mandiri. Pemerintah tidak mengatur standar isi dan proses pelayanan informal kecuali standar penilaian apabila akan disetarakan dengan pendidikan
jalur formal dan nonformal sebagaimana yang dinyatakan pada UU No. 2023, pasal 27 ayat 2.
c. Sanggar Kegiatan Belajar SKB
Sanggar Kegiatan Belajar merupakan salah satu lembaga pemerintah yang berada dalam naungan Balai pengembangan dan Pelatihan Pendidikan luar
Sekolah BPPPLS. Berdasarkan Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta nomor 41 Tahun 2003 BPPPLS merupakan Unit Pelaksana
Teknis Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi dibidang pengembangan dan pelatihan pendidikan luar sekolah. BPPPLS mempunyai tugas melaksanakan
pengembangan dan pelatihan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan program, model dan media pendidikan luar sekolah
..
Berdasarkan SK Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 41 Tahun 2003, dalam pasal 8 ayat 1
dinyatakan bahwa disetiap Kotamadyakabupaten Administrasi dibentuk Sanggar Kegiatan Belajar Sanggar Kegiatan Belajar, dan pada ayat 2 disebutkan bahwa
Sanggar Kegiatan Belajar dipimpin oleh Kepala Seksi yang dalam melaksanakan tugasnya berada dan bertanggung jawab kepada Kepala Balai Pengembangan dan
Pelatihan Pendidikan Luar Sekolah BP3LS serta berkoordinasi dan berkonsultasi dengan Kepala Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi.
Selanjutnya sesuai SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 41Tahun 2003, SKB mempunyai tugas sebagai berikut:
1. menyusun program dan rencana kegiatan operasional
2. melaksanakan pelayanan kegiatan relajar mengajar pendidikan luar
sekolah 3.
melaksanakan uji coba program, media, dan sistem pendidikan luar sekolah
4. melaksanakan pelatihan tenaga kependidikan
5. melaksanakan bimbingan, penyuluhan, dan bimbingan teknis terhadap
PKBM dan kegiatan belajar mengajar pendidikan luar sekolah
6. melaksanakan pelayanan informasi pendidikan luar sekolah di
kotamadyakabupaten administrasi 7.
melaksanakan pengelolaan kegiatan ketatausahaan 8.
melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan operasional
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberlanjutan Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian Fathoni 2008 terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberlanjutan pendidikan atau mempengaruhi tingkat pendidikan.
Dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan. Faktor-faktor tersebut terbagi menjadi dua bagian yaitu faktor
internal keluarga dan orang tua dan faktor eksternal lingkungan serta sarana informasi. Faktor internal terdiri dari beberapa hal yaitu umur kepala keluarga,
tingkat pendidikan kepala keluarga, besar keluarga besar tanggungan, total pendapatan keluarga, total pengeluaran keluarga, persepsi tentang arti penting
sekolah, persepsi tentang biaya pendidikan, dan status usaha kepala keluarga. Faktor eksternal terdiri dari kebijakan pemerintah, informasi terhadap pendidikan,
sarana pendidikan, serta jarak sarana pendidikan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Suryani 2004 yang menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat pendidikan adalah sebagai berikut:
2.3.1 Faktor Internal
Faktor internal yang diduga berpengaruh terhadap tingkat pendidikan anak dalam penelitian ini adalah karakteristik personal kepala keluarga dan persepsi
keluarga nelayan terhadap pendidikan. Karakteristik personal kepala keluarga yang diukur antara lain tingkat pendidikan kepala keluarga, umur kepala
keluarga, besarnya pendapatan keluarga, jumlah tanggungan, nilai anak dalam keluarga, dan status sosial dalam pekerjaan.
1 Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga
Menurut Gunarsa dan Gunarsa Suryani, 2004 tingkat pendidikan secara langsung dan tidak langsung akan menentukan baik buruknya pola komunikasi
antara anggota keluarga. Selain itu, imbas dari pendidikan orang tua akan mempengaruhi persepsinya tentang penting atau tidaknya pendidikan. Menurut
Heryanto 1998 dengan dasar pendidikan yang relatif memadai untuk mampu memberikan makna terhadap nilai, kegunaan dan pentingnya pendidikan bagi
masa depan anaknya sehingga kesungguhan untuk menambah wawasan dan bekerja keras untuk menyekolahkan anaknya menjadi cita-cita dan harapan dalam
hidupnya.
2 Umur Kepala Keluarga
Selain berkaitan dengan tingkat kedewasaan teknis seseorang, usia juga mempunyai kaitan dengan tingkat kedewasaan psikologis. Dalam hal ini berarti
semakin lanjut usia seseorang, diharapkan akan semakin mampu menunjukan kematangan jiwa dalam arti semakin bijaksana, semakin mampu berpikir secara
rasional dan semakin mampu mengendalikan emosi dan sifat-sifat lainnya yang menunjukan kematangan intelektual dalam psikologis, sehingga semakin tua usia
seseorang, motivasi yang dimiliki akan semakin tinggi. Usia dapat mempengaruhi cara seseorang berpikir, mempersepsi dan menyikapi sesuatu yang
menjadi objeknya Heryanto, 1998.
3 Pendapatan Keluarga
Kondisi ekonomi keluarga dapat diukur dengan tingkat kesejahteraan keluarga. Salah satu indikator tingkat kesejahteraan keluarga adalah tingkat
pendapatan keluarga. Pendapatan nelayan dapat diperoleh dari usaha perikanan usaha penangkapan dan non-penangkapan maupun dari usaha non perikanan
yang dilakukan oleh nelayan. Di satu sisi pendidikan formal diperlukan oleh masyarakat nelayan, namun
di sisi lain pendidikan formal memerlukan biaya yang tidak sedikit. Biaya yang tinggi menjadi salah satu faktor penghambat bagi para nelayan dengan status
sebagai masyarakat miskin yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya akibat dari ketidakpastian berusaha. Kemiskinan yang
melekat erat pada nelayan mengakibatkan mereka tidak mampu memberikan
pendidikan yang cukup bagi anak-anaknya terutama pendidikan formal Erizal diacu dalam Suryani 2004.
5 Jumlah Tanggungan
Banyaknya tanggungan dalam keluarga berimplikasi pada besar kecilnya pengeluaran dalam satu keluarga. Berdasarkan hasil penelitian Suryani 2004 di
Desa Karangjaladri Ciamis, semakin banyak jumlah tanggungan mengakibatkan persepsi masyarakat nelayan terhadap pendidikan formal semakin rendah.
6 Nilai Anak dalam Keluarga
Nilai anak adalah peranan yang dimainkan oleh anak dalam kehidupan orangtuanya. Pada dasarnya semua orang tua menginginkan kondisi anaknya lebih
baik dari kondisi orang tua dalam menjalani kehidupan yang dapat ditunjukkan dengan harapan orang tua terhadap masa depan kehidupan anaknya. Hasil
penelitian Sukmawan 2000 di Sukabumi menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga nelayan sangat mengharapkan anaknya dapat menjadi pegawai negeri
atau swasta.
7 Status Sosial
Status kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan,
prestise, hak dan kewajibannya. Secara tidak langsung kedudukan status dapat mencerminkan adanya pelapisan stratifikasi sosial. Untuk mempelajari
stratifikasi sosial menurut Zanden 1990 diacu dalam Satria 2001 terdapat tiga pendekatan yang harus dilakukan, yaitu:
a Pendekatan objektif, yaitu menggunakan ukuran objektif berupa variabel yang
mudah diukur secara statistik seperti pekerjaan, pendidikan, atau penghasilan. b
Pendekatan subjektif self-placement, yaitu kelas dilihat sebagi kategori sosial dan disusun dengan meminta responden untuk menilai statusnya sendiri.
c Pendekatan reputasional, yaitu subjek penelitian diminta untuk menilai status
orang lain dan menempatkannya pada posisi tertentu.
Dalam penelitian, pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan objektif yaitu melihat kedudukan nelayan berdasarkan pekerjaan. Status sosial
nelayan dibagi berdasarkan pemilikan armada dan alat tangkap. Berdasarkan pemilikan armada dan alat tangkap, nelayan dibedakan menjadi nelayan pemilik
dan nelayan pandhiga. Berdasarkan hasil penelitian Suryani 2004 di Ciamis didapat bahwa semakin tinggi status sosial nelayan maka persepsi terhadap
pendidikan formal akan semakin tinggi.
7 Persepsi Terhadap Pendidikan Formal
Persepsi merupakan proses pencarian informasi untuk dipahami melalui alat penginderaan penglihatan, pendengaran, peraba, dan sebagainya dan alat
untuk memahaminya adalah kognisi atau kesadaran Sarwono 1999 diacu dalam Suryani 2004. Setiap lingkungan sosial budaya yang berbeda dan reaksi yang
berbeda akan menghasilkan persepsi yang berbeda pula Markovsky diacu dalam Suryani 2004.
Para orang tua nelayan kurang memperhatikan pendidikan formal anaknya dengan baik, dapat membaca dan menulis adalah tujuan utama untuk
menyekolahkan anak. Motivasi orang tua untuk menyekolahkan anak akan sangat tergantung pada bagaimana penilaian orang tua terhadap tujuan dan sistem
pendidikan formal.
2.3.2 Faktor Eksternal
Faktor ekternal yang berpengaruh terhadap tingkat pendidikan anak antara lain jarak tempat tinggal dengan sarana pendidikan, jumlah jam kerja,
keterdedahan informasi, dan relevansi kurilukum dengan kebutuhan lingkungan.
1 Jarak Tempat Tinggal
Menurut Heryanto 1998 jarak tempat tinggal ke sarana pendidikan dan pusat informasi pendidikan penting dijadikan pertimbagn untuk menyekolahkan
anak, karena terkait dengan transportasi, biaya dan waktu pengawasan kemajuan prestasi anak.
2 Keterdedahan Informasi
Berdasarkan hasil penelitian Suryani 2004 pemanfaatan media menjadi hal yang penting dalam hal penunjang pendidikan dan semakin banyak informasi
yang diterima oleh nelayan maka persepsi masyarakat terhadap pendidikan formal akan semakin tinggi.
3 Jumlah Jam Kerja Anak
Jumlah jam kerja anak adalah banyaknya waktu ysng dipergunakan anak untuk membantu usaha orang tua dianggap berpengaruh terhadap tingkat
pendidikan anak karena bersadarkan beberapa sumber menyebutkan bahwa banyak anak nelayan usia sekolah yang sudah terjun untuk membantu usaha orang
tuanya untuk menambah pendapatan keluarga. Hasil penelitian Sumarsono di Jawa Timur diacu dalam Suryani 2004 menyebutkan bahwa anak merupakan
faktor produksi yang dapat membantu penghasilan keluarga karena mampu memperoleh penghasilannya sendiri.
Fenomena keseharian masyarakat nelayan yaitu baik anak lelaki maupun anak perempuan secara lebih dini terlibat dalam proses pekerjaan nelayan dari
mulai persiapan orang tua mereka untuk ke laut sampai dengan menjual hasil tangkapan. Hal ini tentunya berimplikasi kepada kelangsungan pendidikan anak-
anak nelayan.
4 Relevansi kurikulum dengan keutuhan lingkungan
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu Undang Undang Pendidikan Nasional 2003. Dalam pasal 36 ayat 1
disebutkan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pada
pasal 36 ayat 2 kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah, dan peserta didik.
Menurut Dahuri 2002 wacana kelautan perlu dikembangkan dalam pelajaran di sekolah tingkat dasar dan menengah hal itu disebabkan oleh
kenyataan bahwa etos kebaharian sudah mulai menurun dan melemah terutama di kalangan generasi muda. Lunturnya etos kebaharian tersebut disebabkan sistem
pendidikan nasional yang mewarisi gagasan politik etis. Rickcleft 1991 diacu dalam Dahuri 2002 menjelaskan bahwa politik etis yang ditanamkan berakar
pada permasalahan-permasalahan ekonomi dan adanya unsur kemanusiaan sebagai balas jasa. Sistem pendidikan pada masa tersebut bias pada kepentingan
penjajah yang mengenyampingkan etos kebaharian. Ketiadaan orientasi pendidikan pada wacana kelautan, mengakibatkan seolah-olah menjadi beban dan
tidak menjadi prioritas dalam pilihan hidup masyarakat pesisir dan kondisi tersebut menyebabkan tingkat pendidian di kalangan nelayan rendah Ramli 2002
diacu dalam Dahuri 2002. Salah satu implementasi manajemen berbasis sekolah adalah adanya
pengembangan kurikulum dengan memperhatikan kebutuhan siswa, memperhatikan sumberdaya yang ada dan harus mampu mengatur perubahan
sebagai fenomena alamiah. Dalam pelaksanaannya pengembangan kutikulum yang telah digariskan tersebut yaitu dengan pemberlakuan kurikulum berbasis
kompetensi.
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI
Proses pendidikan sangat memerlukan adanya hubungan timbal balik antara tiga unsur yang mempengaruhi keberlanjutan dan proses pendidikan anak
yaitu keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Dalam hal ini anak merupakan posisi sentral yang sangat rentan untuk dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut.
Penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan seorang anak dalam mengakses pendidikan untuk tercapainya mutu
anak yang diharapkan. Faktor-faktor tersebut terdiri dari beberapa bagian yaitu karakteristik sosial ekonomi orang tua nelayan, jenis layanan pendidikan, serta
ketersediaan informasi layanan pendidikan. Penelitian ini juga berusaha mencoba membantu merumuskan alternatif layanan pendidikan non-formal yang lebih
sesuai dengan kondisisituasi rumah tangga nelayan. Karakteristik sosial ekonomi orang tua nelayan yang akan dilihat dalam
penelitian ini adalah umur kepala keluarga dan ibu saat dilakukan wawancara, tingkat pendidikan yang berupa lama sekolah anggota keluarga dihitung dalam
jumlah tahun yang sudah dihabiskan anggota keluarga tersebut untuk bersekolah, pendapatan keluarga yang merupakan jumlah keseluruhan pendapatan keluarga
termasuk ayah, ibu dan anak serta anggota keluarga lain, besar keluarga yaitu banyaknya anggota keluarga dalam keluarga tersebut, persepsi terhadap
pendidikan, status usaha kepala keluarga serta nilai anak dalam keluarga yang terbagi berdasarkan jenis kelamin anak tersebut. Jenis layanan pendidikan terbagi
tiga yaitu layanan pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan in- formal, tetapi yang termasuk dalam ruang lingkup penelitian hanya pendidikan
formal dan pendidikan non formal. Ketersediaan informasi dapat dilihat dari adanya media-media informasi mengenai layanan pendidikan yang dapat diakses
oleh rumah tangga perikanan dan intensitas keluarga nelayan dalam menggunakan media informasi tersebut.