xliii tersebar hampir di semua wilayah kecamatan Batang. Komoditas ini
dipasarkan dalam bentuk komoditas primer, dan ada juga yang diolah dalam bentuk emping melinjo. Sampai saat ini, bahan baku emping
melinjo masih perlu ditingkatkan untuk memenuhi permintaan. Produksi komoditas melinjo dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Tanaman dan Produksi ton Melinjo di Beberapa Kabupaten di Jawa Tengah Tahun 2006
Perkebunan Rakyat No
Daerah Jumlah Tanaman
Produksi 1
Kabupaten Wonogiri 145.542
7240,7
2 Kabupaten Batang
73.130 3762,7
3 Kabupaten Banyumas
80.558 3643,7
Sumber : BPS Jawa Tengah 2007 Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa kondisi jumlah tanaman
melinjo dan produksi melinjo di Kabupaten Batang. Kabupaten Batang, berada pada urutan kedua dalam memproduksi komoditas melinjo,
setelah Kabupaten Wonogiri. Produksi melinjo pada tahun 2006 sebesar 3762,7 ton dari total tanaman sebanyak 73.130 buah. Jumlah ini ternyata
belum mampu memenuhi kebutuhan permintaan melinjo. Selama ini suplai melinjo tidak hanya dipenuhi dari Kabupaten Batang sendiri,
tetapi juga dari luar Kabupaten Batang. Kondisi seperti inilah yang hendaknya mampu diantisipasi untuk dapat meningkatkan produksi
melinjo. 3. Besarnya akseptabilitas antar kecamatan di Kabupaten Batang, yang
dapat bermanfaat untuk pengembangan Kawasan Agropolitan. Kawasan Agropolitan, yaitu kawasan yang memiliki potensi untuk dikembangkan
sebagai pusat pengembangan daerah dan pusat–pusat pelayanan agrobisnis. Di Kabupaten Batang Kawasan Agropolitan ini ditetapkan
sebagai sebuah kawasan agropolitan yang bernama SORBANWALI Kecamatan Tersono, Kecamatan Reban, Kecamatan Bawang dan
Kecamatan Limpung.
C. Jenis dan Sumber Data
xliv Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik BPS Provinsi Jawa Tengah, BPS Kabupaten Batang, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BAPPEDA Kabupaten Batang dan Dinas Pertanian Kabupaten Batang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data jumlah produksi
komoditas pertanian tiap kecamatan di Kabupaten Batang tahun 2006, data harga rata-rata komoditas pertanian di tingkat produsen tiap kecamatan di
Kabupaten Batang tahun 2006, Kabupaten Batang Dalam Angka dan Properda Kabupaten Batang.
D. Metode Analisis Data
1. Analisis Komoditas Pertanian Unggulan Komoditas pertanian yang dihasilkan Kabupaten Batang, dapat
ditentukan menjadi komoditas pertanian unggulan dan komoditas pertanian bukan unggulan. Untuk menentukan komoditas yang ada,
digunakan analisis Location Quotien LQ. Besarnya LQ tersebut, diperoleh dari persamaan berikut :
Kt Ki
kt ki
LQ =
Keterangan : LQ : Indeks Location Quotien komoditas pertanian di kecamatan
di Kabupaten Batang ki
: Nilai produksi komoditas pertanian i pada tingkat kecamatan di Kabupaten Batang
kt : Nilai produksi total komoditas pertanian pada tingkat
kecamatan di Kabupaten Batang Ki
: Nilai produksi komoditas pertanian i pada tingkat Kabupaten Batang.
Kt : Nilai produksi total komoditas pertanian pada tingkat
Kabupaten Batang. Apabila nilai LQ1, maka komoditas pertanian tersebut
merupakan komoditas unggulan yang dapat memenuhi kebutuhan
xlv daerahnya sendiri dan diekspor ke daerah lain. Sedangkan jika LQ = 1,
maka komoditas pertanian tersebut bukan merupakan komoditas unggulan, karena hanya mampu memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri
dan belum mampu mengekspor ke daerah lain, demikian juga dengan LQ1 maka komoditas pertanian tersebut bukan merupakan komoditas
unggulan karena belum mampu untuk memenuhi kebutuhan daerahnya. 2. Analisis Spesialisasi Komoditas Pertanian
K uosien Spesialisasi KS digunakan untuk melihat apakah di suatu
wilayah kecamatan terdapat spesialisasi terhadap suatu kegiatan pertanian atau tidak. Nilai Kuosien Spesialisasi diperoleh dengan
menjumlahkan KSi Kuosien Spesialisasi Komoditas-i yang Positif. Dapat dituliskan sebagai berikut :
KSi =
kikt – KiKt KS =
å
KSi positif. Keterangan :
KSi : Kuosien Spesialisasi terhadap komoditas i
ki : Nilai produksi komoditas pertanian i pada tingkat
kecamatan di Kabupaten Batang. kt
: Nilai produksi total komoditas pertanian pada tingkat kecamatan di Kabupaten Batang.
Ki : Nilai produksi komoditas pertanian i pada tingkat
Kabupaten Batang Kt
: Nilai produksi total komoditas pertanian i pada tingkat Kabupaten Batang
Spesialisasi diukur dengan menggunakan Kuosien Spesialisasi Specialization QuotienKS. KS
≥1 atau KS~1, artinya komoditas pertanian i merupakan komoditas pertanian yang terspesialisasi di
kecamatan i dan KS~0, artinya komoditas pertanian i merupakan komoditas pertanian yang tidak terspesialisasi di kecamatan i.
xlvi 3. Analisis Tingkat PenyebaranLokalisasi Komoditas Pertanian
Kuosien Lokalisasi Lo digunakan untuk melihat aglomerasi tingkat penyebaran komoditas tertentu di suatu wilayah kecamatan.
Untuk menghitung nilai Kuosien Lokalisasi Lo digunakan persamaan sebagai berikut :
Loi = kiKi – ktKt Lo =
å
Loi positif. Keterangan :
Apabila Lo~1 atau Lo1 maka komoditas pertanian memusat di suatu kecamatan di Kabupaten Batang dan bila Lo~0 maka komoditas
pertanian tersebut menyebar di beberapa kecamatan. 4.
Penentuan Prioritas Pengembangan Komoditas Pertanian Komoditas pertanian yang menjadi prioritas untuk dikembangkan
ditentukan berdasarkan analisis gabungan dengan melihat nilai LQ terbesar dan Kuosien Spesialisasinya KS paling tinggi dari komoditas
pertanian pada tiap kecamatan. Semakin tinggi nilai LQ suatu komoditas maka semakin tinggi pula potensi keunggulan komoditas tersebut. Begitu
pula jika nilai Kuosien Spesialisasinya paling tinggi dari berbagai komoditas yang ada berarti komoditas tersebut mempunyai keunggulan
komparatif untuk diproduksi di kecamatan tersebut. Komoditas- Loi
: Kuosien Lokalisasi komoditas pertanian i ki
: Nilai produksi komoditas pertanian i pada tingkat kecamatan di Kabupaten Batang
kt : Nilai produksi total komoditas pertanian pada tingkat
kecamatan di Kabupaten Batang. Ki
: Nilai produksi komoditas pertanian i pada tingkat Kabupaten Batang.
Kt : Nilai produksi total komoditas pertanian i di Kabupaten
Batang.
xlvii komoditas yang memiliki nilai LQ terbesar dan KS tertinggi inilah yang
kelak dapat diprioritaskan untuk dikembangkan lebih baik lagi di suatu
daerah.
IV. KONDISI UMUM KABUPATEN BATANG