60
Hal ini diperkuat hasil identifikasi permaslahan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan 2015 menyatakan permasalahan sosial di DAS Ctarum hulu
menyangkut :
a. Partisipasi masyarakat masih kurang, Pengertian tentang partisipasi yaitu merupakan keterlibatan aktif individu
atau masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, penerimaan manfaat serta monitoring dan evaluasi suatu kegiatan. Permasalahan saat ini adalah sulitnya
mengendalikan perambah untuk mengolah lahan di dalam kawasan hutan lindung, disebabkan karena masalah ekonomi. Hal ini akan terus berlanjut
selama tidak adanya larangan dan tindakan tegas dari aparat yang terkait dengan pelestarian hutan lindung. Untuk itu diperlukan datainformasi keadaan
sosial ekonomi masyarakat disekitar hutan lindung dan tingkat partisipasinya, agar tetap melestarikan hutan lindung dan memanfaatkannya secara sosial
ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraannya.
b. Lemahnya koordinasi antar stakeholder Wilayah DAS tersusun dari berbagai penggunaan lahan dimana masing-
masing berbeda pengelolanya sehingga kelembagaan pengelola lahan yang terkait sangat komplek dan beragam. Dengan demikian pengelolaan lahan di
DAS akan melibatkan banyak parapihak stakeholders baik formal maupun informal, berbagai sektor, dan melibatkan berbagai disiplin keahlian yang
Gambar 17 Faktor pengungkit dimensi sosial
61 harus tertata secara sinergis. Namun pada kenyataan koordinasi ini menjadi
sesuatu hal yang sulit dilakukan.
c. Lemahnya kelembagaan Dalam kajian yang dilakukan oleh Kartodihardjo et. al 2000, dijelaskan
bahwa dalam pengelolaan DAS yang juga penting adalah menyangkut pembenahan institusi yang mengelola DAS dan konservasi tanah, sehingga
menimbulkan berbagai permasalahan antara lain i pengelolaan DAS dan konservasi tanah merupakan satu kegiatan, dimana didalamnya terlibat
berbagai unsur formal, baik instansi pemerintah maupun non-pemerintah, ii perencanaan pengelolaan DAS dan konservasi tanah yang dikembangkan
masih belum sepenuhnya diintregrasi kedalam perencanaan pembangunan oleh pemerintah daerah dan belum banyak melibatkan peran serta masyarakat
melalui pendekatan partisipatif dalam pengelolaan lahan sesuai dengan kemampuan dan kesesuaiannya, iii infrastruksutur fisik dan sosial di bagian
hulu relatif lebih rusak dibandingkan di daerah hilir DAS. Hal ini dikarenakan di masa lalu usaha pembangunan pertanian telah lebih terkonsentrasi di
daerah ”lowland” sehingga dataran tinggi dan hulu DAS tidak di untungkan dari program-program yang didanai oleh pemerintah, iv keterbatasan
kepemilikan lahan pertanian menyebabkan lahan yang di garap petani dapat dijadikan sebagai satu-satunya tumpuan atau penompang kebutuhan dasar
kehidupan masyarakat miskin di perdesaan. Demikian juga halnya dengan cara pengelolaan lahan yang masih memungkinkan terjadinya kondisi tanah garapan
yang rawan erosi.
Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers 1991: 154-154 sebagai berikut: pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna
memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-
proyek akan gagal; kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut; ketiga,
bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat itu sendiri.
Dalam pencapaian tujuan ecovillage selain partisipasi warga juga diperlukan kelembagaan yang mendukung lingkungan serta dukungan dari
aparat pemerintah khususnya pemerintahan desa, dukungan perguruan tinggi dan dunia usaha dalam mendorong usaha masyarakat untuk mewujudkan
ecovillage. Pemeliharaan lingkungan melalui peran serta masyarakat dan pengembangan usaha produktif di tingkat rumah tangga dapat dilakukan
melalui peran kepemimpinan dan partisipasi masyarakat Kusharto et al. 2012. Kelembagaan dan kebijakan selalu menjadi isu penting dalam pengelolaan
lingkungan hidup dan pembangunan umumnya. Kebijakan yang bagus tetapi dilandasi kelembagaan yang jelek tidak akan membawa proses pembangunan
62 mencapai hasil secara maksimal. Demikian juga sebaliknya, kelembagaan yang
bagus tetapi kebijakannya tidak mendukung juga membuat tujuan pembangunan sulit dicapai sesuai harapan. Menurut Ruttan dan Hayami 1984
kelembagaan adalah aturan di dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang menfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk membantu
mereka dengan harapan di mana setiap orang dapat bekerjasama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang
diinginkan.
4. Indeks Keberlanjutan Multidimensi
Goodness of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran nilai S-Stress yang dihitung berdasarkan nilai S dan R
2
. Nilai stress yang rendah menunjukkan good fit, sedangkan nilai stress yang tinggi menunjukkan sebaliknya. Di dalam metode
RAPVIL, model yang baik ditunjukkan oleh nilai stress yang lebih kecil dari 0.25 S 0.25, sedangkan nilai R
2
yang baik adalah yang nilainya mendekati 1 Malhotra 2006 dalam Adriman, dkk 2012. Untuk mengevaluasi pengaruh galat
acak error pada pendekatan RapVil yang dilakukan, digunakan analisis Monte Carlo untuk mengetahui: a pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut, b
pengaruh variasi pemberian skor, c stabilitas proses analisis MDS yang berulang- ulang, d kesalahan pemasukan atau hilangnya data missing data, dan e nilai
stress dapat diterima apabila 25 Pitcher dan Preikshot 2001.
Nilai Stress dan R
2
dari tiap dimensi ditunjukkan pada Tabel 19. Berdasarkan nilai-nilai
tersebut
, diketahui bahwa semua atribut yang dikaji terhadap status keberlanjutan pengembangan ecovillage cukup akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Terlihat dari nilai stress masing-masing dimensi 25 dan nilai R-Square R
2
yang mendekati 100 yaitu 88-93, artinya atribut yang terdapat pada seluruh dimensi dapat menjelaskan dan memberi
rekomendasi pada sistem yang diteliti. Sebagaimana dinyatakan oleh Kavanagh and Pitcher 2004, nilai koefisien determinasi R
2
yang baik adalah lebih dari 80 atau mendekati 100.
Tabel 19 Nilai stress dan R
2
dari tiap dimensi
Parameter Dimensi
Ekologi Ekonomi
Sosial Stress
22.80 22.62
23.02
R
2
88.08 88.30
93.01 Bila dilihat dari selisih nilai MDS dengan Montecarlo pada masing-
masing dimensi sebagaimana tabel 20 menunjukkan nilai errornya berada di bawah 2 . Artinya ada sedikit kesalahan error yang mempengaruhi hasil
63 dari MDS pada penelitian ini. Hasil analisis Monte Carlo menunjukkan bahwa
nilai indeks dan status berkelanjutan dari seluruh dimensi terhadap pengembangan ecovillage dengan
menggunakan
metode MDS berada pada taraf kepercayaan tinggi dilihat dari tidak adanya perbedaan yang signifikan
antara analisis MDS dan Monte Carlo Adriman, dkk 2012.
Tabel 20
Selisih
Nilai MDS dengan Montecarlo sebagai error disetiap Dimensi
Dimensi Nilai MDS
Montecarlo Selisih error
Ekologi 57.69
57.18 0.51
Ekonomi 58.43
57.78 0.65
Sosial 74.66
73.33 1.33
Hasil rekapitulasi nilai indek keberlanjutan pengembangan ecovillage di DAS Citarum Hulu pada masing-masing dimensi menunjukan bahwa
pengembangan ecovillage pada dimensi ekologi 57.69 cukup berkelanjutan, dimensi ekonomi 58.43 cukup berkelanjutan dan dimensi sosial 74.66
cukup berkelanjutan sebagaimana dapat dilihat pada diagram layang pada Gambar 18. Dari ketiga dimensi ini, terlihat bahwa dimensi sosial mempunyai
nilai indeks yang lebih tinggi dibandingkan dari dimensi ekologi dan ekonomi. Artinya perubahan prilaku bagi masyarakat yang lebih terlihat. Perubahan
ekologi dan ekonomi akan terlihat jika sosial sudah sangat kuat terbangun. Hasil analisis keberlanjutan ini menunjukkan dimensi sosial yang paling
menentukan untuk mewujudkan keberlanjutan pengembangan ecovillage di DAS Citarum Hulu, baru diikuti dimensi ekonomi dan dimensi ekologi. Hal ini
juga berarti bahwa keberlanjutan ekologi dimungkinkan apabila dimensi sosial dan dimensi ekonomi tercapai.
Gambar 18 Diagram layang indeks keberlanjutan pengembangan ecovillage multidiemensi
64 Pengembangan ecovillage yang bertujuan pada perubahan prilaku
masyarakat sudah terlihat, seperti permasalahan sampah yang terjadi di 54 desa yang semula masyarakat tidak peduli saat ini masyarakat sudah mulai peduli
akan masalah sampah yaitu dengan melakukan sistem pilah sampah mulai dari ruah sendiri dan kemudian membangun bank sampah untuk pengelolaan
sampah di level desa. Desa digunakan sebagai tempat implementasi dan pusat pendidikan bagi masyarakat, organisasi dan pemerintah untuk transisi menuju
tahap keberlanjutan. Dukungan perguruan tinggi dan dunia usaha dapat mendorong usaha masyarakat dalam mewujudkan ecovillage. Pemeliharaan
lingkungan melalui peran serta masyarakat dan pengembangan usaha produktif di tingkat rumah tangga dapat dilakukan melalui peran kepemimpinan dan
partisipasi masyarakat Kusharto et al. 2012. Selain itu, ditegaskan oleh Kasper 2008, keberlanjutan ecovillage ditentukan oleh beberapa hal, seperti
kejelasan aturan dan dipatuhi masyarakat, lahan, pembiayaan, dan keterjangkauan oleh seluruh masyarakat.
Dalam mencapai itu semua diperlukan peningkatan pemahaman atau pendidikan lingkungan yang harus terus dilakukan sampai masyarakat
mempunyai karakter peduli lingkungan. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. dengan tujuan Desfandi 2015.
Tabel 21 menunjukkan faktor pengungkit dari masing-masing dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial. Faktor pengungkit ini menunjukkan tingkat
sensitifitas terhadap status keberlanjutan setiap dimensi Nababan et al. 2007. Berdasarkan hasil analisis MDS diperoleh 11 faktor pengungkit keberlanjutan
pengembangan ecovillage dari ketiga dimensi Tabel 21 terlihat bahwa pada dimensi ekologi ada empat atribut yang menjadi faktor pengungkit dan
“pembuangan limbah pertanian” memiliki pengaruh sangat besar dibanding atribut yang lainnya. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa atribut
“pembuangan limbah pertanian” berpengaruh sangat besar terhadap sustainability dari sisi ekologi. Sedangkan dari sisi dimensi ekonomi, terlihat
bahwa ada tig
a atribut sebagai faktor pengungkit dan atribut “dukungan masyarakat terhadap penjualan produk daur ulang” berpengaruh dominan
terhadap sustainability dari sisi ekonomi. Dari sisi dimensi sosial ada 4 atribut sebagai faktor pengungkit dan atribut “komitmen bersama dalam perbaikan
lingkungan” merupakan faktor dominan dalam menentukan sustainability.