Penentuan Formulasi Bahan Pelapis Coater Nugget

✜✢ penilaian terhadap warna lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan 100 tepung talas. Proses penggorengan dengan menggunakan deep fat fryer pada temperatur minyak yang tinggi dapat memicu terjadinya reaksi maillard sehingga menimbulkan warna kecoklatan pada hasil gorengan Winarno 2008. Hasil uji lanjut dengan menggunakan multiple comparison Lampiran 18 menunjukkan bahwa formula batter B5 memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian atribut warna. Pada penelitian ini, formula batter B5 menunjukkan warna yang lebih gelap dibandingkan dengan formula yang lain. Menurut Aboubakar et al. 2008, terdapat korelasi positif antara warna dengan kadar protein dan karbohidrat pada tepung sehingga komposisi kimia pada tepung akan berpengaruh terhadap warna tepung. Warna pada tepung dan crumb talas dapat juga berasal dari warna asal umbi talas. Pigmentasi pada umbi talas bermacam-macam, ada yang putih, kuning muda, kuning tua, orange sampai merah muda atau ungu, dan ada juga yang merupakan kombinasi antara putih dan ungu atau putih dengan serat yang berpigmen gelap. Serat pada daging bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan Kusumo et al. 2002. Warna keunguan pada talas disebabkan adanya senyawa antosianin Hedges et al. 2006. Pada penelitian ini digunakan jenis talas ketan dengan karakter umbi yang berwarna putih keunguan sehingga menghasilkan warna tepung yang agak gelap. 3 Tekstur Tekstur nugget merupakan hal yang sangat penting untuk menilai kualitas formula batter. Berdasarkan Gambar 22, kisaran rata-rata nilai tekstur terletak antara 6,15 sampai 6,73 yang berarti berada pada kisaran agak suka sampai suka. Formula batter B4 memiliki tekstur yang lebih disukai panelis sedangkan formula B5 memiliki nilai hedonik yang paling kecil. Penilaian panelis terhadap tekstur diduga terkait erat dengan cooked yield dimana berdasarkan uji sebelumnya, formulasi batter tidak memberikan pengaruh terhadap cooked yield, sehingga penilaian panelis terhadap tekstur juga tidak berbeda nyata. Penggunaan crumb talas sebagai alternatif pengganti tepung roti pada semua formula batter juga dapat memperbaiki kerenyahan produk nugget. ✣✤ 4 Rasa Pengujian dilakukan setelah produk digoreng. Berdasarkan Gambar 22, nilai rata-rata penilaian panelis terhadap atribut rasa berkisar antara 5,68 sampai 6,68 yang berarti terletak pada kisaran agak suka sampai suka. Nilai organoleptik untuk rasa tertinggi adalah pada formula batter B1, sedangkan terendah pada formula B5. Berdasarkan uji lanjut dengan uji multiple comparison Lampiran 18 menunjukkan bahwa formula B5 memberikan pengaruh nyata pada penilaian panelis terhadap parameter rasa. Rasa pada nugget tidak hanya berasal dari ikan, tetapi dari proporsi bahan tambahan lain seperti bumbu dan formulasi bahan pelapis. Pada saat produk nugget digoreng, rasa pada nugget dihasilkan oleh campuran antara aldehid dengan berat molekul rendah dengan hasil reaksi browning . Senyawa pemberi rasa dan aroma pada reaksi browning dihasilkan dari interaksi antara grup karbonil dengan amino. Dengan adanya TMAO Trimethyl Amin Oksida yang berfungsi sebagai precursor amin, akan terbentuk senyawa N-dimethylformamide dan N-methylpyrrole yang berperan dalam memberikan rasa dan aroma pada ikan yang dimasak. 5 Aroma Aroma pada nugget merupakan kesan sensori yang timbul melalui proses penciuman Setyaningsih et al. 2010. Penciuman aroma dilakukan pada produk yang telah digoreng. Berdasarkan Gambar 22, penilaian parameter aroma menunjukkan rata-rata nilai tertinggi untuk aroma adalah 7,12 untuk formula B1 dan terendah 5,72 untuk formula B5. Hal ini berarti kisaran nilai organoleptik terletak antara agak suka sampai suka. Aroma batter selain dipengaruhi oleh aroma ikan, juga dipengaruhi oleh komponen volatil yang ada pada bumbu. Berdasarkan uji lanjut dengan uji multiple comparison Lampiran 18 menunjukkan bahwa formulasi batter B5 memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian panelis pada parameter aroma. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi tepung talas 100 menghasilkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma. Penurunan perbandingan tepung talas dan maizena dapat meningkatkan kesukaan panelis terhadap atribut aroma. Gambar 23 Histogram nilai bobot penentuan bahan pelapis nugget. B1Tepung maizena 100, Tepung Talas 0, B2 Tepung maizena 75, Tepung Talas 25, B3 Tepung maizena 50, Tepung Talas 50, B4 Tepung maizena 25, Tepung Talas 75, B5 Tepung maizena 0, Tepung Talas 100. 3.50 3.87 3.11 2.87 1.65 1 2 3 4 5 B1 B2 B3 B4 B5 Ni la i B o bot ✥✦ Berdasarkan Gambar 23 dapat dilihat bahwa nilai bobot tertinggi adalah formulasi batter B2 dengan nilai bobot 3,87. Formulasi B5 100 tepung talas dan 0 tepung maizena memiliki nilai bobot paling kecil yaitu 1,65. Dari nilai bobot ini dapat dilihat bahwa formulasi batter B2 25 tepung talas dan 75 tepung maizena menempati rangking ke 1 dengan karakter fisik yaitu coating pick-up 28,10, cooked yield 82,03, dan daya serap minyak 21,05. Perlakuan B2 25 tepung talas dan 75 tepung maizena menjadi perlakuan terbaik formula batter yang akan diaplikasikan untuk tahap karakterisasi produk.

4.5 Karakteristik Kimia dan Organoleptik Produk Nugget Terbaik

Karakterisasi secara kimia dilakukan untuk mengetahui komposisi gizi yang terkandung dalan produk nugget berupa karakterisasi proksimat air, protein, lemak, karbohidrat, serat, profil asam amino, asam lemak, dan mineral. Karakterisasi secara organoleptik ditujukan untuk melakukan deskripsi kuantitatif nugget lele dengan menggunakan panelis terlatih dan dengan pembanding nugget komersial. 4.5.1 Karakteristik proksimat dan serat Pengujian terhadap kandungan komposisi kimia pada nugget lele terkait erat dengan kandungan gizi yang terdapat pada bahan pangan dan dan menjadi salah satu daya tarik penerimaan konsumen. Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi proksimat dan serat nugget lele, kemudian dibandingkan dengan nugget ikan komersial. Pemilihan nugget komersial berdasarkan ketersediaannya di pasar swalayan. Pengujian dilakukan terhadap produk nugget dalam bentuk pre frying, dari perlakuan terbaik pada tahap penentuan formula bahan pengisi filler dan batter . Hasil analisis proksimat dan serat nugget lele dengan pembanding nugget ikan komersial dapat dilihat pada Tabel 11. ✧★ Tabel 11 Kadar proksimat dan serat nugget lele Parameter Nugget Ikan Nugget Ayam Lele Komersial Komersial Air 52,33 57,36 34,71-56,51 Protein 9,96 9,56 12,52-16,62 Lemak 4,88 5,03 18,14-25,00 Karbohidrat 32,10 27,85 7,52-26,49 Serat 3,84 3,96 - Keterangan : Lukman et al. 2009. Komposisi kimia nugget sangat ditentukan oleh formula bahan penyusun nugget seperti jenis ikan dan bahan tambahan lainnya. Berdasarkan data pada Tabel 11, diketahui bahwa kadar proksimat nugget lele tidak terlalu berbeda dengan nugget ikan komersial . Kadar air nugget lele lebih rendah dari nugget ikan komersial sehingga sangat berpengaruh pada sifat fisik nugget lele yaitu lebih kering dan kurang juicy jika dibandingkan nugget ikan komersial. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lukman et al. 2009 terhadap kadar air nugget ayam pada 5 merk nugget yang di jual di Malaysia, kadar air berkisar antara 34,71-56,51, sedangkan berdasarkan SNI 01-6683-2002 tentang naget ayam chicken nugget, batas maksimum kadar air adalah 60. Hal ini berarti kadar air nugget lele 52,33 pada penelitian ini, masih dalam kisaran standar kadar air berdasarkan SNI, meskipun sedikit lebih kecil dibandingkan dengan kadar air pada nugget ikan komersial. Menurut Nasiri et al. 2010, waktu penggorengan, temperatur dan formulasi batter berpengaruh terhadap kehilangan kadar air selama deep fat frying. Kemampuan otot untuk mengikat air terutama disebabkan oleh aktomiosin, komponen utama miofibril. Pengikatan terjadi pada gugus hidrofil protein seperti rantai samping polar yang mengandung gugus karboksil, amino, hidroksil, dan sulfidril dan juga pada gugus karboksil dan imino dari ikatan peptida yang tidak terdisosiasi. Perubahan kemampuan mengikat air selama pemrosesan berkaitan dengan air bebas de Man 1989. Kadar protein pada nugget lele lebih tinggi dibandingkan dengan nugget ikan komersial, tetapi lebih kecil dibandingkan nugget ayam komersial hasil ✩✪ penelitian Lukman et al. 2009. Menurut SNI 01-6683-2002, standar protein nugget ayam minimum 12. Kandungan protein pada ikan sebagai bahan baku utama nugget sangat menentukan kualitas protein produk akhir. Pada tahap karakterisasi bahan baku, diketahui kadar protein ikan lele cukup tinggi yaitu sebesar 17,89, dan terjadi penurunan menjadi 9,96 setelah diolah menjadi nugget ikan. Penurunan kadar protein karena perbedaan persentase daging lumat yang digunakan dan karena adanya proses pencucian daging lumat yang melarutkan banyak protein sarkoplasma. Lemak nugget dapat berasal dari ikan, bahan tambahan maupun dari minyak yang digunakan pada saat pre frying. Berdasarkan Tabel 11, kadar lemak nugget lele lebih kecil dibandingkan dengan nugget ikan komersial dan nugget ayam. Batas maksimum kadar lemak berdasarkan SNI 01-6683-2002 sebesar 20. Kadar lemak nugget lele yang lebih rendah diduga karena sifat bahan baku yang menggunakan daging lumat dengan proses pencucian, sehingga banyak lemak yang larut dan terbuang bersama air pencucian. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah penyerapan minyak yang rendah dari formula batter yang digunakan. Rendahnya kadar minyak pada nugget lele merupakan salah satu keunggulan produk ini, ditengah kampanye makanan rendah lemak yang dapat menurunkan resiko obesitas, kanker, tekanan darah tinggi, dan jantung koroner. Perbedaan komposisi bahan baku nugget dan cara pengolahan sangat berpengaruh terhadap komposisi nugget yang dihasilkan. Nugget lele memiliki kadar protein yang lebih rendah dibandingkan dengan nugget ayam karena kadar air bahan baku ayam yang lebih rendah dari ikan sehingga persentase protein menjadi lebih tinggi. Menurut Ali et al. 2007, daging ayam bagian dada chicken breast memiliki kadar air 75,47, protein 22,04, lemak 1,05 dan abu 1,07. Analisis terhadap kadar karbohidrat menunjukkan bahwa kadar karbohidrat nugget lele 32,10 lebih besar dari nugget komersial, begitu juga dengan kadar karbohidrat pada nugget ayam berdasarkan penelitian Lukman et al. 2009 yang berkisar antara 7,52-26,49. Hal ini diduga karena pemakaian jumlah tepung yang lebih banyak pada nugget lele, baik pada formulasi filler, batter maupun sebagai crumb. Kadar karbohidrat pada nugget lele juga lebih tinggi dari ✫ persyaratan kadar karbohidrat maksimum menurut SNI 01-6683-2002, yaitu sebesar 25. Menurut Tokul et al. 2006, tingginya kadar karbohidrat pada fish finger berasal dari bahan pelapis yang kaya akan karbohidrat seperti tepung, pati dan tepung roti. Lukman et al. 2009 menyatakan bahwa pada nugget modern, kadar karbohidrat lebih tinggi karena meningkatnya kadar pati yang digunakan untuk mensubstitusi daging pada produksi nugget ayam. Alasan utamanya adalah untuk mengurangi biaya proses sehingga meningkatkan keuntungan. Ditinjau dari segi kemampuan untuk dicerna dalam sistem pencernaan manusia, karbohidrat terbagi atas karbohidrat yang dapat dicerna seperti glukosa, fruktosa, sukrosa, pati, glikogen, dekstrin, serta yang tidak dapat dicerna yaitu berupa polisakarida penguat tekstur. Kelompok polisakarida penguat tekstur banyak mengandung serat yang dapat mempengaruhi proses pencernaan. Serat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu serat kasar yang disusun oleh selulosa, lignin dan sebagian kecil hemiselulosa, serta serat makanan dietary fiber terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan substansi pektat Muhtadi et al. 1992. Pada penelitian ini, kadar serat kasar nugget lele sebesar 3,84, sedikit lebih rendah dibandingkan nugget ikan komersial yang mengandung serat kasar 3,96. Hal ini diduga karena penggunaan bahan pengikat yang lebih besar pada nugget ikan komersial. Menurut Borderías et al. 2005, ikan memiliki nilai nutrisi yang tinggi dengan banyak sifat fungsional, namun tidak memiliki serat. Serat merupakan senyawa yang sangat penting dalam bahan makanan karena memiliki pengaruh terhadap penyakit tertentu., disamping dapat digunakan sebagai bahan yang efektif untuk meningkatkan sifat fungsional produk, seperti daya mengikat air, pembentuk gel dan sebagainya. Serat biasanya sengaja ditambahkan pada beberapa produk olahan hasil perikanan untuk memperbaiki sifat produk. 4.5.2 Karakteristik asam amino Asam amino penyusun protein dapat dibagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan dapattidaknya disintesis oleh tubuh yaitu asam amino esensial tidak dapat disintesis, semi esensial, dan non esensial dapat disintesis oleh tubuh. Asam amino semi esensial merupakan asam amino yang dapat menjamin proses kehidupan jaringan orang dewasa, tetapi tidak cukup untuk keperluan ✬✭ pertumbuhan anak-anak. Asam amino non esensial jika tidak terdapat dalam makanan, dapat dibuat sendiri oleh tubuh sepanjang bahan dasarnya tersedia cukup, yaitu asam lemak dan sumber nitrogen Muchtadi 2010. Komposisi asam amino nugget lele selengkapnya disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Komposisi asam amino nugget lele No Parameter Asam Amino g asam amino100 g sampel Nugget Lele Nugget Komersial 1 Metionina 0,30 0,27 2 Valina 0,51 0,46 3 Fenilalanina 0,45 0,40 4 I-leusina 0,54 0,46 5 Leusina 0,86 0,77 6 Lisina 0,79 0,93 7 Treonina 0,33 0,41 8 Glisina 0,53 0,41 9 Arginina 0,60 0,62 10 Serina 0,50 0,46 11 Histidina 0,29 0,22 12 Tirosina 0,37 0,34 13 Asam aspartat 1,11 0,96 14 Asam glutamat 2,00 2,19 15 Alanina 0,59 0,54 Total 9,77 9,44 Keterangan : esensial, semi esensial. Pengukuran dan perhitungan kandungan asam amino pada penelitian ini Lampiran 20, ditujukan untuk mengetahui nilai mutu protein yang terkandung dalam nugget lele dengan pembanding nugget ikan komersial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan total asam amino nugget lele 9,77 lebih tinggi dibandingkan nugget komersial 9,44. Asam amino tertinggi pada nugget lele adalah asam glutamat yaitu 2,00 yang diikuti dengan asam amino aspartat sebagai asam amino kedua terbanyak. Analisis asam amino pada nugget komersial juga menunjukkan hasil yang serupa, bahwa asam glutamat merupakan asam amino tertinggi 2,19 dan diikuti dengan asam aspartat 0,96. Berkaitan dengan tingginya kandungan asam glutamat dan asam aspartat pada nugget lele, Adeyeye 2009 juga menyatakan bahwa asam glutamat dan asam aspartat merupakan asam amino tertinggi yang terdapat pada 3 spesies ikan yaitu pada Clarias anguillaris, Orechromis nilaoticus dan Cynoglossus senegalensis. Hasil yang sama juga disampaikan oleh Aremu dan Ekunode 2008 untuk spesies ✮ Clarias lazeera African Catfish. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diduga kadar asam glutamat dan asam aspartat pada nugget lele sebagian besar bersumber dari bahan baku ikan lele. Tingginya kandungan asam glutamat, baik pada nugget lele maupun nugget ikan komersial berperan sebagai penyumbang rasa gurih pada nugget ikan. Asam glutamat dapat memberikan rasa gurih karena gugus hidrogen pada asam glutamat dapat disubstitusi dengan sodium sehingga membentuk monosodium glutamat MSG yang memiliki intensitas rasa gurih yang lebih kuat sehingga banyak digunakan sebagai flavor enhancer. Monosodium Glutamat dikelompokkan sebagai bahan tambahan pangan yang sering ditambahkan dalam proses pengolahan pangan untuk memperkuat cita rasa Kusnandar 2010. Nugget lele mengandung 15 asam amino yang terdiri dari 7 asam amino esensial, 5 asam amino semi esensial, dan 3 asam amino non esensial. Asam amino esensial yang terdapat pada nugget lele diantaranya adalah metionina 0,30, valina 0,51, fenilalanina 0,45, isoleusina 0,54, leusina 0,86, lisina 0,79, dan treonina 0,33. Total asam amino esensial pada nugget lele 3,78 lebih tinggi dibandingkan dengan asam amino esensial pada nugget ikan komersial 3,7. Asam amino esensial tertinggi pada nugget lele adalah leusina sedangkan pada nugget ikan komersial adalah lisina. Menurut Adeyeye 2009, tingginya kadar leusina dalam makanan dapat mengganggu metabolisme triptofan dan niasin, padahal triptofan sangat berperan sebagai prekursor nikotinamida vitamin B. Efek tersebut dapat dicegah dengan meningkatkan intake niasin atau triptofan serta berusaha menyeimbangkan perbandingan leusina dan isoleusina. Pada penelitian ini, rasio leusina dan isoleusina leusinaisoleusina pada nugget lele sebesar 1,59 sedangkan pada nugget komersial sebesar 1,67. Nilai rasio ini masih menunjukkan keseimbangan jumlah leusina dan isoleusina dan menurut Adeyeye 2009, perbandingan leusina dan isoleusina antara 2,0-2,6 masih tergolong rendah. Berdasarkan referensi WHOFAOUNU 2002, kebutuhan leusina sebesar 39 mgkg per hari sedangkan isoleusina 20 mgkg per hari. Kandungan arginina pada nugget lele adalah 0,60, sedikit lebih kecil dibandingkan dengan nugget ikan komersial. Aremu dan Ekunode 2008 ✯✯ menyatakan bahwa arginina merupakan asam amino esensial untuk pertumbuhan anak. Kadar arginina pada Clarias lazeera adalah sebesar 63 mgg atau sama dengan 6,3. Nilai ini lebih besar dari kadar asam amino pada nugget lele dan nugget komersial, kemungkinan disebabkan perlakuan pencucian pada daging lumat, perbedaan formulasi pada nugget dan adanya proses pre frying dengan suhu tinggi pada nugget yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar protein. Berdasarkan hasil perhitungan skor asam amino yang diperoleh dari perbandingan jumlah asam amino pada nugget dengan asam amino protein standar dengan menggunakan referensi FAOWHOUNU 1983, dapat diketahui bahwa asam amino pembatas pada nugget lele dan nugget komersial adalah metionina Lampiran 21. Skor asam amino metionina nugget lele sebesar 15, lebih tinggi dibandingkan nugget komersial yaitu sebesar 13,5. Metionina merupakan asam amino esensial yang terdapat pada protein hewani 2-4 dan protein nabati 1-2. Metionina merupakan asam amino netral yang mengandung atom sulfur dan sangat mudah rusak karena oksigen dan perlakuan panas. Dalam struktur protein, metionina terlibat dalam pembentukan ikatan hidrofobik Kusnandar 2010. Berdasarkan total kandungan asam amino, total asam amino esensial, serta skor asam amino esensial dapat disimpulkan bahwa nilai mutu gizi protein pada nugget lele lebih baik dibandingkan dengan nugget ikan komersial. 4.5.3 Karakteristik asam lemak Asam lemak merupakan komponen utama senyawa organik penyusun lemak. Berdasarkan tingkat kejenuhannya, asam lemak dibedakan atas asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh Saturated Fatty Acid terdiri atas rantai karbon yang mengikat semua hidrogen yang mengikatnya. Asam lemak tak jenuh mengandung satu atau lebih ikatan rangkap. Asam lemak tak jenuh dapat mengandung satu ikatan rangkap Mono Unsaturated Fatty Acid MUFA, atau mengandung dua atau lebih ikatan rangkap Poly Unsaturated Fatty Acid PUFA. Kandungan asam lemak nugget lele selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 13. ✰✱✱ Tabel 13 Kandungan asam lemak nugget lele Parameter Persentase Asam Lemak Nuggetg100g lemak lele komersial Asam Lemak Jenuh SFA Asam kaprilat, C8:0 0,02 0,05 Asam kaprik, C10:0 0,02 0,02 Asam laurat, C12:0 0,22 0,27 Asam miristat, C14:0 0,86 0,82 Asam pentadekanoat, C15:0 0,08 0,03 Asam palmitat, C16:0 23,77 29,32 Asam heptadekanoat, C17:0 0,13 0,09 Asam stearat, C18:0 3,92 3,47 Asam arakidat, C20:0 0,26 0,31 Asam behenat, C22:0 0,05 0,05 Asam lignoserat, C24:0 0,05 0,05 Σ SFA 29,38 34,48 Asam Lemak tak Jenuh MUFA+PUFA MUFA Asam miristoleat, C14:1 0,02 n.d Asam palmitoleat, C16:1 1,08 0,21 Cis-10-Asam heptadekanoat, C17:1 0,08 0,02 Asam elaidat, C18:1n9t 0,20 0,10 Asam oleat, C18:1n9c 30,44 29,74 Cis-11-Asam eikosenoat, C20:1 0,21 0,12 Σ MUFA 32,03 30,19 PUFA Asam linoleat, C18:2n6c 11,23 10,00 Cis-11,14-Asam eikosedienoat, C20:2 0,16 0,09 Cis-13,16-Asam dokosadienoat, C22:2 n.d 0,04 g-Asam linolenat, C18:3n6 0,41 n.d Asam linolenat, C18:3n3 0,25 0,14 Cis-8,11,14-Asam eikosetrienoat, C20:3n6 0,23 n.d Asam arakidonat C20:4n6 0,22 0,05 Cis-5,8,11,14,17-Asam eikosapentanoat, C20:5n3 0,03 n.d Cis-4,7,10,13,16,19-Asam dokosaheksanoat, C22:6n3 0,35 0,16 Σ PUFA 12,88 10,48 Σ MUFA+PUFA 44,91 40,67 PUFASFA 0,44 0,30 Σ ω 6 12,09 10,05 Σ ω 3 0,63 0,3 ω 6 ω 3 19,19 33,50 ✲✳✲ Pengukuran dan perhitungan asam lemak pada penelitian ini Lampiran 22 dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan asam lemak nugget lele terhadap nugget ikan komersial. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa nugget lele mengandung 11 jenis asam lemak jenuh dan 15 jenis asam lemak tidak jenuh. Dari 15 jenis asam lemak tak jenuh, 6 diantaranya tergolong asam lemak tak jenuh tunggal MUFA dan 9 sisanya tergolong asam lemak tak jenuh ganda PUFA. Lipid hewani terutama mengandung asam lemak jenuh rantai panjang, yaitu asam palmitat C16 dan asam stearat C18. Asam lemak yang terdiri atas 10 karbon atau kurang jarang terdapat dalam lipid hewan Almatsier 2002. Berdasarkan Tabel 13, asam lemak jenuh tertinggi pada nugget lele maupun nugget komersial adalah asam palmitat dan diikuti dengan asam stearat. Kandungan asam palmitat pada nugget lele sebesar 23,77, lebih kecil dibandingkan dengan nugget komersial 29,32. Menurut Weber et al. 2008, kandungan asam lemak jenuh tertinggi pada silver catfish Rhamdia Quelen adalah asam palmitat, baik pada bentuk segar maupun setelah dimasak. Hasil yang sama juga diteliti oleh Jabeen dan Chaudhry 2011 pada tiga spesies ikan air tawar. Total asam lemak jenuh SFA pada nugget lele 29,38 lebih kecil daripada nugget komersial 34,48. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Miranda et al. 2010, kadar asam lemak jenuh pada campuran daging lumat tuna adalah 36,41 dan mengalami penurunan setelah pre frying dengan menggunakkan olive oil menjadi 23,28. Perbedaan kandungan asam lemak pada ikan menurut de Castro et al. 2007, dapat dipengaruhi oleh temperatur air, waktu penangkapan, salinitas, dan jenis pakan. Asam lemak jenuh SFA dalam bahan makanan mempunyai pengaruh diantaranya pada peningkatan kolesterol LDL Low Density Lipoprotein. Senyawa LDL yang terutama terdiri atas kolesterol, bersirkulasi dalam tubuh dan dibawa menuju sel-sel otot, lemak, dan sel-sel lain. Melalui jalur sel-sel perusak scavenger pathway, molekul LDL dioksidasi sehingga tidak dapat masuk kembali ke dalam aliran darah. Kolesterol yang banyak terdapat dalam LDL akan menumpuk dan jika hal ini terjadi selama bertahun-tahun, tumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah akan membentuk plak. Plak akan bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel-sel otot dan kalsium. Hal inilah yang dapat ✴✵ ✶ berkembang menjadi aterosklerosis Almatsier 2001. Pengaturan terhadap konsumsi asam lemak jenuh merupakan salah satu usaha untuk mengantisipasi dampak di atas. Berdasarkan rekomendasi FAO 2008, konsumsi asam lemak jenuh sebaiknya kurang dari 10 dari total energi per kalori per hari. Kandungan asam lemak tak jenuh MUFA+PUFA tertinggi pada nugget lele maupun komersial adalah asam oleat, dengan kandungan pada nugget lele sebesar 30,44 dan nugget komersial 29,74. Asam oleat merupakan asam lemak tak jenuh tunggal yang sering ditemukan dalam jumlah paling besar, seperti penelitian de Castro et al. 2007 yang menyatakan bahwa pada ikan mas Cyprinus carpio, kadar asam lemak tertinggi adalah asam oleat 48,2. Pada penelitian lain, Miranda et al. 2010 menyatakan bahwa kandungan asam oleat pada tuna 32,83 lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak lain pada golongan MUFA Mono Unsaturated Fatty Acid. Setelah melalui proses pre frying dengan olive oil, kadar asam oleat meningkat menjadi 53,80. Hal ini diduga karena terjadinya penyerapan minyak selama proses penggorengan yang dipengaruhi oleh temperatur penggorengan, waktu penggorengan, luas area permukaan makanan, atau komposisi proksimat. Olive oil merupakan minyak yang banyak mengandung PUFA sehingga berpengaruh pada kandungan total asam lemak tak jenuh nugget tuna. Asam lemak tak jenuh ganda PUFA tertinggi berdasarkan Tabel 13 adalah asam linoleat, dengan konsentrasi pada nugget lele 11,23, dan nugget ikan komersial 10. Asam linoleat merupakan asam lemak omega-6 sedangkan asam linolenat merupakan asam lemak omega-3. Rasio PUFA dan SFA PUFA:SFA pada nugget lele sebesar 0,44 lebih tinggi dibandingkan nugget komersial yaitu 0,30. Hal ini mengindikasikan ketersediaan relatif PUFA terhadap SFA yang lebih baik. Menurut FAO 2008, asam lemak omega-3 dan omega-6 merupakan asam lemak esensial, karena manusia tidak dapat menambahkan ikatan rangkap pada karbon ke-3 dan ke-6 dari ujung gugus metil. Asam lemak omega-3 dan omega-6 merupakan bagian dari keseluruhan lemak yang berpengaruh terhadap pencegahan perluasan penyakit jantung, diabetes, kanker, dan kemunduran fungsional karena usia. Dengan mengganti SFA dengan PUFA diketahui dapat