III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dari tanggal 24 Oktober sampai 23 Desember 2011, yang berlokasi di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor, Jawa Barat
yang terletak diantara 6° 29΄ 40΄΄ – 6° 32΄ 00΄΄ Lintang Selatan dan 106° 42΄ 20 –
106° 45΄ 20΄΄ Bujur Timur. Perkebunan ini memiliki luas lahan sekitar 1008,64 ha. Wilayah perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor
Afdeling I dan II berbatasan dengan: 1.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Parung Kabupaten Bogor. 2.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Bogor. 3.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan
Rumpin, dan Kecamatan Parung Kabupaten Bogor.
Gambar 1. Peta lokasi PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laborartorium Penginderaan
Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan adalah citra ALOS AVNIR-2 Bogor Barat tahun 2009, Peta Rupa Bumi skala 1:25.000 Lembar Leuwiliang, Kabupaten Bogor
BAKOSURTANAL, 1999. Kemudian digunakan peta blok kebun tahun, peta jenis tanah, peta elevasi, peta kemiring lereng, data curah hujan yang mewakili
tahun 2002 – 2010 dan data produksi kelapa sawit tahun 2005 – 2010 dari PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor. Alat yang digunakan adalah GPS Global Positioning System dan seperangkat komputer yang dilengkapi aplikasi
ArcView GIS 3.3, ArcGIS 9.3, MINITAB 14, M.S Office 2007, dan Adobe Photoshop CS3.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap pengolahan data, tahap pengambilan data lapang, dan analisis data. Diagram
alur penelitian disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Alur Penelitian
3.3.1 Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan adalah peta perkebunan topografi, jenis tanah dan tahun tanam, data produksi dan data curah hujan dari PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang, Bogor, citra ALOS AVNIR-2. Sedangkan data lapang diperoleh langsung dari lokasi penelitian yaitu permasalahan dalam pengelolaan
air.
3.3.2 Pengolahan Citra ALOS AVNIR-2
Citra ALOS AVNIR-2 diolah dengan menggunakan software Arc GIS 9.3. Tahap pengolahan citra ALOS AVNIR-2 meliputi koreksi geometrik, kombinasi
band dan pemotongan citra cropping. Koreksi geometrik atau rektifikasi bertujuan untuk memperbaiki distorsi geometrik, sehingga diperoleh citra dengan
sistem proyeksi dan koordinat seperti yang ada di peta. Koreksi geometrik dilakukan dengan cara menyesuaikan suatu daerah yang sama antara citra yang
telah terkoreksi dengan citra yang belum terkoreksi. Kombinasi dilakukan untuk mengetahui kenampakan citra dengan warna natural natural color kombinasi
band 3, 2 dan 1 RGB sehingga dapat melihat tutupan lahan landcover. Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan lokasi penelitian pada citra
tersebut menggunakan software Arc GIS 9.3.
3.3.3 Pengolahan Peta Topografi
Pengolahan peta topografi bertujuan untuk mendapatkan peta kemiringan lereng dan peta kelas elevasi dengan menggunakan software Arc View 3.3. Peta
kemiringan lereng diperoleh dari analisis kontur dan dilakukan digitasi peta kelas kemiringan lereng kebun yang dibuat kembali dengan analisis kontur dari Peta
Rupa Bumi skala 1:25.000 lembar Leuwiliang sebagai referensi. Peta kelas elevasi diperoleh dari digitasi peta elevasi kebun yang dibuat
kembali dari peta elevasi kebun yang sudah ada dengan referensi Peta Rupa Bumi skala 1:25.000 lembar Leuwiliang sebagai referensi. Kemudian dilakukan
pengkelasan elevasi yang disesuaikan dengan interval yang ada di peta dan dirubah ke dalam bentuk digital vektor.
3.3.4 Pengolahan Peta Tanah
Peta tanah digunakan untuk mendapatkan informasi jenis tanah dan fisiografi atau bentuk wilayah, sehingga dapat terbentuk peta jenis tanah di daerah
penelitian. Peta tanah yang digunakan adalah peta tanah kebun yang sudah ada yang kemudian dibuat digitasi kembali dalam bentuk digital vektor.
3.3.5 Pengolahan Peta Blok Kebun
Peta blok kebun digunakan untuk mendapatkan informasi lokasi dari tiap blok kebun dan tahun tanam kelapa sawit yang berasal dari denah blok kebun.
Peta blok kebun yang digunakan adalah peta bidang blok kebun hasil scanning data batas blok wilayah kebun tahun 2011 yang kemudian dilakukan digitasi
sehingga menjadi bentuk digital vektor. Setelah itu dimasukkan data-data tabularnya berupa informasi batas wilayah, batas wilayah tiap blok, tahun tanam
kelapa sawit dan data produktivitas di tiap blok kebun dari tahun 2005
– 2010.
3.3.6 Analisis Potensi Aliran Permukaan
Potensi aliran permukaan ditentukan dengan manggunakan variabel, yaitu jenis tanah dan kemirngan lereng. Tahapan yang dilakukan dengan sistem
pembobotan skoring yaitu dengan membuat nilai dari setiap variabel dan nilai tersebut dimasukkan ke dalam atribut data. Nilai skor untuk setiap variabel
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Skor kemiringan lereng dan jenis tanah Kemiringan lereng
Skor Jenis tanah
Skor – 8
1 Latosol Cokelat Kemerahan
1 8 - 15
2 Oksisol
2 15 - 25
3 Podsolik Merah Kuning
3 25
– 40 4
Penentuan potensi aliran permukaan dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis pada software ArcView GIS 3.3. Selanjutnya
dilakukan perhitungan dengan melakukan perkalian skor kemiringan lereng dengan jenis tanah untuk mendapatkan jumlah skor sehingga dapat ditentukan
kelas potensi aliran permukaan. Dari hasil jumlah skor tersebut kemudian dilakukan pengolahan atribut data secara spasial dalam bentk digital yang diubah
menjadi bentuk vektor berdasarkan kelas potensi aliran yang telah dibuat sehingga didapatkan pola persebaran kelas potensi aliran permukaan. Daerah yang memiliki
tingkat potensi aliran permukaan tinggi akan memiliki jumlah skor yang tinggi, sebaliknya daerah yang memiliki tingkat potensi aliran permukaan rendah akan
memiliki jumlah skor yang rendah. Skor tingkat potensi aliran permukaan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Skor kelas potensi aliran permukaan Kelas potensi aliran
permukaan Jumlah skor
Tinggi 9
– 12 Sedang
5 – 8
Rendah 1
– 4
3.3.7 Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi dilakukan untuk menentukan calon lokasi pembuatan embung. Analsis tersebut dilakukan menggunakan tools Hydrology pada ArcGIS
9.3 dengan DEM digital elevation model sebagai input yang kemudian diolah kedalam pola alirandengan memperhitungkan slope, flow direction dan flow
accumulation. Calon lokasi pembuatan embung diproses pada beberapa tempat yang terdapat akumulasi pola aliran intermitten aliran tadah hujan.
3.3.8 Survei Lapang
Survei lapang dilakukan pada tanggal 26 dan 31 Oktober 2011, serta tanggal 6 dan 7 Desember 2011 untuk mengetahui kecocokan hasil interpretasi
citra dan data lapangan. Pada saat survei lapang juga dilakukan wawancara dengan pengelola kebun untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan
pengelolaan air yang ada di lokasi penelitian.
3.3.9 Sintesis Data
Proses analisis dimulai dengan menganalisis hasil wawancara di lokasi pengamatan yang didapat saat survei lapang, kemudian dilakukan analisis untuk
melihat faktor-faktor fisik lahan terhadap produktivitas, khususnya dalam hal pengelolaan air dan aliran permukaan, serta dilakukan penentuan faktor fisik mana
yang paling berpengaruh terhadap perubahan produktivitas. Untuk melihat keterkaitan faktor-faktor fisik dengan produktivitas,
dilakukan perhitungan nilai korelasi dengan menggunakan MINITAB 14, yaitu dengan melakukan korelasi data produksi, kemiringan lereng, jenis tanah dan
potensi aliran permukaan dengan melihat nilai korelasi serta nilai p-value yang 0.005 dari setiap faktor. Hasil dari analisis korelasi data akan menjelaskan
hubungan keterkaitan faktor-faktor biofisik dengan produktivitas.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Faktor-faktor Biofisik yang Mempengaruhi Ketersediaan Air 4.1.1 Kenampakan Tutupan Lahan berdasarkan Analisis Citra Digital
Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 Bogor Barat tahun 2009 seperti yang tampak pada Gambar 3. Kombinasi band
yang digunakan pada penelitian ini adalah kombinasi antara band 3, 2, dan 1 RGB yang menghasilkan kenampakan alami natural color. Interpretasi secara
visual pada Citra ALOS AVNIR-2 dilakukan berdasarkan pada unsur-unsur interpretasi yaitu rona, pola, tekstur, ukuran, bentuk, bayangan, site dan asosiasi.
Gambar 3. Kenampakan citra ALOS AVNIR-2 kombinasi band 3,2,1
Dari hasil pemotongan Gambar 4 citra ALOS AVNIR-2 pada kombinasi band 3, 2 dan 1 RGB, dapat terlihat tutupan lahan sebagian besar berupa
vegetasi, yaitu perkebunan kelapa sawit. Interpretasi secara visual menunjukkan kenampakan tutupan lahan berupa kebun kelapa sawit dengan melihat unsur-unsur
interpretasi yang khas kebun kelapa sawit yaitu memiliki rona hijau, tekstur kasar dan terdapat sungai tersebut serta aksesibilitas berupa jalan di areal perkebunan.
Gambar 4. Citra ALOS AVNIR-2 Wilayah Perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor
Kenampakan pada tutupan lahan kanopi berdasarkan umur tanaman kelapa sawit Gambar 5 menunjukkan adanya perbedaan secara visual yaitu kerapatan
kanopi tanaman kelapa sawit semakin rapat semakin gelap warnanya. Tetapi pada keadaan di lapangan seperti yang terlihat di Gambar 6, permukaan bawah
tanaman kelapa sawit memiliki tanaman penutup cover crop yang seragam yaitu berupa rumput.
Gambar 5. Tingkat kerapatan kanopi tanaman kelapa sawit
Gambar 6. Tanaman penutup cover crop di bawah tanaman kelapa sawit yang seragam berupa rumput
4.1.2 Curah Hujan
Curah hujan dari tahun 2002 – 2010 di wilayah Perkebunan PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor diasumsikan seragam, karena hanya terdapat satu alat pengukur curah hujan di lokasi perkebunan. Curah hujan
tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar 4116 mm yang disajikan pada Gambar 7 dengan curah hujan tertinggi pada bulan November 790 mm dan terendah pada
bulan Agustus 70 mm, serta didapat rata-rata curah hujan tahun 2002 – 2010
sekitar 3482 mmtahun, yang diasumsikan nilainya sama di seluruh wilayah perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor.
Gambar 7. Curah hujan tahunan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor
4.1.3 Kemiringan Lereng
Gambar 8 adalah peta kemiringan lereng yang menunjukkan pembagian kelas lereng di wilayah perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang,
Bogor. Berdasarkan peta kelas kemiringan lereng tersebut, wilayah perkebunan didominasi oleh kelas kemiringan lereng curam 15
– 25 dengan luas
569.91 ha
yang terdapat di bagian tengah daerah perkebunan, sedangkan daerah yang datar – 8 dengan luas
304.60 ha
terdapat di bagian Utara dan Selatan daerah perkebunan.
1500 3000
4500
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010
cu ra
h h
u ja
n m
m
Gambar 8. Peta kemiringan lereng PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor
Tabel 3. Luas daerah dari setiap kemiringan lereng Kemiringan lereng
Luas ha
Persentasi
0 - 8 304,60
30,02 8 - 15
65,12 6,46
15 - 25 569,91
56,50 25 - 40
69,01 6,84
Total luas 1008,64
100,00
4.1.4 Jenis Tanah
Jenis tanah yang ada di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor Wilayah yang disajikan pada Gambar 9,
didominasi oleh jenis tanah Podsolik Merah Kuning yang persebarannya terdapat pada blok 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 27, 28, 29, 30,
31, 32 dan 38.
Gambar 9. Peta jenis tanah PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor Tabel 4 merupakan tabel kelas hidrologi tanah yang menunjukkan tipe dari
setiap kelas yang berdasarkan potensi aliran, tekstur tanah, kedalaman solum, agregat, permeabilitas dan laju infiltrasi.
Tabel 4. Kelas Hidrologi Tanah
Kelas Hidrologi Tanah
Deskripsi Jenis Tanah
A
Potensi aliran permukaan rendah; tekstur pasir dan lempeng, solum dalam, tekstur debu agregat baik, permeabilitas cepat
laju infiltrasi minimum: 7,62 – 11,43 mm jam
B
Potensi aliran permukaan agak rendah ; seperti pada kelompok A Tetapi bersolum dangkal, permeabilitas sedang
– tinggilaju infiltrasi minimum: 3,81
– 7,62 mmjam
C
Potensi aliran permukaan agak tinggi; tekstur lempung berliat, lempung berpasir dengan solum dangkal, tanah dengan
kandungan bahan organik rendah dan tanah dengan kandungan liat tinggi, permeabilitas rendah laju infiltrasi minimum: 1,27 -
3,81 mm jam Latosol Cokelat
Kemerahan
D
Potensi aliran permukaan tinggi; meliputi tanah berkadar liat tinggi yang mudah mengembang ketika basah, tanah yang
mempunyai lapisan impermeable dekat permukaan atau tanah salin tertentu laju infiltrasi minimum: 0
– 1,27 mm jam Podsolik Merah
Kuning
Berdasarkan deskripsi tabel kelas hidrologi tanah tersebut, kelas hidrologi tanah di wilayah perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor
termasuk ke dalam kelas hidrologi tanah C pada jenis tanah Latosol Cokelat Kemerahan, sedangkan tanah Podsolik Merah Kuning termasuk pada kelas
hidrologi tanah D. Menurut hasil penelitian Marieta 2011, di wilayah perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor jenis tanah Latosol
Cokelat Kemerahan karena memiliki ketebalan solum ± 143 cm dengan laju infiltrasi ± 1,31 cmjam, sedangkan untuk jenis tanah Podsolik Merah Kuning
memiliki solum ± 103 cm dengan laju infiltrasi ± 1,55 cmjam .
4.1.5 Potensi Aliran Permukaan
Pola potensi aliran permukaan yang dianalisis dari hasil gabungan data atribut yang berupa data kemiringan lereng, jenis tanah dan kelas hidrologi tanah
disajikan pada Gambar 10. Dari hasil dapat terlihat bahwa potensi aliran permukaan hampir di seluruh wilayah memiliki potensi aliran yang tinggi. Potensi
aliran permukaan yang tinggi dominan terjadi di sebagian besar wilayah perkebunan yaitu di bagian tengah wilayah perkebunan, sedangkan daerah
perkebunan yang memiliki potensi aliran rendah terdapat di bagian Tenggara, Selatan dan Barat Laut. Hal ini mengakibatkan air yang berlebih mengalir dari
tempat yang lebih tinggi dengan kemiringan lereng yang lebih curam ke tempat yang lebih rendah dan lebih datar, sehingga ketersediaan air pada daerah yang
lebih rendah dan lebih datar menjadi berlebih.
Gambar 10. Peta potensi aliran permukaan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor
4.2 Hubungan Potensi Aliran Permukaan dengan Produksi Kelapa Sawit
Pada beberapa blok kebun terdapat penurunan produksi kelapa sawit ton TBShatahun yang disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi potensi
aliran permukaan. Penurunan produksi kelapa sawit tidak terjadi di sebagian besar wilayah perkebunan, tetapi penurunan produksi terlihat di wilayah
perkebunan bagian Timur dan Barat, yaitu di blok 1, 2, 4, 5, 6, 8, 10, 11, 12, 18, 27, 28, 29, 30, 33, 34 dan 35.
Potensi aliran permukaan akan menjadi lebih tinggi jika terdapat pada lereng yang lebih curam, sebaliknya potensi aliran permukaan akan lebih rendah
jika terdapat pada lereng yang lebih datar. Tetapi hal tersebut belum tentu terjadi pada daerah lembah yang merupakan daerah akumulasi dari aliran permukaan
yang berasal dari tempat yang lebih tinggi dengan kemiringan lereng yang curam sehingga dapat menyebabkan aliran permukaan menjadi lebih tinggi yang
akhirnya keadaan tanah menjadi jenuh air.
Tabel 5. Data Penurunan Produksi Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor tahun 2009
– 2010
Jenis Tanah Kemiringan
Lereng Produksi ton TBS ha tahun
Penurunan Produksi
Blok Produksi
2009 Produksi
2010 Latosol Cokelat Kemerahan
– 8 22.54
20.88 7.36
4 Latosol Cokelat Kemerahan
– 8 24.97
22.69 9.13
11 Latosol Cokelat Kemerahan
– 8 25.99
22.38 13.90
12 Latosol Cokelat Kemerahan
– 8 24.47
17.97 26.56
1 Latosol Cokelat Kemerahan
– 8 26.80
19.02 29.03
2 Oksisol
15 – 25
26.03 24.65
5.28 35
Oksisol 8
– 15 25.93
24.37 6.01
33 Oksisol
8 – 15
25.35 21.03
17.04 34
Podsolik Merah Kuning 15
– 25 25.13
24.82 1.26
10 Podsolik Merah Kuning
15 – 25
25.18 24.65
2.11 8
Podsolik Merah Kuning 15
– 25 19.31
18.76 2.84
30 Podsolik Merah Kuning
15 – 25
18.39 17.54
4.65 28
Podsolik Merah Kuning 15
– 25 27.94
26.56 4.94
18 Podsolik Merah Kuning
15 – 25
12.61 11.43
9.32 29
Podsolik Merah Kuning 15
– 25 23.85
21.30 10.71
6 Podsolik Merah Kuning
15 – 25
28.47 25.39
10.84 5
Podsolik Merah Kuning 25
– 40 13.67
13.51 1.15
27
Penurunan produksi terbesar terjadi di Blok 2, yang terdapat pada jenis tanah Latosol Cokelat Kemerahan dan kemiringan lereng 0
– 8 yang merupakan daerah terakumulasinya aliran permukaan, yaitu sebesar 29,03 dari produksi
26,80 ton TBShatahun pada tahun 2009 menjadi 19,02 ton TBShatahun pada tahun 2010 yang disajikan pada Tabel 5. Sunarko 2007 menyatakan bahwa
drainase yang buruk dapat menghambat penyerapan unsur hara dan proses nitrifikasi akan terganggu, sehingga tanaman akan kekurangan unsur nitrogen. Hal
ini dapat mempengaruhi proses pembungaan, serta curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan buah sawit yang dihasilkan menjadi lebih sedikit pada produksi
tahun berikutnya. Penyebaran penurunan produksi kelapa sawit disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Sebaran penurunan produksi kelapa sawit produksi 2009
– 2010
Penurunan produksi kelapa sawit terbesar terjadi pada tahun tanam 2002 Gambar 12. Hal ini dapat disebabkan karena perakaran tanaman bertambah luas
sehingga terdapat persaingan dalam penyerapan unsur hara di dalam tanah. Posisi tanaman kelapa sawit tahun tanam 2002 juga yang terdapat di daerah yang relatif
datar lembah yang merupakan daerah akumulasi dari aliran permukaan yang berasal dari daerah yang lebih tinggi dan berlereng lebih curam sehingga kondisi
tanah yang berada di daerah yang lebih rendah dan relatif datar lembah menjadi jenuh oleh air karena drainase tanah menjadi buruk.
Gambar 12. Grafik produksi kelapa sawit ton TBS ha tahun tahun tanam 2002
Tabel 6. Korelasi kemiringan lereng, jenis tanah, potensi aliran permukaan dengan penurunan produksi kelapa sawit
Kemiringan lereng
Penurunan produksi
Jenis tanah Potensi aliran
permukaan Penurunan
produksi -0,674
0,003 Jenis tanah
0,233 -0,404
0,368 0,108
Potensi aliran permukaan
0,808 -0,565
0,359 0,000
0,018 0,157
Tahun tanam 0,666
-0,723 0,334
0,595 0,003
0,001 0,190
0,012 Keterangan :
Nilai korelasi P-Value
nyata pada selang kepercayaan 95 p-value 0,050
Penurunan produksi memiliki korelasi terhadap kemiringan lereng karena mempunyai hubungan linier negatif mendekati -1 yaitu -0,674
,
artinya semakin miring lereng maka semakin rendah penurunan produksi. Kemiringan lereng
Produksi Tahun
2005 Produksi
Tahun 2006
Produksi Tahun
2007 Produksi
Tahun 2008
Produksi Tahun
2009 Produksi
Tahun 2010
Blok 1 2,87
16,97 25,31
26,93 24,47
17,97 Blok 2
2,84 14,42
26,11 25,96
26,80 19,02
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
30,00
to n
TB S
ha ta
hun
memiliki korelasi sangat kuat terhadap potensi aliran permukaan karena mempunyai hubungan semakin kuat nilai korelasi 0,75
– 0,99 yaitu 0,808, artinya semakin miring lereng maka semakin tinggi potensi aliran permukaan.
Potensi aliran permukaan memiliki korelasi yang signifikan terhadap penurunan produksi karena hubungan keduanya signifikan nilai p-value 0,05 yaitu 0,018,
artinya semakin rendah potensi aliran permukaan maka penurunan produksi semakin tinggi, tetapi masih terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi tingkat
produksi.
4.3 Rekomendasi Pengelolaan Air berdasarkan Potensi Aliran