The using of fish protein concentrate and fishbone flour made from catfish (Clarias gariepenus) in making infant food

(1)

PEMANFAATAN KONSENTRAT PROTEIN DAN TEPUNG

TULANG IKAN LELE DUMBO (

Clarias gariepenus)

DALAM

MAKANAN BAYI PENDAMPING ASI

LILIS WIDIYAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Konsentrat Protein dan Tepung Tulang Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepenus) dalam Makanan Bayi Pendamping ASI adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2011

Lilis Widiyawati


(4)

(5)

ABSTRACT

LILIS WIDIYAWATI. The Using of Fish protein Concentrate and Fishbone

Flour Made from Catfish (Clarias gariepenus) in Making Infant Food.

Supervised by JOKO SANTOSO and KOMARIAH TAMPUBOLON.

Low intake protein is the one problem nutrition in Indonesia especially for infant growth. Using Clarias gariepienus oversizes for protein resources can improve its economic value. Non edible portion from Clarias gariepienus

oversizes (bones) can used as calcium sources. Fish protein concentrate (FPC) and fishbone flour can used as protein and calcium resources respectively in infant food formula. The research was carried out to determine: (1) the best extraction method (extraction time and extraction repeating phase) to produce FPC, (2) the best method (wet and dry method) to produce fishbone flour and (3) the best infant food formulas. The most effective extraction method was 30 minutes with 3 times of repeating, produced type B of FPC. The profile of essential amino acid of FPC was adequate lysin, with histidin was a limiting essential amino acid. Fishbone flour that produced from wet method showed higher yield and total calcium than dry method. The infant food formulas B1 (75% skim milk : 25% FPC + 1g fishbone) and C1 (50% skim milk : 50% FPC + 1g fishbone) produced the best organoleptic properties. Both formulas had lower water and fat absorption and higher bulk density incomparison to commercial product. The infant food formulas have fulfilled WHO/FAO infant food standard based on proximate compotion. The protein digesbility of formulas B1 and C1 were 92,86% and 92 03% respectively. The profile of essential amino acid of formulas B1 and C1 was adeguate lysin with no was a limiting essential amino acid.

Keywords: Clarias gariepienus oversizes, fish protein concentrate, fishbone flour, infant food


(6)

(7)

RINGKASAN

LILIS WIDIYAWATI. Pemanfaatan Konsentrat Protein Ikan dan Tepung Tulang Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepenus) dalam Makanan Bayi Pendamping ASI. Dibimbing oleh JOKO SANTOSO dan KOMARIAH TAMPUBOLON.

Kekurangan Kalori Protein (KKP) pada bayi merupakan salah satu masalah gizi yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia. Salah satu cara mengatasinya dengan pemberian makanan bayi pendamping ASI (MP-ASI) berprotein tinggi. Konsentrat protein ikan merupakan bahan pangan berbentuk tepung dari ikan yang ditujukan untuk konsumsi manusia mempunyai kandungan protein tinggi yang dibuat dengan cara menghilangkan sebagian besar kadar lemak dan airnya. Ikan lele merupakan bahan pangan berprotein tinggi yang merupakan komoditas budidaya ikan air tawar yang terus dikembangkan dan produksinya meningkat secara signifikan setiap tahun, dimana, 10% tiap produksinya merupakan ikan lele dumbo afkir. Ikan lele dumbo afkir adalah ikan indukan lele dumbo yang sudah tidak produktif, sejauh ini pemanfaatannya masih kurang sehingga ikan lele dumbo afkir dapat diproduksi menjadi konsentrat protein ikan dengan memanfaatkan bagian dagingnya dan sekaligus memanfaatkan limbah tulangnya dengan memproduksi menjadi tepung tulang ikan sebagai sumber kalsium yang nantinya dapat diaplikasikan kedalam MP-ASI untuk mengatasi masalah KKP, sesuai dengan syarat FAO (1991), yaitu mengandung protein minimal 15% dan kalsium 533,33 mg.

Tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan metode terbaik pembuatan KPI lele dumbo afkir dengan faktor lama ekstraksi dan pengulangan ekstraksi serta mempelajari karakteristik fisik, profil asam amino dan daya cerna protein

in vitro, (2) menentukan metode penepungan terbaik (metode basah dan kering) pada pembuatan tepung tulang ikan lele dumbo afkir serta mempelajari karakteristik fisik, dan kimia hasil metode terbaik, (3) menentukan formula terbaik hasil substitusi KPI lele dumbo afkir terhadap susu skim dan penambahan tepung tulang ikan lele dumbo afkir pada MP-ASI dan karakteristik fisik, kimia, profil asam amino dan daya cerna protein in vitro serta membandingkan formula terpilih dengan produk komersial.

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu pembuatan KPI lele dumbo afkir (1), pembuatan tepung tulang ikan lele dumbo afkir (2), formulasi MP-ASI (3). Penelitian tahap 1 menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor, yaitu lama ekstraksi (20, 30, 40 menit) dan pengulangan tahapan ekstraksi (1, 2, 3, 4 kali). Penelitian tahap 2 menggunakan rancangan percobaan t-student

dengan tiga kali ulangan, yaitu metode basah dan metode kering. Tahap 3 menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor, yaitu substitusi KPI lele dumbo afkir (0%, 25%, 50%, 75%, 100%) dan penambahan tepung tulang ikan lele dumbo afkir (1, 2, 3, 4, 5 g). Hasil penelitian tahap 1 menunjukkan bahwa ekstraksi dengan lama 20 menit 3 kali pengulangan ekstraksi


(8)

menghasilkan KPI lele dumbo afkir tipe B sesuai dengan FAO (1976) kadar lemak lebih dari 0,75%, yaitu1,24%, kadar protein lebih dari 67%, yaitu 81,60%, dengan kadar air yaitu 8,65% kurang dari 10%, rendemen 13,76%, bau 3,07 dan derajat putih 36,15%, daya serap air 3,56 g/mL, daya serap minyak 2,49 g/mL, densitas kamba 0,11 g/mL, daya cerna protein in vitro 99,35%, lisin merupakan asam amino esensial yang mempunyai jumlah tertinggi dan dan asam amino histidin sebagai asam amino pembatas. Nilai asam amino lisin tersebut telah memenuhi persyaratan KPI menurut FAO (1991), yaitu minimal 6,7%. Hasil penelitian tahap 2 menunjukkan metode penepungan basah dipilih sebagai metode terbaik berdasarkan jumlah total kalsium dan rendemen tinggi, yaitu masing-masing 4440 mg/100 g kalsium dan 88,14% tepung tulang lele dumbo afkir. Karakteristik tepung tulang ikan lele dumbo afkir metode terbaik, yaitu daya serap air 1,80 g/mL, daya serap minyak 2,03 g/g, densitas kamba 1,02 g/mL. Komposisi proksimat tepung tulang ikan lele afkir, yaitu kadar air 8,79% abu 72,77% protein 26, 41% lemak 5,53%, pH 8.

Hasil penelitian tahap 3 formula terpilih berdasarkan hasil uji organoleptik adalah MP-ASI formula B1 (susu skim 75% : KPI 25% + tepung tulang 1 g) dan MP-ASI formula C1 ((susu skim 50% : KPI 50% + tepung tulang 1 g). Analisis karakteristik fisik menunjukkan bahwa produk komersial memiliki sifat daya serap air dan daya serap minyak lebih tinggi dibandingkan dengan formula kontrol, dan formula terpilih, akan tetapi memiliki densitas kamba yang lebih rendah dari formula terpilih. Kadar protein formula terpilih telah memenuhi persyaratan FAO (1991), yaitu minimal 15% serta kadar lemak formula B1 telah memenuhi persyaratan FAO (1991) 10-20%. Berdasarkan skor asam amino esensial formula terpilih memiliki kelebihan pada asam amino lisin dan tidak mempunyai nilai asam amino pembatas. Nilai daya cerna protein in vitro formula B1 dan C1 berturut-turut adalah sebesar 92,86% dan 92,03%.

Kata kunci: Lele dumbo afkir, Konsentrat protein ikan, Tepung tulang ikan, MP-ASI


(9)

(10)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(11)

(12)

PEMANFAATAN KONSENTRAT PROTEIN DAN TEPUNG

TULANG IKAN LELE DUMBO (

Clarias gariepenus

) DALAM

MAKANAN BAYI PENDAMPING ASI

LILIS WIDIYAWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(13)

(14)

(15)

Judul Tesis : Pemanfaatan Konsentrat Protein dan Tepung Tulang Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepenus) dalam Makanan Bayi Pendamping ASI

Nama : Lilis Widiyawati NRP : C 351080151

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si Ketua

Ir. Komariah Tampubolon, M.S Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(16)

(17)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penelitian ini yang berjudul: Pemanfaatan Konsentrat Protein dan Tepung Tulang Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepenus) dalam Makanan Bayi Pendamping ASI.

Terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si. selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Komariah Tampubolon, MS sebagai anggota komisi yang telah

mencurahkan waktu dan perhatian untuk membimbing dan memotivasi penulis.

2. Ir Heru Sumaryanto, M.Si selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberi masukan dan saran.

3. Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si. selaku Ketua Program Studi yang tiada henti

memotivasi dan membantu penulis dalam menyelesaikan studi di PS. Teknologi Hasil Perairan.

4. Rekan-rekan seperjuangan S2 THP 2008, Kak Sil, Kak Nikma, Hafi, Soli, Uky, Teh Is, Bang Ridho, Erika dan Raspiana untuk kebersamaannya yang sangat bermakna bagi penulis.

5. Rekan-rekan seperjuangan S2 THP, khususnya Vivin, Fatma, Pak Untung, Mbak Vita, Mbak Mutia, Bu Jul, Pak Sidkun, Mbak Uci, Tyas, Fikri, dan Eka

yang telah membantu penulis selama menyelesaikan studi di THP.

6. Segenap karyawan serta staf THP IPB yang telah membantu penyelesaian studi penulis.

Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis mengakui bahwasannya penelitian ini masih ada kekuranganya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan dan saran-saran untuk penyempurnaan dikemudian hari. Akhir kata, penulis mengharapkan karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang membacanya.

Bogor, Oktober 2011


(18)

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 11 Agustus 1980 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Kasiban Makrus dan Siti Muarofah. Penulis merupakan istri dari Imam Basuki dan telah dikarunia dua orang putri Elok Wilujeng HZ dan Falihah Mumtaz Ilmi.

Penulis menyeleseikan pendidikan dasar hingga menengah atas di Kabupaten Kediri Jawa Timur. Penulis lulus dari MAN 3 Kediri tahun 1999 kemudian melalui jalur UMPTN penulis diterima pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Brawijaya, dan menyelesaikannya pada tahun 2006. Pada tahun 2008 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi S2 pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan Institut Pertanian Bogor dengan bantuan Program Hibah Pendirian Politeknik Baru dari Politeknik Tanjung Balai, Asahan.

Sejak tahun 2008 hingga saat ini, penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Politeknik Tanjung Balai, Asahan, Sumatera Utara.


(20)

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Hipotesis ... 5

1.5 Kerangka Pemikiran ... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lele Dumbo (Clarias gariepenus) ... 9

2.2 Konsentrat Protein Ikan (KPI) ... 10

2.3 Tepung Tulang Ikan dan Kalsium ... 13

2.4 Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ... 15

2.4.1 Bahan MP-ASI ... 17

2.4.2 Karakteristik makanan bayi pendamping ASI ... 17

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 21

3.2 Bahan dan Alat ... 21

3.3 Tahapan Penelitian ... 22

3.3.1 Penelitian pendahuluan ... 22

3.3.2 Penelitian lanjutan ... 25

3.4 Prosedur analisis ... 27

3.4.1 Rendemen (Hadiwiyoto 1993)... 27

3.4.2 Uji organoleptik (Soekarto dan Hubeis 1982) ... 27

3.4.3 Analisis daya serap air (Beuchat 1977) ... 28

3.4.4 Analisis daya serap minyak (Beuchat 1977) ... 28

3.4.5 Densitas kamba (Wirakartakusumah et al. 1992) ... 28

3.4.6 Derajat putih (Faridah et al.2006) ... 28

3.4.7 Analisis kadar air (AOAC 1995) ... 29

3.4.8 Analisis kadar abu (AOAC 1995) ... 29

3.4.9 Analisis kadar lemak (AOAC 1995) ... 30

3.4.10 Analisis kadar protein (AOAC 1995) ... 30

3.4.11 Analisis kadar karbohidrat (By Different) ... 31

3.4 12 Pengukuran nilai pH (AOAC 1995) ... 31

3.4.13 Daya cerna protein in vitro (Hsu et al. 1977) ... 32

3.4.14 Analisis komposisi asam amino (AOAC 1995) ... 32

3.4.15 Analisis total Kalsium (Reitz et al. 1987) ... 33


(22)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komposisi Proksimat lele Dumbo Afkir ... 37 4.2 Karakteristik KPI Lele Dumbo Afkir ... 37 4.2.1 Kadar lemak KPI lele dumbo afkir ... 38 4.2.2 Kadar protein KPI lele dumbo afkir ... 39 4.2.3 Derajat putih lele dumbo afkir ... 41 4.2.4 Bau KPI lele dumbo afkir ... 42 4.2.5 Rendemen KPI lele dumbo afkir ... 44 4.2.6 Penentuan metode pembuatan KPI lele dumbo afkir ... 45 4.2.7 Karakteristik KPI lele dumbo afkir ... 46 4.3 Karakteristik Tepung Tulang Lele Dumbo Afkir ... 49 4.3.1 Total kalsium tepung tulang lele dumbo afkir ... 50 4.3.2 Rendemen tepung tulang lele dumbo afkir ... 51 4.3.3 Karakteristik tepung tulang ikan lele dumbo afkir terbaik ... 51 4.4 Penelitian Lanjutan ... 54 4.4.1 Uji organoleptik skoring ... 55 4.4.2 Pemilihan formula MP-ASI terpilih ... 62 4.4.3 Karakteristik fisik formula MP-ASI terpilih ... 62 4.4.4 Komposisi gizi formula MP-ASI terpilih ... 66 4.4.5 Profil asam amino MP-ASI terpilih ... 69 4.4.6 Daya cerna protein in vitro MP-ASI terpilih ... 71 5 KESIMPULAN

5.1 Simpulan ... 73 5.2 Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA ... 75


(23)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi gizi ikan lele dumbo ... 11 2 Tabel spesifikasi KPI (FAO 1976) ... 12 3 Angka kecukupan gizi kalsium ... 15 4 Standar makanan tambahan bayi (FAO 1991) ... 18 5 Komposisi kimia ASI ... 19 6 Formula MP-ASI ... 26 7 Perlakuan formula MP-ASI ... 26 8 Komposisi proksimat ikan lele dumbo afkir ... 37 9 Karakteristik fisiko-kimia KPI lele dumbo afkir metode terbaik ... 46 10 Komposisi asam amino esensial KPI lele dumbo afkir metode terbaik . 49 11 Katakteristik tepung tulang lele dumbo afkir metode terbaik ... 52 12 Komposisi gizi MP-ASI formula kontrol, formula terpilih dan

MP-ASI produk komerisal ... 67 13 Profil asam amino esensial MP-ASI formula kontrol, formula terpilih

dan MP-ASI produk komerisal 70 14 Skors asam amino esensial MP-ASI formula kontrol, formula terpilih


(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran penelitian ... 7 2 Ikan lele dumbo ... 10 3 Diagram alir penelitian pendahuluan ... 23 4 Diagram alir pembuatan KPI lele dumbo afkir modifikasi

Suzuki (1981) ... 24 5 Diagram alir pembuatan tepung tulang ikan lele dumbo afkir

modifikasi Kaya et al. 2008. ... 25 6 Histogram pengaruh lama ekstraksi dan pengulangan ekstraksi

terhadap kadar lemak KPI lele dumbo afkir. Lama ekstraksi: 20 menit 30 menit 40 menit. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) ... 38 7 Histogram pengaruh lama ekstraksi dan pengulangan ekstraksi

terhadap kadar protein KPI lele dumbo afkir Lama ekstraksi: 20 menit 30 menit 40 menit. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) ... . 40 8 Histogram pengaruh lama ekstraksi dan pengulangan ekstraksi

terhadap derajat putih KPI lele dumbo afkir Lama ekstraksi: 20 menit 30 menit 40 menit. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) ... 42 9 Histogram pengaruh lama ekstraksi dan pengulangan ekstraksi

terhadap bau KPI lele dumbo afkir Lama ekstraksi: 20 menit 30 menit 40 menit. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)... 43 10 Histogram pengaruh lama ekstraksi dan pengulangan ekstraksi

terhadap rendemen KPI lele dumbo afkir Lama ekstraksi: 20 menit 30 menit 40 menit. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)... 45 11 Histogram rerata total kalsium tepung tulang ikan lele dumbo afkir.

Angka-angka yang diikuti diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) 50 12 Histogram rerata rendemen tepung tulang ikan lele dumbo afkir

Angka-angka yang diikuti diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) ... 51


(25)

13 Histogram pengaruh perbedaan jenis formula MP-ASI terhadap skor kehalusan dalam mulut. Substitusi (KPI : susu skim); A (0%:100%), B (25%:75%), C (50%:50%), D (75%:25%),E (100%:0%). Konsentrasi tepung tulang ikan lele dumbo afkir; 1 g, 2 g, 3 g, 4 g, 5 g. Angka-angka yang diikuti diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) ... 56 14 Histogram pengaruh perbedaan jenis formula MP-ASI terhadap

kelengketan dalam mulut. Substitusi (KPI : susu skim); A (0%:100%), B (25%:75%), C (50%:50%), D (75%:25%), E (100%:0%). Konsentrasi tepung tulang ikan lele dumbo afkir; 1 g, 2 g, 3 g, 4 g, 5 g. Angka-angka yang diikuti diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)... 57 15 Histogram pengaruh perbedaan jenis formula MP-ASI terhadap skor

kemudahan ditelan. Substitusi (KPI : susu skim); A (0%:100%), B (25%:75%), C (50%:50%), D (75%:25%),E (100%:0%). Konsentrasi

tepung tulang ikan lele dumbo afkir; 1 g, 2 g, 3 g, 4 g, 5 g. Angka-angka yang diikuti diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) ... 58 16 Histogram pengaruh perbedaan jenis formula MP-ASI terhadap bau.

Substitusi (KPI : susu skim); A (0%:100%), B (25%:75%), C (50%:50%), D (75%:25%),E (100%:0%). Konsentrasi tepung tulang

ikan lele dumbo afkir; 1 g, 2 g, 3 g, 4 g, 5 g. Angka-angka yang diikuti diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) ... 59 17 Histogram pengaruh perbedaan jenis formula MP-ASI terhadap rasa.

Substitusi (KPI : susu skim); A (0%:100%), B (25%:75%). C (50%:50%), D (75%:25%),E (100%:0%). Konsentrasi tepung tulang

ikan lele dumbo afkir; 1 g, 2 g, 3 g, 4 g, 5 g. Angka-angka yang diikuti diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) ... 60 18 Histogram perbedaan jenis formula MP-ASI terhadap kesukaan secara

keseluruhan. Substitusi (KPI : susu skim); A (0%:100%), B (25%:75%), C (50%:50%), D (75%:25%),E (100%:0%). Konsentrasi tepung tulang ikan lele dumbo afkir; 1 g, 2 g, 3 g, 4 g, 5 g. Angka-angka yang diikuti diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) ... 61 19 Histogram rerata perbedaan jenis formula MP-ASI terhadap daya serap

air. Substitusi (KPI : susu skim + tepung tulang ikan lele dumbo afkir);

A0 (kontrol) (0%:100% + 0 g), B1 (25%:75% + 1 g), C1 (50%:50% + 1 g). Angka-angka yang diikuti diikuti huruf superskrip

berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)... 63 20 Histogram rerata perbedaan jenis formula MP-ASI terhadap daya serap

minyak. Substitusi (KPI : susu skim + tepung tulang ikan lele dumbo

afkir); A0 (kontrol) (0%:100% + 0 g), B1 (25%:75% + 1 g),


(26)

C1 (50%:50% + 1 g). Angka-angka yang diikuti diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)... 64 21 Histogram rerata perbedaan jenis formula MP-ASI terhadap densitas

kamba. Substitusi (KPI : susu skim + tepung tulang ikan lele dumbo afkir); A0 (kontrol) (0%:100% + 0 g), B1 (25%:75% + 1 g), C1 (50%:50% + 1 g). Angka-angka yang diikuti diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)... 65 22 Histogram rerata daya cerna in vitro pada jenis formula MP-ASI.

Substitusi (KPI : susu skim + tepung tulang ikan lele dumbo afkir; A0 (kontrol) (0%:100% + 0 g), B1 (25%:75% + 1 g), C1 (50%:50% + 1 g). Angka-angka yang diikuti diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) ... 71


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Lembar penilaian uji skoring bau KPI lele dumbo afkir ... 83 2 Lembar penilaian uji organoleptik MP-ASI... 84 3 Analisis ragam (ANOVA) dan uji Duncan pada nilai kadar lemak KPI

lele dumbo afkir ... 86 4 Analisis ragam (ANOVA) dan uji Duncan pada nilai kadar protein KPI

lele dumbo afkir ... 88 5 Analisis ragam (ANOVA) dan uji Duncan pada nilai derajat putih KPI

lele dumbo afkir ... 90 6 Rekapitulasi data organoleptik bau KPI lele dumbo afkir ... 92 7 Analisis ragam rendemen KPI lele dumbo afkir ... 94 8 Profil asam amino KPI lele dumbo afkir metode terbaik ... 96 9 Analisis uji t-student dan uji lanjut total kalsium tepung tulang ikan

lele dumbo afkir ... 97 10 Analisis uji t-student dan uji lanjut rendemen tepung tulang ikan lele

dumbo afkir ... 98 11 Analisis Kruskal Wallis kehalusan dalam mulut formula MP- ASI ... 99 12 Analisis Kruskal Wallis kelengketan dalam mulut formula MP-ASI ... 100 14 Analisis Kruskal Wallis kemudahan ditelan dalam mulut formula

MP-ASI ... 101 14 Analisis Kruskal Wallis bau formula MP-ASI ... 102 15 Analisis Kruskal Wallis rasa formula MP-ASI ... 103 16 Analisis Kruskal Wallis kesukaan secara keseluruhan formula

MP-ASI ... 104 17 Analisis ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan terhadap daya serap

air MP-ASI formula kontrol, terpilih dan produk komersial ... 105 18 Analisis ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan terhadap daya serap

minyak MP-ASI formula kontrol, terpilih dan produk komersial ... 106 19 Analisis ragam (ANOVA) dan uji Duncan desitas kamba MP-ASI

formula kontrol, terpilih dan produk komersial ... 107 20 Analisis ragam (ANOVA) proksimat formula MP-ASI terpilih ... 108 21 Profil asam amino MP-ASI formula kontrol, terpilih dan produk

komersial ... 111 22 Analisis daya cerna protein in vitro MP-ASI formula kontrol, terpilih


(28)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekurangan kalori protein (KKP) merupakan salah satu masalah gizi yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia. Masa-masa rentan terjadinya masalah KKP ini adalah pada usia bayi dan (bawah lima tahun) balita. Asupan gizi protein pada usia bayi sangat penting sehingga memerlukan perhatian khusus karena asupan gizi protein pada periode tersebut sangat berperan dalam proses tumbuh kembang otak dan mental, selain juga berfungsi untuk mendukung pertumbuhan badannya. Asupan gizi protein ini salah satunya dapat diberikan lewat makanan bayi pendamping ASI (MP-ASI).

Ikan sebagai salah satu sumber protein dengan kandungan protein tinggi dan profil asam amino esensial yang lengkap dapat menjadi solusi untuk menanggulangi kasus defisiensi protein di Indonesia, yaitu dengan memproduksi ikan dalam bentuk konsentrat protein ikan (KPI). Windsor (2008) mendefinisikan KPI adalah tepung ikan yang ditujukan khusus untuk konsumsi manusia (fish flour) dan diproduksi dengan menghilangkan sebagian besar kandungan lemak dan air yang terdapat pada ikan sehingga KPI memiliki kandungan protein tinggi. Kandungan protein yang tinggi dalam KPI sangat dibutuhkan dalam formulasi MP-ASI.

Ikan lele merupakan salah satu komoditas budidaya ikan air tawar yang terus dikembangkan dan produksinya meningkat secara signifikan setiap tahun. Produksi ikan lele nasional pada tahun 2009 sebesar 200.000 ton, dan ditargetkan meningkat 270.600 ton pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 366.000 ton (DKP 2009). Jenis ikan lele yang populer dimasyarakat adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Hal ini dikarenakan ikan lele dumbo mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan ikan lele lokal. Kelebihan tersebut diantaranya, yaitu pertumbuhannya cepat, memiliki kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, mempunyai rasa daging yang enak dan kandungan gizi yang tinggi (Khairuman dan Khairul 2002). Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah pemasaran ikan lele dumbo yang beratnya


(29)

melebihi ukuran konsumsi, yang lebih dikenal dengan sebutan lele dumbo afkir (induk ikan lele dumbo yang sudah tidak produktif).

Ikan lele dumbo afkir mencapai ukuran 1-2 ekor per kilogram. Ikan lele dumbo afkir ini jumlahnya mencapai 10% dalam tiap siklus produksinya. Hal ini, dapat mengakibatkan kerugian bagi para pembudidaya akibat dari banyaknya ikan lele dumbo afkir yang tidak laku dijual (Trobos 2008). Ikan lele dumbo afkir tersebut sejauh ini pemanfaatannya masih kurang padahal mempunyai rendemen yang tinggi, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan menjadi konsentrat protein ikan. Beberapa penelitian tentang KPI dari ikan air tawar yang telah dilakukan antara lain oleh Sumaryanto et al. (1996) yang membuat KPI dari ikan nila merah dan mengevaluasi sifat fungsional dan nilai gizinya dengan hasil KPI tipe A; Santoso et al. (2008) meneliti pengaruh lama dan pengulangan ekstraksi terhadap karakteristik fisiko–kimia KPI nila hitam dengan hasil KPI tipe B. Kepala dan tulang ikan lele dumbo afkir sebagai hasil samping dari pembuatan KPI lele dumbo afkir dapat dimanfaatkan menjadi tepung tulang ikan sumber kalsium. Kalsium terutama pada tulang ikan membentuk kompleks dengan fosfor dalam bentuk apatit atau trip-kalsium yang dapat diserap dengan baik oleh tubuh, yaitu berkisar 60-70% (Lutwak 1982). Beberapa penelitian tentang tepung tulang ikan antara lain telah diteliti oleh Thalib (2009) yang meneliti pemanfaatan tepung tulang mandidihang (Thunus albacores) sebagai sumber kalsium dan fosfor serta penelitian Kaya et al. (2008) yang meneliti metode pembuatan tepung tulang ikan patin dengan hasil metode basah sebagai metode terbaik untuk pembuatan tepung tulang ikan.

Khususnya bagi bayi, protein dan kalsium sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh serta perkembangan otak bayi. Protein ikan sangat representatif untuk dimanfaatkan sebagai makanan bayi karena mempunyai beberapa kelebihan antara lain kemudahan dicerna dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan tubuh manusia (Khasanah 2008). Kalsium pada bayi diperlukan sebagai penunjang perkembangan fungsi motorik agar lebih optimal antara lain penyusun tulang dan gigi, penghantar impuls syaraf, produksi dan aktifitas enzim serta hormon (WNPG 2004). Tingginya kandungan protein dan kalsium yang terdapat dalam ikan lele dumbo afkir tersebut, memungkinkan dapat


(30)

dibuat menjadi KPI dengan memanfaatkan bagian dagingnya (edible portion) dan memanfaatkan limbah tulang ikan (non-edible portion) dapat dibuat menjadi tepung tulang. Kedua produk antara yang dihasilkan dari ikan lele dumbo afkir selanjutnya diaplikasikan dalam formulasi makanan pendamping ASI (MP-ASI).

Penelitian tentang pemanfaatan KPI dalam formulasi MP-ASI antara lain telah dilakukan oleh Rieuwpassa (2005) yang membuat biskuit konsentrat protein ikan teri dan probiotik sebagai makanan tambahan untuk meningkatkan antibodi IgA dan status gizi anak balita; Santoso et al. (2009) yang meneliti pengaruh substitusi susu skim dengan KPI nila hitam (Oreochromis niloticus) dalam makanan bayi sesuai persyaratan FAO (1991). Sejauh ini, pemanfaatan KPI lele dumbo afkir sebagai pensubstitusi susu skim dalam MP-ASI dan sekaligus dilakukan penambahan tepung tulang ikan lele dumbo afkir dalam produk makanan bayi pendamping ASI belum pernah dilakukan, sehingga diharapkan substitusi KPI lele dumbo afkir dan penambahan tepung tulang ikan lele dumbo afkir dapat menghasilkan MP-ASI sesuai dengan syarat FAO (1991), yaitu mengandung protein minimal 15% dan kalsium 533,33 mg.

Ketentuan yang harus dipenuhi oleh makanan pendamping ASI secara umum, yaitu mengandung seluruh komponen gizi yang dibutuhkan oleh bayi, bersifat mudah dicerna, disukai (diterima secara organoleptik) dan praktis dalam penyajiannya (Zakaria 1999). Pemberian MP-ASI dengan substitusi KPI dan penambahan tepung tulang ikan lele dumbo afkir pada bayi diharapkan dapat mendukung pertumbuhan bayi dan membiasakan bayi dengan berbagai bentuk makanan yang mempunyai nilai gizi dan kemudahan dicerna.

1.2 Rumusan Masalah

Pemanfaatan lele dumbo afkir selama ini belum dilakukan secara optimal dan berkesinambungan. Hal ini, terkait dengan ukuran lele dumbo afkir yang cukup besar sehingga kurang diminati dipasaran. Ikan lele dumbo afkir memiliki kandungan protein tinggi, sehingga dapat diproduksi menjadi konsentrat protein (KPI) dan limbah tulangnya dapat diproduksi menjadi tepung tulang ikan lele dumbo afkir yang memiliki kandungan mineral khususnya mineral kalsium.


(31)

Dengan demikian, ikan lele dumbo afkir dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif sumber protein dan kalsium hewani dalam formulasi MP-ASI.

Potensi yang bernilai tinggi tersebut dapat membantu masyarakat khususnya bagi bayi (6-24 bulan) untuk mengurangi masalah kurang gizi dalam hal pemenuhan kebutuhan protein dan kebutuhan kalsium bagi tubuh. Oleh karena itu, sebagai tahap awal dilakukan penelitian tentang pemanfaatan ikan lele afkir untuk diproduksi menjadi KPI dan limbahnya menjadi tepung tulang yang yang selanjutnya dapat diaplikasikan ke produk pangan MP-ASI. Produksi KPI lele dumbo afkir tersebut perlu diarahkan untuk menghasilkan KPI yang bermutu tinggi mempunyai karakteristik berbau ikan lemah, berkadar protein minimal 67,5% dan kandungan lemak maksimal 0,75% (Windsor 2008). Untuk mendapatkan tepung KPI bermutu tinggi tersebut, maka perlu dikembangkan penelitian yang berkaitan dengan proses penghilangan lemak dan air dengan cara ekstraksi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi antara lain adalah tahapan pengulangan ekstraksi dan lama ekstraksi, sedangkan untuk mendapatkan tepung tulang dilakukan dengan 2 metode, yaitu dengan metode penepungan basah (presto) dan metode penepungan kering (oven). Penentuan formula MP-ASI terpilih berdasarkan uji organoleptik dengan perlakuan substitusi KPI dan penambahan tepung tulang ikan lele dumbo afkir. Formula MP-ASI terpilih dikarakterisasi lebih lanjut sifat fisik kimianya dan dibandingkan dengan produk komersial.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

(1) Menentukan metode terbaik pada pembuatan KPI berbahan baku ikan lele dumbo afkir dengan faktor lama dan pengulangan ekstraksi, serta mempelajari karakteristik fisik, profil amino dan daya cerna protein in vitro

KPI terbaik.

(2) Menentukan metode penepungan terbaik pada pembuatan tepung tulang berbahan ikan lele dumbo afkir dengan metode basah dan metode kering, serta mempelajari karakteristik fisikdan kimia tepung tulang ikan terbaik.


(32)

(3) Menentukan formula terpilih hasil substitusi KPI lele dumbo afkir terhadap susu skim dan penambahan tepung tulang ikan lele dumbo afkir pada MP-ASI dan karakteristik fisik daya cerna protein in vitro, profil asam amino serta membandingkan MP-ASI formula terpilih dengan MP-ASI produk komersial.

1.4Hipotesis

(1) Metode pembuatan KPI lele dumbo afkir dengan perlakukan pengulangan ekstrakasi dan lama ekstraksi serta interaksinya akan berpengaruh terhadap kualitas KPI yang dihasilkan.

(2) Metode pembuatan tepung ikan lele dumbo afkir dengan metode basah dan metode kering berpengaruh terhadap kandungan kalsium tepung tulang ikan. (3) Substitusi KPI lele dumbo afkir terhadap susu skim dan penambahan tepung

tulang ikan lele dumbo afkir berpengaruh terhadap karakteristik organoleptik, fisik dan kimia MP-ASI.

1.5 Kerangka Pemikiran

Lele dumbo afkir merupakan indukan ikan lele dumbo yang sudah tidak produktif lagi serta tidak laku dijual di pasaran karena ukurannya yang terlalu besar. Ikan lele dumbo afkir biasanya hanya dimanfaatkan pada kolam-kolam pemancingan, sehingga perlu dicari alternatif penanganan masalah ini untuk meningkatkan nilai tambah dari ikan lele dumbo afkir.

Pemanfaatan lele dumbo afkir ini salah satu caranya, yaitu dengan memproduksinya menjadi konsentrat protein ikan (KPI) dengan memanfaatkan bagian dagingnya (edible portion) dan limbah tulang ikan (non-edible portion) dibuat menjadi tepung tulang ikan. Konsentrat protein ikan dan tepung tulang ikan lele dumbo afkir yang tinggi protein dan kalsium kemudian diaplikasikan dalam produk makanan bayi pendamping ASI (MP-ASI).

Pembuatan KPI lele dumbo afkir yang akan dilakukan dibuat berdasarkan

modifikasi metode Suzuki (1981) dengan perlakuan lama ekstraksi (20, 30, 40 menit) dan pengulangan tahapan ekstraksi (1, 2, 3, 4 kali)

menggunakan pelarut etanol food grade. Penentuan KPI terbaik berdasarkan pada kandungan protein minimal 67,5%, kadar lemak maksimal 0,75%, derajat putih tinggi, rendemen tinggi dan bau ikan lemah.


(33)

Tepung tulang ikan lele dumbo afkir dibuat mengacu metode Kaya et al (2008) yang dilakukan dengan dua metode, yaitu metode basah (presto)

dan metode kering (oven). Tepung tulang ikan lele dumbo afkir metode terbaik dipilih berdasarkan jumlah total kalsium dan rendemen tinggi.

Pemilihan MP-ASI sebagai produk pangan yang disubstitusi KPI dan tepung tulang ikan lele dumbo afkir diharapkan dapat digunakan untuk asupan gizi bagi kelompok yang rentan kurang kalori protein (KKP), yaitu bayi usia 6-24 bulan. Windsor (2008) menyebutkan bahwa KPI merupakan bahan pangan yang dapat digunakan dalam formulasi makanan bayi. Hal ini, diperkuat oleh hasil penelitian Santoso et al. (1996) yang berhasil membuat formulasi makanan bayi (weaning food) dari campuran tepung beras dari KPI bandeng dengan kualitas yang telah memenuhi persyaratan FAO (1976). Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.


(34)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Metode kering Metode basah Ikan lele

dumbo afkir

Daging ikan

KPI protein

Limbah tulang

Tepung tulang ikan

Perlakuan:

- Lama ekstraksi (20, 30, 40 menit)

- Pengulangan ekstraksi ( 1, 2, 3, 4 kali)

KPI dengan perlakuan terbaik

Tepung tulang metode terbaik

Formulasi MP-ASI KPI + tepung tulang ikan

 Meningkatkan nilai tambah ikan lele dumbo afkir.

 KPI lele dumbo afkir sebagai sumber alternatif pemenuhan.

kebutuhan protein dan tepung tulang ikan lele dumbo afkir sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan kalsium.

 MP-ASI kaya protein dan kalsium untuk mencegah kelompok kurang kalori protein (KKP) dan kalsium pada bayi.


(35)

(36)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lele Dumbo (Clarias gariepenus)

Lele merupakan salah satu komoditas unggulan air tawar yang penting dalam rangka pemenuhan peningkatan gizi masyarakat. Komoditas ini mudah dibudidayakan dan harganya terjangkau. Ikan lele yang banyak dibudidayakan dan dijumpai di pasaran adalah lele dumbo (Clarias gariepenus). Ikan lele dumbo secara umum mirip dengan lele lokal, akan tetapi ikan lele dumbo memiliki ukuran lebih besar dibandingkan dengan ikan lele lokal. Pada tahun 2005 ikan lele dumbo menjadi salah satu komoditas perikanan unggulan pada program revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan yang dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Mahyudin 2007).

Ikan lele dumbo termasuk jenis ikan karnivora dan termasuk hewan

scavenger, yaitu ikan yang menyukai makanan yang telah busuk dan bersifat

nocturnal karena aktif mencari makan pada malam hari atau lebih menyukai tempat gelap. Ikan lele dumbo pada siang hari lebih suka diam dalam lubang-lubang atau tempat-tempat gelap yang terlindung (Suyanto 1999).

Ikan lele dumbo termasuk ke dalam filum Chordata, kelas pisces, subkelas teleostei, ordo ostariophysi, subordo siluroidea, dan genus Clarias. Ikan lele dumbo memiliki bentuk tubuh memanjang, agak bulat, kepala gepeng, tidak bersisik dan mulut besar, berwarna kelabu sampai hitam serta disekitar mulut terdapat bagian nasal, maksila, mandibula. Bagian mandibula terdapat kumis yang dapat digerakkan dan berfungsi untuk meraba makanannya. Kulit ikan lele dumbo berlendir tidak bersisik, berwarna hitam pada bagian punggung (dorsal) dan bagian samping (lateral). Sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur merupakan sirip tunggal sedangkan sirip perut dan sirip dada merupakan sirip ganda. Pada sirip dada terdapat duri yang keras dan runcing yang disebut patil (Suyanto 1999) Morfologi ikan lele dumbo dapat dilihat pada Gambar 2.


(37)

Gambar 2 Ikan lele dumbo (koleksi pribadi).

Lele dumbo banyak ditemukan di rawa-rawa dan sungai terutama didataran rendah sampai sedikit payau. Ikan lele dumbo mempunyai alat pernafasan tambahan yang disebut aborecent, sehingga mampu hidup dalam air yang berkadar oksigen rendah (Astawan 2007).

Protein ikan secara umum merupakan protein yang istimewa karena berfungsi sebagai penambah jumlah protein hewani yang dikonsumsi dan sebagai pelengkap mutu protein dalam menu makanan. Komposisi gizi ikan lele dumbo disajikan pada Tabel 1.

2.2 Konsentrat Protein Ikan (KPI)

Menurut Windsor (2008), konsentrat protein ikan (KPI) atau fish protein concentrate (FPC) adalah bahan pangan konsumsi manusia dari hasil olahan ikan yang telah dihilangkan kandungan lemak dan airnya, sehingga memiliki kandungan protein yang lebih tinggi. Ibrahim (2009) mendefinisikan KPI sebagai suatu bentuk bahan pangan untuk konsumsi manusia yang dibuat dari ikan utuh atau bagian-bagiannya, dengan cara menghilangkan sebagian besar lemak dan airnya sehingga kandungan protein produk menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan bahan segarnya. Konsentrat protein ikan dapat dibuat dari limbah ikan atau bagian ikan yang tidak terpakai seperti ekor, kepala, sirip dan isi perut (Buckle et al. 1987).


(38)

Tabel 1 Komposisi gizi ikan lele dumbo

Proksimat Kandungan (%bb)

Air 76,0

Protein 17,7

Lemak 4,8

Mineral 1,2

Karbohidrat 0,3

Asam amino* Kandungan (mg/g protein)

Lisin 50,2

Histidin 11,8

Arginin 47,8

Asam aspartat 70,4

Treonin 20,8

Serin 19,2

Asam glutamat 118

Prolin 24,5

Glisin 31,1

Alanin 24,8

Metionin 23,4

Sistin 7,3

Valin 28,0

Isoleusin 25,8

Leusin 64,7

Penilalanin 38,7

Tirosin 24,6

Sumber : Astawan (2007) *Adeyeye (2009)

Finch (1977) diacu dalam Koesoemawardani dan Nurainy (2008) menyatakan KPI adalah produk ekstrak dari ikan dengan menggunakan pelarut organik seperti iso propanol, metanol, etanol atau 1,2 dikloroetan dengan variasi waktu dan suhu yang berbeda untuk menghilangkan lemak dan air, sehingga diperoleh kadar protein yang tinggi. Proses untuk menghilangkan air dan lemak tersebut dapat dilakukan dengan pengepresan, pengeringan atau ekstraksi. Untuk menghasilkan KPI yang bermutu tinggi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain jenis ikan, cara ekstraksi, tahap proses dan bahan baku. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemilihan pelarut yang digunakan untuk memisahkan protein, yaitu memiliki efek presipitasi yang baik, aman (uapnya tidak berbahaya) dan dapat digunakan pada suhu dingin (Scopes 1987). FAO (1976) diacu dalam Buckle (1987) mengklasifikasikan KPI menjadi 3 tipe, yaitu tipe A, tipe B dan tipe C. Spesifikasi KPI dapat dilihat pada Tabel 2.


(39)

Tabel 2 Spesifikasi KPI

Komponen Tipe A Tipe B Tipe C Kandungan protein minimum (%) 67,5 65 65 Daya cerna pepsin minimum (%) 92 92 92 Jumlah lisin minimum (%) 6,7 dari

protein

6,5 dari protein

6,5 dari protein Kadar air maksimum (%) 10 10 10 Kadar lemak maksimum (%) 0,75 3 10

Bau lemah bila

dibasahi dengan air panas

Sumber: FAO (1976) diacu dalam Buckle et al. (1987)

Pembuatan konsentrat protein ikan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode lama dan metode baru. Konsentrat protein ikan yang dibuat dengan metode lama dimulai dengan penyiangan, pencucian, pemisahan daging ikan dan penggilingan, kemudian daging ikan dikeringkan dengan oven bersuhu 45 oC setelah itu dilakukan penepungan. Tepung ikan kemudian diekstrak dengan menggunakan pelarut isopropanol untuk menghilangkan kandungan lemaknya, setelah itu disaring dan dikeringkan kembali (Astawan 1990).

Konsentrat protein yang dibuat dengan metode kedua dimulai dengan pemisahan daging, penghancuran dan pencucian daging dengan air dingin dan perendaman dengan larutan NaCl 0,5-1% pada pH 7,4-7,8, pengurangan lemak dengan larutan organik pada suhu 5 oC kemudian dilakukan pengeringan dan penepungan (Suzuki 1981). Kelebihan utama metode pembuatan KPI cara baru dibandingkan dengan cara lama adalah kemampuan rehidrasinya yang sangat tinggi sehingga lebih mudah untuk diolah lebih lanjut serta mempunyai kecernaan yang sangat tinggi, yaitu hampir setara dengan protein telur (Suzuki 1981).

Kadar protein tinggi yang dikandung KPI, menjadikan KPI sangat cocok untuk digunakan sebagai bahan suplementasi bahan pangan berprotein rendah. Konsentrat protein ikan telah diaplikasikan ke dalam bermacam-macam bentuk bahan pangan antara lain ditambahkan pada pembuatan biskuit (Ibrahim 2010) dan makanan ibu menyusui serta makanan sapihan bayi (weaning food) (Adeleke 2010).


(40)

2.3 Tepung Tulang Ikan dan Kalsium

Tepung tulang ikan merupakan limbah hasil pengolahan ikan (non-edible portion) yang berpotensi untuk dimanfaatkan dalam industri pengolahan hasil pangan. Unsur utama penyusun tulang ikan adalah kalsium, fosfat dan bahan-bahan yang mengandung nitrogen seperti asam-asam amino pembentuk protein kolagen. Menurut Subangsihe (1996), keberadaan kalsium dan fosfor dalam bentuk kalsium fosfat dalam tulang ikan mencapai 14% dari total susunan tulang ikan, sisanya merupakan unsur lain seperti magnesium, natrium dan flourida. Malde et al. (2010) menambahkan bahwa tulang ikan kaya akan mineral kalsium dan fosfor yang keberadaannya dalam tubuh sekitar 2% (bk).

Mineral kalsium pada tulang ikan dapat dimanfaatkan dalam bidang pangan, tetapi terlebih dahulu perlu dilakukan proses pembuatan tepung tulang ikan. Prinsip pembuatan tepung tulang ikan dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pemanasan, pengeringan dan pengecilan ukuran. Pembuatan tepung ikan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu (1) dengan pengukusan, pengeringan dan penggilingan; (2) dengan pemasakan tulang ikan dengan uap dibawah tekanan tertentu, sehingga diperoleh tulang ikan dalam bentuk remah dan digiling; (3) pengabuan tulang ikan dengan pembakaran (Anggorodi 1985). Martinez et al. (2000) menyatakan bahwa tulang ikan yang sudah diolah dapat dijadikan bahan supplemen mineral untuk makanan bayi (weaning food) karena mengandung Ca dan F serta Mg.

Hampir seluruh kalsium di dalam tubuh terdapat dalam tulang yang berperan penting dalam pembentukan struktur dan kekuatan tulang dan gigi. Sebagian kecil kalsium (1%) berada dalam jaringan lunak, cairan ekstra sel dan plasma yang berperan dalam metabolisme dan pengaturan dalam tubuh.

Kalsium mempunyai dua fungsi, yaitu penyusunan dan pengaturan. Kalsium bersama fosfor berperan sebagai penyusun utama tulang dan gigi. Kalsium juga berperan dalam fungsi pengaturan seperti pengaturan metabolisme darah, penghantar impuls saraf, produksi dan aktivitas enzim, pengaturan permiabel membran, pengaturan siklus kontraksi otot jantung dan pemeliharaan keseimbangan dan pemeliharaan asam basa dan elektrolit. Kalsium tulang dalam bentuk garam (hidroksiapatit) membentuk matriks pada protein kolagen,


(41)

sedangkan pada struktur tulang membentuk rangka yang mampu menyangga tubuh serta tempat bersandarnya otot sehingga memungkinkan terjadinya gerakan tubuh (Goulding 2000).

Anak yang sedang tumbuh memerlukan kalsium sebagai pembentuk tulang yang lebih banyak daripada orang dewasa. Kalsium diperlukan pada usia dewasa untuk mengatur keseimbangan kalsium di tulang, sedangkan pada usia tua kalsium diperlukan untuk mengganti kehilangan kalsium di tulang akibat proses demineralisasi. Proses pembentukan gigi mengikuti pembentukan pola tulang, akan tetapi perombakan kalsiumnya tidak secepat pada tulang. Hal ini, dikarenakan adanya unsur fluor yang dapat membantu gigi lebih mudah bertahan dari pengeroposan sehingga membuat gigi lebih keras (Almatsier 2003).

Kalsium dalam cairan tubuh hanya berkisar 1% dan beredar sebagai ion kalsium. Ion kalsium bertanggung jawab pada kontraksi otot, pembekuan darah, penerusan impuls syaraf, sekresi hormon dan mengaktifkan reaksi enzim (Muctadi 2008). Angka kecukupan gizi kalsium rerata perhari dapat dilihat pada Tabel 3.

Kekurangan kalsium pada orang dewasa dapat menyebabkan osteoporosis, yaitu gangguan pada tulang yang dapat menyebabkan penurunan secara bertahap jumlah dan kekuatan jaringan tulang. Penurunan jumlah kalsium tersebut disebabkan oleh terjadinya proses demineralisasi, yaitu tubuh yang kekurangan kalsium sehingga akan mengambil simpanan kalsium yang ada pada tulang dan gigi untuk digunakan pada bagian yang kekurangan kalsium tersebut. Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan pengurangan massa dan kekerasan tulang yang sedang dibentuk. Kelebihan kalsium yang diasup dalam tubuh dapat berpengaruh negatif terhadap penyerapan seng, besi dan mangan. Gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat kelebihan kalsium dapat menyebabkan pembentukan batu ginjal dan gejala hiperkalsemia (WNPG 2004).


(42)

Tabel 3 Angka kecukupan gizi kalsium

Kelompok Kecukupan kalsium

(mg/hari) Bayi (bulan) 0-6 7-11 200 400 Anak-anak (tahun) 1-3 4-6 7-9 500 500 600 Pria (tahun) 10-12 13-15 16-18 19-29 30-49 50-64 65+ 1000 1000 1000 800 800 800 800 Wanita (tahun) 10-12 13-15 16-18 19-29 30-49 50-64 65+ 1000 1000 1000 800 800 800 800 Ibu hamil Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 + 150 + 150 + 150 Ibu menyusui

6 bulan pertama 6 bulan kedua

+ 150 + 150

Sumber : WNPG (2004)

2.4 Makanan Bayi Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan bayi pendamping ASI, yaitu makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan. Makanan bayi pendamping ASI harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi. Peranan makanan pendamping ASI, yaitu berguna untuk menutupi dan melengkapi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung di dalam ASI tetapi tidak untuk menggantikan ASI sebagai makanan utama bayi. Makanan pendamping


(43)

ASI berbeda dengan makanan sapihan karena makanan sapihan diberikan ketika bayi tidak lagi mengkonsumsi ASI (Krisnatuti dan Yenrina 2007).

Pemberian makanan pendamping ASI bertujuan untuk menambah energi dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi untuk perkembangan dan pertumbuhannya, karena dengan pemberian ASI saja tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi secara terus menerus seiring dengan pertambahan usianya. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang tidak normal dapat diketahui dengan cara melihat kondisi pertambahan berat badan anak. Hal ini, disebabkan antara lain oleh asupan makanan bayi yang hanya mengandalkan ASI atau pemberian makanan tambahan yang kurang memenuhi syarat. Pemberian makanan tambahan selain ASI sangat membantu bayi dalam proses belajar makan dan bertujuan untuk mengajari makan berbagai macam jenis makanan (Krisnatuti dan Yenrina 2007).

Pemberian makanan pendamping ASI perlu memperhatikan sifat-sifat bahan makanan yang akan digunakan dalam MP-ASI. Pembuatan makanan pendamping untuk bayi perlu memperhatikan beberapa hal antara lain, jumlah zat gizi yang diperlukan bayi seperti kandungan protein dan kualitasnya, energi, lemak, vitamin, mineral dan zat tambahan lainnya. Bahan makanan seperti telur, daging, susu dan ikan mengandung mutu protein yang lebih tinggi dibandingkan mutu protein bahan makanan nabati seperti kacang-kacangan dan biji-bijian (Krisnatuti dan Yenrina 2007). Makanan pendamping ASI juga harus mempunyai sifat fisik yang sesuai dengan penerimaan bayi, yaitu penampakan dan bau yang dapat diterima oleh bayi. Makanan pendamping ASI untuk bayi sebaiknya mudah disiapkan dalam waktu pengolahan dan penyajian yang singkat. Pemberian MP-ASI harus memenuhi beberapa persyaratan (Zakaria 1999), yaitu:

(1) Makanan pendamping ASI harus memberikan semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi selain dari pemberian ASI untuk menjamin kecukupan kebutuhan gizi bayi serta MP-ASI harus mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur,

(2) bayi memerlukan lebih dari dua kali makan sehari sebagai komplemen terhadap ASI,

(3) volume makanan yang diberikan tidak boleh terlalu banyak karena kapasitas perut bayi yang masih kecil,


(44)

(4) bayi yang berumur kurang dari 6 bulan perlu diberi ASI sampai 6 kali sehari, (5) Makanan bayi pendamping ASI sebaiknya diberikan setelah bayi selesai

menyusui agar bayi tidak terhambat untuk terus menyusu secara penuh, (6) pada permulaan pemberian MP-ASI harus diberikan dalam bentuk halus

sampai umur 9 bulan, kemudian setelah 2 tahun sedikit demi sedikit diberikan makanan seperti orang dewasa normal karena pada masa tersebut bayi sudah mulai menyukai makanan orang dewasa.

2.4.1 Bahan MP-ASI

Makanan pendamping ASI dalam pembuatannya perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu bahan-bahan pangan yang digunakan aman untuk dikonsumsi bayi dan perlu memperhatikan cara mencampurkan bahan-bahan untuk membuat MP-ASI tersebut. Campuran bahan pangan untuk makanan bayi menurut (Cameron dan Hovander 1983 diacu dalam Krisnatuti dan Yenrina 2000), terdiri dari dua jenis, yaitu campuran pertama adalah campuran dasar (basic mix), terdiri dari serealia (biji-bijian), umbi-umbian dan kacang-kacangan. Campuran bahan ini belum memenuhi kandungan zat gizi yang lengkap sehingga masih perlu tambahan zat gizi yang lainnya, terutama kebutuhan zat vitamin dan mineral. Campuran yang kedua adalah campuran ganda (multi mix), terdiri dari empat kelompok bahan pangan, yaitu:

a) makanan pokok sebagai bahan utama yang merupakan sumber karbohidrat lebih dianjurkan berupa serealia,

b) sumber protein (hewani maupun nabati) misalnya susu, daging sapi, ayam, ikan, telur dan kacang-kacangan,

c) sumber vitamin dan mineral, berupa sayuran dan buah-buahan yang berwarna (terutama hijau tua dan jingga),

d) sumber tambahan energi berupa lemak, minyak atau gula yang berfungsi untuk meningkatkan kandungan energi makanan campuran.

2.4.2 Karakteristik MP-ASI

Makanan bayi pendamping ASI harus memiliki sifat-sifat fisik tertentu selain nilai gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Sifat fisik tersebut antara lain, yaitu densitas kamba dan kapasitas pengikatan air. Makanan yang bersifat kamba


(45)

akan cepat memberikan rasa kenyang pada bayi, padahal ada kemungkinan bahwa energi dan zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi belum terpenuhi. Sifat kamba ini terdapat pada bahan karbohidrat atau bahan yang mengandung pati tinggi seperti serealia dan umbi-umbian (Winarno 1990).

Zat gizi lain yang dibutuhkan bayi adalah lemak. Lemak berfungsi sebagai sumber energi dan dapat memperbaiki cita rasa (memberikan rasa gurih). Menurut Walker dan Rolls (1994) terdapat beberapa cara untuk meningkatkan densitas energi makanan bayi, yaitu melalui penambahan energi dengan minyak dan penambahan gula.

Pedoman umum di dalam mengembangkan formula makanan bayi pendamping ASI adalah komposisi energi, protein dan lemak. FAO (1991) menetapkan standar kecukupan gizi makanan bayi pendamping ASI untuk older infant, yaitu setiap 100 g bahan produk harus mengandung 400 kkal, protein sekitar 15 g, dan lemak 10 sampai 25 g. Persyaratan standar nilai gizi secara lengkap terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4 Standar makanan tambahan untuk bayi (per 100 gram bahan)

Komposisi gizi Jumlah per 100 g

Energi (kkal) Minimal 400

Protein (g) ±15

Lemak (g) 10-25

Vitamin A (µg) Minimal 266,7

Vitamin D (µg) Minimal 6,67

Vitamin E (mg) Minimal 3,33

Vitamin C (mg) Minimal 13,3

Vitamin B6 (µg) Minimal 0,6

Vitamin B12 (µg) Minimal 0,67

Tiamin (mg) Minimal 0,33

Riboflavin (mg) Minimal 0,53

Niasin (mg) Minimal 6,67

Kalsium (mg) Minimal 533,3

Besi Minimal 8

Seng Minimal 6,67

Asam linoleat (g) Minimal 1,4

Asam folat (µg) Minimal 33,3

Serat makanan (g) Maksimal 5


(46)

Sebagai acuan perbandingan antara komponen gizi yang dikandung ASI terhadap angka kecukupan gizi bayi dapat dilihat pada Tabel 5 yang dapat dijadikan pertimbangan pemberian makanan pendamping ASI dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi harian bayi yang direkomendasikan.

Tabel 5 Komposisi kimia ASI

Komposisi gizi ASI (per 100 mL)

Air 89,7

Energi (kkal) 66-75

Protein 0,95-1,72

Lemak (g) 4,2

Laktosa (g) 7,4

Vitamin D (µg) 0,01

Vitamin C (mg) 3,8

Tiamin (mg) 0,02

Riboflavin (mg) 0,03

Niasin (mg) 0,62

Vitamin B12 (µg) 0,01

Asam folat (µg) 5,2

Kalsium (mg) 35

Besi (mg) 0,08


(47)

(48)

3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 hingga Mei 2011. Bahan baku ikan lele dumbo afkir berasal dari petani lele di daerah Parung Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan di beberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Program Studi THP Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB (Laboratorium Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Hasil Perairan dan Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan), Laboratorium Program Studi Ilmu Pangan (Laboratorium Pengolahan dan Biokimia Pangan dan Gizi), Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Laboratorium Terpadu IPB.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan KPI adalah ikan lele dumbo afkir ukuran panjang 30-50 cm dengan berat 1-3 kg dan etanol 95% (food grade). Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tepung tulang adalah limbah tulang ikan lele afkir berupa tulang kepala dan tulang badan hasil pembuatan KPI lele dumbo afkir. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain standar asam amino, larutan derivatisasi (metanol, Na-asetat dan trietilamin), larutan multienzim (tripsin, kimotripsin dan peptidase) standar kalsium HClO4, HNO3, K2SO4, selenium, H2SO4, H2O2, petroleum benzena,

NaOH, HCl.

Peralatan yang digunakan pada penelitian terdiri dari peralatan untuk pengolahan (pembuatan KPI, tepung tulang dan MP-ASI) dan peralatan untuk analisis. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan KPI dan tepung tulang lele dumbo afkir serta formulasi MP-ASI adalah neraca analitik, timbangan meja, pisau, sendok, spatula, food processor, refrigerator, kain saring, stop watch,

blender kering, panci presto dan ayakan ukuran 100 mesh. Alat-alat yang digunakan digunakan untuk analisis adalah whiteness, neraca analitik, desikator, tanur, oven, alat kjeldhal, soxhlet, pH-meter, high performance liquid


(49)

chromatograpy (HPLC), atomic absorption spechtrophotometer (AAS) dan peralatan gelas.

3.3 Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan KPI dari daging ikan lele dumbo afkir dengan perlakuan lama ekstraksi dan pengulangan tahapan ekstraksi serta pembuatan tepung tulang ikan dari tulang kepala dan tulang badan hasil limbah pembuatan KPI lele dumbo afkir yang dihasilkan, dengan perlakuan metode penepungan tulang, yaitu metode basah (presto) dan metode kering (oven). Konsentrat protein ikan lele dumbo afkir dilakukan uji organoleptik, fisika dan kimia sedangkan pada tepung tulang ikan lele dumbo dilakukan uji fisika dan kimia. Diagram alir penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 3.

3.3.1 Penelitian pendahuluan

(1) Pembuatan KPI lele dumbo afkir

Konsentrat protein ikan lele dumbo afkir dibuat berdasarkan modifikasi metode Suzuki (1981). Faktor yang dipelajari dalam pembuatan KPI lele dumbo afkir adalah lama ekstraksi (20, 30, 40 menit) menggunakan pelarut etanol 95% dengan pengulangan ekstraksi (1, 2, 3, 4 kali). Konsentrat protein ikan lele dumbo afkir yang dihasilkan selanjutnya dianalisis dengan uji organoleptik, fisik dan kimia. Analisis yang dilakukan meliputi bau (Soekarto dan Hubeis 1982), derajat putih (Faridah et al. 2006), kadar protein (AOAC 1995), kadar lemak (AOAC 1995), dan rendemen (Hadiwiyoto 1993). Metode pembuatan KPI lele dumbo afkir terbaik dipilih berdasarkan bau ikan lemah, derajat putih tertinggi, kadar protein minimal 67,5%, kadar lemak minimal 0,75%, rendemen tertinggi. Konsentrat protein ikan lele dumbo afkir terbaik yang dipilih kemudian dikarakterisasi lebih lanjut meliputi daya serap air (Beuchat 1977), daya serap minyak (Beuchat 1977), densitas kamba (Wirakartakusumah et al. 1992), kadar air (AOAC 1995), kadar abu (AOAC 1995), kadar karbohidrat (by difference),


(50)

profil asam amino (AOAC 1995) dan daya cerna in vitro (Hsu et al. 1977). Tahapan proses pembuatan KPI lele dumbo afkir dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3 Diagram alir penelitian pendahuluan.

(2) Pembuatan tepung tulang ikan lele dumbo afkir

Tulang ikan limbah dari hasil pembuatan KPI lele dumbo afkir selanjutnya dibuat menjadi tepung tulang dengan menggunakan metode Kaya et al. (2008) yang dimodifikasi. Tepung tulang ikan lele dumbo afkir dibuat menggunakan dua metode penepungan, yaitu metode basah (presto) selama 1 jam suhu 115-120 oC

Ikan lele dumbo afkir

Pemfilletan dan penyiangan

Daging lumat

Pembuatan tepung tulang ikan Pembuatan KPI

Karakterisasi tepung tulang

 Karakteristik fisik: daya serap

air, daya serap minyak, derajat putih, densitas kamba

 Karakteristik kimia: komposisi

proksimat, nilai pH, total kalsium

Limbah tulang ikan

Tepung tulang ikan KPI

Karakterisasi KPI

 Organoleptik: bau

 Karakteristik fisik: derajat putih,

daya serap air, daya serap minyak, densitas

 Karakteristik kimia: komposisi

proksimat, komposisi asam amino,

daya cerna protein in vitro

Tepung tulang lele dumbo afkir terbaik

KPI lele dumbo afkir terbaik


(51)

dan metode kering (oven) selama 1,5 jam pada suhu 105 oC. Parameter yang digunakan untuk menentukan metode penepungan terbaik adalah jumlah total kalsium (Reitz et al. 1987) tertinggi dan rendemen tertinggi. Tepung tulang lele dumbo afkir hasil metode terbaik yang dipilih kemudian dikarakterisasi lebih lanjut untuk mengetahui sifat-sifat fisik meliputi daya serap air (Beuchat 1977), daya serap minyak (Beuchat 1977), densitas kamba (Wirakartakusumah et al.

1992), derajat putih (Faridah et al. 2006) dan kimia, yaitu kadar air (AOAC 1995), kadar protein (AOAC 1995), kadar lemak (AOAC 1995), kadar abu (AOAC 1995), serta pH (AOAC 1995).

Gambar 4 Diagram alir pembuatan konsentrat protein ikan lele dumbo afkir (Modifikasi Suzuki 1981).

Pembersihan dan penggilingan

Daging lumat

Ekstraksi (etanol food grade 95%) perbandingan daging lumat

dan etanol 1:3 (b/v), suhu < 5 oC selama 20, 30, 40 menit

Penyaringan

Pengeringan

Penepungan dan pengayakan (100 mesh)

KPI lele dumbo afkir KPI

Pengulangan ekstraksi (1, 2, 3, 4 kali) Daging ikan lele


(52)

Gambar 5 Diagram alir pembuatan tepung tulang ikan lele dumbo afkir (Modifikasi Kaya et al. 2008).

3.3.2 Penelitian lanjutan

Pembuatan formula MP-ASI berdasarkan formula Mirdhayati (2004) yang dimodifikasi. Perlakuan yang diujikan adalah 30 jenis formula MP-ASI yang memiliki perbedaan dalam perbandingan sumber protein, yaitu substitusi KPI terhadap susu skim (0%, 25%, 50%, 75% dan 100%) dan penambahan tepung tulang lele (0, 1, 2, 3, 4 dan 5 g). Formula MP-ASI yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan komposisi bahan penyusun formulasi MP-ASI dapat dilihat pada Tabel 7.

Tulang ikan lele dumbo afkir

Pencucian sampai bersih

Perebusan (100 oC) selama 2 jam

Pencucian dan pengecilan ukuran

Metode basah (dipresto

suhu150-120 oC, T 1-1,4 atm selama 1 jam)

Metode kering (pengovenan pada

suhu 105 oC selama 1,5 jam)

Pengeringan matahari

selama 3 jam (35 oC)

Penepungan dan pengayakan (100 mesh)

Tepung tulang ikan lele dumbo afkir


(53)

Tabel 6 Formula MP-ASI

Tepung tulang lele dumbo afkir (g)

Susu skim : KPI lele dumbo afkir (%)

A (100: 0) B (75:25) C (50:50) D (25:75) E ( 0:100)

0 A0 B0 C0 D0 EO

1 A1 B1 C1 D1 E1

2 A2 B2 C2 D2 E2

3 A3 B3 C3 D3 E3

4 A4 B4 C4 D4 E4

5 A5 B5 C5 D5 E5

Penelitian lanjutan bertujuan untuk menentukan formula MP-ASI terpilih berdasarkan uji organoleptik dengan parameter kehalusan dalam mulut, kemudahan ditelan, kelengketan dalam mulut, bau, rasa dan kesukaan secara keseluruhan. Panelis adalah 30 orang ibu yang mempunyai anak bayi.

Tabel 7 Perlakuan formulasi MP-ASI

Sumber: Mirdhayati (2004)

Pembuatan MP-ASI mengacu pada metode Mirdhayati (2004), sedangkan prosedur penyajian MP-ASI mengacu pada petunjuk penyajian MP-ASI produk komersial. Pembuatan MP-ASI, yaitu dengan mencampurkan perbandingan susu skim : KPI (100%:0%, 75%:25%, 50%:50%, 25%:75%, 0%:100%), tepung tulang ikan lele dumbo afkir (0, 1, 2, 3, 4, 5 g), tepung beras, dekstrin, tepung gula dan esens pisang. Minyak nabati kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit dan diaduk rata sehingga didapatkan bubuk MP-ASI.

Prosedur penyajian MP-ASI mengacu pada petunjuk penyajian MP-ASI komersial dengan cara, yaitu 24 g MP-ASI ditambah 125 mL air masak kemudian

Komponen Formula

(A0-A6) Formula (B0-B6) Formula (C0-C6) Formula (D0-D1) Formula E0-E6)

Susu skim (g) 45 33,75 22,5 11,25 0

KPI lele dumbo afkir (g) 0 11,25 22,5 33,75 45

Tepung tulang lele

dumbo afkir (g) (0, 1, 2, 3, 4, 5 g)

Tepung beras 35 35 35 35 34

Minyak nabati (g) 10 10 10 10 10

Dekstrin 10 10 10 10 10

Tepung gula (g) 5 5 5 5 5


(54)

diaduk dengan rata. Bubuk MP-ASI bersama air yang ditambahkan kemudian didihkan selama 5 menit sambil diaduk hingga mengental setelah itu siap disajikan dan dilakukan pengujian organleptik.

Formula MP-ASI terpilih, formula kontrol dan MP-ASI komersial dianalisis lebih lanjut meliputi daya serap air (Beuchat 1977), daya serap minyak (Beuchat 1977), densitas kamba (Beuchat 1977), kadar air (AOAC 1995) kadar protein (AOAC 1995), kadar lemak (AOAC 1995), kadar karbohidrat (by diffeence), kadar abu (AOAC 1995), total kalsium (Reitz et al. 1987), profil asam amino (AOAC 1995) dan daya cerna protein in vitro (Hsu et al. 1977).

3.4 Prosedur Analisis

3.4.1 Rendemen (Hadiwiyoto 1993)

Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input dan output. Rendemen dihitung rumus:

3.4.2 Uji organoleptik (Soekarto dan Hubeis 1982)

Uji organoleptik untuk sampel KPI lele dumbo afkir adalah uji skoring. Panelis adalah 30 orang mahasiswa S1 dan S2 program studi Teknologi Hasil Perairan IPB, yaitu dengan memberikan penilaian terhadap sampel berdasarkan karakteristik setiap parameter tanpa membandingkan antara satu sampel dengan sampel yang lainnya. Parameter penilaian yang diujikan adalah bau. Lembar penilaian yang diberikan pada panelis terdapat pada Lampiran 1.

Uji organoleptik untuk sampel bubur MP-ASI adalah uji skoring dengan panelis khusus, yaitu 30 orang ibu yang mempunyai anak bayi (6-24 bulan). Panelis memberikan penilaian terhadap sampel berdasarkan karakteristik setiap parameter tanpa membandingkan antara satu sampel dengan sampel lainnya. Parameter yang diujikan meliputi kehalusan dalam mulut, kemudahan ditelan, kelengketan dalam mulut, bau, rasa, dan kesukaan keseluruhan. Lembar penilaian yang diberikan pada panelis terdapat pada Lampiran 2.


(55)

3.4.3 Daya serap air ( Beuchat 1977)

Sampel sebanyak 1 g dimasukkan kedalam tabung sentrifus lalu ditambah dengan 10 mL akuades, kemudian diaduk dengan spatula dan didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit. Setelah itu disentrifus pada 3.000 rpm selama 30 menit. Volume air bebas atau yang tidak terserap oleh sampel diukur dengan gelas ukur.

3.4.4 Daya serap minyak (Beuchat 1977)

Sebanyak 1 g sampel dan 10 mL minyak nabati dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, lalu diaduk dengan spatula selama 1 menit. Setelah didiamkan selama 30 menit, tabung disentrifus pada 3000 rpm selama 30 menit. Volume minyak yang bebas atau tidak terserap oleh sampel diukur dengan gelas ukur.

3.4.5 Densitas kamba (Wirakartakusumah et al. 1992)

Sebanyak 10 g sampel diukur volumenya dengan gelas ukur 50 mL. Densitas kamba dinyatakan dalam g/mL.

( ⁄ )

3.4.6 Derajat putih (Faridah et al. 2006)

Nilai derajat putih diukur dengan menggunakan Whitenessmeter. Prinsip kerja alat ini, yaitu melalui pengukuran indeks refleksi dari permukaan sampel dengan sensor fotodioda. Semakin putih sampel, maka cahaya yang dipantulkan semakin banyak, begitu pula sebaliknya semakin jelek sampel maka cahaya yang dipantulkan juga semakin sedikit. Sampel sebanyak ± 10 g dimasukkan ke dalam


(56)

tabung pada tempat yang telah disediakan. Nilai derajat putih dapat dilihat pada monitor alat dan nilai yang tertera akan meningkat seiring dengan semakin tinggi derajat putih sampel. Sebagai standar digunakan bubuk BaSO4. Derajat putih

dihitung menggunakan rumus:

3.4.7 Kadar air (AOAC 1995)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama satu jam dengan suhu 105 oC lalu didinginkan didalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga berat konstan. Sampel sebanyak 2 g ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dikeringkan dalam oven 105 oC selama 5 jam. Cawan yang berisi sampel setelah dikeringkan kemudian didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga berat kostan. Apabila belum didapatkan berat konstan, cawan porselin dipanaskan lagi ke dalam oven (105 oC) selama 30 menit. Penentuan kadar air menggunakan rumus:

3.4.8 Kadar abu (AOAC 1995)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama satu jam dengan suhu 105 oC, lalu didinginkan selama 30 menit dalam desikator dan ditimbang hingga berat konstan. Sampel ditimbang sebanyak 2 g kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dipijarkan di atas kompor listrik hingga menjadi arang. Cawan porselin berisi sampel yang telah menjadi arang dimasukkan ke dalam muffle

dengan suhu 600 oC selama 6 jam sampai menjadi abu berwarna keputih-putihan,

muffle dibiarkan sampai menunjukkan suhu kamar, kemudian baru dibuka tutupnya. Cawan porselen didinginkan dengan cara dimasukkan ke dalam oven suhu 105 oC selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam desikator hingga


(57)

dingin. Cawan porselen yang telah dingin selanjutnya ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus:

3.4.9 Kadar lemak (AOAC 1995)

Labu lemak dikeringkan didalam oven (105 oC) kemudian ditimbang hingga berat konstan. Sampel sebanyak 2 g dibungkus dengan kertas saring bebas lemak kemudian dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Selongsong tersebut dimasukkan ke dalam tabung soxhlet. Sebanyak 150 mL kloroform dimasukkan ke dalam labu lemak. Sampel direfluks selama delapan jam, apabila pelarut sudah terlihat jernih menandakan lemak telah terekstrak semua. Pelarut yang ada pada labu lemak kemudian dievaporasi untuk memisahkan pelarut dan lemak setelah itu dikeringkan dalam oven 105 oC selama 30 menit. Labu lemak kemudian ditimbang hingga didapatkan berat konstan. Penentuan kadar lemak menggunakan rumus:

3.4.10 Kadar protein (AOAC 1995)

Pengujian kadar protein dilakukan melalui tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Tahapan pengujian kadar protein adalah sebagai berikut :

a. Destruksi

Sampel ditimbang sebanyak 1-5 g kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl dan ditambah dengan kjeldahl tab selenium dan 10 mL H2SO4. Labu

diletakkan pada alat pemanas dengan suhu 400 oC di dalam ruang asam. Destruksi dilakukan hingga larutan menjadi bening (1-1,5 jam). Hasil destruksi kemudian didinginkan dan diencerkan dengan akuades secara perlahan hingga mencapai 100 mL.


(58)

b. Destilasi

Hasil dekstruksi dipipet 10 mL dan dimasukkan ke dalam labu destilasi. Erlenmeyer 125 mL berisi 25 mL larutan H3BO3 (asam borat) dan 2-4 tetes

indikator (campuran 2 bagian metil red 0,1% dalam alkohol dan 1 bagian

brown cresol green (BCG) 0,1% dalam alkohol) diletakkan sesaat sebelum destilasi dimulai. Ujung kondensor harus terendam di bawah larutan asam borat. sampel hasil destruksi ditambahkan ke dalam larutan NaOH 8-10 mL kemudian dilakukan destilasi sampai berwarna hijau kebiruan.

c. Titrasi

Titrasi hasil destilasi menggunakan larutan HCl 0,01 N hingga larutan berwarna merah muda. Kadar protein dihitung dengan rumus :

3.4.11 Kadar karbohidrat (by difference)

Kandungan karbohidrat dihitung dengan metode by difference dengan rumus:

3.4.12 Pengukuran nilai pH (AOAC 1995)

Pengukuran pH menggunakan alat pH meter yang dinyalakan terlebih dahulu selama 15-30 menit. Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tissue. pH meter selanjutnya dikalibrasi dengan mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 lalu dicelupkan kembali pada buffer 7 dan dibiarkan beberapa saat hingga stabil. Sampel sebanyak 5 g ditambahkan akuades 45 mL, kemudian dihomogenkan dengan stirrer selama 2 menit. Elektroda dicelupkan ke dalam sampel selama beberapa menit, dan nilai pH dibaca setelah menunjukkan angka stabil.


(59)

3.4.13 Daya cerna protein in vitro (Hsu et al. 1977)

Penentuan daya cerna protein in vitro menggunakan larutan multienzim (tripsin, kemotripsin dan peptidase) yang dilarutkan dalam air destilat. Larutan multienzim tersebut kemudian diletakkan di dalam ice bath dan diatur pHnya hingga mencapai pH 8,0 dengan penambahan HCl atau NaOH 0,1 N.

Sampel disuspensikan ke dalam air destilat hingga mencapai konsentrasi 6,25 mg protein/mL. Sebanyak 50 mL suspensi dimasukkan ke dalam gelas piala, kemudian diatur hingga mencapai pH 8 dengan menambahkan HCl atau NaOH 0,1 N. Sampel ditaruh dalam penangas air bersuhu 37 oC dan diaduk dengan

magnetic stirer selama 5 menit, ditambahkan 5 mL larutan multienzim (dicatat sebagai menit ke 0) ke dalam larutan suspensi protein sambil tetap diaduk, kemudian pH suspensi sampel dicatat pada menit ke-10. Daya cerna protein dihitung dengan rumus:

Keterangan:

Y = daya cerna protein %

X = pH sampel pada menit ke-10

3.4.14 Komposisi asam amino (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam gelas piala 25 mL, kemudian ditambahkan HCl 6 N sebanyak 10 mL. Gelas piala dipanaskan selama 24 jam pada suhu 100 oC. Sampel disaring dan diambil filtratnya. Filtrat ditambahkan 5 mL larutan pengering (metanol, picolotiocianat, trietilamin) kemudian dikeringkan. Larutan derivatisasi (metanol, Na-asetat, dan trietilamin) ditambahkan dan sampel didiamkan selama 20 menit. Larutan asetat 1 M sebanyak 200 mL ditambahkan dan sampel siap diinjeksikan ke HPLC.

Kondisi alat HPLC sebagai berikut, temperatur pada suhu ruang kolom yang digunakan adalah pico tag 3,9 x 150 mm, kecepatan aliran 1,5 mL/menit, batas tekanan 3000 psi, program gradien, fase gerak asetonitril 60% dan buffer natrium asetat 1 M, dan detektor sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm.


(60)

Keterangan FP = Faktor konversi BM = Berat molekul

3.4.15 Total kalsium (Reitz et al. 1987)

Pengukuran total kalsium dilakukan menggunakan alat atomic absortion spechtrophotometer (AAS). Perlakuan pendahuluan dilakukan dengan pengabuan basah. Kurva standar dibuat dengan mengukur absorbansi dari larutan standar Ca dengan konsentrasi 0, 2, 4, 8 ppm sehingga akan didapatkan suatu persamaan regresi (Y= ax + b) selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi sampel.

Sampel sebanyak 1 g ditimbang lalu dimasukkan ke dalam erlemenyer 100 mL dan ditambahkan 5 mL HNO3, didiamkan selama satu jam pada suhu

ruang dan dalam ruang asam dibiarkan semalaman. Larutan sampel kemudian ditambahkan 2-3 tetes HClO4 dan HNO3 pekat dengan perbandingan 2:1 sambil

terus dipanaskan sampai terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning muda dan larutan berwarna jernih. Sampel didinginkan lalu ditambah 2 mL akuades dan 0,6 mL HCl pekat, kemudian dipanaskan kembali selama 15 menit agar sampel larut lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 mL.

Sampel hasil destruksi disaring dengan kertas saring Whatman nomor 42 kemudian diambil 1 mL dan diencerkan sampai 100 mL. Hasil pengenceran diambil 0,1 mL kemudian ditambahkan 4,9 mL akuades dan 0,05 mL larutan klorida. Sampel dicampur dengan alat vortex kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit dan dibaca nyala api atomasi AAS pada panjang gelombang 422,7 nm. Absorbansi yang terbaca kemudian dikonversi pada kurva standar sehingga didapatkan konsentrasi kalsium sampel. Kandungan kalsium dalam sampel dihitung dengan rumus:


(61)

Keterangan FP = Faktor pengenceran

3.5 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam pembuatan KPI lele dumbo afkir adalah rancangan acak lengkap yang disusun secara faktorial dengan dua faktor, yaitu lama ekstraksi (20, 30, 40 menit) dan pengulangan ekstraksi (1, 2, 3 dan 4 kali), masing-masing perlakuan diulang dua kali. Model matematika rancangan acak lengkap faktorial menurut Steel and Torrie (1983) adalah sebagai berikut:

Yijk = µ+ A1 + B1 + (AB)ij + Єijk

Keterangan : Yijk = Nilai pengamatan dari faktor A taraf ke-i, faktor B taraf

ke-j dan ulangan ke-k µ = Nilai tengah umum

Ai = Pengaruh utama faktor A pada taraf ke-i

Bj = Pengaruh utama faktor B pada taraf ke-j

(AB)ij = Komponen interaksi faktor A dan faktor B

masing-masing pada taraf ke-i dan ke-j

Єijk = Pengaruh galat percobaan dari faktor A taraf ke-i, faktor

B taraf ke-j dan ulangan ke-k

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam untuk mengetahui adanya pengaruh atau tidak dari masing-masing perlakuan pada tingkat signifikansi 95%. Apabila ada pengaruh, maka dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (DMRT) untuk melihat perbedaan dari masing-masing perlakuan (Sastrosupadi 2004).


(62)

Uji statistik yang digunakan pada pembuatan tepung tulang ikan lele dumbo afkir adalah t-student dengan membandingkan dua perlakuan metode pemasakan, yaitu metode basah dan metode kering. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Model matematika uji t-student menurut Walpole (1975) adalah:

Keterangan : ̅ = Mean atau rerata

µ0 = Nilai tengah s = Simpangan baku

n = Jumlah data

Data organoleptik diolah menggunakan uji statistik non parametrik Kruskal Wallis (Matjik dan Sumertajaya 2006). Data yang diperoleh dari lembar penilaian ditabulasi dan disusun mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar dan kemudian ditentukan peringkatnya masing-masing. Statistik uji yang digunakan adalah:

∑ ⁄

Keterangan:

n = jumlah data total

ni = banyaknya pengamatan pada perlakuan ke-i

Ri2 = jumlah peringkat dari perlakuan ke-i

T = banyaknya pengamatan seri dalam kelompok H = simpangan baku


(1)

Lampiran 20 Analisis Ragam (ANOVA) proksimat MP-ASI formula kontrol, formula terpilih dan MP-ASI produk komersial

1. Kadar Air

Tabel 1 Analisis Ragam (ANOVA) Sumber

Keragaman

Jumlah kuadrat

Derajat

Bebas Kuadrat Tengah F Sig.

Formula 170,471 5 34,094 189,790 ,000

Galat 1,078 6 ,180

Total 171,549 11

Tabel 3 Uji lanjut Duncan

Perlakuan N Subset for alpha = .05

1 2 3

Produk komersial 2 2,0850

Formula C1 2 8,8500

Formula B1 2 10,2800

Formula kontrol 2 10,4000

Sig. ,065 1,000 1,000

2. Kadar Lemak

Tabel 1 Analisis Ragam (ANOVA)

Sumber Keragaman Jumlah

Kuadrat

Derajat

Bebas Kuadrat Tengah F Sig.

Formula 198,643 5 39,729 182,871 ,000

Galat 1,304 6 ,217

Total 199,947 11

Tabel 2 Uji lanjut Duncan

Perlakuan N Subset for alpha = .05

a b c

Produk komersial 2 2,1400

Formula C1 2 9,6500

Formula B1 2 11,0350

Formula kontrol 2 11,1600


(2)

3. Kadar Protein

Tabel 1 Analisis Ragam (ANOVA) Sumber

Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Sig.

Formula 7025,911 5 1405,182 11269,255 ,000

Galat ,748 6 ,125

Total 7026,659 11

Tabel 2 Uji lanjut Duncan

Perlakuan N Subset for alpha = .05

1 2 3

Formula kontrol 2 11,7400

Produk komesial 2 11,8400

Formula B1 2 17,6550

Formula C1 2 24,7250

Sig. ,787 1,000 1,000

4. Kadar Abu

Tabel 1 Analisis Ragam (ANOVA) Sumber

keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

F Sig.

Formula 8088,392 5 1617,678 42758,017 ,000

Galat ,227 6 ,038

Total 8088,619 11

Tabel 2 Uji lanjut Duncan

Perlakuan N Subset for alpha = .05

1 2 3

Formula kontrol 2 2,5400

Produk komersial 2 2,6650

Formula C1 2 2,9350

Formula B1 2 3,5100


(3)

5. Karbohidrat

Tabel 1 Analisis Ragam (ANOVA) Sumber

keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat

Bebas Kuadrat Tengah F Sig.

Formula 6799,957 4 1699,989 2521,266 ,000

Galat 3,371 5 ,674

Total 6803,328 9

Tabel 2 Uji lanjut Duncan

Perlakuan N Subset for alpha = .05

1 2 3 4

Formula C1 2 54,4100

Formula B1 2 60,9700

Formula kontrol 2 67,7300

Produk komersial 2 80,8750


(4)

Lampiran 21 Profil asam amino MP-ASI formula kontrol, formula terpilih. Dan MP-ASI produk komersial

Tabel 1 Profil asam amino MP-ASI formula A0 (kontrol)

Jenis Amino % mg/g protein

Asam aspartat 1,28 109,02

Asam glutamat 3,51 298,95

Serin 0,85 72,39

Histidin 0,41 34,92

Glisin 0,33 28,11

Treonin 0,66 56,21

Arginin 0,62 52,81

Alanin 0,61 51,95

Trosin 0,40 34,07

Metionin 0,38 32,36

Valin 0,95 80,91

Penilalanin 0,78 66,43

Isoleusin 0,78 66,43

Leusin 1,50 127,75

Lisin 0,94 80,06

Tabel 2 Profil asam amino MP-ASI formula B1

Jenis Asam Amino % mg/g protein

Asam aspartat 1,90 107,64

Asam glutamat 4,12 233,41

Serin 1,00 56,65

Histidin 0,50 28,33

Glisin 0,64 36,26

Threonin 0,89 50,42

Aarginin 1,00 56,65

Alanin 1,00 56,65

Tirosin 0,48 27,19

Metionin 0,54 30,59

Valin 1,15 65,15

Penilalanin 0,98 55,52

Isoleusin 1,00 56,65

Leusin 1,84 104,24

Lisin 1,72 97,44


(5)

Tabel 3 Profil asam amino MP-ASI formula C1 Jenis Asam

Amino % mg/g protein

Asam aspartat 2,69 108,78

Asam glutamat 5,03 203,41

Serin 1,27 51,36

Histidin 0,63 25,48

Glisin 0,99 40,04

Treonin 1,25 50,55

Arginin 1,56 63,09

Alanin 1,54 62,28

Tirosin 0,62 25,07

Metionin 0,76 30,73

Valin 1,45 58,64

Penilalanin 1,27 51,36

Isoleusin 1,32 53,38

Leusin 2,40 97,06

Lisin 2,47 99,89

Tabel 4 Profil asam amino MP-ASI produk komersial

Jenis Asam Amino % mg/g protein

Asam aspartat 1,36 119,40

Asam glutamat 2,14 187,88

Serin 0,75 65,85

Histidin 0,33 28,97

Glysin 0,43 37,75

Treonin 0,49 43,02

Arginin 0,99 86,92

Alanin 0,65 57,07

Tirosin 0,46 40,39

Metionin 0,24 21,07

Valin 0,59 51,80

Penilalanin 0,69 60,58

Isoleusin 0,5 43,90

Leusin 1,14 100,09


(6)

Lampiran 21 Analisis daya cerna invitro MP-ASI formula kontrol, terpilih dan MP-ASI produk komersial

Tabel 1 Daya cerna In vitro MP-ASI formula kontrol, terpilih dan MP-ASI produk komersial

Sampel Kadar protein (%) Daya cerna in vitro

protein Rerata

Formula kontrol 10.97 89,01 88,855

10.92 88,70

Formula B1 18.27 92,94 92,86

18.83 92,78

Formula C1 25.10 91,83 92,03

25.10 92,23

Produk komersial 12.78 90,84 90,98

13.17 91,12

Tabel 2 Analisis Ragam (ANOVA)

Sumber keragaman Jumlah

kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Sig.

Formula 121,762 4 30,440 845,098 ,000

Galat 0,180 5 ,036

Total 121,942 9

Tabel 3 Uji lanjut Duncan

perlakuan N Subset for alpha = .05

1 2 3 4

Formula kontrol 2 88,8550

Produk komersial 2 90,9800

Formula C1 2 92,0300

Formula B1 2 92,8600