Latar Belakang Masalah Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam pelaporan keuangan yang menjadi salah satu fokus utama adalah informasi laba yang menyediakan informasi mengenai kinerja keuangan suatu perusahaan selama periode tertentu. Investor dan kreditor sebagai pengguna laporan keuangan dapat menggunakan informasi laba dan komponennya untuk membantu mereka dalam mengevaluasi kinerja perusahaan, mengestimasi laba dalam jangka panjang, memprediksi laba dimasa datang, menaksir resiko investasi atau pinjaman kepada perusahaan. Untuk mewujudkan manfaat tersebut maka diperlukan prinsip-prinsip akuntansi yang akan menghasilkan angka-angka yang relevan dan reliable Juanda, 2007. Salah satu prinsip yang dianut dalam proses pelaporan keuangan adalah prinsip konservatisme. Konservatisme merupakan reaksi yang berhati-hati atas ketidakpastian yang ada agar ketidakpastian dan risiko yang berkaitan dalam situasi bisnis dapat dipertimbangkan dengan cukup memadai. Ketidakpastian dan risiko tersebut harus dicerminkan dalam laporan keuangan agar nilai prediksi dan kenetralannya dapat diperbaiki. Pelaporan yang didasari kehati-hatian akan memberi manfaat yang terbaik untuk semua pemakai laporan keuangan Almilia, 2004. Watts 2003 mendefinisikan konservatisme sebagai prinsip kehati-hatian dalam pelaporan keuangan dimana perusahaan tidak terburu-buru dalam mengakui dan mengukur aktiva dan laba serta segera mengakui kerugian dan 2 hutang yang mempunyai kemungkinan yang terjadi. Penerapan prinsip ini mengakibatkan pilihan metode akuntansi ditujukan pada metode yang melaporkan laba atau aktiva yang lebih rendah serta melaporkan hutang lebih tinggi. Dengan demikian, pemberi pinjaman akan menerima perlindungan atas risiko menurun downside risk dari neraca yang menyajikan aset bersih dan laporan keuangan yang melaporkan berita buruk secara tepat waktu Haniati dan Fitriany, 2010. GIvoly dan Hayn 2000 mendefinisikan konservatisme sebagai pengakuan awal untuk biaya dan rugi serta menunda pengakuan untuk pendapatan dan keuntungan. Definisi resmi dari konservatisme terdapat dalam Glosarium Pernyataan Konsep No.2 FASB Financial Accounting Statement Board yang mengartikan konservatisme sebagai reaksi yang hati-hati prudent reaction dalam menghadapi ketidakpastian yang melekat pada perusahaan untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko dalam lingkungan bisnis yang sudah cukup dipertimbangkan. Konservatisme merupakan prinsip akuntansi yang jika diterapkan akan menghasilkan angka-angka laba dan aset cenderung rendah, serta angka-angka biya dan hutang cenderung tinggi. Kecenderungan seperti itu terjadi karena konservatisme menganut prinsip memperlambat pengakuan pendapatan serta mempercepat pengakuan biaya. Akibatnya, laba yang dilaporkan cenderung terlalu rendah understatement Juanda, 2007. Berdasarkan definisi konservatisme tersebut maka praktek konservatisme akuntansi sering memperlambat atau menunda pengakuan pendapatan yang mungkin terjadi, tetapi mempercepat pengakuan biaya yang mungkin terjadi. 3 Sementara itu dalam penilaian aset dan hutang, aset dinilai pada nilai paling rendah dan sebaliknya, hutang dinilai pada nilai yang paling tinggi Juanda, 2007 PSAK sebagai standar pencatatan akuntansi di Indonesia menjadi pemicu timbulnya penerapan prinsip konservatisme. Pengakuan prinsip konservatisme di dalam PSAK tercermin dengan terdapatnya berbagai pilihan metode pencatatan di dalam sebuah kondisi yang sama. Hal tersebut akan mengakibatkan angka-angka yang berbeda dalam laporan keuangan yang pada akhirnya akan menyebabkan laba yang cenderung konservatif. Beberapa pilihan metode pencatatan di dalam PSAK yang dapat menimbulkan laporan keuangan konservatif diantaranya adalah: 1. PSAK No. 14 tentang persediaan yang menyatakan bahwa perusahaan dapat mencatat biaya persediaan dengan menggunakan salah satu metode yaitu FIFO first in first out atau masuk pertama keluar pertama dan metode rata-rata tertimbang. 2. PSAK No. 16 tentang aktiva tetap dan aktiva lain-lain yang mengatur estimasi masa manfaat suatu aktiva tetap. Estimasi masa manfaat suatu aktiva didasarkan pada pertimbangan manajemen yang berasal dari pengalaman perusahaan saat menggunakan aktiva yang serupa. Estimasi masa manfaat harus diteliti kembali secara periodik dan jika manajemen menemukan bahwa masa manfaat suatu aktiva berbeda dari estimasi sebelumnya maka harus dilakukan penyesuaian atas beban penyusutan saat ini dan di masa yang akan datang. Standar ini memungkinkan 4 perusahaan untuk mengubah masa manfaat aktiva yang digunakan dan dapat mendorong timbulnya laba yang konservatif. 3. PSAK No. 19 tentang aset tidak berwujud yang berkaitan dengan metode amortisasi. Dijelaskan bahwa terdapat beberapa metode amortisasi untuk mengalokasikan jumlah penyusutan suatu aset atas dasar yang sistematis sepanjang masa manfaatnya. 4. PSAK No. 20 tentang biaya riset dan pengembangan yang menyebutkan bahwa alokasi biaya riset dan pengembangan ditentukan dengan melihat hubungan antara biaya dan manfaat ekonomis yang diharapkan perusahaanakan diperoleh dari kegiatan riset dan pengembangan. Apabila besar kemungkinan biaya tersebut akan meningkatkan manfaat ekonomis di masa yang akan datang dan biaya tersebut dapat diukur secara handal, maka biaya-biaya tersebut memenuhi syarat untuk diakui sebagai aktiva. Dengan adanya pilihan metode tersebut akan berpengaruh terhadap angka- angka yang disajikan dalam laporan keuangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa secara tidak langsung konsep konservatisme ini akan mempengaruhi hasil dari laporan keuangan. Penerapan konsep ini juga akan menghasilkan laba yang berfluktuatif akan mengurangi daya prediksi laba untuk memprediksi aliran kas perusahaan pada masa yang akan datang Sari dan Adhariani, 2009. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi asset, liabilitas, ekuitas, pendapatan beban termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, arus kas. PSAK , 2012 5 Melalui kualitas laba yang terkandung dalam laporan keuangan, maka hal ini dapat dijadikan indikator baik atau tidaknya kemampuan suatu perusahaan dalam rangka mengelola sumber dayanya. Kualitas laba merupakan sesuatu yang sentral dan penting dalam dunia akuntansi karena berdasarkan kualitas laba tersebut profesi akuntansi dipertaruhkan. Investor, kreditor dan para pemangku kepentingan lainnya mengambil keputusan salah satunya berdasar pada laporan keuangan, apabila kualitas laba yang disajikan tidak dapat diandalkan maka para pemangku kepentingan tidak dapat percaya lagi pada profesi akuntansi. Manipulasi terhadap laba juga sering dilakukan oleh manajemen. Pemikiran bahwa pihak manajemen dapat melakukan tindakan yang hanya memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri didasarkan pada suatu asumsi yang menyatakan setiap orang mempunyai perilaku yang mementingkan diri sendiri atau self- interested behaviour. Keinginan, motivasi dan utilitas yang tidak sama antara manajemen dan pemegang saham menimbulkan kemungkinan manajemen bertindak merugikan pemegang saham, antara lain berperilaku tidak etis dan cenderung melakukan kecurangan akuntansi. Penyusunan laba dilakukan oleh manajemen yang lebih mengetahui kondisi di dalam perusahaan, kondisi tersebut dapat menimbulkan masalah karena manajemen sebagai pihak yang memberikan informasi tentang kinerja perusahaan dievaluasi dan dihargai berdasarkan laporan yang dibuatnya sendiri. Pemisahaan kepemilikan seperti ini akan dapat menimbulkan konflik dalam pengendalian dan pelaksanaan pengelolaan perusahaan yang menyebabkan para manajer bertindak tidak sesuai dengan keinginan para pemilik Jensen dan Meckling, 1976. 6 Karena kualitas laba yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut sangat penting maka banyak pihak manajemen berusaha dengan berbagai macam cara untuk menyusun laporan keuangan sesempurna mungkin, yang mana hal ini tidak jarang memicu timbulnya ketidakcocokan informasi antara pihak manajemen perusahaan dengan principal yang sering menimbulkan konflik agensi. Dalam teori agensi dijelaskan bahwa terdapat hubungan kontraktual berupa pendelegasian wewenang pengambilan keputusan dari pemilik principle kepada agen Jensen dan Meckling, 1976. Konflik yang terjadi akibat pemisahan kepemilikan ini disebut dengan konflik keagenan, yaitu kesenjangan informasi antara manajemen sebagai pelaksana dan pemegang saham sebagai pemilik. Menurut pandangan teori keagenan, pihak manajemen yang mempunyai kepentingan tertentu akan cenderung menyusun laporan laba yang sesuai dengan tujuannya dan bukan demi untuk kepentingan prinsipal. Konflik keagenan yang mengakibatkan peluang manajemen ini akan mengakibatkan rendahnya kualitas laba. Rendah kualitas laba ini akan membuat kesalahan pembuatan keputusan kepada para pengguna informasi sehingga nilai perusahaan berkurang. Pandangan teori keagenan dimana terdapat pemisahan antara pihak agen dan principle yang mengakibatkan munculnya potensi konflik dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan Jensen dan Meckling, 1976. Subramanyam 1996 dalam Siregar dan Utama 2005 menyatakan bahwa salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan adalah laba yang dihasilkan perusahaan. Laba yang diukur atas dasar akrual dianggap sebagai ukuran yang lebih baik atas kinerja 7 perusahan dibandingkan arus kas operasi karena akrual mengurangi masalah waktu dan mismatching yang terdapat dalam penggunaan arus kas dalam jangka pendek. Dalam prosesnya, dasar akrual dapat memberikan kesempatan kepada manajer dalam melakukan manajemen laba atau earnings management guna menaikkan atau menurunkan angka akrual dalam laporan laba rugi Boediono,2005. Widyaningdyah 2001 menyatakan definisi kualitas laba adalah perilaku manajemen untuk bermain dengan komponen discretionary accrual yang menentukan besarnya laba. Laba yang tidak dilaporkan sesuai dengan fakta yang terjadi dapat diragukan kualitasnya. Laba dapat dikatakan berkualitas tinggi apabila laba yang dilaporkan dapat digunakan oleh para pengguna untuk membuat keputusan yang terbaik, yaitu laba yang memiliki karakteristik relevansi, reliabilitas dan komparabilitas atau konsistensi Sutopo, 2009. Rendahnya kualitas laba akan dapat membuat kesalahan dalam pembuatan keputusan para pemakainya seperti investor dan kreditor, sehingga nilai perusahaan akan berkurang Siallagan dan Machfoedz, 2006. Dalam praktek suatu perusahaan banyak kita temukan transaksi transaksi yang mengabaikan kepentingan pemegang saham publik pemegang saham minoritas serta pemegang saham lainnya, terutama pada perusahaan Indonesia yang menggunakan dana masyarakat dalam pembiayaan usahanya. Oleh karena itu keberadaan komisaris independen sangat diperlukan dan penting. Semua komisaris independen harus bersikap independen dan mampu melaksanakan tugasnya secara independen semata untuk kepentingan perusahaan, dan tidak 8 terpengaruh oleh pihak yang memiliki kepentingan yang dapat berbenturan dengan kepentingan pihak lain. Selain komisaris indepeden, komite audit juga diperlukan untuk lebih meningkatkan kualitas informasi yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan sesuai dengan tugasnya Sutopo, 2009. Pada kenyataannya sampai saat ini banyak sekali kasus manipulasi data akuntansi yang terjadi, yang dimanipulasikan oleh orang-orang tertentu untuk kepentingan tertentu yang menguntungkan pihak tersebut. Kasus ini menandakan laporan keuangan yang disajikan tidak bagus atau kualitas laba pada laporan keuangannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Contoh peyajian laporan keuangan yang tidak menyajikan keadaan laba sebenarnya adalah Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk. yang telah terbukti melakukan perekayasaan laporan keuangan yaitu dengan jalan memperbesar laba. PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta Mustofa HTM. Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali restated, karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7 dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 9 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar bumn.go.id. Sejak krisis, wacana tentang tata kelola perusahaan yang baik good corporate governance merebak bagai ledakan besar. Sebenarnya tak menjadi penting bagaimana perusahaan itu dikelola, tetapi begitu krisis dan semua perusahaan bangkrut, terusiklah kepentingan para pemegang saham, kreditor, dan investor. Jadi, kepedulian terhadap tata kelola perusahaan yang baik berbanding lurus dengan semakin tidak pastinya tingkat pengembalian investasi. Secara definitif, istilah corporate governance mengandung pengertian bagaimana pihak- pihak inti yang berkepentingan dengan perusahaan saling berinteraksi. Pihak- pihak itu adalah pemegang saham shareholders, pengelola top management, dewan pengawas board of directors. Para pemegang saham selalu berkepentingan mengamankan investasinya agar menghasilkan dividen tiap tahun. Untuk itu, mereka menugaskan para dewan pengawas untuk memonitor kinerja manajemen agar sesuai kepentingannya. Di sinilah letak pentingnya peran dewan pengawas komisaris independen yang bertindak atas mandat yang diberikan para pemegang saham, bukan pihak pengelola Thomas L Wheelen J David Hunger, 2000. Para ahli strategic management sudah mengembangkan konsep yang menekankan tanggung jawab perusahaan dalam pengertian luas ini. Pada prinsipnya, perusahaan tidak hanya bertanggung jawab kepada para pemegang 10 saham saja, tetapi juga pada masyarakat secara umum. Sehingga, masyarakat memiliki kepentingan terhadap berbagai praktik penyimpangan perusahaan, bukan saja para pemegang saham. Dengan asumsi ini, masyarakat juga memiliki hak untuk menuntut agar perusahaan dikelola dengan baik. Sehingga masalah penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan bukan semata monopoli kepentingan para pemegang saham saja. Manipulasi keuangan adalah praktik yang menyangkut kepentingan masyarakat Widyaningdyah, 2001. Berdasarkan kasus manipulasi laporan keuangan di atas maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian ini dengan berbagai alasan yaitu pertama, dengan tujuan agar penulis dapat mengetahui pengaruh mekanisme good corporate governance yaitu peran komite audit dan komisaris independen terhadap kualitas laba dan pengaruh prinsip konservatisme terhadap hasil laporan keuangan yang disajikanan yang mana PSAK sebagai standar pencatatan akuntansi di Indonesia menjadi pemicu timbulnya penerapan prinsip konservatisme yang mengakibatkan angka-angka yang berbeda dalam laporan keuangan yang pada akhirnya akan menyebabkan laba yang cenderung konservatif. Kedua, untuk membuka pandangan investor terhadap pengaruh penerapan konsep konservatisme, peran komite audit dan komisaris independen terhadap kualitas laba pada laporan keuangan. Oleh karena itu penulis mengambil judul skripsi “Pengaruh Konservatisme Akuntansi dan Good Corporate Governance terhadap Kualitas Laba” Studi Empiris pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014. 11

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan Property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010

2 60 84

Pengaruh Kualitas Implementasi Good Corporate Governace Terhadap Praktek Manajemen Laba Perusahaan Real Estate dan Property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 22 80

Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 62 96

Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan dengan Good Corporate Governance sebagai Variable Permoderasi pada Perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2013

1 69 88

Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 2 71

Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 12

Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 5

Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 2