T = 110 120 C 54
Pati Sagu Butanol
Air
+ p-toluene sulfonic acid
T = 130 150
o
C
Butanolisis
Butil glikosida
t = 30 menit P = 3
5 bar Alkohol lemak
+ p-toluene sulfonic acid
o
t = 120 menit
Transasetalisasi Air + butanol
P = vakum + NaOH sd pH 8 10
Netralisasi
Distilasi
APG Kasar
Pelarutan Air
T = 160 180
o
C P = vakum
Alkohol lemak
Pemucatan Bleaching
H
2
O
2
Alkil Poliglikosida APG
Gambar 12 Metode sintesis APG dua tahap.
55 2
3 1
4
Keterangan: 5
6
5
7
1 = reaktor berjaket
2 = motor pengaduk
3 = kondensor
5 = separator 6 = tangki silika gel
7 = pompa vakum 4
= jaket pemanas Gambar 13 Skema peralatan proses produksi APG dalam reaktor
batch.
Konfirmasi struktur dan evaluasi sifat-sifat aktif permukaan APG
Alkil poliglikosida APG yang dihasilkan dikonfirmasi struktur kimianya dengan menggunakan
tool analisis Fourier transform infrared spectroscopy FTIR dan dievaluasi sifat-sifat aktif permukaannya. Evaluasi sifat-sifat aktif
permukaan ini meliputi tegangan permukaan, tegangan antarmuka, HLB, dan kestabilan emulsi. Karakteristik APG yang dihasilkan dibandingkan dengan APG
komersial Cognis sebagai acuan. Adapun metode analisisnya disajikan pada Lampiran 1.
Kajian fenomena adsorpsi APG pada antarmuka fluida-fluida
Surfaktan nonionik APG ini larut dalam air, karena itu adsorpsi dipelajari pada permukaan air-udara untuk tegangan permukaan dan air-xilena untuk
tegangan antarmuka. Persamaan keadaan permukaan yang digunakan untuk menduga tegangan permukaan diturunkan dari persamaan adsorpsi Gibbs dan
model isotherm Langmuir. Untuk konsentrasi surfaktan rendah, konsentrasi permukaan
pada antarmuka dapat diperkirakan dari slope pengeplotan
vs ln c pada suhu konstan,
56
berdasarkan persamaan adsorpsi Gibbs dengan anggapan larutan encer ideal Chang dan Franses, 1995:
1 d
RT d ln c 21
dimana c adalah konsentrasi solut di dalam fase cair, tegangan permukaan atau
tegangan antarmuka, R adalah tetapan gas, dan T adalah temperatur absolut.
Isotherm non-linier yang paling umum digunakan adalah isotherm Langmuir:
K
L
C 1
K
L
C 22
dimana adalah konsentrasi permukaan maksimum dan
K
L
adalah konstanta adsorpsi kesetimbangan Langmuir. Dengan menyisipkan Pers. 22 ke dalam Pers.
17 didapatkan RT
ln1 K
L
C 23
Persamaan 23 adalah persamaan keadaan permukaan. Persamaan ini
mempunyai dua parameter yang tidak diketahui, yaitu dan
K
L
. Perhitungan harga parameter
K
L
dan dilakukan dengan cara optimasi non linear multi
peubah, yaitu dengan meminimumkan jumlah kuadrat kesalahan antara data tegangan permukaan yang diukur atau percobaan dan harga prediksi atau model.
Metode optimasi non linier multi peubah yang digunakan adalah metode Nelder- Mead dengan bantuan paket perangkat lunak Matlab.
Kinetika emulsifikasi dan uji stabilitas emulsi
Skin lotion termasuk golongan kosmetik pelembab kulit yang terdiri dari berbagai minyak nabati, hewani, maupun sintesis yang dapat berfungsi sebagai
lemak buatan pada permukaan kulit. Kosmetik pelembab kulit umumnya berbentuk sediaan cairan minyak atau campuran minyak dalam air yang dapat
ditambahi atau dikurangi zat tertentu untuk tujuan khusus Wasitaatmadja 1997.
57
Untuk kajian kinetika emulsifikasi, emulsi disiapkan dengan melarutkan 2 berat APG dalam 92 air pada suhu
60
o
C, kemudian ditambahkan 6 mineral oil. Campuran ini diaduk dengan homogenizer pada kecepatan 1500 rpm,
2000 rpm dan 2500 rpm. Pengukuran distribusi ukuran globula dilakukan setiap interval waktu 5 menit hingga 25 menit dengan mikroskop.
Proses pembuatan skin lotion dilakukan dengan memanaskan 1,85 berat
asam stearat, 1,85 setil alkohol, 5,5 mineral oil, 0,1 metil paraben, dan 0,1
propil paraben pada suhu 60
o
C disertai pengadukan hingga terbentuk Sediaan A. Diagram alir pembuatan Sediaan A dapat dilihat pada Gambar 14. Kemudian
85,6 berat air, 3 APG dan 1,8 alkohol dilarutkan disertai pemanasan dan pengadukan pada suhu
60
o
C sehingga terbentuk Sediaan B. Diagram alir pembuatan Sediaan B dapat dilihat pada Gambar 15. Sediaan A yang telah
terbentuk dimasukkan ke dalam Sediaan B sambil terus diaduk sehingga terbentuk skin lotion dan ditambahkan TEA dan parfum Gambar 16.
Sediaan A
Mineral oil Setil alkohol
Metil paraben Popil paraben
Asam stearat
Pemanasan 60
o
C disertai pengadukan
Sediaan A
Gambar 14 Diagram alir pembuatan sediaan A.
58
Sediaan B
Alkohol Air
APG
Pengadukan dan pemanasasan 60
o
C
Sediaan B
Gambar 15 Diagram alir pembuatan sediaan B.
Sediaan C
Sediaan A Sediaan B
Parfum TEA
Pengadukan
Skin lotion
Gambar 16 Diagram alir proses pembuatan skin lotion.
Skin lotion yang dihasilkan diuji sifat-sifat fisiknya meliputi: pengujian pH, viskositas dan penampakan. Penetapan stabilitas emulsi dari
skin lotion dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara pengukuran berdasarkan pemisahan
dengan asumsi bahwa sistem emulsi yang sempurna bernilai 100. Emulsi
59
dimasukkan ke dalam tabung reaksi setinggi 10 cm. Persentase air atau minyak yang terpisah pada periode waktu yang ditetapkan dicatat. Selain itu pengujian
stabilitas emulsi juga dilakukan dengan cara dipercepat, yaitu dengan cara sentrifugasi. Sentrifugasi pada putaran 3750 rpm dalam tabung sentrifugasi
setinggi 10 cm selama 5 jam dapat dikatakan ekivalen dengan pengaruh gravitasi selama
1 tahun Lachman et al. 1994.
Tahap 2. Pengembangan proses produksi APG dari pati sagu
Pada pengembangan proses ini, bahan baku yang digunakan dalam sintesis APG adalah pati sagu dan dodekanol. Pati sagu memiliki kelebihan dibandingkan
glukosa karena pati sagu banyak tersedia dan harganya relatif murah dibandingkan glukosa. Selain itu pati sagu tidak mudah terjadi pembentukan
warna gelap dari APG. Proses yang digunakan dalam sintesis APG adalah proses Fischer dua tahap. Kondisi proses yang digunakan adalah kondisi proses optimum
dari tahapan sebelumnya. Hasil sintesis APG dari pati sagu pada tahap sebelumnya dijadikan dasar untuk mengembangkan proses pada skala yang lebih
besar menurut metode linier. Perhitungan neraca massa pada tiap-tiap tahapan proses dilakukan pada keadaan tunak. Kemudian dihitung ukuran peralatan utama
dalam mensintesis APG dan prakiraan biaya produksi APG berdasarkan harga peralatan. Pada Tahap ini juga dilakukan uji produksi APG dalam reaktor 10 L
berdasarkan kondisi proses optimum yang diperoleh pada tahap sebelumnya sintesis APG dari pati sagu. Dalam reaktor ini diusahakan pengadukannya dapat
dikendalikan dengan menggunakan impeller anchor dan motor pengaduk. Bahan baku yang digunakan dalam uji coba ini adalah pati sagu. Parameter-parameter
yang diamati sama seperti pada tahap sebelumnya, yaitu konfirmasi struktur kimia APG dan sifat-sifat aktif permukaan dari APG.
Tahap 3. Kajian kelayakan finansial industri alkil poliglikosida APG
Kajian kelayakan finansial ini dilakukan untuk menduga kelayakan dari rancangan proses produksi APG dari pati sagu dan alkohol lemak C
12
pada skala industri. Untuk itu disusun analisis biaya untuk keperluan produksi surfaktan alkil
poliglikosida. Analisis finansial untuk proses produksi surfaktan APG terdiri dari
60
dua bagian, modal investasi dan modal kerja. Modal investasi dapat dibagi dalam
dua kategori yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung meliputi biaya peralatan, biaya instalasi peralatan, instrumentasi dan kontrol,
pemipaan piping, instalasi listrik, bangunan, fasilitas layanan, dan lahan. Biaya
tidak langsung meliputi engineering dan pengawasan, biaya konstruksi, dan
kontijensi. Modal kerja dapat dibagi dalam dua kategori yaitu biaya produksi operasional dan biaya umum. Biaya produksi berkaitan dengan semua biaya
yang berhubungan langsung dengan operasi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku di pabrik. Biaya-biaya ini dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu
biaya produksi langsung, biaya tetap, dan biaya overhead pabrik.
Penilaian kelayakan dilakukan dengan menggunakan kriteria kelayakan investasi, yaitu:
1 NPV Net Present Value. Jika NPV sama dengan nol atau lebih besar dari
nol, maka suatu industri dinyatakan layak karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil dari pada nilai keuntungan atau hasil yang diperoleh. Sedangkan bila
NPV lebih kecil dari nol, suatu industri dinyatakan tidak layak karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pada nilai keuntungan atau hasil yang
diperoleh. 2 IRR
Internal Rate of Return. IRR dari suatu proyek yang layak adalah jika discount rate proyek lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku.
3 Net BC Net Benefit-Cost. Proyek dikatakan layak jika net BC lebih besar
dari satu. 4 BEP
Break Even Point. Kondisi dimana perusahaan berproduksi pada tingkat produksi tertentu yang menyebabkan pengeluaran biaya sama dengan
pemasukan penerimaan atau laba = 0 atau nilai NPV 0. 5 PBP
Pay Back Period. Lamanya waktu agar dana yang telah diinvestasikan dapat dikembalikan seluruhnya.
Tahap akhir dilakukan analisis sensitivitas. Sensitivitas kelayakan usaha ini dilakukan pada dua komponen, yaitu komponen pendapatan dan komponen harga
bahan baku.
BAB I V HASI L DAN PEMBAHASAN
4.1 Optimasi Proses Produksi APG Dari Glukosa dan Pati Sagu
APG merupakan salah satu jenis surfaktan nonionik. Secara tipikal surfaktan terdiri dari komponen hidrofilik dan hidrofobik. Gugus hidrofilik ini
dapat diperoleh dari glukosa atau pati, sedangkan gugus hidrofobik dapat diperoleh dari alkohol lemak dodekanol. Jadi dapat dikatakan bahwa komponen
utama dalam sintesis APG adalah glukosa atau pati dan dodekanol. Karena itu rasio mol glukosapati dengan mol dodekanol dipilih sebagai salah satu peubah
dalam penelitian ini. Suatu reaksi baru bisa terjadi bila fasenya homogen, yaitu satu fase. Jadi
glukosa baru bereaksi dengan dodekanol pada suhu reaksi di atas titik lelehnya. Titik leleh glukosa antara 146 150
o
C. Namun bila kondisi reaksi vakum titik leleh glukosa akan berkurang. Karena itu dalam penelitian ini dipilih suhu astetalisasi
dalam rentang 100 120
o
C sebagai peubah.
4.1.1 Pengembangan Model Empiris
Rancangan komposit terpusat telah digunakan untuk mengembangkan korelasi antara peubah-peubah rasio mol glukosa dodekanol
x
1
dan suhu asetalisasi
x
2
terhadap yield pada sintesis APG dari glukosa, sedangkan pada sintesis APG dari pati sagu, korelasi yang dikembangkan antara peubah-peubah
rasio mol pati sagu dodekanol x
1
dan suhu butanolisis x
2
. Matriks rancangan percobaan untuk sintesis APG dari glukosa dan pati sagu bersama nilai yield yang
didapatkan dari penelitian masing-masing ditunjukkan pada Tabel 11 dan Tabel 12.
Menurut model sekuensial jumlah kuadrat, model dipilih berdasarkan polinomial order tertinggi dimana term-term model signifikan dan model tidak
aliased. Untuk yield APG dari glukosa model linier disarankan karena nilai Prob
F adalah 0,0001; sedangkan untuk yield APG dari pati sagu model kuadrat
No Peubah sebenarnya
x
1
x
2
X
1
X
2
No Peubah sebenarnya
x
1
x
2
X
1
X
2
62
disarankan, yang dalam hal ini dipilih karena polinomial orde yang lebih tinggi dengan nilai Prob
F adalah 0,0212. Tabel 11
Matriks rancangan percobaan sintesis APG dari glukosa dan hasil yield
Peubah dengan sandi
Yield percobaan
1. 1:3
100 -1
-1 26,35
2. 1:6
100 1
-1 22,55
3. 1:3
120 -1
1 30,30
4. 1:6
120 1
1 23,88
5. 1:2,38
110 -1,414
28,66 6.
1:6,62 110
1,414 23,97
7. 1:4,5
95,86 -1,414
24,01 8.
1:4,5 124,14
1,414 27,69
9. 1:4,5
110 26,26
10. 1:4,5
110 25,26
Tabel 12 Matriks rancangan percobaan sintesis APG dari pati sagu dan respon yield.
Peubah dengan sandi
Yield percobaan
1. 1:2,5
130 -1
-1 26,52
2. 1:6
130 1
-1 27,84
3. 1:2,5
150 -1
1 32,08
4. 1:6
150 1
1 35,65
5. 1:1,78
140 -1,414
30,94 6.
1:6,72 140
1,414 33,57
7. 1:4,25
125,86 -1,414
29,03 8.
1:4,25 154,14
1,414 34,84
9. 1:4,25
140 37,15
10. 1:4,25
140 39,69
Koefisien model untuk respon ditentukan dengan menggunakan teknik analisis regresi ganda yang termasuk dalam RSM. Model linier yang diperoleh
, . ,
, , ,
, ,
, 63
dalam peubah-peubah bebas yang disandikan untuk sintesis APG dari glukosa adalah:
24 dan model kuadratik
untuk sintesis APG dari pati sagu adalah
25
Kecocokan model empiris yang dikembangkan dievaluasi berdasarkan harga koefisien korelasi. Harga
R untuk Pers. 24 adalah 0,92. Harga R yang didapat relatif tinggi, yang menunjukkan bahwa kesesuaian yang baik antara harga
percobaan dan harga prediksi dari model. Harga koefisien determinasi R
2
adalah 0,846. Ini menunjukkan bahwa 84,6 dari total ragam yield dapat dihubungkan
dengan peubah bebas yang dikaji dan hanya 15,4 dari total ragam tidak dapat dijelaskan oleh model. Standar deviasi adalah 0,78. Semakin dekat harga
R
2
dengan satu dan semakin kecil standar deviasi akan didapat model yang lebih baik, dimana model tersebut akan memberikan harga prediksi yang lebih dekat
dengan harga sebenarnya. Harga koefisien determinasi
R
2
untuk Pers. 25 adalah 0,861. Ini menandakan bahwa 86,1 dari total ragam yield dapat dihubungkan dengan
peubah-peubah bebas dan hanya 13,9 dari total ragam tidak dapat dijelaskan oleh model. Harga koefisien korelasi yang lebih tinggi,
R = 0,9278, menjustifikasi bahwa korelasi baik antara peubah-peubah bebas.
Kesesuaian model selanjutnya dijustifikasi melalui sidik ragam ANOVA. ANOVA untuk model yield linier dan kuadratik dapat dilihat pada Lampiran 6
untuk sintesis APG dari glukosa dan untuk sintesis APG dari pati sagu. Bila harga Prob
F kurang dari 0,05 menunjukkan bahwa suku-suku model signifikan dan bila harga Prob
F lebih besar dari 0,1 menunjukkan bahwa suku-suku model tidak signifikan. Dari Lampiran 6 terlihat bahwa Prob
F untuk yield APG dari glukosa adalah 0,0001 berarti kurang dari 0,05, ini menyiratkan bahwa model itu
signifikan. Berdasarkan F-value terlihat baik rasio mol glukosa-dodekanol dan
suhu asetalisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap yield APG yang dihasilkan.
Y ield
m odel
64
Untuk sintesis APG dari pati sagu terlihat bahwa suku-suku model signifikan Lampiran 6. Suhu butanolisis, dan suku-suku kuadratik dari rasio mol
pati sagu-dodekanol dan suhu butanolisis
mempunyai pengaruh yang signifikan sedangkan rasio mol pati sagu-dodekanol
x
1
dan suku interaksi x
1
x
2
tidak signifikan terhadap respon stabilitas emulsi. Dari hasil statistik yang diperoleh menunjukkan bahwa model di atas baik
Pers. 24 maupun Pers. 25 cukup memadai untuk memprediksi yield APG dalam kisaran peubah yang diteliti. Gambar 17 dan Gambar 18 masing-masing
menunjukkan harga-harga prediksi versus harga-harga percobaan untuk yield pada sintesis APG dari glukosa dan dari pati sagu. Seperti terlihat, harga-harga prediksi
yang diperoleh cukup dekat dengan harga-harga percobaan, hal ini menunjukkan bahwa model yang dikembangkan berhasil mengkorelasikan antara peubah-
peubah bebas dengan yield.
32 30
28 26
24 22
22 24
26 28
30 32
Yield percobaan
Gambar 17 Perbandingan antara yield percobaan dan yield prediksi dari model untuk APG dari glukosa.
Yield APG berbahan baku glukosa divisualisasikan melalui permukaan respon tiga dimensi Gambar 19 dan plot kontur permukaan respon Gambar 20.
Dari Gambar 19 terlihat bahwa yield meningkat dengan meningkatnya suhu asetalisasi dan berkurang dengan naiknya rasio mol glukosa-dodekanol. Harga
Y ieldmo
d el
Yi e
ld
65
yield optimum didapatkan ketika kedua peubah bebas berada pada titik optimum dalam rentang yang dipelajari. Kondisi proses optimum didapatkan pada rasio mol
glukosa-dodekanol 1:3 dan suhu asetalisasi 120
o
C dengan yield APG sebesar 29,31.
43 41
39 37
35 33
31 29
27 25
25 27
29 31
33 35
37 39
41 43
Yield percobaan
Gambar 18 Perbandingan yield percobaan dan model pada sintesis APG dari pati sagu.
29.3 27.6
25.9 24.2
22.5
120 115
5.25 6.00
110 Suhu
asetalisasi oC105 100
3.00 4.50
3.75 Rasio mol glukosa-dodekanol
Gambar 19 Permukaan respon yield APG berbahan baku glukosa.
Suhu as
eta lis
as ioC
2
66
120
115
110
28.17
27.03
Yield
25.89 24.75
105
23.61
100 3.00
3.75 4.50
5.25 6.00
Rasio mol glukosa-dodekanol
Gambar 20 Plot kontur permukaan respon yield APG berbahan baku glukosa. Permukaan respon tiga dimensi untuk sintesis APG dari pati sagu dapat
dilihat pada Gambar 21 dan plot kontur permukaan respon pada Gambar 22. Dari Gambar 22 terlihat bahwa yield APG meningkat dengan meningkatnya suhu
butanolisis dan rasio mol pati sagu-dodekanol. Harga yield optimum didapatkan ketika kedua peubah bebas berada pada titik optimum dalam rentang yang
dipelajari. Kondisi proses optimum didapatkan pada rasio mol pati sagu- dodekanol 1:4,57 dan suhu butanolisis 143,89
o
C dengan yield APG sebesar 39,04.
Yield APG yang diperoleh dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan yield APG yang dihasilkan oleh peneliti sebelumnya. McCurry
et al. 1996 telah mensintesis APG dari glukosa dan alkohol lemak, dimana yield yang diperoleh
sebesar 35,7. El-Sukkary et al. 2008 juga telah melakukan sintesis APG dari
glukosa dan alkohol lemak dengan panjang rantai alkil berbeda, dimana yield yang diperoleh berkisar antara 35 45.
Meskipun yield APG yang dihasilkan rendah, namun beberapa bahan baku masih dapat di
recovery dan digunakan kembali, seperti butanol dan alkohol
Y ield
Su h
u buta
n olis
is o
C
67
lemak. Butanol diperoleh kembali dari proses transasetalisasi dan alkohol lemak diperoleh kembali dari proses distilasi.
39.04 36.30
33.57 30.83
28.10
150 145
5.13 6.00
140
Suhu butanolisis oC
135 130
2.50 4.25
3.38
Rasio mol pati sagu-dodekanol
Gambar 21 Permukaan respon tiga dimensi dari yield APG dari pati sagu.
150
145
140 33.57
Yield
2
37.22 35.39
135 31.74
29.92 33.57
31.74 130
2.50 3.38
4.25 5.13
6.00
Rasio mol pati sagu-dodekanol
Gambar 22 Plot kontur permukaan respon yield APG dari pati sagu.
68
4.1.2 Karakteristik APG
Validasi kondisi optimum dilakukan untuk meyakinkan persamaan optimum yang diperoleh dengan metode permukaan respon. Kemudian APG hasil sintesis
pada kondisi optimum dibandingkan sifat-sifat permukaan dan kinerjanya dengan APG komersial sebagai acuan. Respon yang diamati dalam uji perbandingan ini
meliputi kestabilan emulsi air-xilena dengan adanya APG, tegangan permukaan, tegangan antarmuka, dan nilai HLB.
Tegangan permukaan
Surfaktan berfungsi sebagai senyawa aktif yang dapat menurunkan energi pembatas yang membatasi dua cairan yang tidak saling larut. Kemampuan ini
disebabkan oleh gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dimiliki oleh surfaktan, dimana surfaktan akan menurunkan gaya kohesi dan meningkatkan gaya adhesi
sehingga mampu menurunkan tegangan permukaan Matheson 1996. Pengukuran tegangan permukaan air pada berbagai konsentrasi APG telah
dilakukan dengan metode du Nouy. Pada metode ini tegangan permukaan sebanding dengan gaya yang diperlukan untuk menarik cincin hingga lapisan tipis
tepat putus. Pada kajian karakteristik ini APG hasil sintesis dari glukosa disingkat dengan APG-G, untuk APG komersial dinotasikan dengan APG-K, dan untuk
APG hasil sintesis dari pati sagu dilambangkan dengan APG-PS. Gambar 23
menunjukkan ragam tegangan permukaan air pada berbagai konsentrasi surfaktan APG dari glukosa.
Dari Gambar 23 terlihat bahwa tegangan permukaan berkurang dengan meningkatnya konsentrasi APG di dalam larutan. Hal ini dikarenakan APG larut
dalam air, maka APG bermigrasi ke permukaan air sehingga mengurangi tegangan permukaannya. Sebaliknya, bagian yang hidrofobik dari molekul menarik
repeals molekul air, yang bergerak ke atas ke udara sedangkan kepala dari molekul tetap dalam air, ini mengakibatkan reduksi tegangan permukaan pada
batas air-udara. Kenaikan konsentrasi APG akan meningkatkan migrasi molekul- molekul ke permukaan hingga konsentrasi tertentu dimana permukaan menjadi
jenuh. Pada titik ini molekul-molekul APG masih di dalam badan larutan kemudian membentuk misela, dimana ekor-ekor APG mengumpul
aggregate
T eg
anganperm u
k aanmN
m 69
40 35
30 25
20 15
10
APG-K APG-G
5 0.2
0.4 0.6
0.8 1
1.2 Konsentrasi APG bv
Gambar 23 Tegangan permukaan air pada berbagai konsentrasi APG dari glukosa.
dalam misela, dengan kepala molekul-molekul APG terbentuk pada permukaan bagian luar misela. Bila konsentrasi CMC
critical micella concentration ini tercapai tidak ada lagi perubahan harga tegangan permukaan dari larutan. Hasil ini
sesuai dengan hasil penelitian El-Sukkary et al. 2008 dan Ware et al. 2007.
Mereka juga
mendapatkan tegangan
permukaan air
berkurang dengan
meningkatnya konsentrasi APG di dalam larutan hingga konsentrasi tertentu. Di luar konsentrasi ini tidak ada penurunan tegangan permukaan lagi. Dari Gambar
23 juga terlihat bahwa penurunan tegangan permukaan pada APG-K sedikit lebih besar daripada APG-G.
Gambar 24 menunjukkan ragam tegangan permukaan air pada berbagai konsentrasi surfaktan APG dari pati sagu. Dari gambar tersebut juga terlihat
kecendrungan yang sama dengan Gambar 23, yaitu tegangan permukaan larutan sampel berkurang dengan meningkatnya konsentrasi APG dalam larutan hingga
konsentrasi tertentu. Diluar konsentrasi ini tidak ada penurunan tegangan permukaan lagi.
Pada umumnya, ada dua gaya yang mempengaruhi molekul-molekul surfaktan dalam medium encer: 1 gaya tolak-menolak
repulsion antara bagian hidrofobik dari surfaktan dan molekul-molekul air; 2 gaya tarik menarik
attraction antara air dan komponen hidrofilik dari molekul-molekul surfaktan.
T eg
angan p
er mu
kaanm Nm
70 40
35 30
APG-K APG-PS
25 20
15 10
5 0.0
0.2 0.4
0.6 0.8
1.0 1.2
Konsentrasi APG bv Gambar 24 Tegangan permukaan air pada berbagai konsentrasi APG dari pati sagu.
Untuk konsentrasi APG 0,1 0,5, kemampuan menurunkan tegangan permukaan yang diperoleh pada APG-PS lebih besar dibandingkan dengan APG-
G dan hasil yang diperoleh El-Sukkary et al. 2008 serta Ware et al. 2007, yaitu
sebesar 60,97 65,14. El-Sukkary et al. 2008 mampu menurunkan tegangan
permukaan air berkisar antara 59,79 61,08; Ware et al. 2007 berhasil
menurunkan tegangan permukaan air berkisar antara 50,82 51,5 dan APG-G mampu menurunkan tegangan permukaan berkisar antara 49,96 56,99.
Tegangan antarmuka
Pengukuran tegangan antarmuka air-xilena dengan adanya surfaktan APG pada berbagai konsentrasi telah dilakukan dengan menggunakan tensiometer
metode du Nouy. Gambar 25 menunjukkan ragam tegangan antarmuka air-xilena pada berbagai konsentrasi APG yang dihasilkan dari glukosa. Dari gambar
tersebut juga terlihat bahwa tegangan antarmuka berkurang dengan tajam dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan. Hasil ini didukung oleh Moecthar 1989
yang menyatakan bahwa tegangan antarmuka sebanding dengan tegangan permukaan, akan tetapi nilai tegangan antarmuka akan selalu lebih kecil daripada
tegangan permukaan pada konsentrasi yang sama.