Kondisi Penduduk Strategi Pengembangan Ecovillage Secara Berkelanjutan Di Das Citarum Hulu, Jawa Barat

25 memberikan dampak terhadap degradasi lahan di area tangkapan air dan kualitas air Citarum seperti perkembangan industri perumahan di beberapa Kecamatan Dayeuh Kolot, Kecamatan Cicalengka, Kecamatan Majalaya, Cikancung dan beberapa kecamatan lainnya yang hampir sepanjang tahun terus mengalami peningkatan. Sehingga hal ini akan sangat mempengaruhi terhadap kerapatan penduduk di Kabupaten Bandung sebagai salah satu wilayah administrasi Citarum hulu yang cukup tinggi. Pada tahun 1997 kerapatan pendudukan di wilayah Kabupaten Bandung sebesar 1263,965 jiwakm 2 yang diperkirakan pada tahun 2020 meningkat sebesar 20.5 . Tingginya kebutuhan akan lahan berakibat secara langsung pada konversi lahan yang ada di areal tersebut sebagai konsekuensi logis terhadap pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat menunjukkan semakin sedikitnya areal resapan air sebagai fungsi utama daerah hulu. Tekanan penduduk dan aktivitas ekonomi yang terus meningkat telah menyebabkan perubahan penggunaan lahan dan air. Indikasi kerusakan ini dapat dirasakan dengan semakin menurunnya debit ekstrem minimum dan meningkatnya debit ekstrem maksimum serta meningkatnya nilai koefisien run off air Widiati 1998, sehingga menimbulkan fenomena banjir dan kekeringan yang merugikan bagi penduduk. Meningkatnya aktivitas pemukiman dan industri serta aktivitas penduduk lainnya juga telah menimbulkan permasalahan khususnya terhadap kualitas air Citarum. Dampak pertambahan penduduk dan industri di Kawasan DAS Citarum hulu telah menimbulkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan DAS Citarum hulu. Aktivitas ekonomi ini akan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Sumedang. Namun demikian jika tidak dilakukan dengan konsisten terhadap berbagai penggunaan lahan dan perijinan dari pemerintah terhadap pendirian industri tentu hal ini akan berdampak negatif terhadap lingkungan. Tingginya tekanan kependudukan ini menyebabkan terjadinya peningkatan lahan kritis akibat perubahan tata guna lahan sehingga Citarum termasuk DAS utama di Jawa Barat yang memiliki luasan lahan kritis yang tinggi. WS Citarum telah rusak akibat penggundulan lahan serta pencemaran industri dan rumah tangga yang berdampak terhadap terjadinya bencana banjir, kekeringan, dan menurunnya kualitas air di sepanjang sungai Citarum. Di Jawa Barat, khususnya di DAS Citarum hulu dengan tumbuh dan berkembangnya kegiatan industri dan jumlah penduduk yang sangat besar, tingkat konsumsi airnya adalah yang terbesar di pulau Jawa dan air buangannya telah menimbulkan berbagai kasus pencemaran sungai Citarum dan anak-anak sungainya. Pengembangan Ecovillage di DAS Citarum Hulu Pengembangan ecovillage di DAS Citarum Hulu bertujuan untuk merubah pola pikirprilaku masyarakat dengan menumbuhkan kesadaran dan memberikan wawasan masyarakat tentang lingkungan hidup yang lestari. Keikutsertaan dan partisipasi masyarakat sangat penting dalam pelaksanaan pengembangan ecovillage karena masyarakat yang akan merasakan hasil dari kegiatan. Menurut Cohen dan Uphoff 1977, tahap pelaksanaan merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Selain itu 26 keikutsertaan masyarakat juga sebagai upaya untuk mendukung keberhasilan kegiatan program pengembangan ecovillage dalam mewujudkan Citarum BESTARI. Sejalan dengan pendapat Coremap dalam Raharja 2013, bahwa partisipasi masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan program. Tahapan Pelaksanaan Pengembangan Ecovillage di DAS Citarum adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan Calon Fasilitator

Pelaksanaan pengembangan ecovillage dilakukan melalui kegiatan riungan, pembinaan, dan pendampingan warga di desa yang akan menjadi calon binaan ecovillage. Kegiatan riungan ini bertujuan agar masyarakat dapat merasakan langsung serta dapat mengidentifikasi potensi, permasalahan lingkungan yang terjadi juga solusi sebagai bahan penyusunan rencana aksi desa. Dalam pelaksanaan riungan dan pendampingan, setiap desa binaan ecovillage didampingi oleh fasilitator yang berperan memberikan bantuan dalam memperlancar proses komunikasi diantara kelompokkader ecovillage, sehingga kader dapat memahami dan memecahkan masalah secara bersama-sama. Fasilitator merupakan orang yang membantu anggota komunitas agar mereka berpartisipasi dalam program pengembangan masyarakat dengan memberikan inspirasi, semangat, rangsangan, inisiatif, energi, dan motivasi sehingga mampu bertindak Nasdian 2014. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, bahwa pemilihan fasilitator dilakukan melalui tes wawancara oleh tim seleksi dari BPLHD Provinsi Jawa Barat dan terpilih 24 orang calon fasilitator pengembangan ecovillage di DAS Citarum Hulu. Adapun kriteria dalam pemilihan calon fasilitator pengembangan ecovillage adalah sebagai berikut: a. Warga Negara Indonesia b. Sehat jasmani dan rohani c. Memiliki pengetahuan tentang lingkungan hidup d. Memiliki pengalaman menerapkan Participatory Rural Appraisal PRA e. Pernah membina masyarakat atau berkecimpung dalam bidang sosial kemasyarakatan f. Bersedia dan berkomitmen dalam melaksankan tugas sebagai fasilitator. Daftar nama fasilitator pengembangan ecovillage di DAS Citarum Hulu Tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 8.

2. Survey Awal ke Lokasi Desa Binaan

Survey awal dilakukan oleh tim pengembangan ecovillage yang terdiri dari BPLHD Provinsi Jawa Barat dan calon fasilitator terpilih. Survey awal dilakukan dengan tujuan untuk meminta izin serta menginformasikan pelaksanaan pengembangan ecovillage kepada pemerintah desa dan kecamatan. Selain itu untuk mendapatkan informasi tentang profil dan kondisi desa calon binaan dan juga untuk memperoleh calon pendamping lokal yang telah ditunjuk oleh kepala desa yang bersangkutan. Survey awal dilakukan ke 54 desa yang tersebar di 5 lima kecamatan di Kabupaten Bandung. 27 Tabel 8 Daftar fasilitator dan pendamping lokal pengembangan ecovillage di DAS Citarum hulu Tahun 2014 No Nama Fasilitator No Nama Fasilitator 1 Juandi 13 Erik Roeslan Fauzi 2 Luthfi Ardian 14 Hery Supriyatna 3 Reza Muhammad Ardian 15 Deni Riswandani 4 Wahyudin 16 Euis Widya 5 Arif Rokhman 17 Agus Bunyamin 6 Gunawan 18 Ahmad Sujana 7 Jejen Zainal Arif 19 Dicky Zulkarnaen 8 Daud Yusuf 20 Asep Nandang 9 Ahmad Muharam 21 Memet Moch R 10 Didin Rosyidin 22 Rahmat Supriatna 11 Yogantara 23 Dayat Mulyana 12 Cecep Kurnia Wisnu. H 24 H. Tarna Diguna Sumber : BPLHD 2014

3. Bimbingan Teknis Calon Fasilitator dan Pendamping Lokal

Bimbingan teknis calon fasilitator pengembangan ecovillage bertujuan untuk: a membangun persamaan persepsi tentang konsep ecovillage; b pembekalan kegiatan pengembangan ecovillage secara teknis dalam mewujudkan ecovillage. Pembekalan teknis diperlukan calon fasilitator pada saat memetakan potensi dan masalah yang terjadi di desa binaannya dan juga diperlukan dalam proses pemecahan masalah yang mengarah pada aksi nyata di lapangan. Adapun materi yang disampaikan dalam bimbingan teknis calon fasilitator terdiri dari: a. Kewajiban dan tanggung jawab manusia dalam menjaga dan mengelola lingkungan hidup b. Pengembangan ecovillage c. Peran dan etika fasilitator d. Materi pendidikan orang dewasa Andragogi e. Metode Participatory Rural Appraisal PRA f. Kearifan Lokal dalam pengelolan lingkungan Dalam pelaksanaan pengembangan ecovillage, fasilitator dibantu oleh pendamping lokal setiap desa ecovillage. Pendamping lokal dalam pengembangan ecovillage merupakan orang dari desakelurahan setempat yang direkomendasikan oleh kepala desa yang bersangkutan untuk membantu masyarakat agar dapat berperan serta melaksanakan kegiatan-kegiatan berbudaya lingkungan yang sejalan dengan prinsip-prinsip ecovillage. Beberapa kriteria pendamping lokal tersebut antara lain harus memiliki kemampuan personal seperti disiplin waktu, tanggungjawab, transparansi, kepedulian sosial, memiliki inisiatif menggerakkan BPLHD 2014.

4. Sosialisasi

Tahapan selanjutnya dalam kegiatan pengembangan ecovillage adalah sosialisasi. Sosialisasi dilakukan dalam rangka membangun kesepahaman berbagai pihak, mulai dari Masyarakat, pemerintah Desa, Kecamat, OPD Organisasi 28 Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung serta SKPD Satuan Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. Sosialisasi juga dilakukan sebagai upaya untuk membuka pintu gerbang bagi pelaksana program dengan harapan agar pengembangan ecovillage dapat diterima serta mendapat sambutan baik dari masyarakat. Sosialisasi diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran kritis, perubahan sikap dan perilaku masyarakat. Sosialisasi harus terintegrasi dalam aktivitas pemberdayaan dan dilakukan secara terus menerus agar masyarakat mampu menanggulangi masalah secara mandiri dan berkelanjutan. Sosialisasi pengembangan ecovillage juga dilakukan melalui kegiatan talkshow di Radio dan Televisi dengan tujuan agar program pengembangan ecovillage dapat diterima oleh masyarakat yang lebih luas.

5. Kegiatan Riungan

Pelaksanaan pengembangan ecovillage dilakukan melalui kegiatan riungan warga yang dilakukan sebanyak 8 delapan kali. Maksud dari pelaksanaan riungan warga adalah untuk menggali pemikirianidegagasan tentang kondisi lingkungan hidup di wilayahnya termasuk permasalahan dan potensi yang dapat mengurangi dampak. Sedangkan tujuannya adalah untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan peserta dalam mengelola lingkungan hidup di wilayahnya, meningkatkan kemampuan dalam meyusun perencanaan bersama dan membangun kembali nilai-nilai budaya positif yang telah pudar di masyarakat. Fasilitator dan pendamping lokal membentuk kelompok ecovillage yang berjumlah 20 orang kader lingkungan yang terdiri dari perwakilan aparatur desa, PKK, Karang Taruna, tokoh masyarakat, dan masyarakat. Kelompok ecovillage ini diharapkan dapat menjadi agen perubahan bagi desanya untuk dapat mengajak dan menggerakkan masyarakat berperilaku ramah lingkungan, memiliki jiwa mandiri dalam mewujudkan DesaKampung Berbudaya Lingkungan Ecovillage. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala BPLHD Provinsi Jawa Barat menyatakan bahwa tujuan utama dari pengembangan ecovillage adalah membangun dalam arti mengubah pola perilaku masyarakat dalam melestarikan alam dan lingkungan hidup dan untuk mewujudkan Citarum BESTARI diperlukan para kader lingkungan yang berkomitmen mewujudkannya. Metode Pembelajaran yang diterapkan dan dikembangkan oleh fasilitator dalam kegiatan riungan warga adalah Participatory Rural Appraisal PRA. Participatory Rural Appraisal PRA atau Pemahaman Partisipatif Kondisi Pedesaan adalah pendekatan dan metode yang memungkinkan masyarakat secara bersama-sama menganalisis masalah kehidupan dalam rangka merumuskan perencanaan dan kebijakan secara nyata. Pada intinya PRA adalah metode yang memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan desa, serta membuat rencana dan tindakan nyata Chambers 1996. Pendekatan yang digunakan dalam riungan warga adalah sekolah lingkungan, dimana alam dan lingkungan hidup dapat menjadi sumber belajar dan juga sebagai kitab terbuka yang sangat potensial untuk dikaji oleh masyarakat sekitar. Kondisi nyata yang tidak ideal dapat dicermati dan dicarikan jalan keluarnya berdasarkan sudut pandang dan persepsi masyarakat setempat. Dalam paradigma pembangunan berkelanjutan, masyarakat ditempatkan sebagai inti dalam proses pembangunan tidak hanya sebagai penonton tetapi mereka harus secara aktif