memiliki organic loading rates OLR antara 2,2 dan 9,5 g COD perliter perhari dapat menghasilkan biogas 13,2 literhari. Menurut Mahendra 2013, pengolahan
LCPKS menjadi energi listrik dapat menghasilkan keuntungan ganda, yaitu keuntungaan dari aspek lingkungan dan keuntungan dari aspek finansial.
Kebutuhan energi Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada periode 2012-2031 PT PLN Persero memprediksi kebutuhan energi listrik
Indonesia akan meningkat rata-rata 10,1 per tahun. Hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan kebutuhan listrik selama 10 tahun terakhir yang
mengalami peningkatan rata-rata 9,2tahun PT. PLN, 2012. Dalam rangka memenuhi kebutuhan energi listrik nasional, pemerintah melakukan diversifikasi
energi melalui peningkatan pengembangan energi baru terbarukan, termasuk energi yang berasal dari limbah industri pertanian. Teknologi produksi bioenergi merupakan
teknologi tepat guna untuk pengelolaan LCPKS yang memiliki nilai BOD dan COD tinggi.
Dari uraian di atas, maka perlu dilakukan identifikasi dan karakterisasi permasalahan secara menyeluruh dan mendalam tentang penanganan LCPKS.
Selanjutnya dilakukan formulasi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan serta dilengkapi analisis strategi implementasi yang tepat untuk mengatasi
masalah LCPKS. Secara ringkas kerangka pemikiran konseptual penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian
KETERSEDIAN TEKNOLOGI
KONDISI PENGOLAHAN LCPKS SAAT INI
SISTEM KOLAM TERBUKA Biaya Tinggi, Emisi Gas Rumah Kaca,
Pencemaran Sumber Air, Bau Tidak Sedap
ANALISIS STRATEGI IMPLEMANTASI
IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI PERMASALAHAN PENANGANAN LCPKS
KAJIAN PUSTAKA
KEBUTUHAN ENERGI
USULAN IMPLEMENTASI
ANALISIS KONDISI SUHU TERBAIK PROSES PRODUKSI BIOGAS
FORMULASI STRATEGI
Analisis internal dan eksternal penanganan LCPKS