54 manusia yang makin bertambah. Berbagai aktivitas yang tidak ramah
lingkungan telah menyebabkan timbulnya lahan kritis di DAS Citarum Hulu.
Gambar 10 Peta status keberlanjutan dimensi ekologi
Gambar 11 Faktor pengungkit dimensi ekologi
55 Lahan kritis merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh
KabupatenKota yang berada di DAS Citarum Hulu. Berdasarkan lahan kritis di DAS Citarum Hulu pada tahun 2013, masih cukup banyak dijumpai lahan kritis
di Kabupaten Bandung sebanyak 45.46 dan Kabupaten Bandung Barat sebanyak 46.72. Mengingat kondisi lahan kritis yang mendominasi di DAS
Citarum Hulu perlu adanya kegiatan penanganan yang dilakukan secara terpadu dengan membangun sebuah gerakan moral dan gerakan penanaman secara
massif dengan Kabupaten yang bersangkutan. Tanpa adanya dukungan dari para pihak tentu akan mengalami hambatan untuk mewujudkan Citarum Bestari ini.
Untuk itu pengembangan ecovillage ini bisa dipadukan dengan program di Kabupaten Bandung yaitu Gerakan Sabilulungan.
Tabel 18 Luas lahan kritis di Kabupaten dan Kota di DAS Citarum Hulu
KabKota Kekritisan
Grand Total Persenta
se Agak
Kritis Kritis
Potensial Kritis
Sangat Kritis
Tidak Kritis
Bandung 13,580.15
19,625.86 14,437.59
232.16 1.50
47,877.26 45.46
Bandung Barat 28,494.78
19,802.46 7.31
887.10 3.11
49,194.76 46.72
Garut 655.29
1,444.16 458.87
63.77 -
2,622.08 2.49
Kota Bandung 4.02
76.49 -
- -
80.51 0.076
Kota Cimahi 246.85
29.34 -
- -
276.19 0.262
Sumedang 2,429.16
2,828.03 0.46
- -
5,257.66 4.99
Grand Total 45,410.25
43,806.34 14,904.23
1,183.02 4.61
105,308.46 100.00
Sumber : Dishut Provinsi Jawa Barat 2015
Untuk meningkatkan nilai indeks keberlanjutan diperlukan adanya pendampingan bagi kelompok dalam penyuluhan agar limbah pertanian tidak
langsung dibuang, melakukan pemupukan dengan pupuk organik dan pemanfaatan limbah pertanian serta melakukan konservasi pada lahan-lahan
miring seperti membuat teraseringguludan. Keempat atribut ini membawa pengaruh pada perbaikan lingkungan di DAS Citarum Hulu.
2. Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
Ordinasi pada Gambar 12 menunjukan nilai indeks rata-rata dari 54 desa untuk dimensi ekonomi sebesar 58.43 dengan status keberlanjutan cukup. Jika
dilihat dari masing-masing desa nilai indeks antara 0-25 dengan status keberlanjutan buruk tidak berkelanjutan ada 2 desa, nilai indeks antara 26-50
dengan status keberlanjutan kurang ada 11 desa dan nilai indeks antara 51-75 dengan status keberlanjutan cukup ada 38 desa. Nilai indeks antara 76-100
dengan status keberlanjutan baik ada 3 desa dan secara keseluruhan status keberlanjutan dimensi ekonomi dapat dilihat pada Gambar 13.
Pada Gambar 14, dimensi ekonomi dengan nilai median Root Mean Square sebesar 4.71, maka atribut yang menjadi faktor pengungkit dengan nilai
Root Mean Square lebih besar dari 4.71 ada 3 yaitu: 1 dukungan masyarakat terhadap penjualan produk daur ulang 7.29; 2 dukungan masyarakat untuk
menciptakan usaha 6.35; dan 3 pengembangan produk pascapanen tingkat rumah tangga 5.18.
56
Pengembangan ekonomi masyarakat merupakan aspek yang sangat penting untuk mewujudkan keberlanjutan pembangunan Di DAS Citarum. Hal
ini disebabkan faktor ekonomi ini dapat mempengaruhi keberlanjutan pada dimensi ekologi. Tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi di DAS
Citarum hulu menyebabkan tingkat tekanan sosial ekonomi masyarakat yang tinggi pula. Oleh sebab itu perlu adanya perhatian yang serius dari semua
pemangku kepentingan agar pembangunan di DAS Citarum hulu dapat menyelesaikan permasalahan sosial ekonomi yang nantinya akan berdampak
pada masalah lingkungan.
Sebagaimana laporan rencana tindak lanjut ecovillage BPLHD 2014, permasalahan sampah rumah tanggadomestik menjadi isu utama di setiap desa
ecovillage. Untuk itu, diperlukan adanya upaya pemanfaatan limbah rumah tangga baik limbah organik maupun anorganik menjadi produk daur ulang
seperti kompos dan kerajinan tangan. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, pemanfaatan limbah organik dan anorganik menjadi kompos dan berbagai hasil
kerajinan sudah dilakukan di sebagian desa ecovillage. Namun, masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi di lapangan terkait pengembangan jenis usaha
kecil ini.
Hubies 2009 dalam Apriyani, dkk 2014 menyatakan bahwa terdapat tujuh faktor permasalahan usaha kecil dalam artian luas, yaitu: 1 kesulitan
pemasaran; 2 keterbatasan finansial; 3 keterbatasan SDM; 4 masalah bahan baku; 5 keterbatasan teknologi; 6 managerial skill; dan 7 kemitraan.
Sebagai faktor pengungkit dalam dimensi ekonomi terhadap keberlanjutan ecovillage, perhatian lebih diperlukan untuk menjadikan kompos dari limbah
organik dan kerajinan tangan dari limbah anorganik menjadi produk unggulan desa setempat.
Gambar 12 Indeks keberlanjutan dimensi ekonomi
57
Gambar 13 Peta status keberlanjutan dimensi ekonomi
Gambar 14 Faktor pengungkit dimensi ekonomi