lahan basah, muara, sedimen air tawar dan laut, serta saluran pencernaan binatang. Setiap tahunnya ada 350-500 juta ton gas metana yang dihasilkan dari
peternakan, penggunaan bahan bakar fosil, gas alam, kultivasi padi, dan lahan tempat pembuangan akhir sampah.
Emisi metana merupakan gas yang juga potensial mencemari lingkungan bahkan berkontribusi dalam pemanasan global. Walaupun gas karbodioksida merupakan
gas yang paling berpengaruh terhadap pemanasan global, radiasi gas metana lebih tinggi dibandingkan karbondioksida. Pemanasan metana terhadap atmosfer
meningkat 1 setiap tahunnya, dan hewan ternak berkontribusi menghasilkan gas metana sebesar 3 dari total gas rumah kaca Tyler and Ensminger, 2006.
3 Dinitro Oksida
Menurut Houghton 2009, dinitro oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Dinitro oksida dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil.
Dinitro oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida. Konsentrasi gas tersebut telah meningkat 16 persen bila dibandingkan masa pre-
industri.
4 Gas lainnya
Menurut Houghton 2009, gas rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur adalah campuran hidroflourinasi dihasilkan dari peleburan
alumunium. Hidrofluorokarbon HCFC-22 terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi, perabotan furniture, dan tempat
duduk di kendaraan. Lemari pendingin di beberapa negara berkembang masih menggunakan klorofluorokarbon CFC sebagai media pendingin yang selain
mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi lapisan ozon, yakni lapisan yang melindungi bumi dari radiasi ultraviolet.
Kontribusi gas rumah kaca terhadap pemanasan global tergantung dari jenis gasnya. Setiap gas rumah kaca mempunyai potensi pemanasan global Global
Warming Potential – GWP yang diukur secara relatif berdasarkan emisi CO
2
dengan nilai 1 satu. Semakin besar nilai GWP maka akan semakin bersifat merusak
Sugiyono 2006; Tyler dan Ensminger 2006. CO
2
merupakan gas rumah kaca yang terpenting karena kontribusinya yang paling tinggi terhadap efek rumah kaca, yaitu
sebesar 55 Hougthon, 2009. Setiap gas rumah kaca memiliki GWP berbeda-beda dan dibandingkan
dengan besarnya GWP CO
2
. CH
4
memiliki GWP 20-30 kali lebih tinggi dibandingkan gas CO
2
Porteous, 1998 dan menurut Venterea 2005, CH
4
memiliki GWP
23 kali lebih tinggi dibandingkan gas CO
2
. Dengan demikian gas-gas rumah kaca termasuk gas yang menimbulkan efek rumah kaca yang menyebabkan
terjadinya pemanasan global.
2.2 Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Proses pengolahan kelapa sawit termasuk industri yang menghasilkan limbah cair Limbah cair pabrik kelapa sawit = LCPKS dalam jumlah besar. Menurut
Yuliasari et al. 2001, setiap ton TBS akan menghasilkan LCPKS sekitar 0,75-0,9 m
3
atau setiap ton CPO menghasilkan 3,33 ton LCPKS. Menurut Mahajoeno et al. 2008, setiap ton tandan buah segar TBS akan menghasilkan LCPKS 0,7 m
3
. Di Malaysia setiap ton CPO akan menghasilkan LCPKS sebanyak 2,5-3 ton Wu, 2010.
LCPKS yang dihasilkan pabrik pengolah kelapa sawit ialah air kondensat, air cucian pabrik, air hidrocyclone atau claybath. Jumlah air buangan tergantung pada
sistem pengolahan, kapasitas olah dan keadaan peralatan klarifikasi. Air buangan separator yang terdiri atas sludge dan kotoran dipengaruhi oleh: a Jumlah air
pengencer yang digunakan pada vibrating screen atau pada screw press. b Sistem dan instalasi yang digunakan dalam stasiun klarifikasi yaitu klarifikasi yang
menggunakan decanter menghasilkan air limbah yang kecil. c Efisiensi pemisahan minyak dari air limbah yang rendah akan mempengaruhi karakteristik limbah cair
yang dihasilkan Rahardjo, 2009.
Sampai saat ini LCPKS di Indonesia masih ditangani dengan cara relatif sederhana yaitu dengan mengalirkan dan membiarkan terdekomposisi di dalam
sistem kolam ponding system. Di dalam sistem tersebut, bahan organik sebagian besar terdegrasi secara anaerobik dan menyebabkan bau busuk serta menimbulkan
emisi gas metana. Sistem pengolahan anaerobik limbah cair mempunyai keuntungan nyata dibanding sistem pengolahan aerobik, antara lain dioperasikan hampir tanpa
energi tambahan, mampu menurunkan beban pencemar berat hingga sedang dan terbentuk lumpur sebagai pengganti pupuk organik kompos. Rancangan teknik
perombakan anaerobik dalam sistem kolam biasanya merupakan serangkaian kolam terbuka yang tersusun atas beberapa kolam. Sistem tersebut mampu menyisihkan
kandungan BOD hingga 95 , namun dalam jangka waktu yang lama yakni 55 hari hingga 110 hari sehingga membutuhkan lahan instalasi yang sangat luas Ahmad et
al
., 2012. LCPKS merupakan sumber pencemar potensial yang dapat memberikan
dampak serius bagi lingkungan, sehingga pabrik dituntut untuk menangani limbah tersebut melalui peningkatan teknologi pengolahan. LCPKS memiliki nilai BOD,
COD, padatan tersuspensi dan kandungan total padatan tinggi merupakan sumber pencemar sangat potensial. Beberapa hasil penelitian karaktetistik LCPKS dapat
dilihat pada Tabel 2.1. Tanpa adanya upaya untuk mencegah atau mengelola secara efektif akan timbul dampak negatif terhadap lingkungan, seperti timbulnya bau,
pencemaran air dan perairan umum di sekitar pabrik, dan gas rumah kaca yang berdampak pada perubahan iklim global Ahmad et al., 2003.
Tabel 2.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dan Baku Mutunya
No Parameter Rata-rata
1
Rata-rata
2
Rata-rata
3
Baku Mutu
4
1 Nilai pH
4,2 4,4
4,5 6-9
2 Biological Oxygen
Demand BOD
25.000 mgL 27,72 gL
29.000 mgL 0,11 gL 3
Chemical Oxygen Demand
COD 51.000 mgL
56,20 gL 64.000 mgL 0,25 gL
4 Total Padatan
40.000 mgL 28,24 gL
23.000 mgL 0,25 gL 5
Padatan Tersuspensi 18.000 mgL 15,15 gL
22.000 mgL 0,10 gL 6
Minyak dan Lemak 6.000 mgL 29,30 gL
7.000 mgL 0,03 gL
7 Total Nitrogen
750 mgL 27,70 gL
1200 mgL 0,02 gL
8 Suhu
- 57
o
C -
- Sumber :
1
Tong, 2011
2
Mahajoeno, 2008
3
Wu, 2008
4
MENKLH, 1995