Financial Distress pada Sektor Privat

Relevansi merupakan karakteristik kualitatif dari laporan keuangan yang berguna untuk membantu penggunanya dalam memprediksi estimasi pembayaran yang akan datang future payoff estimate Scott, 2003. APB Statement No.4 menyatakan bahwa relevansi adalah informasi akuntansi keuangan yang relevan dan mempunyai pengaruh terhadap keputusan ekonomis yang menggunakan informasi akuntansi keuangan ini. Sebaliknya, Kieso dan Weygandt 2005 mengatakan bahwa relevansi dapat dihubungkan dengan tujuan penggunaannya, yaitu untuk pengambilan keputusan. Berkaitan dengan tujuan relevansi maka dapat dipilih metode-metode pengukuran dan pelaporan akuntansi keuangan sehingga dapat membantu para pengguna laporan keuangan untuk mengambil jenis keputusan yang memerlukan data akuntansi. Berdasarkan keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa relevansi berkaitan dengan pengukuran laporan keuangan yang digunakan oleh para pengguna users dalam pengambilan keputusan. Agar informasi laporan keuangan mempunyai nilai relevan, informasi laporan keuangan tersebut harus memenuhi kriteria-kriteria sebagaimana dinyatakan dalam KKAP paragrap 32. Kelima kriteria yang dimaksud meliputi: nilai umpan balik feedback value, memiliki manfaat prediktif predictive value, tepat waktu timelines dan lengkap completeness. Penelitian ini menggunakan nilai prediktif predictive value sebagai kerangka dasar dalam pengujian. Nilai prediktif yang diuji dalam penelitian ini adalah pengaruh informasi dalam laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia terhadap probabilitas pemerintah daerah untuk mengalami financial distress.

3. Pengertian Financial Distress

a. Financial Distress pada Sektor Privat

Financial distress adalah suatu konsep luas yang terdiri dari beberapa situasi yang mana suatu entitas menghadapi masalah kesulitan keuangan. Istilah umum untuk menggambarkan situasi tersebut adalah insolvency, kebangkrutan, kegagalan, ketidakmampuan melunasi hutang dan default Atmini dan Wuryana, 2005. Insolvency dalam kebangkrutan menunjukkan kekayaan bersih negatif. Ketidakmampuan melunasi hutang menunjukkan kinerja negatif dan menunjukkan adanya masalah likuiditas. Default berarti suatu perusahaan melanggar perjanjian dengan kreditur dan dapat menyebabkan tindakan hukum. Menurut Platt dan Platt 2002, financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Foster 1994 mendefinisikan financial distress sebagai suatu kondisi sebuah permasalahan likuiditas yang tidak dapat dipecahkan tanpa adanya penetapan kembali kapasitas operasional perusahaan. Artinya bahwa perusahaan yang mangalami financial distress berada dalam permasalahan dalam kegiatan operasional perusahaanya. Foster 1994 membagi area penelitian terkait financial distress menjadi empat kategori berikut ini. Tabel II. 2 Klasifikasi Financial Distress Nonfinancially Distressed Financially Distressed Nonbankrupt I II Bankrupt III IV Sumber: Foster 1994 Apabila kondisi financial distress ini dapat diketahui, maka diharapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi tersebut sehingga perusahaan tidak masuk pada tahap kesulitan yang lebih berat seperti kebangkrutan ataupun likuidasi. Apabila situasi kesulitan keuangan tersebut tidak segera diselesaikan perusahaan dapat tergiring pada kondisi company failure. Berbagai tanda situasi atau keadaan yang dihadapi perusahaan yang mengalami kondisi financial distress adalah: volume penjualan yang relatif rendah atau adanya trend penjualan yang menurun, cash flow yang negatif, kerugian yang selalu diderita dari operasinya dan hutang yang semakin membengkak.

b. Financial Distress pada Sektor Publik