Karakteristik Daging Lumat dengan Perlakuan Pencucian

Gambar 11 Histogram rata-rata daya adhesive bahan pengisi nugget. P0, P1, P2, P3. Angka-angka yang diikuti huruf berbeda a, b, c, d, e, f, dan g menunjukkan berbeda nyata p0,05 pada faktor interaksi pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas. Simbol P0, P1, P2, P3, C0, C1, C2, C3, dan C4 merujuk keterangan pada Tabel 5. Daya adhesive tertinggi ditunjukkan oleh formulasi perlakuan tanpa pencucian daging lumat dan penambahan konsentrasi tepung talas 20 P0C5 sedangkan daya adhesive paling rendah ditunjukkan pada formulasi perlakuan tanpa pencucian daging lumat dan penambahan tepung talas 0 P0C0. Hal ini karena tepung talas memiliki kadar amilopektin yang lebih tinggi dibandingkan dengan amilosa. Berdasarkan penelitian Hartati dan Prana 2003, talas memiliki kadar amilosa antara 10,54–21,44 sedangkan kadar amilopektin 78,56–89,46. Pati yang memiliki kadar amilosa tinggi dapat membentuk gel yang agak rapuh brittle, sedangkan pati yang memiliki kadar amilopektin yang tinggi akan membentuk gel yang lekat adhesive dan bersatu cohesive Park 2000. Menurut Campo dan Tovar 2008, kelengketan dan kekerasan gel surimi semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi pati. i def cdef abc a abcd gh hi efg ab defg hi defg efg gh fg efg bcde abc cdef -160 -140 -120 -100 -80 -60 -40 -20 C0 C1 C2 C3 C4 Da ya a dhes iv e g s Konsentrasi 3 Kekenyalan cohesiveness Kekenyalan menggambarkan daya tahan produk untuk lepas atau pecah karena adanya gaya tekan. Menurut Munizaga et al. 2004, kekenyalan cohesiveness dihitung berdasarkan perbandingan antara luas daerah di bawah kurva ke 2 dan kurva ke 1. Berdasarkan hasil analisis ragam pengaruh pencucian dan konsentrasi tepung talas terhadap kekenyalan cohesiveness formula filler Lampiran 8, menunjukkan bahwa pencucian berpengaruh nyata P0,05 terhadap kekenyalan formula nugget sedangkan konsentrasi tepung talas tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Kekenyalan terbesar ditunjukkan pada perlakuan pencucian 1 kali P1 sedangkan kekenyalan terkecil pada pencucian 3 kali P3. Perlakuan pencucian 1 kali P1 berbeda nyata pada taraf 5 terhadap perlakuan tanpa pencucian P0, pencucian 2 kali P2 dan 3 kali P3. Perlakuan pencucian pada prinsipnya dapat meningkatkan protein miofibril dan menghilangkan protein sarkoplasma. Pencucian yang berlebihan memungkinkan protein miofibril juga ikut larut sehingga dapat menurunkan kekuatan gel. Menurut Yongsawatdigul et al. 2006, pencucian juga berpengaruh pada aktivitas transglutaminase TGase yang sangat berperan dalam pembentukan gel, dan proteinase yang berperan dalam proses autolisis. Pencucian pertama merupakan proses yang cukup untuk mempertahankan aktivitas enzim TGase dan menurunkan aktivitas autolisis pada mud carp Cirrhiana microlepis. Tingginya kekenyalan formula filler pada pencucian ke 1 juga dapat dipengaruhi oleh penambahan Sodium Tripolyphosphat STTP. Menurut Julavittayanukul et al. 2005, senyawa phosphat dapat meningkatkan aktivitas enzim transglutaminase TGase endogenous. Enzim ini mampu mengkatalisasi polimerisasi dan cross-linking protein melalui pembentukan ikatan kovalen antar molekul protein. Ikatan kovalen non-disulfida dibentuk antara asam glutamat dan residu lisin dalam protein. Rantai ini dapat meningkatkan cohesivitas surimi. Hasil uji lanjut Duncan interaksi antara konsentrasi tepung talas dan banyak pencucian daging lumat Lampiran 8 disajikan pada pada Gambar 12. ☛☞ Gambar 12 Histogram rata-rata kekenyalan bahan pengisi nugget. P0, P1, P2, P3. Angka-angka yang diikuti huruf berbeda a, b, c, d, e, dan f menunjukkan berbeda nyata p0,05 pada faktor interaksi pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas. Simbol P0, P1, P2, P3, C0, C1, C2, C3, dan C4 merujuk keterangan pada Tabel 5. Interaksi antara konsentrasi tepung talas dan banyak pencucian terhadap kekenyalan cohesiveness formulasi filler nugget berbeda nyata pada taraf 5 Lampiran 8. Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa kekenyalan tertinggi terdapat pada formulasi tepung talas 0 dan tanpa pencucian P0C0, sedangkan kekenyalan terendah terdapat pada formulasi 5 tepung talas tanpa pencucian P0C1. Rata-rata nilai cohesivitas berkisar antara 0,346-0,565. Peningkatan pencucian akan berpengaruh pada peningkatan kekuatan gel yang ditunjukkan pada peningkatan kekenyalan. Pada penelitian ini, kekenyalan tertinggi terjadi pada formulasi tanpa pencucian. Hal ini berarti terdapat faktor lain selain pencucian yang berpengaruh terhadap cohesivitas formula filler. Kekenyalan yang rendah pada formula dengan penambahan tepung talas diduga berkaitan dengan kandungan oksalat dan tingginya kandungan mineral pada tepung talas. Menurut Liu et al. 2008, penambahan Na + dan Ca 2+ berpengaruh terhadap tekstur gel. Penambahan Na + menyebabkan gel surimi menjadi sedikit keras dan elastisitas meningkat. Ion Ca 2+ dan protein pada surimi dapat membentuk struktur jembatan kalsium, dimana gugus hidroksil pada protein f a abcde ab bcde abc cde cdef ef def ab def cdef ab abcd ab abcde ab ab bcde 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 C0 C1 C2 C3 C4 K e k eny al a n Konsentrasi ✌✍ akan berikatan dengan kalsium. Hal ini mengakibatkan struktur jaringan menjadi lebih kompak dan ketahanan makromolekul menjadi lebih besar. Ion Ca 2+ juga dapat mengaktifkan enzim endogenous transglutaminase selama proses gelasi surimi. Adanya oksalat pada tepung talas diduga dapat mengikat ion Na + dan Ca 2+ dan menghalangi terbentuknya struktur jembatan kalsium yang kompak pada proses pembentukan gel. Menurut Savage at al. 2000, adanya oksalat pada bahan makanan telah menunjukkan reduksi bioavailabilitas pada beberapa mineral essensial. Berkaitan dengan hal itu, Noonan dan Savage 1999 telah menyoroti fakta bahwa ketika asam oksalat membentuk garam larut air dengan ion Na + , K + dan NH4 + , oksalat juga mengikat Ca 2+ , Fe 2+ , dan Mg 2+ untuk membentuk garam tak larut. Nilai derajat keasaman pH juga berpengaruh pada sifat gel surimi. Menurut Munizaga et al. 2004, pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan elastisitas gel yang kuat pada surimi. Pada penelitian ini, nilai pH daging lumat, baik dengan perlakuan pencucian maupun tanpa pencucian berada pada kisaran pH 6,65-6,77 yang merupakan pH optimal bagi pembentukan gel. 4 Derajat Warna Analisis ragam yang dilakukan untuk menguji pengaruh perlakuan pencucian dan konsentrasi tepung talas terhadap data warna Llightness, aredness, dan b yellowness menunjukkan bahwa pencucian daging lumat dan konsentrasi tepung talas berpengaruh sangat nyata P 0,05 terhadap lightness L Lampiran 9. Konsentrasi tepung berpengaruh sangat nyata P 0,05 terhadap redness Lampiran 10 dan yellowness Lampiran 11 tetapi pencucian berpengaruh tidak nyata P0,05 terhadap data redness dan yellowness . Tidak ada interaksi nyata P0,05 antara perlakuan banyak pencucian dan konsentasi tepung talas terhadap data lightness, redness dan yellowness. Hasil uji lanjut Duncan terhadap lightness Lampiran 9 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan data lightness yang nyata sig 0,05 mulai dari perlakuan tanpa pencucian P0 hingga perlakuan pencucian 3 kali P3. Lightness terkecil yaitu 60,21 untuk formulasi tanpa pencucian P0 dan terbesar ✎✏ 68,41 untuk perlakuan pencucian sebanyak 3 kali P3. Hal ini disebabkan pada proses pencucian daging lumat, pigmen dan darah ikut terbuang pada saat pencucian sehingga semakin banyak pencucian, tingkat kecerahan lightness akan semakin tinggi. Menurut Chaijan et al. 2006, proses pencucian sangat perlu untuk memperbaiki warna dan kekuatan gel pada surimi. Rawdkuen et al. 2008 menyatakan bahwa whiteness tertinggi pada gel surimi ditemukan lebih tinggi pada pencucian konvensional dibandingkan dengan pencucian asam dan alkali. Tingginya whiteness pada gel surimi dapat disebabkan adanya perlakuan pemanasan maupun karena perubahan pada heme protein selama proses gelasi. Konsentrasi tepung talas 0 menunjukkan lightness tertinggi, yaitu 74,156 sedangkan lightness terendah pada konsentrasi tepung talas 20. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan tepung talas mennyebabkan warna formula menjadi kurang cerah yang ditunjukkan oleh penurunan nilai L. Semakin mendekati angka 100, maka produk akan semakin cerah. Formulasi dengan penambahan tepung talas menunjukkan warna yang kurang terang. Semakin banyak konsentrasi tepung talas, warna formula filler nugget cenderung berwarna kusam. Menurut Karayannakidis et al. 2007, proses gelatinisasi pati akan mempengaruhi warna pada produk akhir kamaboko. Pada proses gelatinisasi surimi, granula pati akan menyerap air dan mengembang sampai dibatasi oleh jaringan protein. Hal ini menghasilkan pengaruh penguatan dan tekanan pada matriks gel dan meningkatkan kemampuan pembentukan gel. Penambahan pati ini dapat juga menimbulkan pengaruh yang merusak pada sifat tekstur gel kamaboko jika granula pati tidak tergelatinisasi, sehingga tingkat kecerahan lightness akan menurun dan gel ikan menjadi lebih kusam. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kecerahan formula filler adalah warna dasar tepung talas yang kurang cerah dibandingkan dengan tepung komersial lain. Menurut Aboubakar et al. 2008, warna tepung talas yang kurang cerah disebabkan adanya reaksi browning non enzimatik reaksi maillard. Reaksi maillard dapat terjadi pada bahan pangan yang mengandung gula pereduksi dan protein dalam kondisi yang memungkinkan bereaksi, yaitu tergantung pada suhu, pH, dan a w selama penyimpanan. Pada tahap awal, terjadi reaksi antara asam amino dengan gula pereduksi, membentuk senyawa kompleks