bagian  belakang  kapal.  Kapal  pukat  cincin  Pacitan  termasuk  katagori  kapal normal  yang  memiliki  panjang  13.86-19.91  m,  dengan  kecepatan  kapal  berkisar
5,8-8,8 knot dengan nilai speed length ratio normal yaitu 1,811.
Hasil  penelitian  menunjukan  rasio  kecepatan    relatif  kapal  lebih  cepat dibanding  kecepatan  renang  ikan  yaitu  3,44-3,60  ms  sedangankan  rasio
kecepatan  renang  ikan  berkisar  0,6-3,3  ms.  Kecepatan  penarikan  purse  line berkisar  1,36-1,59  ms  dan  kecepatan  tenggelam  berkisar  762,9-903,17  ms,
sedangkan ikan 1,0-1,6 ms. Sedangkan hasil analisis sidik ragam secara parsial menunjukkan  kecepatan  melingkar  berpengaruh  signifikan  terhadap  hasil
tangkapan denga
n α 0,05 nilai F
hit
sebesar 18,50. Secara bersamaan ketiga faktor teknis  yaitu  kecepatan  melingkar,  kecepatan  penarikan  purse  line  dan  kecepatan
tenggelamnya  jaring  berpengaruh  nyata  terhadap  hasil  tangkapan.  Hasil  analisis menunjukkan  bahwa  ketiga  faktor  teknis  memberikan  kontribusi  terhadap  hasil
tangkapan  yaitu  madidihang  23,5,  layang  22,5,  cakalang  14,9,  tongkol komo 13,7, lemadang 7,6, kambing-kambing 6,9, sunglir 6,7 dan tenggiri
4,1.
Saran
Perlu  dilakukan  penelitian  lebih  lanjut  untuk  melihat  seberapa  besar pengaruh teknis terhadap tingkah laku ikan saat dilingkarkan oleh jaring, apakah
ikan melakukan gerakan secara vertikal, harisontal, menyisir jaring atau bergerak bebas dan untuk mengetahui kecepatan renang minimum dan maksimum ikan.
4  SEBARAN IKAN DAN UKURAN RATA-RATA PERTAMA KALI TERTANGKAP DENGAN PUKAT CINCIN
BERDASARKAN KEDALAMAN RENANG
4.1  Pendahuluan
Daerah  penyebaran  ikan  pelagis  yang  berpotensial  di  Indonesia  meliputi perairan  barat  dan  selatan  Sumatera,  Laut  Banda,  selatan  Jawa,  Bali,  Nusa
Tenggara,  laut  Sulawesi  dan  perairan  utara  Papua  Pasifik.  Penyebaran  ikan pelagis  dipengaruhi  oleh  suhu,  densitas,  kedalaman  lapisan  thermoklin,
arus,sirkulasi massa air, oksigen dan kedalaman renang swimming layers. Secara umum ikan pelagis tuna tertangkap di kedalaman 0-400 meter, salinitas perairan
berkisar 32-35 ppt perairan oseanik, suhu berkisar 17-31
C Uktolseja 1988. Samudera  Hindia  merupakan  salah  satu  perairan  yang  potensial
menghasilkan ikan pelagis seperti cakalang Katsuwanus pelamis, tongkol komo Euthynnus  affinis,  tongkol  lisong  Auxis  rochei,  tongkol  krei  Auxis  thazard,
madidihang  Thunnus  albacares,  tuna  mata  besar  Thunnus  obesus,  albakora Thunnus  alalunga,  tuna  sirip  biru  selatan  Thunnus  macoyii  dan  ekor  panjang
atau  abu-abu  Thunnus  tonggol,  layang  biru  Decapterus  macarellus,  kembung Rastrelliger  spp,  tembang  Sardinella  fimbriata,  sunglir  Elagatis  bipinulatus
dan ikan lemuru Sardinella longiceps BRPL 2004.
Sebaran distribusi vertikal ikan dipengaruhi oleh struktur panas pada kolom air,  seperti  adanya  korelasi  antara  tertangkapnya  ikan  oleh  pukat  cincin,
kedalaman dari swimming layer, dan kekuatan dari gradien suhu pada termokline Trump  dan  Leggette.  1980.  Umumnya  ditemui  di  bagian  atas  dari  kedalaman
100 meter pada kolom air  yang cukup oksigen.  Di bawah termokline kandungan suhu dan oksigen sangat rendah biasanya dibawah 2 mll sehingga ikan perenang
cepat  ini  jarang  ditemukan  Meja  dan  Garcia.  2003.  Ikan  biasanya  bergerombol sesuai  ukuran  baik  bersama  spesies  sejenis  maupun  dengan  spesies  lain.
Penyebaran ikan tuna diperairan merupakan salah satu respon terhadap perubahan suhu. Pola penyebarannya secara tidak langsung mempengaruhi tingkah laku dari
ikan tuna.
Distribusi ukuran jenis ikan pelagis pertama kali tertangkap  Lc di perairan Pacitan dapat diketahui berdasarkan  perbedaan ukuran mata jaring kantong mesh
size  dan  kedalaman  jaring  pukat  cincin,  dimana  ukuran  mata  dan  kedalaman jaring  dapat  menentukan  terhadap  sebaran  ukuran  ikan  yang  tertangkap,  hal  ini
diduga bahwa kedalaman perairan mengidentifikasi sebaran jenis yang tertangkap. Pendugaan ukuran ikan pertama kali tertangkap Lc indentik dengan portabilitas
atau  peluang  ikan  yang  tertangkap  dengan  L
50
pada  selektivitas  alat  tangkap tersebut,    dimana  setiap  ukuran  ikan  yang  tertangkap  mewakili  ikan  yang
tertangkap  atau  ikan  yang  tidak  tertangkap  di  daerah  penangkapan.  Dasar pengukuran selektivitas ditentukan dengan kisaran panjang terhadap ikan yang di
teliti Sparred dan Vanema 1999.
Pukat  cincin  merupakan  alat  tangkap  yang  efektif  dalam  menangkap gerombolan ikan pelagis,  proses pelingkaran alat tangkap ikan  dapat  meloloskan
diri  dari  alat  tangkap  yang  relatif  besar,  baik  secara  vertikal  maupun  horisontal Fridman dan Carrothers, 1986. Pendugaan tentang rata-rata ukuran pertama kali