Pengembangan Model Empiris Optimasi Proses Produksi APG Dari Glukosa dan Pati Sagu

Y ield m odel 64 Untuk sintesis APG dari pati sagu terlihat bahwa suku-suku model signifikan Lampiran 6. Suhu butanolisis, dan suku-suku kuadratik dari rasio mol pati sagu-dodekanol dan suhu butanolisis mempunyai pengaruh yang signifikan sedangkan rasio mol pati sagu-dodekanol x 1 dan suku interaksi x 1 x 2 tidak signifikan terhadap respon stabilitas emulsi. Dari hasil statistik yang diperoleh menunjukkan bahwa model di atas baik Pers. 24 maupun Pers. 25 cukup memadai untuk memprediksi yield APG dalam kisaran peubah yang diteliti. Gambar 17 dan Gambar 18 masing-masing menunjukkan harga-harga prediksi versus harga-harga percobaan untuk yield pada sintesis APG dari glukosa dan dari pati sagu. Seperti terlihat, harga-harga prediksi yang diperoleh cukup dekat dengan harga-harga percobaan, hal ini menunjukkan bahwa model yang dikembangkan berhasil mengkorelasikan antara peubah- peubah bebas dengan yield. 32 30 28 26 24 22 22 24 26 28 30 32 Yield percobaan Gambar 17 Perbandingan antara yield percobaan dan yield prediksi dari model untuk APG dari glukosa. Yield APG berbahan baku glukosa divisualisasikan melalui permukaan respon tiga dimensi Gambar 19 dan plot kontur permukaan respon Gambar 20. Dari Gambar 19 terlihat bahwa yield meningkat dengan meningkatnya suhu asetalisasi dan berkurang dengan naiknya rasio mol glukosa-dodekanol. Harga Y ieldmo d el Yi e ld 65 yield optimum didapatkan ketika kedua peubah bebas berada pada titik optimum dalam rentang yang dipelajari. Kondisi proses optimum didapatkan pada rasio mol glukosa-dodekanol 1:3 dan suhu asetalisasi 120 o C dengan yield APG sebesar 29,31. 43 41 39 37 35 33 31 29 27 25 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 Yield percobaan Gambar 18 Perbandingan yield percobaan dan model pada sintesis APG dari pati sagu. 29.3 27.6 25.9 24.2 22.5 120 115 5.25 6.00 110 Suhu asetalisasi oC105 100 3.00 4.50 3.75 Rasio mol glukosa-dodekanol Gambar 19 Permukaan respon yield APG berbahan baku glukosa. Suhu as eta lis as ioC 2 66 120 115 110 28.17 27.03 Yield 25.89 24.75 105 23.61 100 3.00 3.75 4.50 5.25 6.00 Rasio mol glukosa-dodekanol Gambar 20 Plot kontur permukaan respon yield APG berbahan baku glukosa. Permukaan respon tiga dimensi untuk sintesis APG dari pati sagu dapat dilihat pada Gambar 21 dan plot kontur permukaan respon pada Gambar 22. Dari Gambar 22 terlihat bahwa yield APG meningkat dengan meningkatnya suhu butanolisis dan rasio mol pati sagu-dodekanol. Harga yield optimum didapatkan ketika kedua peubah bebas berada pada titik optimum dalam rentang yang dipelajari. Kondisi proses optimum didapatkan pada rasio mol pati sagu- dodekanol 1:4,57 dan suhu butanolisis 143,89 o C dengan yield APG sebesar 39,04. Yield APG yang diperoleh dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan yield APG yang dihasilkan oleh peneliti sebelumnya. McCurry et al. 1996 telah mensintesis APG dari glukosa dan alkohol lemak, dimana yield yang diperoleh sebesar 35,7. El-Sukkary et al. 2008 juga telah melakukan sintesis APG dari glukosa dan alkohol lemak dengan panjang rantai alkil berbeda, dimana yield yang diperoleh berkisar antara 35 45. Meskipun yield APG yang dihasilkan rendah, namun beberapa bahan baku masih dapat di recovery dan digunakan kembali, seperti butanol dan alkohol Y ield Su h u buta n olis is o C 67 lemak. Butanol diperoleh kembali dari proses transasetalisasi dan alkohol lemak diperoleh kembali dari proses distilasi. 39.04 36.30 33.57 30.83 28.10 150 145 5.13 6.00 140 Suhu butanolisis oC 135 130 2.50 4.25 3.38 Rasio mol pati sagu-dodekanol Gambar 21 Permukaan respon tiga dimensi dari yield APG dari pati sagu. 150 145 140 33.57 Yield 2 37.22 35.39 135 31.74 29.92 33.57 31.74 130 2.50 3.38 4.25 5.13 6.00 Rasio mol pati sagu-dodekanol Gambar 22 Plot kontur permukaan respon yield APG dari pati sagu. 68

4.1.2 Karakteristik APG

Validasi kondisi optimum dilakukan untuk meyakinkan persamaan optimum yang diperoleh dengan metode permukaan respon. Kemudian APG hasil sintesis pada kondisi optimum dibandingkan sifat-sifat permukaan dan kinerjanya dengan APG komersial sebagai acuan. Respon yang diamati dalam uji perbandingan ini meliputi kestabilan emulsi air-xilena dengan adanya APG, tegangan permukaan, tegangan antarmuka, dan nilai HLB. Tegangan permukaan Surfaktan berfungsi sebagai senyawa aktif yang dapat menurunkan energi pembatas yang membatasi dua cairan yang tidak saling larut. Kemampuan ini disebabkan oleh gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dimiliki oleh surfaktan, dimana surfaktan akan menurunkan gaya kohesi dan meningkatkan gaya adhesi sehingga mampu menurunkan tegangan permukaan Matheson 1996. Pengukuran tegangan permukaan air pada berbagai konsentrasi APG telah dilakukan dengan metode du Nouy. Pada metode ini tegangan permukaan sebanding dengan gaya yang diperlukan untuk menarik cincin hingga lapisan tipis tepat putus. Pada kajian karakteristik ini APG hasil sintesis dari glukosa disingkat dengan APG-G, untuk APG komersial dinotasikan dengan APG-K, dan untuk APG hasil sintesis dari pati sagu dilambangkan dengan APG-PS. Gambar 23 menunjukkan ragam tegangan permukaan air pada berbagai konsentrasi surfaktan APG dari glukosa. Dari Gambar 23 terlihat bahwa tegangan permukaan berkurang dengan meningkatnya konsentrasi APG di dalam larutan. Hal ini dikarenakan APG larut dalam air, maka APG bermigrasi ke permukaan air sehingga mengurangi tegangan permukaannya. Sebaliknya, bagian yang hidrofobik dari molekul menarik repeals molekul air, yang bergerak ke atas ke udara sedangkan kepala dari molekul tetap dalam air, ini mengakibatkan reduksi tegangan permukaan pada batas air-udara. Kenaikan konsentrasi APG akan meningkatkan migrasi molekul- molekul ke permukaan hingga konsentrasi tertentu dimana permukaan menjadi jenuh. Pada titik ini molekul-molekul APG masih di dalam badan larutan kemudian membentuk misela, dimana ekor-ekor APG mengumpul aggregate T eg anganperm u k aanmN m 69 40 35 30 25 20 15 10 APG-K APG-G 5 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 Konsentrasi APG bv Gambar 23 Tegangan permukaan air pada berbagai konsentrasi APG dari glukosa. dalam misela, dengan kepala molekul-molekul APG terbentuk pada permukaan bagian luar misela. Bila konsentrasi CMC critical micella concentration ini tercapai tidak ada lagi perubahan harga tegangan permukaan dari larutan. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian El-Sukkary et al. 2008 dan Ware et al. 2007. Mereka juga mendapatkan tegangan permukaan air berkurang dengan meningkatnya konsentrasi APG di dalam larutan hingga konsentrasi tertentu. Di luar konsentrasi ini tidak ada penurunan tegangan permukaan lagi. Dari Gambar 23 juga terlihat bahwa penurunan tegangan permukaan pada APG-K sedikit lebih besar daripada APG-G. Gambar 24 menunjukkan ragam tegangan permukaan air pada berbagai konsentrasi surfaktan APG dari pati sagu. Dari gambar tersebut juga terlihat kecendrungan yang sama dengan Gambar 23, yaitu tegangan permukaan larutan sampel berkurang dengan meningkatnya konsentrasi APG dalam larutan hingga konsentrasi tertentu. Diluar konsentrasi ini tidak ada penurunan tegangan permukaan lagi. Pada umumnya, ada dua gaya yang mempengaruhi molekul-molekul surfaktan dalam medium encer: 1 gaya tolak-menolak repulsion antara bagian hidrofobik dari surfaktan dan molekul-molekul air; 2 gaya tarik menarik attraction antara air dan komponen hidrofilik dari molekul-molekul surfaktan. T eg angan p er mu kaanm Nm 70 40 35 30 APG-K APG-PS 25 20 15 10 5 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 Konsentrasi APG bv Gambar 24 Tegangan permukaan air pada berbagai konsentrasi APG dari pati sagu. Untuk konsentrasi APG 0,1 0,5, kemampuan menurunkan tegangan permukaan yang diperoleh pada APG-PS lebih besar dibandingkan dengan APG- G dan hasil yang diperoleh El-Sukkary et al. 2008 serta Ware et al. 2007, yaitu sebesar 60,97 65,14. El-Sukkary et al. 2008 mampu menurunkan tegangan permukaan air berkisar antara 59,79 61,08; Ware et al. 2007 berhasil menurunkan tegangan permukaan air berkisar antara 50,82 51,5 dan APG-G mampu menurunkan tegangan permukaan berkisar antara 49,96 56,99. Tegangan antarmuka Pengukuran tegangan antarmuka air-xilena dengan adanya surfaktan APG pada berbagai konsentrasi telah dilakukan dengan menggunakan tensiometer metode du Nouy. Gambar 25 menunjukkan ragam tegangan antarmuka air-xilena pada berbagai konsentrasi APG yang dihasilkan dari glukosa. Dari gambar tersebut juga terlihat bahwa tegangan antarmuka berkurang dengan tajam dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan. Hasil ini didukung oleh Moecthar 1989 yang menyatakan bahwa tegangan antarmuka sebanding dengan tegangan permukaan, akan tetapi nilai tegangan antarmuka akan selalu lebih kecil daripada tegangan permukaan pada konsentrasi yang sama. T egangan antarm u kam Nm T ega ng anan tarmuk a mN m 71 25 20 APG-K APG-G 15 10 5 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Konsentrasi APG bv Gambar 25 Tegangan antarmuka air-xilena pada berbagai konsentrasi APG dari glukosa. Gambar 26 menunjukkan ragam tegangan antarmuka air-xilena pada berbagai konsentrasi surfaktan APG dari pati sagu. Dari gambar tersebut juga terlihat bahwa tegangan antarmuka berkurang dengan tajam dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan. 25 20 APG-K APG-PS 15 10 5 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Konsentrasi APG bv Gambar 26 Tegangan antarmuka air:xilena pada berbagai konsentrasi APG dari pati sagu. Kemampuan menurunkan tegangan antarmuka air-xilena dari APG-PS lebih baik dibandingkan dengan APG-G. APG-PS mampu menurunkan tegangan antarmuka air-xilena sebesar 74,48 80,98, sedangkan APG-G mampu