Salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan FMA berdasarkan uraian diatas adalah suhu temperatur. Pada tanah bekas kebakaran cenderung
mengalami peningkatan suhu diakibatkan dari pengaruh langsung dari kebakaran tersebut yaitu panas yang dihasilkan. Kebakaran serasah akan secara langsung
dapat menaikkan suhu tanah. Hasil pembakaran yang terbentuk arang dan berwarna hitam akan menyerap sinar matahari sehingga suhu tanah akan naik.
Pemanasan tanah
akan berakibat
buruk pada
organisme renik
Soemardi dan Widyastuti, 2002. Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian pada tanah bekas
kebakaran hutan yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai status dan keberadaan FMA pada berbagai jenis tanaman yang tumbuh pada tanah bekas
kebakaran hutan tersebut. Melalui penelitian ini diharapkan dapat ditemukan dan diketahui jenis FMA yang dominan pada tanah bekas kebakaran.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui status dan keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula FMA pada tanah bekas kebakaran
hutan.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi mengenai status dan keanekaragaman jenis fungi mikoriza arbuskula pada tanah
bekas kebakaran hutan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Dampak Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan, secara langsung mempengaruhi seluruh kelompok organisme tanah dan mengalami penurunan. Pengaruh langsung ini akibat panas
yang dihasilkan dari pembakaran, sehingga organisme tanah banyak yang mengalami kematian. Perubahan suhu tanah dan hilangnya lapisan serasah, juga
bisa menyebabkan perubahan terhadap karakteristik habitat dan iklim mikro. Abidin 2004 menyatakan bahwa penurunan organisme tanah setelah kebakaran,
baik secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan makanan untuk organisme kecil dan tersedianya makanan bagi predator.
Kebakaran hutan menyebabkan bahan makanan untuk organisme menjadi sedikit, kebanyakan organisme tanah mudah mati oleh api dan segera
menyebabkan perubahan dalam habitat, hal ini kemungkinan menyebabkan penurunan jumlah mikroorganisme yang sangat besar dalam habitat. Efek negatif
ini biasanya bersifat sementara dan populasi organisme tanah akhirnya kembali menjadi banyak lagi dalam beberapa tahun Sutedjo dan Kartasapoetra , 2005.
Kebakaran hutan mempengaruhi tekstur tanah. Komponen tekstur tanah pasir, debu, dan liat memiliki ambang batas suhu tinggi dan biasanya tidak
dipengaruhi oleh api kecuali mengalami pengaruh suhu tinggi di permukaan mineral tanah horizon A. Fraksi tekstur tanah yang paling sensitif adalah tanah
liat, yang mulai berubah pada suhu tanah sekitar 400 C ketika hidrasi tanah liat
dan struktur kisi tanah liat mulai runtuh. Pada suhu dari 700 sampai 800 C
kehancuran total struktur tanah liat dapat terjadi Ulery dan Graham, 1993
Ulery dan Graham 1993 melaporkan bahwa setelah kebakaran lapisan tanah memerah dan kandungan liat secara signifikan berkurang dari tanah tidak
terbakar. Lapisan hitam dan ukuran agregat pasir terbentuk di permukaan tanah selama pembakaran mengubah distribusi ukuran partikel dan menghasilkan
tekstur lebih kasar lebih besar dari pasir. Pembakaran menghasilkan tekstur yang lebih halus di satu lokasi karena peningkatan dalam fraksi debu, hasil dari
dekomposisi partikel pasir kaolinized. pH tanah umumnya meningkat setelah kebakaran hutan. Namun peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada suhu
yang lebih tinggi 450-500 C. Keberadaan debu dapat meningkatkan pH tanah
karena pH debu yang tinggi. Berdasarkan tipe kebakaran, kebakran dapat dibagi kedalam tiga tipe
kebakaran yaitu: 1. Kebakaran Bawah Ground Fire
Api membakar bahan organik di bawah permukaan serasah yang pada umumnya berupa humus dan gambut. Penjalaran api berlangsung secara perlahan dan tidak
dipengaruhi oleh angin, tanpa nyala, sehingga sulit untuk dideteksi dan kontrol. Dilihat dari dampaknya, tipe kebakaran ini merupakan tipe yang paling merusak
lingkungan Soemardi dan Widyastuti, 2002. 2. Kebakaran Permukaan Surface Fire
Api pada kebakaran ini membakar serasah, tumbuhan bawah, bekas limbah pembakaran dan bahan bakar lainnya yang terdapat di lantai hutan. Energi
kebakaran dapat rendah sampai tinggi. Dalam penjalarannya, dipengaruhi oleh angin permukaan sehingga dapat membakar tumbuhan yang lebih tinggi hingga ke
tajuk pohon crowning out. Tipe ini merupakan tipe kebakaran yang paling umum terjadi di hampir semua tegakan hutan Soemardi dan Widyastuti, 2002.
3. Kebakaran Tajuk Crown Fire Pada tipe ini, api menjalar dari tajuk pohon satu ke tajuk pohon berikutnya. Arah
dan kecepatan penjalaran api sangat dipengaruhi oleh angin, sehingga api menjalar dengan sangat cepat dan sulit untuk dikendalikan. Biasanya terjadi pada
tegakan konifer dan api berasal dari kebakaran permukaan, yaitu ranting atau bagian pohon yang terbakar yang terbawa angin. Disamping itu kebakaran tipe ini
juga dapat menghasilkan api loncat spot fire, yaitu ranting atau bagian pohon yang terbakar yang terbawa angin dan menimbulkan kebakaran baru di tempat
lain De Bano et al., 1998.
B. Sifat Kimia Tanah