xx
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian terdahulu
Penelitian Dewi 2004 mengenai Analisis Sektor Pertanian Unggulan dalam Perekonomian Wilayah Kabupaten Klaten dengan menggunakan
pendekatan ekonomi basis, bertujuan untuk menentukan sektor perekonomian yang menjadi basis maupun non basis serta untuk menentukan sektor
perekonomian yang masih bisa diandalkan pada masa yang akan datang. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sektor yang menjadi basis adalah
sektor yang mempunyai nilai Location Quotient LQ ≥1, yaitu sektor
bangunan dan konstruksi sebanyak 2,05; sektor perdagangan, hotel dan restoran sebanyak 1,14; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
sebanyak 1,33 serta sektor jasa–jasa sebanyak 1,23. Sedangkan sektor perekonomian yang masih dapat diandalkan pada masa yang akan datang
adalah sektor yang mempunyai nilai DLQ ≥1, yaitu sektor pertanian sebanyak
1043938,02 serta sektor bangunan dan konstruksi sebanyak 9117390,78. Hasil penelitian Murni 2005, mengenai Identifikasi Sektor Pertanian
dalam Penentuan Sektor Unggulan di Kabupaten Pemalang menyebutkan bahwa Kabupaten Pemalang dalam kurun waktu lima tahun, memiliki empat
sektor ekonomi yang menjadi basis, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan dan sektor jasa–jasa.
Sedangkan subsektor pertanian yang menjadi subsektor basis adalah subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan. Berdasarkan analisis DLQ Dinamic
Location Quotient, sektor ekonomi yang masih diharapkan menjadi sektor basis pada masa yang akan datang adalah sektor pertanian, sektor
pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, sektor keuangan dan jasa–jasa. Sedangkan subsektor pertanian yang menjadi subsektor basis pada
yang akan datang adalah sektor tabama tanaman bahan makanan. Sedangkan ketika menggunakan analisis Shift Share diketahui bahwa faktor yang
menentukan perubahan posisi sektor perdagangan dari non basis menjadi basis, yaitu karena faktor lokasinya, begitu pula faktor yang menentukan
7
xxi perubahan posisi subsektor tabama dari non basis menjadi subsektor basis,
subsektor perkebunan dan kehutanan dari subsektor basis menjadi subsektor nonbasis juga disebabkan faktor lokasinya.
Penelitian Noviarti 2006 mengenai “Identifikasi Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Sukoharjo” dengan menggunakan metode Location
Quotien LQ diperoleh hasil bahwa komoditas pertanian unggulan yang paling banyak diusahakan di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2004 adalah
jagung, ubi kayu, mangga, jahe, lele wader dan katak hijau. Komoditas padi dan tembakau terspesialisasi di Kabupaten Sukoharjo yang berarti kedua
komoditas tersebut mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan dengan komoditas lain dan lebih efisien dalam pengusahaannya. Kabupaten
Sukoharjo memiliki 38 komoditas pertanian unggulan yang letaknya cenderung memusat atau mengumpul di suatu kecamatan namun tidak
terdapat spesialisasi terhadap kegiatan pertanian tertentu karena di setiap kecamatan memiliki komoditas pertanian unggulan yang bermacam – macam.
Sedangkan komoditas pertanian yang diprioritaskan untuk dikembangkan pada tingkat kecamatan antara lain : kedelai di Kecamatan Weru, kacang hijau
di Kecamatan Bulu, kangkung di kecamatan Tawangsari, terung di Kecamatan Sukoharjo, cengkeh di Kecamatan Nguter, gurame di Kecamatan Bendosari,
bawang merah di Kecamatan Polokarto, sapi perah di Kecamatan Mojolaban, patin di Kecamatan Grogol, tomat di Kecamatan Baki, semangka di
Kecamatan Gatak, dan durian di Kecamatan Kartasura. Penelitian yang telah dilakukan oleh BAPPEDA Kabupaten Batang
yang bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kependudukan dan Kebijakan Publik Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro pada tahun 2003, tentang
Identifikasi Potensi Produk Unggulan daerah Kabupaten Batang dengan menggunakan analisis metode Location Qoutient LQ dengan menggunakan
variabel 5 lima jenis sektor pertanian, yaitu tanaman pangan, perkebunan, sayuran, buah–buahan dan peternakan didasarkan pada besar produksi tiap
jenis komoditas pertanian yang mencakup 12 kecamatan di Kabupaten Batang, menyebutkan bahwa pembagian komoditas pertanian ke dalam tiga
xxii jenis potensi pengembangan, yaitu: komoditas unggulan, komoditas
potensial dan komoditas andalan. Penelitian–penelitian tersebut di atas dipilih sebagai acuan atau bahan
referensi dari penelitian ini karena topik penelitian yang dikaji sama, yaitu mengenai komoditas pertanian unggulan tiap daerah atau kabupaten. Selain
itu, metode analisis yang digunakan pun sama dengan yang akan digunakan pada penelitian ini. Perbedaannya terletak pada daerah yang akan dijadikan
penelitian dan kombinasi alat analisis yang digunakan, metode utamanya sama –sama menggunakan metode Location Quotien LQ, namun ada pula yang
menggabungkan dengan analisis Shift Share, analisis Kuosien Lokalisasi Lo dan Kuosien Spesialisasi KS dan ada pula yang tidak.
B. Tinjauan Pustaka