Penentuan Faktor Kritis HASIL DAN PEMBAHASAN

❩❩❬ Tabel 17 Penentuan umur simpan nugget lele Suhu o C Suhu o K 1T Ln k k Umur simpan mg 273 0,00366 -2,91736 0,05408 6,58 -5 268 0,00373 -3,30101 0,03685 9,65 -10 263 0,00380 -3,68466 0,02510 14,17 -18 245 0,00392 -4,34234 0,01301 27,35 Berdasarkan Tabel 17, dapat diduga umur simpan nugget lele pada penyimpanan suhu 0 o C selama 6,58 minggu 46.06 hari, penyimpanan suhu -5 o C umur simpan selama 9,65 minggu 67,55 hari, dan penyimpanan pada suhu -10 o C diduga umur simpan selama 14,17 minggu 99.19 hari. Dari persamaan Arrhenius dengan menggunakan data pada Tabel 17, juga dapat diduga umur simpan nugget lele pada suhu penyimpanan produk ikan breaded beku berdasarkan SNI 7319.1 Tahun 2009 suhu -18 o C yaitu selama 27,35 minggu atau 191,45 hari. Suhu -18 o C sekitar 0 o F merupakan suhu penyimpanan yang dianjurkan pada produk olahan daging karena pada suhu tersebut sebagian besar cairan yang terdapat dalam produk telah membeku. Pada suhu ini, pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzimatik akan terhambat dan berlangsung lambat, tetapi tidak sampai mematikan mikroba. Berdasarkan penelitian Tokur et al. 2006, fish finger yang berasal dari daging lumat ikan yang diproses melalui proses pencucian dan penyimpanan beku pada suhu -18 o C, masih memiliki kualitas yang baik secara sensori dan kimia setelah disimpan selama 5 bulan. Das et al. 2008, juga melakukan penyimpanan nugget kambing pada suhu -18 o C dan menyatakan bahwa nugget kambing dapat bertahan dari kerusakan mikroba sampai penyimpanan hari ke 90. Penyimpanan sampai hari ke-30 menunjukkan kenaikan jumlah nilai TPC yang lambat, tetapi setelah itu terjadi peningkatan jumlah mikroba secara signifikan sampai melebihi standar pada penyimpanan hari ke 90. Berdasarkan perhitungan pendugaan umur simpan produk dapat disimpulkan bahwa faktor suhu sangat berpengaruh terhadap total mikroba selama penyimpanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, pertumbuhan mikroba semakin cepat, terutama pada suhu optimum pertumbuhan mikroba. Suhu dimana suatu makanan disimpan, sangat besar pengaruhnya terhadap jasad renik yang dapat ❭❪ ❫ tumbuh serta kecepatan pertumbuhannya. Setiap mikroorganisme mempunyai suhu optimum, minimum dan maksimum untuk pertumbuhannya. Hal ini disebabkan di bawah suhu minimum dan diatas suhu maksimum, aktivitas enzim akan berhenti, bahkan pada suhu yang terlalu tinggi akan terjadi denaturasi enzim. Peningkatan suhu sampai batas optimum akan meningkatkan aktivitas mikroba sehingga kerusakan makanan akan semakin cepat terjadi. Makanan yang disimpan di dalam lemari es masih mungkin ditumbuhi oleh bakteri yang tergolong psikrofil Fardiaz 1989. Suhu pertumbuhan minimum bakteri psikrofilik adalah -15 o C, suhu optimum 10 o C dan suhu maksimum 20 o C Syarief dan Halid 1992. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap daya simpan produk diantaranya adalah kondisi mutu bahan baku, kondisi pengolahan, pengemasan dan kondisi penyimpanan, distribusi dan penjajaan Hariyadi 2006. Penggunaan bahan baku ikan lele yang masih hidup dan langsung diolah menjadi surimi dengan proses yang higienis serta penggunaan bahan pengemas polyethylene selama penyimpanan dapat meningkatkan nilai mutu awal produk. Penggunaan suhu rendah dan terkendali juga dapat memperlambat laju penurunan mutu. 5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Karakteristik bahan baku, yaitu ikan lele yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar protein yang tinggi, yaitu 17,89, lemak 2,29, air 77,16, abu 2,38, serta karbohidrat 0,28. Talas segar mengandung protein 2,94, lemak 0,57, air 52,19, abu 1,42, karbohidrat 42,88, dan oksalat 0,39. Tepung talas mengandung protein 4,91, lemak 0,24, air 4,77, abu 1,54, karbohidrat 88,15, dan oksalat 0,15 dengan rendemen tepung 24,24. Formulasi nugget lele terbaik diperoleh dari perlakuan pencucian 1 x dengan konsentrasi tepung talas 5 PIC1 serta bahan pelapis tepung dengan formulasi 25 tepung talas dan 75 tepung maizena B1. Berdasarkan hasil karakterisasi kimia dan organoleptik, nugget lele terbaik mengandung asam amino tertinggi berupa asam glutamat, sedangkan asam amino terendah adalah histidina. Total asam amino esensial pada nugget lele 3,78 lebih tinggi dibandingkan dengan asam amino esensial pada nugget ikan komersial 3,7. Asam amino esensial tertinggi pada nugget lele terbaik adalah leusina, sedangkan pada nugget ikan komersial adalah lisina. Berdasarkan hasil perhitungan skor asam amino diketahui bahwa asam amino pembatas pada nugget lele dan nugget komersial adalah metionina. Nugget lele terbaik mengandung 11 jenis asam lemak jenuh dan 15 jenis asam lemak tak jenuh, dengan asam lemak jenuh tertinggi adalah asam palmitat 23,77 dan asam lemak tak jenuh tertinggi adalah asam oleat 30,44. Total asam lemak jenuh SFA pada nugget lele 29,38, asam lemak tak jenuh tunggal MUFA 32,03 dan asam lemak tak jenuh ganda PUFA 12,88. Asam lemak tak jenuh ganda PUFA tertinggi nugget lele adalah asam linoleat 11,23 dengan kadar EPA 0,03 dan DHA 0,35. Berdasarkan hasil analisis mineral, diketahui bahwa kandungan kalsium, magnesium, fosfor, kalium, dan zink nugget lele lebih tinggi dibandingkan nugget komersial. Berdasarkan spider web uji deskriptif, nugget lele terbaik memiliki aroma ikan dan kerenyahan crunchiness yang lebih tinggi, serta adhesivitas dan oiliness yang lebih rendah dibandingkan dengan nugget komersial. Umur simpan nugget ❴❵❵ lele berdasarkan persamaan Arrhenius pada penyimpanan suhu produk breaded beku berdasarkan ketentuan SNI 7319.1 Tahun 2009 -18 o C yaitu selama 27,35 minggu 191,45 hari.

5.2 Saran

Penggunaan tepung talas pada penelitian ini masih memberikan hasil yang kurang memuaskan pada kenampakan dan warna produk serta rendahnya persentase cooked yield. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian yang dapat meningkatkan kualitas warna pada tepung talas serta kajian peningkatan persentase cooked yield melalui pemakaian bahan tambahan alami seperti hydrokoloid dari produk hasil perikanan. ❛❜❝ DAFTAR PUSTAKA Aboubakar, Njintang YN, Scher J, Mbofung CMF. 2008. Physicochemical, thermal properties and microstructure of six varieties of taro Colocasia esculenta L. Schott flours and starches. J Food Engin 862: 294-305. Aboubakar, Njintang YN, Scher J, Mbofung CMF. 2009. Texture, microstructure and physicochemical characteristics of taro Colocasia esculenta as influenced by cooking conditions. J Food Engin 913: 373-379. Alamsyah Y. 2007. Aneka Nugget Sehat dan Lezat. Jakarta: Agro Media Pustaka. Alamsyah A, Sujanto R. 2007. Membuat Ayam Olahan Balut Tepung. Jakarta: Agro Media Pustaka. Albert a, Munuera IP, Quiles A, Salvador A, Fiszman SM, Hernando I. 2009. Adhesion in fried battered nuggets: performance of different hydrocolloids as predusts using three cooking procedures. J Food Hydrocol 235: 1443-1448. Albert A, Varela P, Salvador A. 2009. Improvement of crunchiness of battered fish nugget. Eur Food Res Technol 2286: 923-930. Ali MS, Kang GH, Yang HS, Jeong JY, Hwang YH, Park GB, Joo ST. 2007. A Comparison of Meat Characteristics between Duck and Chicken Breast. Asian Aust J Anim Sci 66: 1002-1006. Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Altunakar B, Sahin S, Sumnu G. 2004. Functionality of batters containing different starch types for deep-fat frying of chicken nuggets. Eur Food Res Technol 2184: 318-322. AOAC. 2005. Official Methods of Analysis. Washington DC : Association of Official Agricultural Chemists Inc. Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedamawati dan Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan . Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aremu MO, Ekunode, OE. 2008. Nutritional evaluation and functional properties of Clarias lazera African Catfish from River Tammah in Nasarawa State, Nigeria. Am J Food Technol 34: 264-274. Arpah M dan Syarief R. 2000. Evaluasi model-model pendugaan umur simpan pangan dari difusi hukum Fick Unidireksional. Bul Teknol Ind Pangan 11 1:11. Aswar. 1995. Pembuatan fish nugget dari ikan nila merah Oreochrornis sp [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Azman, Iswari K. 1996. Pendayagunaan tepung komposit terigu, talas, jagung dan ubi kayu untuk pembuatan biscuit. Risalah Seminar BPTP Sukarami IX: 95-101.