Saran SIMPULAN DAN SARAN 1 Simpulan

Toyoda K, Kimura I, Fujita T, Noguchi SF, Lee CM. 1992. The Surimi manufacture process. Di dalam Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology . New York: Marcel Dekker Inc. Wahyuni M. 1992. Sifat kimia dan fungsional ikan hiu lanyam Carcharhinus limbatus serta penggunaannya dalam pembuatan sosis [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB. Weber J, Bochi VC, Ribeiro CP, Victório AM, Emanualli T. 2008. Effect of different cooking methods on the oxidation, proximate and fatty acid composition of silver catfish Rhamdia quelen fillets. Food Chem 1061: 140-146. Wilson, NRP. 1981. Meat and Meat Products, Factors Affecting Quality Control. London, New Jersey: Applied Science Publisher. Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yasemi M, Motalebbi AA, Mohammadzadeh B, Monfared N. 2011. Filled yield, proximate composition and mineral contents in Indian spiny halibut Psettodes erumei caught from coastal waters of bushehr persian gulf. Iran J Fish Sci 103: 519-528. Yongsawatdigul T, Piyadhammaviboon P, Singchan K. 2006. Gel-forming ability of small scale mud carp Cirrhiana microlepis unwashed and washed mince as related to endogenous proteinases and transglutaminase activities. Eur Food Res Technol 2236: 769-774. Yusnita H, Wan Aida WM, Maskat MY, Aminah A. 2007. Processing performance of coated chicken wings as affected by wheat, rice and sago flours using response surface methodology. Int J Food Sci Technol 415: 535-542. Lampiran 1 Form uji organoleptik Tabel 1 Form uji organoleptik formula filler nugget Tanggal : Nama Panelis : Jenis Contoh : Nugget Ikan Instruksi : Nyatakan penilaian anda dan berikan skor skala 1-9 seperti yang tercantum di bawah tabel, sesuai dengan penilaian Saudara. Kode Contoh PENILAIAN Tekstur Aroma Rasa Warna 653 485 763 804 426 923 564 317 692 287 396 518 749 972 388 470 595 886 349 754 Kriteria Penilaian : 1. Amat sangat tidak suka 2. Sangat tidak suka 3. Tidak suka 4. Agak tidak suka 5. Netral 6. Agak suka 7. Suka 8. Sangat suka 9. Amat sangat suka KOMENTAR : Tabel 2 Form uji organoleptik formula batter Tanggal : Nama Panelis : Jenis Contoh : Bahan Pelapis dan Kenampakan Keseluruhan Nugget Ikan Instruksi : Nyatakan penilaian anda dan berikan skor skala 1-9 seperti yang tercantum di bawah tabel, sesuai dengan penilaian Saudara. Kode Contoh Penilaian Bahan Pelapis Coater Nugget Tekstur Warna Rasa Aroma Kenampakan BIU1 B2U1 B3U1 B4U1 B5U1 B6U1 Kriteria Penilaian : 1. Amat sangat tidak suka 2. Sangat tidak suka 3. Tidak suka 4. Agak tidak suka 5. Netral 6. Agak suka 7. Suka 8. Sangat suka 9. Amat sangat suka KOMENTAR : Tabel 3 Form uji organoleptik penentuan masa simpan Tanggal : Nama Panelis : Jenis Contoh : Uji skor kadaluarsa Instruksi : Nyatakan penilaian anda dan berikan skor skala 1-9 seperti yang tercantum di bawah tabel, sesuai dengan penilaian Saudara. Kode Contoh Penilaian Tekstur Aroma Rasa Warna 563 Kriteria Penilaian : 1. Amat sangat tidak suka 2. Sangat tidak suka 3. Tidak suka 4. Agak tidak suka 5. Netral 6. Agak suka 7. Suka 8. Sangat suka 9. Amat sangat suka KOMENTAR : Lampiran 2 Form uji QDA Quantitative Descriptive Analysis Nama : Tanggal : Kode : NUGGET IKAN Instruksi : Tandai dengan menggunakan garis berbentuk vertikal pada garis horizontal yang ada yang dianggap mewakili atribut pada contoh. Homogenitas Warna Rendah Tinggi Fish Taste Rendah Tinggi Rasa Gurih Rendah Tinggi Aroma ikan Rendah Tinggi Aroma nugget Rendah Tinggi Crunchiness Rendah Tinggi Juiciness Rendah Tinggi Oiliness Rendah Tinggi Chewiness Rendah Tinggi Rubbery Texture Rendah Tinggi Kekenyalan Rendah Tinggi Kekerasan Rendah Tinggi Kelengketan Rendah Tinggi Batter Thickness Rendah Tinggi Batter hardness Rendah Tinggi KOMENTAR : Lampiran 3 Analisis ragam ANOVA dan uji Duncan pada nilai rendemen Tabel 1 Analisis ragam ANOVA pada nilai rendemen Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F Nilai p Pencucian 1778,072 3 592,691 602,772 0,000 Galat 3,933 4 0,983 Total 1782,005 7 Tabel 2 Hasil uji lanjut Duncan pada nilai rendemen Perlakuan N Subset A B C Pencucian 3 kali P3 2 63,12 Pencucian 2 kali P2 2 65,70 Pencucian 1 kali P1 2 68,87 Pencucian 0 kali P0 2 100 Lampiran 4 Analisis ragam ANOVA dan uji Duncan pada nilai pH Tabel 1 Analisis ragam ANOVA pada nilai pH Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F Nilai p Pencucian 0,020 3 0,007 1,419 0,361 Galat 0,019 4 0,005 Total 0,038 7 Tabel 2 Hasil uji lanjut Duncan pada nilai pH Perlakuan N Subset A Pencucian 0 kali P0 2 6,65 Pencucian 1 kali P1 2 6,71 Pencucian 2 kali P2 2 6,77 Pencucian 3 kali P3 2 6,77 Lampiran 5 Analisis ragam ANOVA dan uji Duncan pada nilai PLG Tabel 1 Analisis ragam ANOVA pada nilai PLG Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F Nilai p Pencucian 3,017 3 1,006 21,077 0,007 Galat 0,191 4 0,048 Total 3,207 7 Tabel 2 Hasil uji lanjut Duncan pada nilai PLG Perlakuan N Subset A B Pencucian 0 kali P0 2 3,84 Pencucian 1 kali P1 2 4,39 Pencucian 2 kali P2 2 5,27 Pencucian 3 kali P3 2 5,29 Lampiran 6 Analisis ragam ANOVA dan uji Duncan pada kekerasan hardness Tabel 1 Analisis ragam ANOVA pada nilai kekerasan hardness Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F Nilai p Pencucian 59306,019 3 19768,673 7,508 0,001 Konsentrasi 293772,360 4 73443,090 27,892 0,000 Interaksi 61787,866 12 5148,989 1,955 0,089 Galat 52662,330 20 2633,116 Total 9596375,600 40 R Squared = 0,887 Adjusted R Squared = 0,780 Tabel 2 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pencucian daging lumat terhadap kekerasan hardness Perlakuan N Subset A B C Pencucian 2 kali P2 10 426,40 Pencucian 1 kali P1 10 470,38 470,38 Pencucian 3 kali P3 10 490,38 Pencucian 0 kali P0 10 535,64 Tabel 3 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi tepung talas terhadap kekerasan hardness Perlakuan N Subset A B C Konsentrasi 0 C0 8 387,670 Konsentrasi 5 C1 8 408,950 Konsentrasi 10 C2 8 441,300 Konsentrasi 15 C3 8 533,550 Konsentrasi 20 C4 8 617,150 Lampiran 7 Analisis ragam ANOVA dan uji Duncan pada daya adhesive adhesiveness Tabel 1 Analisis ragam ANOVA pada nilai daya adhesive adhesiveness Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F Nilai p Pencucian 6389,953 3 2129,984 8,829 0,001 Konsentrasi 14910,63 4 3727,656 15,451 0,000 Interaksi 38594,36 12 3216,197 13,331 0,000 Galat 4824,994 20 241,250 Total 412239,1 40 R Squared = 0,925 Adjusted R Squared = 0,855 Tabel 2 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pencucian terhadap daya adhesive adhesiveness Perlakuan N Subset A B C Pencucian 3 kali P3 10 -104,760 Pencucian 0 kali P0 10 -104,750 Pencucian 1 kali P1 10 -88,940 Pencucian 2 kali P2 10 -74,390 Tabel 3 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi tepung talas terhadap daya adhesive adhesiveness Perlakuan N Subset A B C Konsentrasi 20 C4 8 -118,98 Konsentrasi 15 C3 8 -111,92 Konsentrasi 10 C2 8 -89,54 Konsentrasi 0 C0 8 -74,01 -74,01 Konsentrasi 5 C1 8 -71,59 Tabel 4 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi pencucian dan konsentrasi tepung talas terhadap daya adhesive adhesiveness Perlakuan N Subset A B C D E F G H I P0C4 2 -155,100 P1C4 2 -148,200 -148,200 P3C3 2 -144,650 -144,650 -144,650 P0C3 2 -143,950 -143,950 -143,950 P1C0 2 -120,900 -120,900 -120,900 -120,900 P3C2 2 -115,500 -115,500 -115,500 -115,500 P0C2 2 -111,650 -111,650 -111,650 -111,650 P3C4 2 -108,900 -108,900 -108,900 -108,900 P0C1 2 -102,440 -102,440 -102,440 P2C2 2 -99,020 -99,020 -99,020 -99,020 P2C0 2 -88,130 -88,130 -88,130 -88,130 P2C3 2 -80,310 -80,310 -80,310 P1C3 2 -78,790 -78,790 -78,790 P3C2 2 -78,330 -78,330 -78,330 P3C0 2 -76,420 -76,420 P1C2 2 -64,850 -64,850 P2C4 2 -63,740 -63,740 P2C1 2 -40,750 -40,750 P1C2 2 -31,980 -31,980 P0C0 2 -10,600 Lampiran 8 Analisis ragam ANOVA dan uji Duncan pada kekenyalan cohesiveness Tabel 1 Analisis ragam ANOVA pada nilai kekenyalan cohesiveness Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F Nilai p Pencucian 0,026 3 0,009 6,348 0,003 Konsentrasi 0,006 4 0,001 1,027 0,418 Interaksi 0,099 12 0,008 6,048 0,000 Galat 0,027 20 0,001 Total 7,652 40 R Squared = 0,827 Adjusted R Squared = 0,663 Tabel 2 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pencucian terhadap kekenyalan cohesiveness Perlakuan N Subset A B Pencucian 3 kali P3 10 0,4002 Pencucian 2 kali P2 10 0,4272 Pencucian 0 kali P0 10 0,4326 Pencucian 1 kali P1 10 0,4715 Tabel 3 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi pencucian dan konsentrasi tepung talas terhadap kekenyalan cohesiveness Perlakuan N Subset A B C D E F P0C1 2 0,346 P3C0 2 0,368 0,368 P3C2 2 0,370 0,370 P2C3 2 0,372 0,372 P3C3 2 0,383 0,383 P2C0 2 0,384 0,384 P0C3 2 0,386 0,386 P1C0 2 0,400 0,400 0,400 P2C4 2 0,407 0,407 0,407 0,407 P0C2 2 0,428 0,428 0,428 0,428 0,428 P3C1 2 0,430 0,430 0,430 0,430 0,430 P0C4 2 0,438 0,438 0,438 0,438 P3C4 2 0,450 0,450 0,450 0,450 P1C1 2 0,477 0,477 0,477 P2C2 2 0,477 0,477 0,477 P1C2 2 0,485 0,485 0,485 0,485 P1C4 2 0,490 0,490 0,490 P2C1 2 0,495 0,495 0,495 P1C3 2 0,506 0,506 P0C0 2 0,565 Lampiran 9 Analisis ragam ANOVA dan uji Duncan pada lightness L Tabel 1 Analisis ragam ANOVA pada lightness L Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F Nilai p Pencucian 375,092 3 125,031 3,094 0,050 Konsentrasi 1179,156 4 294,789 7,295 0,001 Interaksi 46,593 12 3,883 0,096 1,000 Galat 808,173 20 40,409 Total 172251,160 40 R Squared = 0,665 Adjusted R Squared = 0,346 Tabel 2 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pencucian terhadap lightness L Perlakuan N Subset A B Pencucian 0 kali P0 10 60,2123 Pencucian 1 kali P1 10 65,3053 65,3053 Pencucian 2 kali P2 10 66,7150 Pencucian 3 kali P3 10 68,4143 Tabel 2 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi tepung talas terhadap lightness L Perlakuan N Subset A B C Konsentrasi 20P4 8 58,7763 Konsentrasi 15P3 8 60,8696 60,8696 Konsentrasi 10P2 8 64,2888 64,2888 Konsentrasi 5 P1 8 67,7179 67,7179 Konsentrasi 0 P0 8 74,1562 Lampiran 10 Analisis ragam ANOVA dan uji Duncan pada redness a Tabel 1 Analisis ragam ANOVA pada redness a Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F Nilai p Pencucian 0,465 3 0,155 0,121 0,947 Konsentrasi 63,667 4 15,917 12,400 0,000 Interaksi 5,682 12 0,473 0,369 0,960 Galat 25,672 20 1,284 Total 423,071 40 R Squared = 0,731 Adjusted R Squared = 0,476 Tabel 2 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pencucian terhadap redness a Perlakuan N Subset A Pencucian 2 kali P2 10 2,700 Pencucian 0 kali P0 10 2,857 Pencucian 1 kali P1 10 2,889 Pencucian 3 kali P3 10 3,001 Tabel 3 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi tepung talas terhadap redness a Perlakuan N Subset A B C Konsentrasi 0 C0 8 0,555 Konsentrasi 5 C1 8 2,655 Konsentrasi 10C2 8 3,145 3,145 Konsentrasi 15C3 8 3,856 3,856 Konsentrasi 20C4 8 4,098 Lampiran 11 Analisis ragam ANOVA dan uji Duncan pada yellowness b Tabel 1 Analisis ragam ANOVA pada yellowness b Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F Nilai p Pencucian 1,609 3 0,536 0,117 0,949 Konsentrasi 190,027 4 47,507 10,374 0,000 Interaksi 15,332 12 1,278 0,279 0,986 Galat 91,585 20 4,579 Total 6530,815 40 R Squared = 0,693 Adjusted R Squared = 0,402 Tabel 2 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pencucian terhadap yellowness b Perlakuan N Subset A Pencucian 1 kali P1 10 12,147 Pencucian 2 kali P2 10 12,540 Pencucian 0 kali P0 10 12,563 Pencucian 3 kali P3 10 12,679 Tabel 3 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi tepung talas terhadap yellowness b Perlakuan N Subset A B C Konsentrasi 20C4 8 9,820 Konsentrasi 15C3 8 11,529 11,529 Konsentrasi 10C2 8 11,670 11,670 Konsentrasi 5 C1 8 13,069 Konsentrasi 0 C0 8 16,323 Lampiran 12 Uji organoleptik Kruskal Wallis formulasi filler dan uji lanjut multiple comparison Tabel 1 Uji Kruskal Wallis formulasi filler Rasa Tekstur Aroma Warna Chi-Square 153,616 93,764 49,990 157,449 Derajat bebas 19 19 19 19 Asimp. Sig. 0,000 0,000 0,000 0,000 Tabel 2 Uji lanjut Kruskal Wallis parameter rasa Perlakuan N Rata-rata rangking Z hitung Nilai p P0C0 30 394,930 -1,704 0,044 P0C1 30 429,180 0,278 0,610 P0C2 30 413,920 -1,358 0,087 P0C3 30 339,880 -2,708 0,003 P0C4 30 339,180 -2,721 0,003 P1C0 30 488,350 2,689 0,996 P1C1 30 340,920 0,277 0,609 P1C2 30 325,750 0,141 0,556 P1C3 30 221,130 -1,767 0,039 P1C4 30 143,900 -3,176 0,001 P2C0 30 318,030 0,191 0,576 P2C1 30 307,580 -0,145 0,442 P2C2 30 230,230 -1,558 0,060 P2C3 30 260,280 -0,651 0,257 P2C4 30 202,430 -2,065 0,019 P3C0 30 295,980 -0,359 0,360 P3C1 30 315,630 1,280 0,900 P3C2 30 245,470 0,876 0,810 P3C3 30 197,430 -0,042 0,483 P3C4 30 199,770 -3,560 0,000 nilai p 0,05 maka variabel uji berbeda nyata Tabel 3 Uji lanjut Kruskal Wallis parameter tekstur Perlakuan N Rata-rata rangking Z hitung Nilai p P0C0 30 248,180 -1,7195 0,043 P0C1 30 274,100 -2,461 0,007 P0C2 30 317,530 -0,835 0,202 P0C3 30 336,350 -1,717 0,043 P0C4 30 335,080 -0,646 0,259 P1C0 30 199,170 -3,125 0,001 P1C1 30 370,500 -1,095 0,137 P1C2 30 352,820 -1,417 0,078 P1C3 30 270,980 -2,910 0,002 P1C4 30 225,020 -2,991 0,001 P2C0 30 199,120 -3,463 0,000 P2C1 30 310,780 -2,184 0,014 P2C2 30 389,000 -0,757 0,225 P2C3 30 353,220 -1,410 0,079 P2C4 30 277,520 -2,791 0,003 P3C0 30 308,480 -2,226 0,013 P3C1 30 382,130 -0,882 0,189 P3C2 30 430,500 3,699 1,000 P3C3 30 227,750 0,474 0,682 P3C4 30 201,770 -0,847 0,199 nilai p 0,05 maka variabel uji berbeda nyata Tabel 4 Uji lanjut Kruskal Wallis parameter aroma Perlakuan N Rata-rata rangking Z hitung Nilai p P0C0 30 318,470 -0,888 0,187 P0C1 30 292,180 -0,769 0,221 P0C2 30 334,350 -0,368 0,356 P0C3 30 309,070 -0,829 0,204 P0C4 30 210,400 -2,860 0,002 P1C0 30 360,730 -0,116 0,453 P1C1 30 367,170 0,468 0,680 P1C2 30 341,520 -0,237 0,406 P1C3 30 260,120 -1,722 0,043 P1C4 30 166,430 -3,195 0,001 P2C0 30 341,550 -0,237 0,406 P2C1 30 301,600 -0,515 0,303 P2C2 30 289,470 -0,736 0,231 P2C3 30 329,830 -0,450 0,326 P2C4 30 263,350 -1,663 0,048 P3C0 30 354,520 0,704 0,759 P3C1 30 315,930 0,236 0,593 P3C2 30 260,880 -0,768 0,221 P3C3 30 302,980 0,247 0,597 P3C4 30 289,450 -0,529 0,298 nilai p 0,05 maka variabel uji berbeda nyata Tabel 5 Uji lanjut Kruskal Wallis parameter warna Perlakuan N Rata-rata rangking Z hitung Nilai p P0C0 30 401,420 -1,024 0,153 P0C1 30 297,400 -1,368 0,086 P0C2 30 268 -2,481 0,007 P0C3 30 205,100 -3,628 0,000 P0C4 30 175,320 -3,374 0,000 P1C0 30 360,270 -1,774 0,038 P1C1 30 404 0,146 0,558 P1C2 30 337,530 -2,189 0,014 P1C3 30 237,330 -4,017 0,000 P1C4 30 212,580 -3,346 0,000 P2C0 30 396 -1,122 0,131 P2C1 30 380,270 -1,409 0,079 P2C2 30 297,450 -2,920 0,002 P2C3 30 240,830 -3,953 0,000 P2C4 30 331,100 -2,306 0,011 P3C0 30 457,530 0,771 0,780 P3C1 30 415,270 4,139 1,000 P3C2 30 188,370 -0,618 0,268 P3C3 30 222,270 0,735 0,769 P3C4 30 181,970 -4,003 0,000 nilai p 0,05 maka variabel uji berbeda nyata Lampiran 13 Pembobotan Bayes penentuan filler terbaik Rasa Tekstur Aroma Warna Total Nilai Rangking P0C0 17 6 13 17 12,705 7 P0C1 19 8 8 10 11,704 10 P0C2 18 12 15 9 14,091 4 P0C3 15 14 11 4 12,089 8 P0C4 14 13 2 1 8,932 15 P1C0 20 2 19 14 13,321 5 P1C1 16 17 20 18 17,556 1 P1C2 13 15 16 13 14,322 3 P1C3 5 7 3 7 5,467 17 P1C4 1 4 1 5 2,541 20 P2C0 12 1 17 16 10,395 13 P2C1 10 11 9 15 10,857 12 P2C2 6 19 7 11 11,011 11 P2C3 8 16 14 8 11,858 9 P2C4 4 9 5 12 7,007 16 P3C0 9 10 18 20 13,090 6 P3C1 11 18 12 19 14,630 2 P3C2 7 20 4 3 9,702 14 P3C3 2 5 10 6 5,390 18 P3C4 3 3 6 3 3,696 19 Lampiran 14 Analisis ragam ANOVA dan uji Duncan pada viskositas Tabel 1 Analisis ragam ANOVA viskositas Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F Nilai p Konsentrasi 5263318,067 4 1315829,517 17,267 0,000 Galat 762031,292 10 76203,129 Total 6025349,358 14 Tabel 2 Hasil uji lanjut Duncan viskositas Perlakuan N Subset A B C B1 3 17,000 B2 3 47,750 B3 3 144,500 B4 3 941,330 B5 3 1500 Lampiran 15 Analisis ragam ANOVA dan uji Duncan pada coating pick-up Tabel 1 Analisis ragam ANOVA coating pick-up Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F Nilai p Konsentrasi 1379,836 4 344,959 4,551 0,024 Galat 757,939 10 75,794 Total 2137,775 14 Tabel 2 Hasil uji lanjut Duncan coating pick-up Perlakuan N Subset A B B3 3 17,623 B1 3 21,157 B4 3 24,803 B2 3 28,103 B5 3 45,237 Lampiran 16 Analisis ragam ANOVA pada cooked yield Tabel 1 Analisis ragam ANOVA cooked yield Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F Nilai p Konsentrasi 29,032 4 7,258 1,016 0,444 Galat 71,413 10 7,141 Total 100,445 14 Lampiran 17 Analisis ragam ANOVA dan uji Duncan pada oil content Tabel 1 Analisis ragam ANOVA oil content Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F Nilai p Konsentrasi 29116,22 4 7279,055 19,807 0.000 Galat 3675,02 10 367,502 Total 32791,24 14 Tabel 2 Hasil uji lanjut Duncan oil content Perlakuan N Subset A B B2 3 21,05 137,61 B4 3 24,33 B3 3 26,90 B5 3 47,01 B1 3 Lampiran 18 Uji Organoleptik Kruskal Wallis formulasi batter dan uji lanjut multiple comparison Tabel 1 Uji Kruskal Wallis formulasi batter Kenampakan Warna Tekstur Rasa Aroma Chi-Square 45,108 54,072 7,942 18,013 38,365 Derajat bebas 4 4 4 4 4 Asimp, Sig, 0,000 0,000 0,094 0,001 0,000 Tabel 2 Uji lanjut Kruskal Wallis parameter kenampakan Perlakuan N Rata-rata rangking Z hitung Nilai p B1 30 92,430 0,005 0,502 B2 30 92,280 0,215 0,585 B3 30 86,380 0,362 0,641 B4 30 76,430 1,691 0,954 B5 30 29,970 -2,273 0,011 nilai p 0,05 maka variabel uji berbeda nyata Tabel 3 Uji lanjut Kruskal Wallis parameter warna Perlakuan N Rata-rata rangking Z hitung Nilai p B1 30 99,230 0,155 0,561 B2 30 89,870 -0,186 0,426 B3 30 94,980 1,182 0,881 B4 30 62,500 1,149 0,875 B5 30 30,920 -2,486 0,006 nilai p 0,05 maka variabel uji berbeda nyata Tabel 4 Uji lanjut Kruskal Wallis parameter tekstur Perlakuan N Rata-rata rangking Z hitung Nilai p B1 30 74,400 -0,317 0,375 B2 30 80,320 -0,102 0,459 B3 30 83,120 0,0142 0,506 B4 30 82,730 0,939 0,826 B5 30 56,930 -0,636 0,262 nilai p 0,05 maka variabel uji berbeda nyata Tabel 5 Uji lanjut Kruskal Wallis parameter rasa Perlakuan N Rata-rata rangking Z itung Nilai p B1 30 91,920 0,074 0,529 B2 30 89,900 0,656 0,744 B3 30 71,870 -0,037 0,485 B4 30 72,880 0,799 0,787 B5 30 50,930 -1,492 0,007 nilai p 0,05 maka variabel uji berbeda nyata Tabel 6 Uji lanjut Kruskal Wallis parameter aroma Perlakuan N Rata-rata rangking Z hitung Nilai p B1 30 98,680 0,209 0,583 B2 30 92,950 0,653 0,743 B3 30 75 0,043 0,517 B4 30 73,820 1,338 0,910 B5 30 37,050 -2,243 0,012 nilai p 0,05 maka variabel uji berbeda nyata Lampiran 19 Pembobotan Bayes penentuan bahan pelapis terbaik Perlakuan Kenampakan Warna Cooked Yield Coating Pick-up Oil Content Tekstur Rasa Aroma Total nilai Rangking B1 5 5 4 1 1 2 5 5 3,504 2 B2 4 3 5 3 5 3 4 4 3,866 1 B3 3 4 2 2 4 5 2 3 3,113 4 B4 2 2 3 4 3 4 3 2 2,866 3 B5 1 1 1 5 2 1 1 1 1,652 5 Lampiran 21 Skor asam amino Asam amino Esensial Referensi FAOWHOUNU 1983mgg protein Asam Amino Nugget Lele mgg Skor Asam Amino Asam Amino Nugget Komersial mgg Skor Asam Amino Threonina 11 3,3 30 4,1 37,27 Lisina 18 7,9 43,89 9,3 51,67 Leusina 21 8,6 40,95 7,7 36,67 Isoleusina 15 5,4 36 4,6 30,67 Fenilalanina 21 4,5 21 4,0 19,05 Valina 15 5,1 21,43 4,6 30,67 Metionina 20 3,0 15 2,7 13,50 Histidina 15 2,9 19,33 2,2 14,67 Keterangan : Asam Amino Pembatas Contoh perhitungan Skor Asam Amino Penentuan Skor Asam Amino metionina pada nugget lele : Skor Asam amino = x 100 = x 100 = 15 ABSTRACT MUTIA HIKMAWATI. Nugget characteristic from giant catfish Clarias sp using bogor taro as filler and coating agent. Under direction of SRI PURWANINGSIH and BUSTAMI IBRAHIM The study was carried out to characterize proximate composition of catfish, taro corms and taro flour and to evaluate the effect of washing catfish mince 0, 1, 2, 3 times and taro flour’s concentration 0; 5; 10; 15; 20 on the parameters of filler. The best result of the previous treatment was used to evaluate the effect of taro flour and maize starch ratio 4:0; 3:1; 2:2; 1:3; 0:4 on the parameters of batter. In order to characterize nugget product and to estimate its self life, the best result of the third treatment was used. The selected nugget product is produced from catfish mince with once washing treatment and 5 taro flour’s concentration as filler, and 1:3 taro flour and maize starch rasio for batter. The most abundant amino acids was glutamic acid 2 while leucine was the most abundant essential amino acid 0,86. The fatty acid compositions score showed that unsaturated fatty acid was higher than saturated fatty acid. The highest unsaturated fatty acid was oleic acid 30,44 and the lowest was miristoleic acid 0,02. Potassium K was the highest mineral content and flour F was the lowest ones. Quantitative descriptive analysis showed that nugget product has higher fish flavour and crunchiness, and lower oiliness values than commercial nugget. Results of the present study suggest that TPC appearred to be the main measurable indicators of quality changes in nugget product. Based on TPC, the estimation of product’s shelf life was 27,35 weeks 191,45 days. Keywords: catfish, taro flour, filler, batter, nugget RINGKASAN MUTIA HIKMAWATI. Karakteristik Nugget dari Ikan Lele Dumbo Clarias Sp dengan Bahan Pengisi dan Pelapis dari Talas Bogor. Dibimbing oleh SRI PURWANINGSIH dan BUSTAMI IBRAHIM Pemanfaatan lele sebagai sumber protein hewani telah lama berkembang di masyarakat. Salah satu bentuk olahan ikan lele yang dapat dikembangkan secara komersial adalah nugget ikan lele. Daging lumat ikan dalam bentuk surimi dapat diolah menjadi produk nugget dan dapat dikombinasikan dengan berbagai bahan pengisi filler dan bahan pelapis coater. Pada penelitian ini akan dilakukan karakterisasi produk nugget dari ikan lele dumbo Clarias sp dengan pemanfaatan tepung talas sebagai bahan pengisi filler sekaligus sebagai bahan pelapis coater. Tujuan penelitian ini adalah 1 menentukan karakteristik bahan baku ikan lele dumbo dan talas yang akan digunakan sebagai bahan pengisi filler dan pelapis coater pada nugget lele, 2 mempelajari pengaruh interaksi banyak pencucian daging dengan konsentrasi tepung talas sebagai bahan pengisi terhadap penerimaan organoleptik dan pengujian fisik, 3 mempelajari pengaruh konsentrasi tepung talas dan crumb talas sebagai bahan pelapis terhadap produk nugget lele, 4 menentukan karakteristik produk nugget ikan lele terpilih secara organoleptik dan kimia, serta 5 menentukan daya simpan produk nugget dengan menggunakan metode akselerasi. Penelitian dilakukan dalam 5 tahap yaitu karakterisasi bahan baku, penentuan formulasi bahan pengisi, penentuan formulasi bahan pelapis, karakterisasi nugget, dan penentuan umur simpan. Tepung talas pada penelitian ini dibuat dengan mengacu pada metode penelitian Mayasari 2010. Tepung talas yang dihasillkan dianalisis kadar karbohidrat, protein, lemak, abu, air, dan kadar oksalat. Pembuatan crumb talas dilakukan dengan mengacu pada modifikasi metode penelitian yang dilakukan oleh Mayasari 2010 dan Aboubakar et al. 2008. Pembuatan surimi ikan lele mengacu pada metode Suzuki 1981. Perlakuan terhadap daging ikan lele dibedakan menjadi 4 yaitu tanpa pencucian, pencucian 1 kali, 2 kali dan 3 kali. Pada pencucian terakhir ditambahkan NaCl 0,3 bv. Rancangan percobaan untuk tahap penentuan formulasi bahan pengisi menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL faktorial yang terdiri atas 2 faktor, yaitu faktor banyak pencucian daging lumat faktor A dan konsentrasi tepung talas faktor B dengan ulangan sebanyak 2 kali. Rancangan percobaan untuk penentuan formula bahan pelapis menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL dengan 5 perlakuan yaitu perlakuan perbandingan konsentrasi tepung talas dan maizena 4:0; 3:1; 2:2; 1:3; 0:4 dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Uji lanjut menggunakan uji Duncan pada tingkat kepercayaan 95. Uji organoleptik menggunakan uji Kruskal Wallis dengan uji lanjut multiple comparison . Penentuan perlakuan terpilih menggunakan uji Bayes. Tahap penentuan umur simpan menggunakan metode Arrhenius pada 3 perlakuan suhu yaitu 0 o C, -5 o C, dan -10 o C. Karakteristik bahan baku, yaitu ikan lele yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar protein yang tinggi, yaitu 17,89, lemak 2,29, air 77,16, abu 2,38, serta karbohidrat 0,28. Talas segar mengandung protein 2,94, lemak 0,57, air 52,19, abu 1,42, karbohidrat 42,88, dan oksalat 0,39. Tepung talas mengandung protein 4,91, lemak 0,24, air 4,47, abu 1,54, karbohidrat 88,55, dan oksalat 0,15 dengan rendemen tepung 24,24. Peningkatan konsentrasi tepung talas mengakibatkan nilai adhesifitas dan kekerasan semakin meningkat, sedangkan tingkat kecerahan L, nilai organoleptik rasa, aroma dan warna semakin menurun. Berdasarkan uji Bayes, perlakuan pencucian 1 kali dan penambahan tepung talas 5 formula P1C1 merupakan perlakuan terbaik yang diaplikasikan untuk menentukan formulasi bahan pelapis coater nugget. Peningkatan konsentrasi tepung talas pada tahap penentuan formulasi bahan pelapis mengakibatkan peningkatan viskositas dan coating pick-up, tetapi menurunkan nilai cooked yield. Peningkatan kadar minyak tertinggi terdapat pada formula batter B1 yang merupakan formulasi 100 tepung maizena dan 0 tepung talas. Pengujian organoleptik menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi tepung talas menyebabkan penurunan nilai organoleptik kenampakan, warna, tekstur, rasa dan aroma. Berdasarkan uji Bayes diperoleh formulasi batter terbaik adalah formulasi batter B2 tepung talas 25, maizena 75. Berdasarkan hasil karakterisasi, nugget lele terbaik mengandung 15 asam amino yang terdiri dari 7 asam amino esensial, 5 asam amino semi esensial, dan 3 asam amino non esensial. Asam amino tertinggi pada nugget lele adalah asam glutamat 2,00, sedangkan asam amino terendah adalah histidin, yaitu 0,29. Total asam amino esensial pada nugget lele 3,78, dengan asam amino esensial tertinggi adalah leusin. Hasil perhitungan skor asam amino diketahui bahwa asam amino pembatas pada nugget lele adalah metionin. Nugget lele mengandung 11 jenis asam lemak jenuh dan 15 jenis asam lemak tak jenuh, dengan asam lemak jenuh tertinggi adalah asam palmitat 23,77 dan asam lemak tak jenuh tertinggi adalah asam oleat 30,44. Total asam lemak jenuh SFA pada nugget lele 29,38. Kandungan asam lemak tak jenuh MUFA+PUFA tertinggi pada nugget lele adalah asam oleat 30,44. Asam lemak tak jenuh ganda PUFA tertinggi adalah asam linoleat 11,23. Kadar EPA pada nugget lele adalah 0,03 dan DHA 0,35. Kandungan asam lemak omega-6 lebih tinggi dibandingkan dengan omega-3. Hasil analisis mineral, diketahui bahwa kandungan kalsium, magnesium, fosfor, kalium, dan zink nugget lele terbaik lebih tinggi dibandingkan nugget komersial. Hasil uji organoleptik dengan uji deskripsi pada produk nugget lele dan komersial menunjukkan bahwa nugget lele memiliki aroma ikan dan kerenyahan crunchiness yang lebih tinggi serta adhesivitas dan oiliness yang lebih rendah dibandingkan dengan nugget komersial. Dari persamaan Arrhenius, diduga umur simpan nugget lele pada suhu penyimpanan produk breaded beku -18 o C berdasarkan SNI 7319.1 : 2009 yaitu 27,35 minggu 191,45 hari. Kata kunci : ikan lele, tepung talas, bahan pengisi, bahan pelapis, nugget 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan lele sebagai sumber protein hewani telah lama berkembang di masyarakat. Secara biologis lele mempunyai pertumbuhan yang cepat dan dapat dipelihara dalam berbagai wadah budidaya, seperti kolam, keramba, kolam jaring apung, kolam air deras, dan sawah. Ikan lele mempunyai struktur daging yang halus dan tidak terdapat duri lembut, memungkinkan dijadikan bahan baku untuk berbagai bentuk olahan sehingga mempunyai nilai tambah yang lebih. Saat ini, bentuk olahan ikan lele yang dikenal masyarakat masih terbatas. Salah satu bentuk olahan ikan lele yang dapat dikembangkan secara komersial adalah nugget ikan lele. Nugget ikan merupakan salah satu produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan segar dalam bentuk utuh, fillet, maupun lumatan BSN 2009. Pemanfaatan daging lumat ikan sebagai bahan baku nugget telah umum dilakukan masyarakat, baik tanpa dilakukan pencucian maupun dengan pencucian seperti pada pembuatan surimi. Menurut Chaijan et al. 2006, pada dasarnya proses pencucian penting untuk memperbaiki warna dan kekuatan gel surimi dengan memusatkan protein miofibril dan menghilangkan protein sarkoplasma, lemak, darah, dan pigmen. Daging lumat ikan dalam bentuk surimi dapat diolah menjadi produk nugget dan dapat dikombinasikan dengan berbagai bahan pengisi filler dan bahan pelapis coater. Penggunaan bahan pengisi pada olahan produk berbasis surimi termasuk nugget sangat berpengaruh pada tekstur nugget yang dihasilkan, stabilitas thawing, dan penurunan biaya produksi. Beberapa penelitian tentang nugget yang berasal dari daging lumat telah menggunakan tepung sebagai bahan pengisi nugget seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Tokur et al. 2006 dan Das et al. 2008 yang menggunakan tepung terigu, serta Lee et al. 2007 menggunakan kentang, dan Rospiati 2006 yang menggunakan tepung maizena. Penelitian mengenai penggunaan tepung talas sebagai bahan pengisi sekaligus sebagai pelapis untuk diolah menjadi nugget, diharapkan dapat menghasilkan nugget dengan citarasa yang enak dan nilai gizi yang lebih baik serta mampu memberikan nilai tambah pada peningkatan pemanfaatan potensi lokal berupa lele dumbo dan talas bogor. Talas Colocasia esculenta L. Schott merupakan tumbuhan asli daerah tropis yang bersifat perennial herbaceous, yaitu tanaman yang dapat tumbuh bertahun-tahun dan banyak mengandung air Rukmana 1998. Matthew 2004 menyatakan bahwa sentrum asal tanaman talas mungkin berasal dari daerah tropis antara Indonesia dan India, serta telah tumbuh selama beratus-ratus tahun di Pasifik Selatan. Kandungan gizi talas sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan ubi-ubian umumnya, misalnya dengan ubi kayu dan ubi jalar. Umbi talas dapat diproses menjadi tepung talas dan berpotensi sebagai sumber karbohidrat dan protein yang cukup tinggi. Aboubakar et al. 2008 menyatakan kandungan karbohidrat pada talas berkisar antara 90,5 sampai 95,5 dan protein berkisar antara 2,9 sampai 4,9. Menurut Niba 2003, di dalam umbi talas terkandung vitamin C, thiamin, riboflavin, dan niacin. Lewu et al. 2010 juga telah meneliti adanya kandungan kalium, kalsium, dan zink pada umbi talas. Mineral-mineral ini penting bagi pembentukan tulang dan gigi yang kuat. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memanfaatkan tepung talas sebagai salah satu sumber tepung yang memiliki nilai gizi cukup tinggi. Pada penelitian ini akan dilakukan karakterisasi produk nugget dari ikan lele dumbo Clarias sp dengan pemanfaatan tepung talas sebagai bahan pengisi filler sekaligus sebagai bahan pelapis coater.

1.2 Perumusan Masalah

Nugget merupakan salah satu jenis produk olahan yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat karena praktis dalam penyajiannya. Selama ini, bahan baku tepung pada proses pengolahan nugget masih didominasi oleh kelompok serealia, seperti gandum dan padi, sedangkan untuk pemanfaatan kelompok umbi- umbian masih sangat rendah. Kondisi ini mengakibatkan tingkat ketergantungan pada produk gandum dan beras masih sangat besar. Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap kedua produk tersebut adalah melalui usaha diversifikasi pangan melalui pengembangan produk dengan memanfaatkan potensi lokal berupa umbi-umbian yang telah lama dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat. Produk ini diolah menjadi bentuk yang lebih menarik dan dikomposisikan dengan komoditas lain sehingga memiliki nilai gizi yang lebih tinggi. Lele dumbo Clarias sp dan talas bogor Colocasia esculenta L. Schott merupakan salah satu hasil perikanan dan pertanian unggulan di Kabupaten Bogor. Pengolahan ikan lele dumbo menjadi produk olahan dengan memanfaatkan potensi lokal berupa talas bogor diharapkan dapat memberikan alternatif hasil olahan yang mudah diterapkan dan dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Dalam rangka mengoptimalkan potensi lokal di sektor perikanan dan pertanian, dapat dilakukan diseminasi produk olahan dengan mengkombinasikan potensi ikan lele sebagai sumber protein dan tepung talas yang kaya karbohidrat dan mineral sebagai bahan pengisi filler sekaligus pelapis coater pada produk nugget.

1.3 Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui karakteristik nugget dari ikan lele dumbo yang menggunakan tepung talas sebagai bahan pengisi dan pelapis. Tujuan khususnya adalah 1 Menentukan karakteristik bahan baku ikan lele dumbo dan talas yang akan digunakan sebagai bahan pengisi filler dan pelapis coater pada nugget lele, 2 mempelajari pengaruh interaksi banyak pencucian daging dengan konsenterasi tepung talas sebagai bahan pengisi terhadap penerimaan organoleptik dan pengujian fisik, 3 mempelajari pengaruh konsentrasi tepung talas dan crumb talas sebagai bahan pelapis terhadap produk nugget lele, 4 menentukan karakteristik produk nugget ikan lele terpilih secara organoleptik dan kimia, serta 5 menentukan daya simpan produk nugget dengan menggunakan metode akselerasi.

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif bentuk olahan ikan dengan bahan baku ikan lele dumbo Clarias sp melalui pemanfaatan potensi lokal unggulan berupa talas bogor Colocasia esculenta L. Schott, yang diolah menjadi tepung talas dan chip talas untuk crumb, sebagai alternatif bahan pengisi dan pelapis pada produk nugget ikan. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lele Dumbo Clarias sp Ikan lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan air tawar komersial yang populer sebagai ikan budidaya. Klasifikasi ikan lele dumbo menurut BSN 2000 adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Subordo : Siluroidae Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias sp Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara ikan lele jenis Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1985. Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, antara lain lebih mudah dibudidayakan dan dapat dipijahkan sepanjang tahun, fekunditas telur yang besar, serta mempunyai kecepatan tumbuh dan efisiensi pakan yang tinggi BSN 2000. Lele dumbo merupakan salah satu ikan yang memiliki kulit berlendir tetapi tidak bersisik. Jika terkena sinar, warnanya berubah menjadi pucat dan bila terkejut warnanya menjadi loreng seperti mozaik hitam putih. Ukuran mulut lele dumbo sekitar seperempat dari panjang total tubuhnya. Di sekitar mulut terdapat empat pasang kumis yang berfungsi sebagai alat peraba. Lele dumbo dilengkapi dengan organ arborescent atau insang tambahan yang dikenal dengan sebutan labyrinth . Itu sebabnya ikan ini dapat hidup di dalam lumpur, di air yang tidak mengalir dan di air yang mengandung sedikit oksigen Khairuman et al. 2008. Suhu perairan yang ideal untuk lele dumbo berkisar 20-30 o C atau tepatnya 27 o C dengan tingkat keasaman tanah pH 6,5-8. Umumnya lele dumbo dapat hidup di perairan yang mengandung karbondioksida CO 2 15 ppm, NH 3 sebesar 0,05 ppm, NO 2 sebesar 0,25 ppm 3 ppm Khairuman et al. 2008. Gambar 1. Gambar 1 Ikan lele dumbo dicirikan o dada yaitu P.I.9-10, sirip perut V pasang, 1 pasang diantaranya le panjang standar terhadap tinggi panjang standar terhadap panjang pernapasan tambahan berupa arbo spon sehingga ikan lele dumbo da rendah. Saat ini kegiatan budida di Pulau Jawa BSN 2000. Kom Tabel 1 Komposi Senyawa kimia Total abu Protein kasar Lemak kasar Karbohidrat Zat organik Air Energi KJ Sumber : Aremu dan Ekunode 200 m, NO 3 sebesar 250 ppm, dan oksigen minimum 8. Gambar ikan lele dumbo dapat dilihat pada 1 Ikan lele dumbo Clarias sp. oleh jumlah sirip punggung yaitu D.68-79, sirip t V.5-6, sirip anal A.50-60, dan jumlah sungut 4 lebih besar dan panjang. Perbandingan antara gi badan adalah 1:5-6 dan perbandingan antara ang kepala 1:3-4. Ikan lele dumbo memiliki alat rborescen yang merupakan kulit tipis, menyerupai dapat hidup pada air dengan kondisi oksigen yang daya lele dumbo telah berkembang luas, terutama mposisi kimia ikan lele dapat dilihat pada Tabel 1. osisi kimia ikan lele dalam berat kering a Konsentrasi berat kering 8,6 91,4 8,0 2,5 91,4 7,5 1593,24 008. m a ip 4 ra ra at ai g a 1.

2.2 Talas dan Tepung Talas

Talas diklasifikasikan dalam tumbuhan berbiji Spermatophyta dengan biji tertutup Angiospermae berkeping satu Monocotyledonae. Sistematika kedudukan talas dapat digambarkan sebagai berikut Onwueme 1978 : KelasClassis : Monocotyledonae tumbuhan berkeping tunggal. Ordo : Arales SukuFamilia : Araceae MargaGenus : Colocasia JenisSpecies : Colocasia esculenta L. Schott. Talas umumnya disebut juga taro, cocoyam, dasheen, atau eddoe. Tanaman ini tumbuh baik di daerah tropis maupun subtropis dengan tinggi normal antara 0,4-2 m. Suhu optimum untuk tumbuh adalah sekitar 21-27 °C dengan curah hujan 1750 mm per tahun. Derajat keasaman tanah yang paling baik untuk tanaman ini berkisar antara 5,5-5,6 Kay 1973. Talas dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah dataran rendah sampai dataran tinggi Onwueme 1978. Tanaman talas di Jawa Barat umumnya tumbuh pada ketinggian 400-500 m dari permukaan laut. Umbi talas dapat dipanen setelah berumur 6-9 bulan. Saat panen yang tepat ditandai dengan daun yang mulai menguning dan layu Rukmana 1998. Talas mengandung banyak senyawa kimia yang dihasilkan dari metabolisme sekunder seperti alkaloid, glikosida, saponin, essensial oil, resin, gula, dan asam-asam organik Onwueme 1978. Menurut Lewu et al. 2010, umbi talas mengandung berbagai mineral, diantaranya fosfor, kalsium, magnesium, natrium, kalium, besi, tembaga, mangan, dan zink, serta komponen antinutrisi seperti kalsium oksalat, tannin, dan asam fitat. Kalium yang dikonsumsi dalam jumlah tinggi pada manusia dapat berperan sebagai pelindung terhadap serangan hipertensi, stroke, disfungsi jantung, kerusakan ginjal, hypercalciuria, batu ginjal, dan osteoporosis. Konsumsi beberapa makanan kaya mikronutrien ini dapat membantu dalam membangun sistem kekebalan karena garam-garam ini mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh. Umbi talas dapat diolah dengan cara penggilingan atau penepungan sehingga menjadi tepung talas. Kandungan gizi umbi talas dan tepung talas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kandungan gizi umbi dan tepung talas Kandungan Gizi Kadar Umbi Tepung Air 63-85 8,2-9,6 Karbohidrat 13-29 - Protein 1,4-3,0 2,9-4,9 Lemak 0,16-0,36 0,30-1,17 Serat kasar 0,60-1,18 - Abu 0,6-1,3 1,3-5,5 Vitamin C mg100g 7-9 - Thiamin mg100g 0,18 - Riboflavin mg100g 0,04 - Niasin mg100g 0,9 - Kalsium mg100g - 25,4-192 Natrium mg100g - 0,5-5,6 Magnesium mg100g - 32,9-382 Kalium mg100g - 3,5-59,7 Mangan ppm - 6,4-130,3 Besi ppm - 2,4-41,7 Zink ppm - 0,4-42,8 Tembaga ppm - 0,4-1,8 Sumber : Kay 1973, Aboubakar et al. 2008. Tepung merupakan produk yang memiliki kadar air rendah. Kadar air yang rendah berperan penting dalam menjaga keawetan suatu bahan pangan. Daya tahan suatu bahan dapat diperpanjang dengan cara menghilangkan sebagian air dalam bahan yang dapat dilakukan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Pengeringan merupakan cara yang umum dilakukan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering buatan Winarno 2008. Proses pembuatan tepung dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari jenis umbi-umbian itu sendiri. Proses pembuatan tepung talas diawali dengan pencucian dan pengupasan umbi segar, yang kemudian diiris. Pengirisan dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan. Proses selanjutnya dilakukan perendaman dengan air. Perendaman juga merupakan proses pencucian karena secara tidak langsung mempunyai efek membersihkan. Pengeringan kemudian dilakukan pada suhu sekitar 50-60 °C, yaitu pada saat kadar air mencapai 12. Pengeringan dilakukan selama 6 jam dan biasanya umbi yang dikeringkan tersebut dibolak-balik agar keringnya merata. Hasil dari pengeringan adalah berupa keripik talas yang kemudian digiling dan dilakukan pengayakan untuk menghasilkan tepung talas Lingga 1986. Bagan alir pembuatan tepung talas dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Bagan alir pembuatan tepung talas Lingga 1986. Keterangan : : bahan bakuproduk, : proses. Kadar pati merupakan kriteria mutu terpenting tepung, baik sebagai bahan pangan maupun non pangan. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa memiliki struktur lurus dengan ikatan α -1,4-D-glukosa sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α -1,4-D-glukosa sebanyak 4-5 dari berat total Winarno 2008. Hartati dan Prana 2003 menyatakan bahwa pati dengan kadar amilosa tinggi banyak digunakan untuk berbagai produk, seperti pada biodegradable film, yang berfungsi sebagai substrat o¡‹£·fi\ \‹?j· o¡‹¦·¦ \‹? ¡‹£\‹?\ ‒ o¡‹¦·¦ \‹? ¡‹£\‹?\ ‒ o¡‒¡‹ \«\‹?P? \«K?PYQ o¡‹£ ‒ \‹? ¡‹£\‹?¤¡ ¡ \ \‹?T?«« o¡‹£¡‒ ‹£\‹?TOLUO › bK?ULPQ? \« o¡‹££ ‹£\‹?POO?«¡ ⁄ Umbi Talas Keripik Tepung enzim maupun sebagai pengikat pada pembuatan tablet. Pati dengan kadar amilopektin tinggi sangat sesuai untuk bahan roti dan kue karena sifat amilopektin yang sangat berpengaruh terhadap sifat mengembang pada pati swelling properties . Umbi talas mengandung pati yang mudah dicerna kira-kira sebanyak 18,2 dan sukrosa serta gula pereduksinya 1,42. Pati talas mengandung 17-28 amilosa, dan sisanya adalah amilopektin. Amilosa memiliki 490 unit glukosa per molekul dan amilopektin memiliki 22 unit glukosa per molekul. Granula pati talas sangat kecil, berukuran antara 1-4 µm Onwueme 1978. Menurut Mayasari 2010, proses perendaman dalam air hangat dan garam pada proses pembuatan tepung talas dapat menurunkan kadar pati pada tepung karena pati terekstrak keluar dan terbuang bersama air rendaman. Pemanfaatan lebih lanjut dari tepung talas dapat digunakan sebagai bahan industri makanan karena tepung talas mudah dicerna ketika digunakan dalam makanan. Tepung ini diantaranya digunakan pada pembuatan sup, biskuit, roti, minuman, makanan bayi, puding, dan sebagai makanan khusus untuk pencegahan alergi dan pengganti sereal pada penderita coeliac diseases Kay 1973. Penelitian Azman dan Iswari 1996 pada penggunaan tepung komposit terigu, talas, dan jagung dalam pembuatan biskuit menyimpulkan bahwa talas dan jagung dapat mensubstitusi terigu 20-30 dalam pembuatan biskuit tanpa mengurangi kualitas produk.

2.3 Reduksi Oksalat

Umbi talas kebanyakan dapat memberikan rasa gatal dan iritasi pada bibir, mulut dan kerongkongan jika dimakan dalam bentuk mentah. Rasa gatal ini disebabkan adanya asam oksalat 0,1-0,4 bb yang terdapat dalam bentuk raphide, yaitu kumpulan kristal kalsium oksalat yang berbentuk jarum yang menempel pada jaringan Kay 1973. Menurut Franceschi et al. 2005, fungsi kalsium oksalat pada tanaman talas diduga kuat sebagai perlindungan dan pengaturan tumbuhan melawan hewan pemakan tumbuhan. Oksalat C 2 O 4 2+ di dalam talas terdapat dalam bentuk yang larut air asam oksalat dan tidak larut air biasanya dalam bentuk kalsium oksalat atau garam oksalat. Kalsium oksalat adalah persenyawaan garam antara ion kalsium dengan ion oksalat. Aboubakar et al. 2009 menyatakan kristal kalsium oksalat bertanggungjawab terhadap iritasi pada talas dan terjadi dalam korteks sel. Sel ini disebut idioblast. Dua tipe idioblast yang teridentifikasi di dalam talas, yaitu druses bentuk mawar dan raphide bentuk seperti jarum. Druses berbentuk bulat dengan diameter 40 µm, sementara raphide yang memiliki ujung tumpul dengan bentuk seperti gelendong. Jarum-jarum tersusun lurus paralel sepanjang poros idioblast dan mengisi hampir seluruh sel. Bentuk-bentuk idioblast berdasarkan hasil pengamatan menggunakan Scanning Electron Microscope SEM dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Proyeksi idioblas pada permukaan interselular pada umbi talas, A : druses, B : raphide Aboubakar et al. 2009. Metode fisik yang paling sering digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa gatal acridity akibat kandungan oksalat pada talas adalah dengan perebusan dan pemanggangan Catherwood 2008, pemanasan dengan menggunakan HCl Savage et al. 2010, maupun perendaman dalam air hangat dan NaCl Mayasari 2010. Menurut Mayasari 2010, perendaman potongan umbi talas dalam air hangat pada suhu 40 o C selama 180 menit menunjukkan nilai persentase reduksi sebesar 81,96. Hal ini diduga adanya peristiwa difusi oksalat larut air yang terdapat dalam bahan ke air perendaman, sehingga oksalat larut air akan larut dan terbuang bersama air perendaman. Perendaman umbi talas pada larutan garam NaCl pada konsentrasi 10 selama 60 menit mampu mereduksi oksalat dengan rata-rata tertinggi yaitu sebesar 96,83. Perendaman dalam larutan garam NaCl banyak dilakukan untuk mengurangi rasa gatal pada talas. Di dalam air, NaCl akan terionisasi sempurna menjadi ion Na + dan CI - Day dan Underwood 2002. Ion-ion ini akan berikatan dengan senyawa kalsium oksalat menghasilkan natrium oksalat yang larut dalam air dan endapan kalsium diklorida dengan reaksi yang dapat dilihat pada Gambar 4. CaC 2 O 4 + 2 NaCl Na 2 C 2 O 4 + CaCl 2 Gambar 4 Reaksi penggaraman pada umbi talas. Kalsium oksalat merupakan persenyawaan antara ion kalsium dengan senyawa oksalat yang bersifat tidak larut dalam air Kotz et al. 2006. Penurunan kadar oksalat pada talas terjadi karena reaksi antara natrium klorida NaCl dan kalsium oksalat CaC 2 O 4 . Jika dilarutkan dalam air, garam NaCl akan terurai menjadi ion-ion Na + dan Cl - . Pada reaksi ini, ion Na + yang memiliki keelektonegatifan lebih kecil akan mengikat ion C 2 O 4 -2 membentuk natrium oksalat Na 2 C 2 O 4 yang dapat larut dalam air, dan ion Cl - yang memiliki keelektronegatifan lebih tinggi akan mengikat Ca +2 membentuk endapan putih kalsium diklorida CaCl 2 yang mudah larut dalam air.

2.4 Surimi

Surimi merupakan produk intermediet yang awalnya digunakan pada berbagai produk di Jepang dan dikenal sebagai konsentrat protein otot ikan. Jika daging ikan dipisahkan dari tulang dan kulit, maka disebut daging lumat minced fish . Jika daging lumat mengalami pencucian untuk memisahkan lemak dan komponen larut air lainnya, maka menjadi surimi basah raw surimi dan merupakan konsentrat basah dari protein miofibril ikan yang dapat meningkatkan kekuatan gel, kemampuan mengikat air, mengikat lemak, dan sifat fungsional yang berhubungan dengan daging lumat. Protein miofibril surimi basah akan kehilangan sifat fungsionalnya dengan cepat ketika dibekukan. Protein miofibril ini akan mampu dipertahankan sifat fungsionalnya selama beberapa bulan penyimpanan dengan cara dicampur cryoprotectan, seperti gula, dan dibekukan dengan cepat dalam bentuk balok. Surimi basah yang sudah ditambahkan cryoprotectan ini disebut surimi beku frozen surimi Okada 1992. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kualitas surimi dapat dibedakan atas faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik diantaranya adalah pengaruh spesies, musim dan kematangan seksual, serta kesegaran ikan dan rigor, sedangkan faktor ekstrinsik diantaranya adalah kondisi pemanenan dan metode penangkapan ikan, penanganan, waktu atau temperatur proses, banyaksiklus pencucian, serta pH dan salinitas Park dan Morrissey 2000. Secara teoritis, beberapa ikan dapat digunakan untuk menghasilkan surimi, tetapi karakteristik reologi gel surimi tergantung pada sifat protein miofibril yang dipengaruhi oleh spesies dan kesegaran ikan Niwa 1992; Shimizu 1992. Protein miofibril adalah protein yang membentuk miofibril, yang mengandung miosin, aktin dan protein regulasi, seperti tropomiosin, troponin dan aktinin. Protein miofibril berjumlah 66-77 dari total protein daging ikan, dan berperan besar dalam koagulasi dan pembentukan gel ketika daging ikan diproses. Daging ikan mengandung persentase protein miofibril yang lebih besar dibanding otot mamalia Suzuki 1981. Beberapa ikan air tawar telah digunakan dalam pembuatan surimi. Jafarpour et al. 2009 telah melakukan penelitian terhadap karakteristik reologi dan mikrostruktur surimi dari ikan mas Cyprinus carpio dan dibandingkan dengan Alaska pollock dan ikan air tawar threadfin Nemipterus bleekeri, dimana Alaska pollock dan threadfin memiliki kekuatan gel yang lebih tinggi dari gel ikan mas. Hal ini sangat berkaitan dengan ikatan cross-linking pada jaringan gel yang sangat berpengaruh pada kualitas tekstur. Rawdkuen et al. 2009 juga telah menggunakan ikan nila dalam menentukan sifat biokimia dan pembentukan gel yang diberi perlakuan pencucian dengan asam, basa, dan pencucian konvensional dengan menggunakan air. Penurunan kandungan mioglobin dan lemak tinggi ditemukan pada perlakuan menggunakan basa dan asam dibandingkan dengan pencucian konvensional. Breaking force dan deformasi kamaboko terbesar ditemukan pada gel dari surimi dengan pencucian konvensional. Proses pembuatan surimi diawali dengan pembersihan ikan, penghilangan kulit dan tulang hingga dihasilkan fillet ikan. Fillet ikan kemudian digiling hingga dihasilkan daging lumat. Daging lumat kemudian dicuci selama beberapa siklus. Banyaknya siklus pencucian, lama pencucian, volume air dan kualitas air yang digunakan bervariasi tergantung pada tipe, komposisi dan kesegaran ikan yang akan diolah Toyoda et al. 1992.

2.5 Pengaruh Pencucian terhadap Daging Lumat

Pada proses pembuatan nugget, bahan baku ikan dapat diperlakukan dengan pencucian atau tanpa pencucian. Pembuatan fish nugget tidak jauh berbeda dengan pembuatan surimi yang juga dibuat dari daging ikan giling yang dicuci dengan air dingin. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan materi larut air, seperti darah, protein sarkoplasma, enzim pencernaan terutama protease, lemak, garam-garam anorganik Ca 2+ dan Mg 2+ , dan senyawa organik dengan berat molekul rendah seperti trimetilamin oksida TMAO. Protein sarkoplasma perlu dihilangkan selama pencucian karena dapat menghambat pembentukan gel Suzuki 1981. Menurut Tokur et al. 2006, proses pencucian pada daging giling dapat menghasilkan flavor yang diinginkan tetapi dapat menurunkan kandungan protein kasar, lemak, kadar abu, asam lemak jenuh, dan asam lemak tak jenuh. Efisiensi proses pencucian dipengaruhi oleh faktor banyaknya pencucian dan lama pencucian. Pencucian sebanyak dua kali dengan perbandingan air dan ikan 3:1 akan meningkatkan kekuatan gel, yang berarti meningkatkan kandungan protein miofibril dan menurunkan protein sarkoplasma. Waktu pencucian 9-12 menit dengan pengadukan merupakan waktu yang cukup untuk meningkatkan protein yang terekstrak pada semua rasio air dan daging ikan 3:1; 4:1; 5:1; dan 6:1 Toyoda et al. 1992. Hossain et al. 2004 telah meneliti tentang pengaruh pencucian dan konsentrasi garam pada sifat gel ikan mas dan patin. Kualitas surimi terbaik pada daging lumat ikan mas maupun ikan patin dihasilkan dari pencucian daging lumat sebanyak satu kali dengan konsentrasi NaCl 0,1 dan waktu pencucian selama 10 menit. Penelitian ini memperlihatkan bahwa kedua jenis ikan tropis yaitu ikan mas dan patin, dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan surimi.

2.6 Nugget Ikan

Nugget merupakan produk olahan yang dicetak, dimasak dan dibekukan, dibuat dari campuran daging giling yang diberi bahan pelapis dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan BSN 2002. Nugget dapat juga didefinisikan sebagai jenis makanan yang dibuat dari daging giling atau daging cacah yang diberi bumbu, dan dibentuk dalam cetakan tertentu, kemudian dikukus, dipotong-potong sesuai ukuran, dipanir, dibekukan, dan sebelum dikonsumsi dilakukan penggorengan. Dikatakan nugget karena bentuk awalnya seperti nusset atau balok emas dengan warna kuning keemasan Adawyah 2008. 2.6.1 Penelitian tentang nugget ikan Produk pangan nugget telah banyak dikenal di dunia, baik berbahan dasar daging sapi, kambing, ayam, maupun hasil perairan seperti ikan, udang, dan cumi-cumi. Penelitian tentang nugget ikan termasuk udang dan cumi-cumi sebagai salah satu bentuk olahan hasil perikanan telah banyak dilakukan, baik yang terkait dengan penelitian formulasi bahan pengisi dan pengikat, formulasi bahan pelapis, jenis ikan yang digunakan, maupun penentuan daya simpan nugget ikan. Manullang dan Elingsari 1995 telah melakukan penelitian tentang pengaruh bahan pengikat dan emulsifier terhadap mutu nugget dari daging cincang ikan tenggiri selama penyimpanan pada suhu beku. Pada tahun yang sama, Aswar 1995 telah melakukan penelitian terhadap nugget dari ikan nila merah dengan menggunakan bahan pengikat dari tepung maizena dan tapioka. Maghfiroh 2000 juga telah meneliti tentang pengaruh bahan pengikat terhadap karakteristik ikan patin. Penelitian tentang nugget ikan berbahan dasar surimi telah dilakukan oleh Edy Prayitno 2003, dengan mengkaji penambahan gelatin untuk memperbaiki mutu nugget dari surimi ikan manyung. Pada tahun 2003, Syartiwidya juga telah melakukan penelitian terhadap perubahan mikrostruktur nugget ikan patin, kurisi dan manyung selama pengolahan dan penyimpanan, serta melakukan perbandingan kualitas nugget dengan nugget komersial. Tokur et al. 2006, telah meneliti tentang perubahan kualitas kimia dan sensori fish finger dari ikan mas, yang diproses dengan dan tanpa pencucian daging lumat selama penyimpanan beku suhu -18 o C. Penelitian tentang nugget dari ikan mackerel juga telah dilakukan oleh Lee et al. 2007, yang meneliti tentang penambahan bahan-bahan tinggi kandungan air diantaranya susu, air, dan sayuran pada campuran daging lumat yang kaya akan omega-3, dan pengaruhnya terhadap tekstur dan kebasahan nugget. Penelitian tentang nugget ikan, tidak hanya dilakukan terhadap bahan pengisi nugget, tetapi juga terhadap bahan pelapis. Chen et al. 2008 telah melakukan penelitian tentang komposisi bahan dan perbandingan air dan bahan padat pada formulasi bahan pelapis batter, serta pengaruhnya terhadap sifat reologi dan fisik daging lumat ikan mackerel. Penggunaan resistan starch RS untuk memperbaiki sifat fisik dan organoleptik produk breaded cumu-cumi beku juga telah dilakukan oleh Sanz et al. 2008. Penelitian tentang pengaruh formula batter terhadap kualitas nugget ikan dengan deep fat fryer dan microwave telah dilakukan oleh Chen et al. 2009. Albert et al. 2009 juga telah meneliti penggunaan dekstrin pada formula batter untuk meningkatkan kualitas kerenyahan nugget ikan. Pada tahun yang sama, Albert et al. 2009, telah meneliti pengaruh penggunaan hidrokoloid pati teroksidasi, xantan gum, dan HPMC untuk memperbaiki daya adhesive pada nugget ikan hake. Nasiri et al. 2010 telah melakukan penelitian terhadap pengaruh penambahan tepung kedelai dan tepung jagung terhadap sifat reologi batter dan kualitas nugget udang dengan metode deep fat frying. Miranda et al. 2010 juga telah melakukan penelitian tentang pengaruh metode pemasakan terhadap komposisi nutrisi dan profil asam lemak pada tuna breaded. 2.6.2 Pembuatan nugget ikan Proses pembuatan nugget ikan ditentukan oleh bentuk asal bahan utamanya, yaitu ikan utuh, ikan cincang, maupun daging lumat surimi. Pembuatan nugget ikan telah dilakukan oleh Tokur et al. 2006 dari daging lumat dan surimi ikan mas Cyprinus carpio L., 1758. Setelah terbentuk surimi, daging lumat dicampur dengan bahan lain diantaranya garam, gula, tepung terigu, cumin, bawang bombay, tepung bawang putih, lada dan thyme. Daging lumat dan bahan-bahan kemudian dihomogenisasi. Menurut Suryaningrum et al. 2007, proses penggilingan dapat menghasilkan panas akibat dari interaksi antar friksi molekul dalam daging yang dapat mengakibatkan terjadinya proses denaturasi protein. Hal ini dapat dicegah dengan menggunakan sistem alat penggiling dingin yaitu dengan penambahan jaket pendingin atau es pada alat penggiling. Penggilingan daging ikan dapat dilakukan dengan menggunakan alat silent cutter dan ditambahkan garam 2,5–3 dari berat daging. Penambahan garam berperan dalam pembentukan gel protein daging. Pada proses pembuatan nugget, bahan yang sangat berperan diantaranya bahan pengisi, pengikat dan bumbu. Formulasi nugget ikan dapat dilihat dalam Tabel 3. Tabel 3 Formulasi bumbu nugget ikan per 100 g daging ikan Bahan Jumlah gram Bawang putih 2 Bawang bombay 42,17 Garam 4 Merica 1 Emulsifier susu 50 Tepung Terigu 15 Putih Telur 40 Telur Utuh 120 Sumber : Magfiroh 2000. 2.6.3 Bahan pengisi filler dan pengikat Bahan yang sangat berperan dalam pembuatan nugget adalah bahan pengisi dan pengikat. Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air, tetapi mempunyai pengaruh yang kecil terhadap emulsifikasi Suparno 1992. Bahan pengisi pada nugget akan mempengaruhi tekstur nugget. Bahan pengisi umumnya terdiri dari karbohidrat saja serta memiliki pengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Fungsi bahan pengisi adalah untuk memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan tingkat penyusutan akibat pemasakan, memberi warna terang, meningkatkan elastisitas produk, dan membentuk tekstur yang padat. Selain itu, penambahan bahan pengisi dapat meningkatkan daya mengikat air dan mengabsorbsi air hingga dua kali lipat dari berat semula De Man 1997. Bahan pengikat mengandung protein yang lebih tinggi dan memiliki pengaruh besar terhadap emulsifikasi lemak dibandingkan bahan pengisi. Bahan ini memiliki kemampuan untuk meningkatkan daya ikat air dan dapat juga sebagai emulsifier , yaitu pengikat antara lemak dan air. Menurut Dogan et al. 2005, protein dalam bahan makanan memiliki peran yang besar dalam proses gelasi, pembentukan struktur, warna, tekstur, kekentalan, emulsifikasi, pembentuk busa, dan elastisitas. Manullang dan Elingsari 1995 menyatakan bahwa nugget ikan tenggiri yang menggunakan bahan pengikat maizena dan emulsifier soy protein isolate SPI menunjukkan hasil yang relatif lebih dapat diterima oleh panelis jika dibandingkan dengan kombinasi bahan pengikat dan emulsifier yang lain terigu dan kasein. Menurut Aswar 1995, penggunaan bahan pengikat maizena sebanyak 15 dan emulsifier lechitin 2 menghasilkan nugget ikan nila merah yang lebih disukai dibandingkan dengan menggunakan bahan pengikat tapioka 15 dengan emulsifier yang sama, karena produk yang dihasilkan teksturnya lebih lembut. Menurut Maghfiroh 2000, nugget ikan dengan menggunakan tepung terigu 15 sebagai bahan pengikat memiliki kemiripan dengan produk komersial. Kedua nugget tersebut mempunyai warna kuning kemerahan, penampakan utuh dan rapi, tekstur kompak, aroma dan rasa ikan. 2.6.4 Bahan pelapis coater Pada pembuatan nugget, tepung digunakan untuk melapisi nugget. Tepung yang dapat digunakan antara lain tepung terigu, tepung maizena, atau tepung roti Alamsyah 2007. Pemilihan tepung pelapis mempengaruhi hasil olahan. Umumnya, tepung balut coating flour terdiri dari 3 jenis yaitu predust, batter mix , dan bread crumbs tepung roti. Ketiga jenis tepung ini diaplikasikan secara berurutan. Pelapisan pertama dilakukan dengan menggunakan predust flour, dilanjutkan dengan butter mix, dan terakhir dengan menggunakan bread crumbs tepung roti Alamsyah dan Suyanto 2007. Komposisi batter mix pada pelapisan kedua terdiri dari tepung, telur, susu, baking soda, garam, dan bumbu. Adonan ini dicampur dengan air sampai merata dan sebaiknya menggunakan air dingin karena suhu air yang panas akan membuat adonan menjadi encer Alamsyah dan Suyanto 2007. Penggunaan jenis dan komposisi bahan pelapis batter dalam pembuatan nugget dapat mempengaruhi kualitas nugget yang dihasilkan, diantaranya warna produk sebelum dan sesudah digoreng, tekstur, coating pick-up, cooked yieldcooking loss , serta kandungan minyak oil content. Altunakar et al. 2004 menyatakan bahwa komposisi batter berpengaruh terhadap coating pick up karena tingginya kemampuan mengikat air dari komposisi tepung yang ditambahkan. Penambahan pati dapat mengembangkan tekstur dan kerenyahan produk. Batter dengan penambahan pati jagung diketahui memiliki kandungan minyak tertinggi, sedangkan penambahan tapioka pre gelatinisasi memiliki persentase coating pick-up tertinggi dibandingkan dengan amylomaize, tepung maizena, waxymaize, dan kontrol tanpa penambahan tepung. 2.6.5 Bahan tambahan 1 Garam dan gula Garam pada makanan umumnya berfungsi sebagai pemberi rasa untuk meningkatkan rasa pada nugget, pelarut protein miosin dan aktin sehingga dapat menstabilkan emulsi daging, sebagai pengawet karena dapat mencegah pertumbuhan mikroba serta meningkatkan daya mengikat air yang biasanya dipadukan dengan alkali fosfat yaitu Na 5 P 3 O 10 atau STPP Wilson 1981. Pada produk berbasis surimi, garam juga berguna untuk mempersiapkan daging pada pembentukan gel selama pemasakan dengan meningkatkan kelarutan dan membantu dispersi protein Lanier 2000. Gula umumnya digunakan pada makanan untuk meningkatkan rasa manis, kelezatan, mempengaruhi aroma, tekstur daging, dan mampu menetralisisr garam yang berlebihan serta menambah energi. Gula berdaya larut sangat tinggi dan memiliki kemampuan mengurangi keseimbangan kelembaban relatif sehingga dapat berfungsi sebagai pengawet Buckle et al. 1987. 2 Sodium Tripolifosfat STPP Senyawa fosfat telah umum digunakan untuk meningkatkan daya mengikat air pada daging, termasuk pada produk olahan berbasis surimi. Menurut Julavittayanukul et al. 2005, tipe dan konsentrasi senyawa fosfat memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada gel surimi. Peningkatan konsentrasi umumnya memperlihatkan efek merusak pada pembentukan gel, kemungkinan karena pengkelatan ion kalsium yang dibutuhkan untuk aktivitas TGase endogenous. Enzim transglutaminase TGase merupakan enzim yang mengkatalisis polimerisasi dan cross-linking protein melalui pembentukan ikatan kovalen antara molekul protein. Ikatan kovalen non-disulfida dibentuk antara asam glutamat dan residu lisin dalam protein. Rantai ini dapat meningkatkan kekuatan fisik hardness dan cohesiveness surimi. Pada pembuatan surimi, senyawa fosfat dan gula umumnya digunakan untuk meminimalisasi denaturasi protein selama penyimpanan beku dan memiliki efek sinergis. Penggunaan polifosfat dapat mempertinggi efek cryoprotectan pada gula. Hal ini kemungkinan karena efek buffer senyawa polifosfat pada pH otot atau daya pengkelat ion logam yang melebihi efek cryoprotectan senyawa itu sendiri Matsumoto dan Noguchi 1992. Fosfat yang ditambahkan pada surimi sebagai cryoprotectan pada konsentrasi 0,25-0,3 terdapat dalam bentuk senyawa sodium tripolifosfat atau tetrasodium pirofosfat. Penggunaan fosfat pada surimi dapat menurunkan viskositas pasta serta meningkatkan tekstur dan retensi air Park 2000. 3 Bumbu-bumbu Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan nugget diantaranya adalah lada, bawang putih, dan bawang bombay. Lada merupakan bumbu yang umum digunakan dalam masakan untuk meningkatkan citarasa dan memberikan warna tertentu pada makanan. Menurut Chatterjee et al. 2007, lada mempunyai potensi sebagai antioksidan berupa senyawa fenolik yang potensial digunakan sebagai nutraceutical dalam mencegah kerusakan oksidatif pada sel. Oz dan Kaya 2011 juga menemukan adanya pengaruh lada hitam dalam menurunkan pembentukan heterocyclic aromatic amine HCA pada bakso. Senyawa mutagenik atau karsinogenik HCA terbentuk pada daging dan ikan yang dimasak pada suhu di atas 150 o C. Perlambatan pembentukan HCA oleh antioksidan kemungkinan melalui inaktivasi radikal bebas. Bawang putih dan bawang bombay juga banyak digunakan pada makanan untuk memberi citarasa produk dan memberikan aroma yang khas pada makanan. Kedua jenis tumbuhan ini juga mulai dikenal luas memberikan manfaat bagi kesehatan. Menurut Martínez et al. 2007, ekstrak bawang putih dan bawang bombay efektif terhadap penyakit kardiovaskuler karena bersifat hypocholesterolemic, hypolipidemic, anti-hypertensi, anti-diabetic, anti-trombotic dan anti-hyperhomocysteinemia dan memiliki aktivitas biologi termasuk antimikroba, antioksidan, antikarsinogenik, antimutagenik, anti asthmatik, immunomodulatory dan aktivitas prebiotik. 4 Soy Protein Isolate SPI dan susu skim Soy Protein Isolate SPI atau isolat protein kedelai telah digunakan luas dalam industri daging karena kemampuannya mengikat air dan lemak dan kemampuannya membentuk gel pada saat pemanasan Lee et al. 1992. Pada produk berbasis surimi termasuk nugget, SPI umumnya digunakan sebagai emulsifier. Selama proses pemasakan, kehilangan air dan lemak akan melemahkan tekstur yang diperoleh. Isolat protein kedelai dapat meminimalkan resiko tersebut dan meningkatkan nilai protein serta membentuk suatu sistem emulsi yang stabil dalam daging, karena SPI dapat menstabilkan protein daging yang bertindak sebagai emulsifier alami dalam emulsi daging Nakai and Modler 2000. Susu skim digunakan pada pembuatan nugget, baik pada formulasi filler maupun pada formulasi batter. Adanya laktosa dalam susu dapat membantu memperbaiki warna, aroma, dan penyerapan air. Susu juga berfungsi sebagai bahan pengikat dan dapat meningkatkan nilai gizi nugget ikan. Lee et al. 2007 menambahkan bahwa penggunaan susu dapat menetralkan bau amis ikan pada nugget karena susu memiliki kemampuan untuk mengikat flavor senyawa yang menonjol, memperbaiki tekstur nugget menjadi lebih lembut dan basah. 5 Putih telur Putih telur umumnya digunakan pada produk berbasis surimi dalam dua bentuk, yaitu cair dan kering. Komponen protein utama yang terdapat dalam putih telur adalah ovalbumin 54, conalbumin 12, dan ovomucoi 11. Suhu gelasi pada komponen ini bervariasi. Suhu gelasi conalbumin 62 o C dan ovalbumin pada 75 o C. Putih telur cair umumnya digunakan sebagai tambahan protein pada surimi Park 2000. Putih telur juga dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada bahan pelapis nugget baik pada adonan batter mix maupun sebagai bahan perekat bread crumb . Menurut Dogan et al. 2005, albumin telur dapat mengurangi penyerapan minyak pada nugget ayam secara signifikan. 6 Sodium bikarbonat Sodium bikarbonat umumnya merupakan bahan pengembang pada proses pembuatan roti. Bahan ini dapat menghasilkan gas CO 2 dan bersama dengan udara dan uap air akan terperangkap dalam adonan sehingga adonan mengembang. Kecepatan pelepasan CO 2 oleh bahan pengembang akan mempengaruhi tekstur produk Winarno 2008. Sodium bikarbonat juga digunakan sebagai bahan perenyah pada produk yang digoreng. Bahan ini ditambahkan pada batter untuk bahan pelapis nugget. Albert et al. 2009 menggunakan sodium bikarbonat sebagai formulasi dasar untuk membuktikan kerenyahan pada batter nugget ikan. 7 Air Air merupakan senyawa yang sangat penting pada proses pengolahan nugget. Penggunaannya diantaranya sebagai bahan pencuci pada pembuatan surimi, bahan tambahan pada adonan, dan pelarut pada batter. Penambahan air pada surimi dan produk berbasis surimi diperlukan untuk mempertahankan penerimaan tekstur dan memperkecil biaya bahan mentah karena air merupakan komponen terbesar kedua yang terkandung pada surimi. Kutub polar air menyerupai kelompok sisa hidrofobik dalam lipatan rantai polipeptida untuk memperkecil yang dihasilkan dari pembukaan sisa hidrofobik air pada permukaan. Hal ini juga berkontribusi terhadap pembentukan stabilitas molekul protein sebelum pemanasan dan dapat menjadi dasar untuk ikatan antar molekul ketika sisi hidrofobik pada molekul protein yang berdekatan diarahkan ke permukaan selama pemanasan. Air dengan keberadaan garam juga melarutkan protein miofibril, distabilkan dalam bentuk partikel tiga dimensi dengan menyeimbangkan antara kekuatan intramolekuler dan interaksi permukaan dengan air Park 2000. Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran, dan daya tahan bahan makanan tersebut Winarno 2008. Pada pembuatan formulasi bahan pengisi nugget, air dapat berasal dari bahan penyusun filler maupun ditambahkan dari luar. Menurut Lee et al. 2007, tingkat kebasahan dan tekstur nugget