48
memiliki beragam manfaat bagi proses dalam tubuh manusia, diantaranya yakni menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan
pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun serta pembentukan antibodi. HIV tidak dapat disembuhkan, obat-obatan hanya dapat memperlambat laju perkembangan virus.
Menurut Libman dan Makadon 2007, obat antiretroviral dapat merungai jumlah virus dan meningkatkan jumlah CD4, sehingga dapat memperbaiki kondisi kekebalan tubuh.
HIV merupakan jenis virus yang tidak dapat disembuhkan atau dihilangkan, satu-satunya pengobatan yang dapat dilakukan adalah terapi ARV yang berfungsi
untuk menekan laju pertumbuhan virus dan meningkatkan CD4 tubuh.
2. Gejala Infeksi HIV
Gunung, dkk. 2003 membagi gejala-gejala infeksi HIV berdasarkan tiga stadium, yaitu: infeksi akut, kronik, dan AIDS.
a. Infeksi akut, merupakan stadium paling dini dan singkat. Tidak semua penderita menunjukkan gejala-gejala. Gejala yang muncul seperti flu selama
3-6 minggu setelah infeksi. Gejala yang ditunjukkan menyerupai penyakit flu, panas dan rasa lelah yang berlangsung selama 1-2 minggu. Bisa disertai
ataupun tidak gejala-gejala seperti bisul, sakit kepala, sakit pada otot, sakit tenggorokan, pembengkakan kelenjar, diare, mual hingga muntah Gunung,
dkk., 2003. b. Infeksi HIV kronik, merupakan stadium yang dimulai 3-6 minggu setelah
infeksi akut. Pada stadium ini tidak menunjukkan gejala apapun, seperti orang sehat. Kondisi ini berlangsung sampai 10 tahun. Walaupun tidak menunjukkan
gejala-gejala, akan tetapi sistem imun berangsur-angsur menurun Gunung, dkk., 2003.
49
c. Gejala AIDS, merupakan sekumpulan gejala-gejala yang menyertai infeksi HIV, yang disebut dengan infeksi oportunistik. Diperlukan pemberian obat
yang tepat terkait kondisi infeksi agar keadaan tidak semakin parah. Gejala- gejala yang bisa dijumpai meliputi rasa lelah, pembengkakan kelenjar pada
leher atau lipatan paha, panas yang berlangsung lebih dari 10 hari, keringat malam, penurunan berat badan secara drastis, bercak permanen berwarna ungu
pada kulit, pernafasan memendek, diare berat, infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, atau vagina hingga munculnya perdarahan yang tidak bisa
dijelaskan penyebabnya Gunung, dkk., 2003.
3. Penularan HIV
Penularan HIV terjadi karena pemaparan infeksi melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV dengan konsentrasi tertentu Libman Makadon, 2007.
Menurut Libman dan Makadon 2007 virus HIV hidup di semua cairan tubuh tetapi hanya bisa menular melalui cairan tubuh tertentu, yaitu darah, air mani semen, cairan
vagina, dan air susu ibu ASI. Darah, air mani semen, dan cairan vagina masuk ke dalam tubuh individu
melalui hubungan seksual dengan pasangan yang telah terkontaminasi virus HIV, baik secara vaginal, anal ataupun oral. Selain ditransmisikan melalui hubungan seksual,
virus HIV dapat pula ditransmisikan secara vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak. Infeksi HIV dari ibu ke anak terjadi selama proses mengandung, saat persalinan,
dan saat menyusui Nasronudin, 2007. Lebih lanjut Cox 1993 menjelaskan bahwa dalam hubungan seksual berisiko,
perempuan lebih rentan untuk terinfeksi virus HIV daripada laki-laki. Kemungkinan penularan melalui hubungan kelamin menjadi lebih besar bila terjadi penyakit
kelamin, serta apabila terdapat luka pada alat kelamin. Penularan virus HIV juga
50
sangat rentan terjadi pada pengguna narkoba, psikotropika, dan zat berbahaya lainnya dengan penggolongan jenis suntik yang dilakukan secara bergantian dengan sesama
pengguna yang telah terinfeksi virus HIV. Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh semen, cairan
vagina, air susu ibu, dan darah yang telah terinfeksi baik dalam kegiatan hubungan seksual, penularan vertical dari ibu kepada anak dalam proses kehamilan, kelahiran
ataupun menyusui, hingga penularan melalui penggunaan narkoba jenis suntik dan transfusi darah.
4. Epidemi HIV