Gambar 4.9 Kurva regresi dari L
n
C
bL
C
aL
terhadap panjang ikan Pada gambar 4.10 bahwa pukat cincin dengan ukuran mata jaring kantong
1,5 inch dapat menangkap ikan layang biru dengan panjang 19,5 cm sebanyak 9 ekor dan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch tidak tertangkap. Ukuran mata
jaring kantong 1,75 inch ikan layang biru dengan ukuran 37,5 cm sebanyak 11 ekor, sedangkan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch tidak tertangkap. Kurva
selektivitas menjelaskan bahwa ukuran panjang ikan pada nilai selektivitas optimum ukuran mata jaring kantong 1,5 inch adalah 27,5 cm dan ukuran mata
jaring kantong 1,75 inch adalah 29,5 cm.
Gambar 4.10 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch
Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan regresi seperti pada Gambar 4.11 yaitu Y = 1,358x
–4,241 dengan nilai R
2
= 0,954. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang ikan sebesar 1 cm akan
memberikan penambahan nilai Ln CbLCaL sebesar 1,36 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 95,4 .
Gambar 4.11 Kurva regresi dari L
n
C
bL
C
aL
terhadap panjang ikan Gambar 4.12 terlihat bahwa pukat cincin dengan ukuran mata jaring
kantong 1,5 inch dapat menangkap ikan sunglir dengan panjang 22 cm sebanyak 19 ekor, ukuran mata jaring kantong 1,75 inch sebanyak 2 ekor. Ukuran mata
jaring kantong 1,75 inch ikan sunglir dengan ukuran 37,5 cm sebanyak 11 ekor, sedangkan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch tidak tertangkap. Kurva
selektivitas menjelaskan bahwa ukuran panjang ikan pada nilai selektivitas optimum pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch adalah 37 cm dan ukuran mata
jaring kantong 1,75 inch adalah 42 cm.
Gambar 4.12 Kurva selektivitas pukat cincin dan perbandingan hasil tangkapan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 1,75 inch
Berdasarkan data tersebut maka diperoleh persamaan regresi seperti pada Gambar 4.13 yaitu Y = 0,780x
–2,785 dengan nilai R
2
= 0,840. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan panjang ikan sebesar 1 cm akan
memberikan penambahan nilai LnCbLCaL sebesar 0,780 dimana nilai keakuratan persamaan tersebut sebesar 84,0 .
Gambar 4.13 Kurva regresi dari L
n
C
bL
C
aL
terhadap panjang ikan
4.3 Pembahasan
Sebaran ukuran panjang ikan pelagis yang tertangkap berdasarkan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch, 1,75 inch dan kedalaman jaring 120 m, 136 m
memperlihatkan adanya pola sebaran ukuran ikan yang berbeda. Ukuran ikan dengan mata jaring kantong 1,5 inch lebih kecil dibanding ikan dengan mata
jaring kantong 1,75 inch dengan modus yang berbeda. Ikan madidihang tertangkap dengan modus pada ukuran 39,5 cm dengan ukuran mata jaring
kantong 1,5 inch dan 59,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan lemadang modus pada ukuran 59,5 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5
inch dan 79,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan cakalang dengan modus pada ukuran 42 cm dengan ukuran mata jaring 1,5 inch dan 47 cm
pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan tongkol komo dengan modus pada ukuran 27 cm pada ukuran mata jaring 1,5 inch dan 42 cm pada ukuran
mata jaring 1,75 inch, ikan layang dengan modus pada ukuran 25,5 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 29,5 cm pada ukuran mata jaring 1,75
inch, dan ikan sunglir dengan modus pada ukuran 37 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 42 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch.
Anggrainy 1991 menjelaskan bahwa Ikan cakalang yang terangkap dengan handline di perairan Kepulauan Bacan berukuran panjang total antara 31-60 cm,
dan 41,6-77,6 cm
.
Samad 2002 menjelaskan bahwa kisaran panjang ikan cakalang yang tertangkap dengan handline di perairan Maluku Tengah adalah
40,3-65,4 cm dan di perairan Kupang adalah 29-58,9 cm dan ukuran dominan 47,0-49,0 cm. Gafa et al. 1987 menjelaskan bahwa ikan cakalang yang
tertangkap dengan handline di perairan Sulawesi Tengah berkisar 27,1-57,7 cm.
Baso 2011 menjelaskan bahwa Ikan cakalang yang tertangkap dengan pole and line di perairan Teluk Bone memiliki ukuran panjang total 14,0-86,0 cm, dengan
frekuensi panjang terbesar pada kelas panjang 26,0-29,0 cm sebanyak 132 ekor dan frekuensi panjang terkecil pada ukuran 83,0-86,0 cm sebanyak 7 ekor. Ikan
cakalang di perairan Teluk Bone dapat mencapai ukuran yang lebih panjang 86,0 cm dibanding dengan perairan lainnya.
Syamsuddin et al. 2008 menjelaskan bahwa komposisi ukuran ikan yang tertangkap di perairan Kupang berkisar 29,0-
58,9 cm. Jumlah tangkapan terbanyak adalah ukuran 47,0-49,9 cm 17,90 , dan disusul oleh ukuran 44,0-46,9 cm 16,64, dan ukuran 38,0-40,9 cm 16,36.
Perbedaan sebaran hasil tangkapan pukat cincin dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch, 1,75 inch dan kedalaman jaring 120 m, 136 m terlihat terhadap
kisaran panjang dan rata-rata ikan pertama kali tertangkap L
c
. Sebaran ikan pelagis kecil dan besar yang tertangkap berbeda, dimana ikan pelagis kecil
menyebar pada kisaran 0-50 meter, pelagis besar 60-200 meter dan suhu 28,70 C-
31,10 C Suwarso dan Hariati 2003. Dimana hasil penelitian yang dilakukan
Pranata 2013 dengan rawai tuna di Samudera Hindia bahwa ikan tuna albakora, madidihang, marlin hitam, marlin puith, gindara, bawal bulat dan lemadang
dengan kisaran panjang 50-100 cm tertangkap pada pancin nomor 1 dan 2 dengan kedalaman 64-84 meter dan 110-130 meter, tuna mata besar kisaran panjang 100-
150 cm tertangkap pada pancing nomor 4 dan 9 dengan kedalaman 185-205 meter. Kedalaman mata pancing tersebut berdasarkan rumus Yoshihara 1951
dalam Nugraha dan Triharyuni 2009.
Selanjutnya Suharto 1995, menyatakan bahwa kedalaman mata pancing yang dapat dicapai oleh rawai tuna yaitu pancing 1 terdapat pada kedalaman 44,3-
45,6 m, mata pancing 2 pada kedalaman 72-74,5 m, mata pancing 3 pada kedalaman 94,1-98 m, mata pancing 4 pada kedalaman 109,7-114,6 m, dan mata
pancing 5 kedalaman 118-123,3 m. Adanya berbedaan kedalaman terhadap mata posisi pancing diduga karena perbedaan dimensi alat tangkap. Lebih lanjut
penelitian yang dilakukan Wudianto 1991 bahwa ikan yang tertangkap dengan perbedaan suhu, salinitas, strata kedalaman,dan musim yang berbeda. Dengan
kisaran kedalaman 0-200 meter dengan pukat cincin menghasilkan hasil tangkapan yang berbeda pada kisaran panjang ikan tersebut.
Ikan pelagis yang tertangkap dengan pukat cincin pelagis kecil dengan ukuran mata kantong 1,5 inch dan kedalaman jaring 123 meter berukuran lebih
kecil dibandingkan dengan ikan pelagis yang tertangkap dengan ukuran mata jaring kantong 1,75 inch dan kedalaman jaring 136 meter. Hal tersebut diduga
karena perbedaan kedalaman optimum ikan tersebut, siklus hidup, suhu, termoklin dan arus. Perbedaan ukuran ikan pelagis yang tertangkap dengan perbedaan
ukuran mata jaring kantong dan kedalaman jaring mengindentifikasikan bahwa ikan yang tertangkap sangat berpengaruh terhadap kedalaman renang ikan dan
suhu perairan, dimana ikan dengan ukuran lebih besar identik kedalaman renangnya lebih dalam seperti yang diutarakan Reddy 1993.
Laevastu dan Hela 1970 bahwa perbedaan suhu terhadap ikan merupakan proses metabolisme seperti pertumbuhan, jenis makanan, aktivitas tubuh seperti
kecepatan renang dan rangsangan syaraf. Lebih lanjut Reddy 1993 bahwa perubahan suhu akan mempengaruhi tempat pemijahan spawning ground dan
daerah penangkapan fishing ground secara periodik. Gafa et al. 2004 menunjukkan gradien penurunan suhu terbesar di Laut Banda pada lapisan massa
air di kedalaman 50-150 meter. Sedangkan lapisan termoklin berdasarkan pengukuran minilogger berada pada kedalaman rata-rata berkisar 70-270 meter.
Menurut Ehrenberg 1984, ikan-ikan kecil cenderung bergerombol pada lapisan atas perairan, sedangkan ikan yang lebih besar menyebar di lapisan bawah.
Burczynski et al. 1987 juga menyatakan bahwa penyebaran ikan-ikan kecil dapat dipengaruhi oleh profil temperatur dan thermocline.
Distribusi ikan pelagis sangat ditentukan oleh suhu, kedalaman salinitas, kecepatan arus dan faktor ekologi lainnya Brandt 1984. Seperti diutarakan
Simbolon 1996. Bahwa fenomena distribusi vertikal populasi ikan di tandai
dengan adanya pergerakan pola migrasi ikan, dimana ikan pada umumnya melakukan migrasi diurnal pada siang hari dan nokturnal pada malam hari
secara vertikal pada strata perairan. Gafa et al. 2004. Korelasi antara suhu dan kedalaman terhadap hasil tangkapan belum menunjukkan hasil tangkapan yang
signifikan. Menurut Unar 1957 dalam Sumadhiharga 2009, bahwa ikan yang telah mencapai ukuran yang lebih besar, ikan tersebut cenderung berada pada
lapisan air yang lebih dalam.
Dimana faktor lingkungan perairan sekitarnya akan mempengaruhi penyebaran ikan pelagis secara horizontal dan vertikal Allain et al. 2005.
Sulaiman 2006 menyatakan bahwa penangkapan dengan alat bantu cahaya dapat mengumpulkan ikan pada pada kisaran kedalaman 20-30 meter dan 5-10 meter,
hal ini terlihat dengan mengunakan side scan sonar. Lebih lanjut Gambang et al. 2003 bahwa ikan pelagis kecil terdistribusi dikedalaman 15-60 meter, perbedaan
kedalaman mengindikasikan oleh jenis dan kedalaman renang ikan yang berbeda tergantung dari kondisi optimum ikan tersebut.
Laevastu dan Hayes 1981 bahwa penentuan batas penyebaran secara vertikal ikan sangat penting untuk diketahui dalam penentuan kedalaman alat
tangkap saat pengoperasian dengan penyesuaian terhadap kedalaman renang ikan swimming layer dan suhu perairan Tabel 11.
Tabel 11 Kisaran lapisan renang ikan dan suhu perairan pelagis besar
Jenis ikan Kisaran suhu perairan
ᵒC untuk Lapisan
Renang m
Habitat Daerah Penangkapan
Penyebaran Optimum
Penyebaran Optimum
Cakalang Katsuwanus pelamis 17-28
20-24 19-23
16-22 0-40
Madidihang Thunnus albacares 18-23
20-28 20-28
21-24 0-200
Tuna Mata Besar Thunnus obesus 11-28
17-23 18-23
- 50-400
Albakora Thunnus alalunga 14-23
14-22 15-21
15-19 20-300
Sirip biru selatan Thunnus macoyii 12-25
14-21 15-22
- 50-300
Sumber : Laevastu dan Hayes 1981
Perbedaan termoklin bagi ikan pelagis akan sangat mempengaruhi terhadap ukuran dan kedalaman renangnya, karena kedalam renang ikan pelagis cenderung
berada di lapisan campuran mixed layer yang banyak terdapat makanan seperti plankton, telur ikan, dan larva, sedangkan lapisan air dingin berada dibawah
termoklin yang mendukung kehidupan hewan bentik dan hewan laut dalam Reddy 1993. Wyrtki 1961 mengatakan bahwa kedalaman termoklin di lautan
Hindia mencapai 120 meter menuju ke Selatan di daerah arus equatorial selatan, kedalaman termoklin mencapai 140 meter.
Laevastu dan Hayes 1981 bahwa pengaruh oseanografi terhadap sebaran ikan pelagis dari berbagai daerah penangkapan menunjukkan bahwa arus dan suhu
merupakan parameter utama terhadap sebaran ikan pelagis. Dimana ikan pelagis sangat tergantung pada struktur vertikal suhu dan akan berenang lebih dalam jika
suhu dipermukaan perairan menjadi hangat. Suwarso dan Hariati 2003 SPL untuk penyebaran ikan pelagis kecil seperti layang dan kembung berkisar antara
28,70
C-31,10 C. Menurut Illahude 1970 Perairan Selat Makasar kedalaman 300
meter sampai dasar perairan suhunya sekitar 5-11 C, musim timur lapisan
homogen dapat mencapai 50 meter dengan suhu berkisar 26 C-27
C, lapisan termoklin saat musim timur berkisar 10
C-26 C pada kedalaman 50-400 meter.
Frekuensi ukuran ikan pelagis yang tertangkap dengan pukat cincin yang berbeda diduga akan mempengaruhi terhadap kisaran panjang ikan tersebut.
Dimana ikan madidihang dengan ukuran mata jaring 1,5 inch Lma nya sebesar 42,96 cm dan ukuran mata jaring 1,75 inch Lmb nya sebesar 60,26 cm, lemadang
dengan mata jaring 1,5 inch Lma nya berkisar 54,94 cm dan mata jaring 1,75 inch Lmb nya berkisar 77,05 cm, cakalang dengan mata jaring 1,5 inch Lma nya
berkisar 36,8 cm dan mata jaring 1,75 inch Lmb nya berkisar 51,6 cm, tongkol komo dengan mata jaring 1,5 inch Lma nya berkisar 31,11 cm dan mata jaring
1,75 inch Lmb nya berkisar 43,64 cm, layang dengan mata jaring 1,5 inch Lma nya berkisar 21,62 cm dan mata jaring 1,75 inch Lmb nya berkisar 30,32 cm dan
sunglir dengan mata jaring 1,5 inch cm Lma nya berkisar 31,96 cm dan mata jaring 1,75 inch Lmb nya berkisar 44,83 cm. Dari hasil tersebut terlihat perbedaan
selektivitas ikan yang tertangkap dengan mata jaring dan kedalaman jaring yang berbeda, dimana ikan dengan ukuran yang lebih besar kedalaman renangnya akan
semakin dalam dan dikondisikan dengan suhu, salinitas dan termoklin.
Hasil penelitian yang dilakukan Loka Penelitian Perikanan Tuna Benoa 2013, di wilayah perairan Samudera Hindia selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara
menghasilkan LcL
50
fork length ikan cakalang sebesar 42,89 cm dan fork length madidihang sebesar 124,16 cm FL. Wudianto 1991 hasil peneilitian di
Kepulauan Okinawa Lautan Pasific dengan pukat cincin, dimana penelitian dibagi empat musim dengan pembagian strata kedalaman sesuai dengan suhu dan
salinitas berkisar 0-200 meter dengan 4 strata kedalaman yaitu 50, 100, 150 dan 200 meter dengan rata-rata hasil tangkapan berdasarkan suhu didominasi tuna
kecil 49,9 , Tuna ekor kuning 18.89, dan mackerel 1,98 dengan kisaran suhu 20,1-28
C. Berdasarkan salinitas didominasi tuna kecil 50,12, tuna ekor kuning 18,91, cakalang 5,52 dan mackerel 2,4 dengan kisaran salinitas
34,41-35,0 o. Selanjutnya hasil penelitian Pranata 2013 hasil tangkapan dengan rawai tuna berdasarkan kedalaman lapisan renang ikan tuna diperoleh tuna
albakora berkisar 64-232 meter dengan ukuran 5-100 cm, tuna mata besar 64-250 meter dengan ukuran 100-150 cm, madidihang 64-205 meter dengan ukuran 100-
150 cm dan tuna sirip biru selatan berkisar 110-205 meter ukuran 150 cm.
Hasil peneilitian Pranata 2013 secara umum ikan tuna yang tertangkap diduga pada kedalaman swimming layer 64-232 meter. Lebih lanjut menurut
Uda 1959 dalam Nugraha dan Triharyuni 2009, penyebaran ikan tuna albakora pada kisaran suhu 14-24
C, dimana saat juvenile tuna albakora berada di wilayah equator dan lapisan renangnya dilapisan dekat permukaan dan setelah berukuran
dewasa 95 cm mulai berpindah ke lapisan yang lebih dalam Block dan Stevens 2001. Tuna mata besar tertangkap pada tertangkap pada kedalaman
sekitar 64-250 meter dan tuna mata besar yang lebih besar berada pada dibawah lapisan termoklin Suzuki et al. 1977 dalam Santoso 1999. Tuna madidihang
diduga tertangkap pada kedalaman sekitar 64-205 meter dan umumnya pada kedalaman 100 meter yang memiliki cukup kandungan oksigen, sedangkan
juvenile sering dijumpai bergerombol dengan cakalang, tuna mata besar dilapisan permukaan dan setelah dewasa berada pada kisaran suhu 18-31
C Block dan Stevens 2001.
Berdasakan penelitian Brata et al. 2011 bahwa ikan jenis tuna madidihang dan albakora tertangkap pada kisaran kedalaman 35,15-299,04 dengan suhu
12,51-26,96 C, tuna mata besar tertangkap pada kisaran kedalaman 92,23-470,12
meter dengan suhu berkisar 8,35-26,80 C sedangkan tuna sirip biru selatan pada
kisaran kedalaman 118,23-194,21 meter dengan suhu 14,99-22,59 C. Selanjutnya
Brata et al. 2011 bahwa tuna dengan ukuran lebih kecil dari 100 cm cenderung tertangkap lebih pada level permukaan atau diatas lapisan termoklin sampai
kedalaman 200 meter. Selanjutnya Nishimura 1964 dengan mengunakan echosounder bahwa bluefin terdapat dikedalaman 60-200 meter, madidihang
kedalaman 60-120 meter sedangkan Albakora pada kedalaman 50-80 meter.
Adanya korelasi antara penelitian pukat cincin dengan ukuran dan kedalaman jaring yang berbeda terhadap penelitian pukat cincin di Jepang oleh
Wudianto dan hasil penelitian long line di Selatan Jawa ,Samudera Hindia. Dimana ikan dengan ukuran lebih besar cenderung berada dilapisan yang lebih
dalam sedangkan ukuran yang lebih kecil cenderung berada dilapisan atas. Dalam pengelolaan perikanan yang ramah lingkungan yang berkelanjutan, harus adanya
pembatasan ukuran dan kedalaman mata jaring, hal ini menunjukkan bahwa perikanan pukat cincin di Pacitan tidak ramah lingkungan, hal tersebut didasari
tertangkapnya jenis ikan pelagis besar dengan ukuran yang belum layak tangkap tertangkap dalam jumlah besar sekitar 85 , hal ini telah menyalahi aturan bahwa
ijin pukat cincin Pacitan adalah pukat cincin pelagis kecil namun realitasnya tidak adanya pembatasan ukuran dan kedalaman jaring di wilayah tersebut.
4.4 Simpulan
Sebaran ikan pelagis yang tertangkap pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch, dalam jaring 120 m cenderung lebih kecil dibandingkan dengan ukuran mata
jaring kantong 1.75 inch, dalam jaring 136 m, dimana sebaran ukuran ikan yang tertangkap dengan ukuran mata jaring 1,75 inch lebih besar. Hal ini dibuktikan
dengan ukuran rata-rata ikan pelagis pertama kali tertangkap Lc dengan ukuran mata 1,5 inch dan ukuran mata 1,75 inch cenderung lebih besar yaitu ikan
madidihang modus pada ukuran 39,5 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 59,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, lemadang modus
pada ukuran 59,5 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 79,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan cakalang dengan modus pada
ukuran 42 cm dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 47 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan tongkol komo dengan modus pada
ukuran 27 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 42 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, ikan layang dengan modus pada ukuran 25,5 cm
dengan ukuran mata jaring kantong 1,5 inch cm dan 29,5 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch, dan ikan sunglir dengan modus pada ukuran 37 cm pada
ukuran mata jaring kantong 1,5 inch dan 42 cm pada ukuran mata jaring kantong 1,75 inch.
4.5 Saran
Harus dikaji ulang mengenai perijinan pukat cincin sekala kecil untuk membatasi ukuran dimensi alat tangkap, guna menghindari hasil tangkapan yang
belum layak tangkap.