TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nelayan dan Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan
Nelayan sesungguhnya bukanlah suatu entitas tunggal, tetapi terdiri dari beberapa kelompok. Satria 2002 mengelompokkan nelayan berdasarkan status
penguasaan kapital, yaitu terdiri dari nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik atau juragan adalah orang yang memiliki sarana penangkapan seperti
kapal perahu, jaring dan alat tangkap lainnya sedangkan nelayan buruh adalah orang yang menjual jasa tenaga kerja sebagai buruh dalam kegiatan penangkapan
ikan di laut, atau sering disebut Anak Buah Kapal ABK. Menurut Mubyarto, et al 1984, nelayan dibagi menjadi lima macam status nelayan, yaitu:
1. Nelayan Kaya A, yaitu nelayan yang mempunyai kapal sehingga
mempekerjakan nelayan lain sebagai buruh nelayan tanpa ia harus ikut bekerja. Nelayan jenis ini biasa disebut juragan
2. Nelayan Kaya B, yaitu nelayan yang memiliki kapal tetapi ia sendiri masih
ikut bekerja sebagai awak kapal 3.
Nelayan Sedang, yaitu nelayan yang kebutuhan hidupnya dapat ditutup dengan pendapatan pokoknya dari bekerja sebagai nelayan, dan memiliki
perahu tanpa mempekerjakan tenaga dari luar keluarga 4.
Nelayan Miskin, yaitu nelayan yang pendapatan dari perahunya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga harus ditambah dengan bekerja
lain,baik untuk ia sendiri atau untuk istri dan anak-anaknya 5.
Buruh nelayan atau tukang kiteng, yaitu bekas nelayan yang pekerjaannya memperbaiki jaring yang sudah rusak. Pekerjaan ini biasanya dilakukan
oleh kelompok orang-orang miskin yang berusia diatas 40 tahun dan sudah tidak kuat lagi melaut
Ditjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, menyatakan bahwa dari 16.420.000 jiwa masyarakat pesisir yang menjadi sasaran dari program
pemberdayaan masyarakat pesisir, 32 dari masyarakat sasaran masih berada di bawah garis kemiskinan, yaitu sebanyak 5.254.000 jiwa Ditjen Kelautan, Pesisir,
dan Pulau-pulau Kecil, 2007. Menurut Satria 2002, kemiskinan dapat digolongkan berdasarkan penyebab kemiskinan. Ada dua aliran besar yang
melihat faktor-faktor penyebab kemiskinan. Pertama, aliran modernisasi yang selalu menganggap persoalan kemiskinan disebabkan disebabkan faktor internal
masyarakat. Dalam aliran ini, kemiskinan nelayan terjadi sebagai akibat faktor budaya kemalasan, keterbatasan modal dan teknologi, keterbatasan manajemen,
serta kondisi sumber daya alam. Kedua, aliran struktural yang menganggap kemiskinan nelayan disebabkan oleh faktor eksternal. Kemiskinan struktural dapat
terjadi akibat, pertama, kemiskinan sebagai korban pembangunan. Kedua, kemiskinan terjadi karena golongan tertentu tidak memiliki akses terhadap
kegiatan ekonomi produktif akibat pola institusional yang diberlakukan. Dari dua aliran besar yang melihat faktor-faktor penyebab kemiskinan di atas kita dapat
melihat bahwa salah satu hal mendasar yang menyebabkan kemiskinan tersebut adalah kurangnya pengetahuan dan lemahnya pendidikan, oleh karena itu faktor
penting yang perlu ditingkatkan sebagai upaya untuk memperkecil angka kemiskinan nelayan tersebut adalah dengan meningkatkan pendidikan nelayan.
Fakta yang ditemui pada keluarga nelayan di lapisan bawah seperti nelayan buruh adalah tingkat pendidikan anak nelayan yang rendah, sebagian
besar hanya mencapai tingkat SD Sekolah Dasar dan sedikit yang melanjutkan ke tingkat sekolah lanjutan. Berdasarkan data yang terdapat dalam hasil
penelitian Angelina 2005 disebutkan bahwa tingkat pendidikan di Muara Angke termasuk dalam kategori rendah, karena 50 hanya tamat SD, selanjutnya 30
tamat SLTP, 13 tamat SLTA, dan 7 tidak tamat SD dari total jumlah penduduk di Muara Angke.
2.2 Pendidikan