di Muara Angke adalah otak-otak ikan. Penjual otak-otak ikan banyak ditemukan sepanjang jalan di depan kios ikan bakar Pujaseri Masmurni.
b. Musim dan Daerah Penangkapan Ikan
Daerah penangkapan bagi nelayan-nelayan yang beroperasi di kawasan Muara Angke adalah Teluk Jakarta, Kepulauan Seribu, daerah Karawang,
Tangerang, dan Perairan Banten. Bagi kapal-kapal besar diatas 10 GT operasi penangkapan sampai ke wilayah Sumatera Selatan, Bangka, Belitung,
Kalimantan, Massalembo Sulawesi Selatan, Lampung, Perairang Karimun Jawa dan sepanjang pesisir Pantai Utara Jawa.
Kegiatan melaut di Muara Angke juga dipengaruhi oleh musim barat dan musim timur. Pada musim barat, nelayan biasanya hanya mendapatkan hasil
tangkapan yang sedikit, sedangkan pada musim timur nelayan biasanya mendapatkan hasil tangkapan yang relatif banyak. Di kawasan Muara Angke,
musim timur terjadi antara bulan Oktober sampai bulan April, sedangkan musim barat terjadi antara bulan Mei sampai September.
c. Jenis Alat Tangkap dan Kapal
Alat tangkap yang digunakan di Muara Angke cukup bervariasi. Alt-alat tangkap yang digunakan nelayan di PPI diantaranya adalah purse seine, gillnet,
jaring cumi, dan bubu. Alat tangkap bubu merupakan alat tangkap yang penggunaannya pada tahun 2007 cukup dominan dibandingkan dengan alat
tangkap lainnya, yaitu berjumlah 127 unit. Alat tangkap yang menghasilkan produksi terbesar pada tahun 2007 adalah Gillnet, dan alat tangkap yang
menghasilkan jumlah produksi ikan terbesar ke dua adalah purse seine. Total jumlah kapal yang tambat labuh di Muara Angke pada tahun 2007
adalah 4.467 kapal yang terdiri dari 3.386 kapal yang memiliki berat kurang dari 30 GT dan 1.081 kapal lebih dari 30 GT. Selainkapal penangkap ikan, terdapat
pula beberapa kapal angkutan penumpang yang tambat labuh di PPI Muara Angke pada tahun 2007 yaitu sebanyak 1.572 kapal.
5.2 Karakteristik Keluarga Nelayan
5.2.1 Umur Kepala Keluarga
Umur merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas seseorang. Semakin tinggi umur seseorang maka produktivitasnya semakin
menurun dan akan menyebabkan menurunnya penghasilan yang diperoleh. Umur masyarakat nelayan akan mempengaruhi kemampuan fisik untuk bekerja dalam
mengelola sumberdaya perikanan. Dari 40 kepala keluarga yang menjadi responden, umur kepala keluarga
berkisar antara 30 – 51 tahun dengan rata-rata 40,5 tahun Tabel 5. Keseluruhan kepala keluarga responden termasuk kedalam usia produktif. Usia produktif yaitu
masa dimana seseorang aktif bekerja sebelum masa pensiun dan termasuk usia yang mempunyai produktivitas tinggi dalam menghasilkan pendapatan keluarga.
Umur ibu yang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar antara 24 – 47 tahun dengan rata-rata adalah 34,5 tahun Tabel 5. Adanya perbedaan jarak yang
jauh antara umur ayah dan ibu terlihat jelas dari 40 responden. Partisipasi yang rendah dalam pendidikan formal di jenjang yang lebih tinggi diduga menjadi
penyebab tingginya persentase penduduk wanita yang melakukan perkawinan pertama di bawah usia 25 tahun BPS, 2007.
Tabel 5. Gambaran Umum Umur Ayah dan Ibu
Keterangan Umur Ayah
Umur Ibu
Usia Maksimal 51
47 Usia Minimal
30 24
Usia Rata-Rata 40,5
34,6 Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2008
Pada umumnya masyarakat nelayan yang berumur muda dan sehat memiliki kemampuan fisik yang lebih besar, cepat menerima hal-hal baru yang
dianjurlan dan berjiwa dinamis. Ini disebabkan karena nelayan muda lebih berani mengambil resiko, dan biasanya kurang berpengalaman. Di lain pihak, nelayan
yang berumur tua mempunyai kapasitas pengelolaan cabang perikanan yang lebih baik dan matang serta memiliki banyak pengalaman.
Tabel 6. Sebaran Contoh Menurut Umur Kepala Keluarga dan Ibu
Ayah Ibu Umur Ayah
Tahun n Jiwa
Persentase n
Jiwa Persentase
24 - 27 0,00
2 5,00
28 - 31 2
5,00 7
17,50 32 - 35
4 10,00
17 42,50
36 - 39 10
25,00 7
17,50 40 - 43
12 30,00
5 12,50
44 - 47 8
20,00 2
5,00 48 - 51
4 10,00
0,00 Total 40
100,00 40
100,00 Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2008
Kekhawatiran bahwa wanita akan mengalami kesulitan dalam memperoleh jodoh dan mengalami kesulitan saat melahirkan mendorong wanita untuk kawin
lebih dini ketimbang pria BPS, 2007. Faktor ekonomi dan sosial budaya juga diduga menjadi penyebab wanita melakukan perkawinan di bawah usia 25 tahun.
Kesulitan ekonomi juga cenderung mendorong orang tua mendesak anak wanitanya agar lebih cepat menikah sehingga mengurangi beban ekonomi
keluarga. Berkeluarga berarti tanggung jawab terhadap kehidupan anak wanita tersebut beralih kepada suaminya.
5.2.2 Pendidikan Orang Tua Nelayan
Pada penelitian ini tingkat pendidikan orang tua responden tergolong masih rendah karena banyaknya orang tua responden yang hanya tamat sekolah
dasar SD sejumlah 41 orang yaitu 20 orang kepala keluarga 50,00 dan 21 orang ibu 52,50, bahkan terdapat beberapa responden yang tidak pernah
mengecap pendidikan formal sejumlah 5 orang yaitu dua orang kepala keluarga 5,00 dan 3 orang ibu 7,50. Responden yang menamatkan pendidikan
hingga jenjang sekolah menengah pertama sebanyak 8 orang yaitu sejumlah 5 orang kepala keluarga 12,50 dan 3 orang ibu 7,50. Responden yang
menamatkan pendidikan hingga tingkat sekolah menengah atas sebanyak 12 orang yaitu sebanyak 7 orang kepala keluarga 17,50 dan 5 orang ibu 12,50.
Responden yang melanjutkan pendidikan hingga tingkat akademi adalah sebanyak
2 orang yaitu sejumlah 1 orang untuk kepala keluarga 2,50 dan 1 orang ibu 2,50.
Tabel 7. Sebaran Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga dan Ibu yang Menjadi Responden
Kepala Keluarga Ibu
Jumlah Jenjang
Pendidikan Formal
Orangtua n
jiwa Persentase
n jiwa
Persentase n
jiwa Persentase
Tidak Sekolah
2 5,00 3 7,50
5 6,25 Tidak Tamat
SD 5 12,50
5 12,50
10 12,50
Tamat SD 20 50,00
21 52,50 41 51,25
Tidak Tamat SMP
0 0,00 2 5,00
2 2,50 Tamat SMP
5 12,50
3 7,50
8 10,00
Tidak Tamat SMA
0 0,00 0 0,00
0 0,00 Tamat SMA
7 17,50
5 12,50
12 15,00
Akademi 1 2,50 1 2,50
2 2,50
Total
40 100,00 40 100,00
80 100,00 Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2008
Adanya anggapan yang berkembang di kalangan nelayan bahwa anak laki- laki setelah tamat sekolah dasar harus melaut dan anak perempuan tidak perlu
sekolah karena anak perempuan hanya perlu mengurus pekerjaan rumah tangga saja, seperti yang dinyatakan oleh Kusnadi 2001 bahwa ada tiga peranan utama
sekaligus yang dilakukan oleh perempuan, yaitu sebagai pengasuh anak, seseorang yang menyediakan makanan, dan jika wanita ikut bekerja maka
peranannya bertambah sebagai sumber ekonomi. Hal ini ditegaskan oleh data pada tabel 8 dimana 75 ibu, tidak menyelesaikan pendidikannya di jenjang
pendidikan dasar. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam menunjang kualitas
manusia. Tingginya tingkat pendidikan orang tua sangat berpengaruh pada jenis pekerjaannya yang kemudian turut mempengaruhi tingkat pendapatan keluarga.
Pada akhirnya hal ini juga akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan pangan dalam keluarga. Pendidikan orang tua yang rendah akan menyebabkan aspirasi
terhadap masa depan anak-anaknya kurang berkembang. Semakin tinggi
pengetahuan orang tua maka akan semakin banyak pula pengetahuan orang tua yang akan ditularkan kepada anaknya. Tingkat pendidikan orang tua dapat
mempengaruhi usaha meningkatkan prestasi belajar anak.
5.2.3 Status Pekerjaan Orang Tua
Responden nelayan yang merupakan nelayan juragan adalah tujuh kepala keluarga dan nelayan buruh adalah sebanyak 33 kepala keluarga. Sedikitnya
jumlah nelayan juragan atau pemilik yang menjadi responden dikarenakan sebagian besar nelayan yang tinggal di Kampung Baru Muara Angke adalah
nelayan buruh. Responden yang menjadi nelayan juragan atau nelayan pemilik pun hanya merupakan nelayan juragan atau pemilik yang memiliki kapal kecil
atau kapal dengan kekuatan mesin yang tidak terlalu besar. Nelayan di Muara Angke yang menjadi nelayan juragan atau pemilik rata-
rata merupakan nelayan juragan atau pemilik dari luar daerah atau nelayan yang tidak berdomisili di Muara Angke. Nelayan yang menjadi juragan atau pemilik
terdapat juga orang asing WNA yang memiliki kapal dan memperkerjakan nelayan Muara Angke. Selain itu terdapat nelayan Muara Angke yang tidak lagi
menjadi nelayan juragan atau pemilik karena tidak lagi memiliki modal untuk biaya operasional melaut. Kenaikan harga solar dan bahan kebutuhan lainnya
merupakan salah satu penyebab berkurangnya nelayan juragan atau pemilik di Muara Angke.
Sebagian besar dari kepala keluarga responden tidak memiliki pekerjaan tambahan. Sebanyak 27 kepala keluarga 67,50 tidak memiliki pekerjaan
tambahan Tabel 8, yaitu empat orang kepala keluarga 57,14 yang berasal dari kelompok juragan atau pemilik dan 23 69,70 orang kepala keluarga yang
berasal dari kelompok buruh. Sebagaimana dikemukakan oleh Kasmin 1985 dalam Kusnadi 2000, sebagian besar nelayan yang tidak memiliki pekerjaan
sambilan, padahal waktu yang tersedia untuk melakukan pekerjaan lain selain mencari ikan sangat banyak. Rendahnya tingkat penghasilan mereka disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu: 1.
Keterampilan nelayan terbatas sehingga mereka menghadapi kesulitan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan lain.
2. Sistem kredit yang berlaku antara nelayan pemilik dan nelayan buruh, dan
antara pedagang perantara dan nelayan pemilik telah memperlemah daya kreatif dan inisiatif mereka. Nelayan beranggapan, walaupun tidak turun ke
laut mereka masih mendapat pinjaman dari nelayan pemilik. 3.
Tujuan hidup nelayan tampaknya sangat sederhana sehingga mereka cepat memperoleh kepuasan, bahkan banyak di antara mereka yang merasa sudah
puas apabila sudah dapat memenuhi kebutuhan primer dalam batas yang minimum sekalipun.
Tabel 8. Sebaran Pekerjaan Tambahan Kepala Keluarga Responden Menurut Status Nelayan
Juragan Buruh
Total Pekerjaan
Tambahan Kepala Keluarga
n jiwa
Persen- tase
n jiwa
Persen- tase
n jiwa
Persen- tase
Tidak memiliki pekerjaan tambahan
4 57,14
23 69,70
27 67,50
Pedagang 2 28,57
3 9,09
5 12,50
Buruh 1 14,29
5 15,15
6 15,00
Tukang Becak 0,00
2 6,06
2 5,00
Total 7 100,00
33 100,00
40 100,00
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2008 Rata-rata pekerjaan utama istri nelayan Muara Angke yang menjadi
responden adalah sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 23 orang 57,50. Namun ada beberapa ibu rumah tangga yang memiliki pekerjaan selain sebagai
ibu rumah tangga. Pekerjaan sebagai pedagang dilakukan oleh lima orang ibu rumah tangga 12,50, tiga orang ibu rumah tangga 7,50 menjadi buruh
belah ikan, delapan orang ibu rumah tangga 20,00 menjadi buruh cuci dan setrika baju di pemukiman sekitar Muara Angke, serta terdapat satu orang ibu
rumah tangga 2,50 yang menjadi pencari kerang hijau. Beberapa ibu rumah tangga lain ikut menjadi buruh belah ikan apabila musim panen tiba. Beberapa
wanita yang merupakan istri nelayan ini memilih untuk bekerja dikarenakan penghasilan terkadang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Mereka pun
melakukan pekerjaan ini sebagai salah satu bentuk antisipasi ketika suami mereka memasuki masa paceklik ikan.
Tabel 9. Sebaran Ibu Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jumlah Responden Ibu Jenis Pekerjaan
n jiwa Persentase
Ibu Rumah Tangga 23
57,50 Pedagang 5
12,50 Buruh Belah Ikan
3 7,50
Buruh Cuci Setrika Baju 8
20,00 Pencari Kerang Hijau
1 2,50
Total
40 100,00 Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2008
5.2.4 Besar Keluarga
Keluarga didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai hubungan kekerabatanhubungan darah karena
perkawinan, kelahiran, adopsi dan lain sebagainya. Besar keluarga dilihat dari jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu pengelolaan sumberdaya
keluarga. Keluarga dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu keluarga inti nuclear family
dan keluarga luas extended family. Keluarga inti nuclear family yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak kandung, anak angkat maupun
adopsi yang belum kawin, atau ayah dengan anak-anak yang belum kawin atau ibu dengan anak-anak yang belum kawin. Keluarga luas extended family yaitu
keluarga yang terdiri dari ayah, ibu anak-anak baik yang sudah kawin atau belum, cucu, orang tua, mertua maupun kerabat-kerabat lain yang menjadi tanggungan
kepala keluarga Data Statistik Indonesia, 2007. Keluarga nelayan di Muara Angke yang menjadi responden sebagian besar
termasuk tipe keluarga inti, kalaupun ada anggota keluarga lain yang tinggal di rumah mereka sifatnya hanya menetap sementara. Keluarga yang menjadi
responden sebagian besar memiliki anggota keluarga lebih dari empat orang yaitu sebanyak 22 kepala keluarga 55,00. Keluarga yang memiliki anggota
keluarga sebanyak empat orang yaitu sebanyak 12 keluarga 30,00, dan jumlah keluarga dengan anggota keluarga kurang dari empat orang adalah sebanyak enam
kepala keluarga 15,00 persen. Apabila jumlah tanggungan keluarga ini dikelompokkan berdasarkan kriteria Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional BKKBN 2001 yaitu keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga ≤
4 orang dan keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga 4 orang, maka sebagian besar keluarga responden merupakan keluarga kecil yaitu sebanyak 18
keluarga 45,00 dan sebanyak 22 keluarga 55,00 termasuk dalam kategori keluarga besar Tabel 11.
Tabel 10. Sebaran Keluarga Nelayan Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga
Total Jumlah Tanggungan
Keluarga n jiwa
Persentase
Keluarga Kecil ≤ 4 orang
18 45,00 Keluarga Besar 4 orang
22 55,00
Total
40 100,00 Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2008
Banyaknya jumlah tanggungan keluarga responden yang berjumlah lebih dari empat orang memperlihatkan bahwa program Keluarga Berencana KB di
wilayah Muara Angke belum menunjukkan hasil yang baik karena target dari program KB adalah setiap keluarga cukup memiliki dua orang anak saja. Semakin
besar tanggungan keluarga menyebabkan pendapatan perkapita keluarga semakin kecil. Jumlah anak yang diinginkan dapat dijadikan dasar untuk melihat
pandangan suatu masyarakat terhadap anak.
5.2.5 Pendapatan Keluarga
Pendapatan total keluarga diperoleh dari pendapatan ayah, ibu, dan anak yang sudah bekerja serta pendapatan anggota keluarga lain uang ikut
menyumbang. Besarnya pendapatan dinyatakan dalam rupiah per bulan. Pendapatan total keluarga nelayan responden yang dikemukakan dalam penelitian
ini didapat jumlah pendapatan total keluarga selama satu bulan terakhir sebelum penelitian dilaksanakan. Berdasarkan data yang didapat, pendapatan total keluarga
nelayan berkisar antara Rp 450.000,00 sampai dengan Rp 3.000.000,00 perbulan dengan rata-rata Rp 1.137.375,00. Pendapatan terbesar didapat dari pendapatan
per bulan ayah.
Tabel 11. Hasil Analisis Pendapatan Keluarga Keterangan
Y RpBulan
Y1 RpBulan
Y2 RpBulan
Y3 RpBulan
Pendapatan Maksimal 3.000.000
3000.000 600.000
250.000 Pendapatan Minimal
450.000 450.000
120.000 70.000
Pendapatan Rata-Rata 1.137.375
1.137.375 260.294
151.235 Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2008
Keterangan: Y = Pendapatan total keluarga Rp per bulan
Y
1
= Pendapatan ayah Rp per bulan Y
2
= Pendapatan ibu Rp per bulan Y
3
= Pendapatan anggota keluarga lain Rp per bulan Pendapatan total keluarga nelayan buruh ABK di kawasan Muara Angke
yang menjadi responden berkisar antara Rp 450.000,00 hingga Rp 1.929.000,00 per bulan. Pendapatan rata-rata nelayan buruh ABK adalah sebesar Rp
1.020.000,00 dengan mayoritas buruh berpenghasilan antara Rp 820.000,00 hingga Rp 1.189.000,00 dengan jumlah nelayan buruh yang memiliki penghasilan
pada rentang penghasilan tersebut adalah sebanyak empat belas orang 42,42. Hanya terdapat dua orang nelayan buruh 6,06 yang memiliki penghasilan
antara Rp 1.560.000,00 hingga Rp 1.189.000,00. Untuk mengukur cukup atau tidaknya pendapatan yang diperoleh nelayan
buruh tersebut untuk mencukupi kehidupan digunakan Upah Minimum Regional. Upah Minimum Regional adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh
para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai, karyawan, atau buruh di lingkungan usaha atau kerjanya, selain Upah Minimum
Regional ada pula Upah Minimum Propinsi yang ruang lingkupanya biasanya hanya meliputi suatu propinsi. UMR dan UMP dihitung berdasarkan nilai
kebutuhan hidup layak Wikipedia, 2008. Pemerintah propinsi DKI Jakarta menetapkan Upah Minimum Propinsi untuk DKI Jakarta pada tahun 2008 sebesar
Rp 972.604,00 yang telah mengalami kenaikan sebesar delapan persen dari UMP tahun sebelumnya yang sebesar Rp 900.555,00. Namun nilai UMP DKI Jakarta
berbeda dengan nilai KHL Kebutuhan Hidup Layak DKI Jakarta. Kebutuhan Hidup Layak adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi seorang pekerja atau
buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik, dan sosial untuk kebutuhan selama satu bulan. KHL DKI Jakarta adalah senilai Rp 1.055.000,00
Tempointeraktif, 2008. Berdasarkan UMP DKI Jakarta maka masih terdapat sembilan belas orang nelayan buruh yang berpenghasilan di bawah UMP DKI
Jakarta dan jika menggunakan KHL maka masih terdapat 23 nelayan buruh responden yang memiliki penghasilan dibawah nilai KHL DKI Jakarta.
Pendapatan yang kecil tersebut dikarenakan seluruh nelayan buruh yang menjadi responden merupakan nelayan buruh yang bekerja pada kapal-kapal
kecil. Untuk mencukupi kehidupan sehari-hari, seluruh anggota keluarga nelayan bahu-membahu mencari penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Beberapa istri nelayan buruh tersebut turut bekerja mencari nafkah dan terdapat pula beberapa anak dari keluarga buruh nelayan yang ikut bekerja. Anak-anak
yang ikut bekerja tersebut ada yang tetap melanjutkan sekolahnya, namun ada juga beberapa anak yang setelah bekerja memutuskan untuk keluar dari sekolah.
Tabel 12. Sebaran Pendapatan Total Perbulan Berdasarkan Status Nelayan
Juragan Buruh Total Pendapatan Total
Perbulan Rupiah n
jiwa Persen-
tase n
jiwa Persen-
tase n
jiwa Persen-
tase
450.000 - 819.000 0,00
9 27,27
9 22,50
820.000 - 1.189.000 1
14,29 14
42,42 15
37,50 1.190.000 - 1.559.000
0,00 8
24,24 8
20,00 1.560.000 - 1.929.000
5 71,43
2 6,06
7 17,50
1.930.000 - 2.299.000 0,00
0,00 0,00
2.300.000 - 2.669.000 0,00
0,00 0,00
2.670.000 - 3.039.000 1
14,29 0,00
1 2,50
Total 7 100,00
33 100,00
40 100,00 Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2008
Untuk kelompok nelayan pemilik yang menjadi responden, pendapatan total keluarga berkisar antara Rp 820.000,00 hingga Rp 3.000.000,00 per bulan
dengan mayoritas nelayan pemilik memiliki penghasilan antara Rp 1.560.000,00 hingga Rp 1.929.000,00 yaitu sebanyak lima keluarga nelayan pemilik 71,43
persen, satu keluarga nelayan pemilik memiliki penghasilan antara Rp 820.000,00 hingga Rp 1.189.000,00 per bulan dan terdapat satu keluarga nelayan
pemilik yang memiliki penghasilan antara Rp 2.670.000,00 hingga Rp 3.039.000,00 per bulan. Terdapat satu orang nelayan pemilik yang mendapatkan
penghasilan di bawah UMR dan KHL. Jika menggunakan indikator kemisikinan
yang digunakan World Bank yaitu pengukuran tingkat kemiskinan dengan menggunakan pendapatan perkapita. Sebuah keluarga disebut miskin jika
memiliki pendapatan perkapita kurang dari 2 atau sebesar kurang lebih Rp 20.000,00 pada bulan Agustus 2008 , dan keseluruhan nelayan responden dalam
penelitian ini tergolong ke dalam keluarga muskin karena memiliki pendapatan perkapita kurang dari 2 sehari.
Mayoritas nelayan pemilik yang menjadi responden menggunakan armada penangkapan ikan yang berukuran kecil dengan peralatan tangkap yang masih
sederhana. Kondisi tersebut menyebabkan terbatasnya daerah penangkapan ikan sehingga mereka hanya mampu beroperasi dan hanya berkonsentrasi di daerah
sekitar penangkapan yang biasa mereka datangi tanpa mampu melebarkan daerah penangkapan untuk meningkatkan produksi. Semakin sederhana peralatan
produksi yang digunakan para nelayan maka semakin besar ketergantungannya pada alam yaitu pada musim dan iklim.
5.2.6 Akses dan Penggunaan Media Massa
Media massa merupakan sebuah sarana yang cukup efektif untuk menyebarkan informasi-informasi penting untuk masyarakat baik itu informasi
yang berkaitan dengan politik, budaya, sosial, hukum, dan tentu saja merupakan sebuah sarana yang cukup penting untuk menyebarkan informasi mengenai
pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian Aryani 2007 yang menyebutkan bahwa jumlah nelayan yang mendapatkan informasi mengenai
Bantuan Operasional Pendidikan dari media massa sebanyak 59,67 persen dari jumlah responden sebanyak 94 orang.
Tidak semua masyarakat atau nelayan pada khususnya mempergunakan media massa untuk mendapatkan informasi kejadian sehari-hari baik yang terjadi
di dalam negeri maupun di luar negeri. Bahkan ada nelayan yang tidak memiliki televisi maupun radio sehingga mereka mendapatkan berita dari pembicaraan
antar tetangga saja. Pada umumnya nelayan hanya memiliki televisi saja dan kebanyakan dari mereka tidak berlangganan koran atau tidak pernah membaca
surat kabar Gambar 2.
Tabel 13. Kepemilikan Media Massa Responden
Total Kepemilikan Media Massa
n jiwa Persentase
1 media massa 13
32,50 1 media massa
20 50,00
tidak memiliki 7
17,50
Total 40 100,00
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2008 Sebanyak setengah dari jumlah responden memiliki satu jenis media
massa. Responden yang memiliki media massa lebih dari satu jenis berjumlah sebanyak tiga belas orang, dan sebanyak tujuh orang responden tidak memiliki
jenis media massa apapun. Beberapa responden yang tidak memiliki jenis media massa menyatakan bahwa mereka belum mampu membeli kembali media massa
jenis apapun setelah kebakaran pada tahun 2007 menghabiskan harta benda yang mereka miliki.
koran, tv, dan radio
5 tv dan koran
3 tv dan radio
24
radio 3
tv 47
tidak memiliki
18
Gambar 2. Sebaran jenis media massa yang dimiliki oleh nelayan responden Jenis media massa yang paling banyak dimiliki oleh responden adalah
televisi, baik itu oleh responden yang hanya memiliki satu jenis media massa maupun responden yang memiliki lebih dari satu media massa. Mayoritas
responden memilih televisi karena selain sebagai sarana informasi televisi juga merupakan sarana hiburan murah bagi keluarga.
Saat ini informasi mengenai dunia pendidikan sudah banyak ditampilkan di media massa, seperti iklan BOS yang gencar ditayangkan ditelevisi dengan
dibintangi oleh Dik Doank, Reza, dan Sakurta Ginting serta adanya sosialisasi
mengenai home schooling yang dilakukan oleh Kak Seto dan beberapa praktisi home schooling
yang dilakukan melalui talkshow yang ditayangkan di beberapa stasiun televisi swasta bahkan beberapa tabloid juga turut mengangkat topik
mengenai pendidikan alternatif dalam artikel-artikel mereka.
5.3 Sebaran Tingkat Pendidikan Anak Nelayan di Muara Angke