Epidemi HIV Ibu Rumah Tangga dengan HIV

50 sangat rentan terjadi pada pengguna narkoba, psikotropika, dan zat berbahaya lainnya dengan penggolongan jenis suntik yang dilakukan secara bergantian dengan sesama pengguna yang telah terinfeksi virus HIV. Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh semen, cairan vagina, air susu ibu, dan darah yang telah terinfeksi baik dalam kegiatan hubungan seksual, penularan vertical dari ibu kepada anak dalam proses kehamilan, kelahiran ataupun menyusui, hingga penularan melalui penggunaan narkoba jenis suntik dan transfusi darah.

4. Epidemi HIV

Laporan temuan UNAIDS, salah satu departemen dalam World Health Organization WHO menyatakan bahwa pada tahun 2013 terdapat 35 juta orang dengan HIV di seluruh dunia UNAIDS, 2014. Masalah HIV-AIDS diyakini bagaikan fenomena gunung es karena laporan resmi jumlah kasus tidak mencerminkan masalah yang sebenarnya Yatim, 1994. Kasus HIV-AIDS yang terungkap hanya merupakan sebagian kecil dari jumlah kasus yang terjadi, oleh karena itu tidak dapat mencerminkan masalah yang sebenarnya. Infeksi HIV-AIDS di Indonesia selanjutnya berkembang menjadi suatu ancaman nasional dengan mengacu pada dua indikator. Pertama, sejak 10 tahun terakhir jumlah kasus HIV-AIDS memperlihatkan kecenderungan peningkatan. Kedua, jumlah kasus HIV-AIDS yang dilaporkan tidak mencerminkan kondisi yang sesungguhnya di dalam masyarakat Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan epidemi HIV-AIDS yang berkembang paling cepat UNAIDS, 2009. Menurut Nursalam dan Kurniati 2008, sejak tahun 2000 terjadi peningkatan penyebaran HIV pada kelompok perempuan pekerja seksual. Kemudian beberapa 51 tahun setelahnya, terjadi fenomena baru penyebaran HIV pada pengguna narkoba suntik. Pada tahun 2002 mulai ditemukan kasus HIV pada tingkat rumah tangga dengan jumlah kejadian yang sangat rendah. Epidemi HIV di Indonesia tidak hanya terjadi pada kelompok berisiko tinggi seperti kelompok perempuan pekerja seksual ataupun kelompok homoseksual, sejak tahun 2002 ditemukan kasus HIV pada ibu rumah tangga yang merupakan kelompok berisiko rendah, dan semakin meningkat sejak tahun 2010.

5. Ibu Rumah Tangga dengan HIV

Ibu rumah tangga merupakan suatu peran yang otomatis diterima seorang perempuan ketika mulai berkeluarga Frieze, 1978. Frieze 1978 menambahkan bahwa peran ibu rumah tangga diantaranya peran sebagai pendidik, pelayan, pengatur hingga pengurus bagi anggota keluarga. Ibu rumah tangga berperan sebagai seorang ibu dan istri yang wajib memberi pengasuhan rumah tangga dan memberi pelayanan yang menyenangkan kepada suami dengan sebagian besar waktu yang dihabiskan di rumah Kartono, 2006. Menurut Frieze 1978 terdapat tujuh bentuk permasalahan yang dihadapi oleh perempuan yang memilih sepenuhnya menjadi ibu rumah tangga, yakni: a. Minimnya persiapan karena perempuan tidak mendapatkan latihan yang cukup sebelum memasuki kehidupan rumah tangga, sedangkan pendidikan formal yang sebelumya diperoleh jarang sekali dapat diterapkan dalam memenuhi tugas-tugas rumah tangganya Frieze, 1978. b. Tidak terorganisasinya waktu dan aktivitas karena tanggung jawab rumah tangga yang timbul secara spontan dan tidak dapat diramalkan. Tidak mudah untuk mengatur anak-anak tepat sesuai dengan keinginan ibu, seperti waktu 52 bermain, makan hingga belajar. Kesibukan akan bertambah ketika anak-anak membutuhkan perhatian intensif dari orangtuanya, ataupun juga bila ada anggota keluarga yang sakit Frieze, 1978. c. Rendahnya status sebagai ibu rumah tangga karena pekerjaan rumah tangga tidak menjanjikan prestise yang tinggi. Pekerjaan rumah tangga lebih sering diasosiasikan dengan pekerjaan-pekerjaan dan penyediaan makanan. Pandangan di masyarakat memandang bahwa sebagaian besar waktu ibu rumah tangga dihabiskan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan kasar yang tidak menuntut kemampuan khusus Frieze, 1978. d. Pekerjaan rumah tangga tidak menuntut kemampuan khusus, sehingga kurang mendorong para ibu rumah tangga untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya. Ibu rumah tangga mengalami kesulitan untuk menemukan teman sebaya dan tingkat intelektual yang setara dalam lingkungan terdekatnya, sehingga ibu rumah tangga jarang mendapatkan kesempatan untuk mendiskusikan hal-hal yang dapat menstimulasi kemampuan intelektualnya. Dalam keadaan demikian para ibu menjadi cenderung untuk mengabaikan kemampuan intelektualnya Frieze, 1978. e. Tidak ada reward atas pekerjaan yang telah dilakukan. Reward yang mungkin didapat para ibu rumah tangga adalah pujian dari suami dan anak-anaknya, akan tetapi kondisi demikian jarang terjadi. Suami dan anak-anak pada umumya lebih mudah bereaksi terhadap hal-hal yang tidak dikerjakan dengan baik yang lebih lanjut dapat menimbulkan penilaian negatif Frieze, 1978. f. Isolasi sosial yang disebabkan oleh terbatasnya aktivitas ibu rumah tangga di lingkungan. Sosok yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan sosialisasinya 53 adalah suami, akan tetapi para suami yang telah mengahabiskan sebagaian besar waktunya diluar rumah dalam kaitannya dengan pekerjaan Frieze, 1978. g. Ketergantungan pada suami dalam hal keuangan dan status sosial Frieze, 1978. Menurut Haroen, Juniati, dan Windani 2008 kondisi psikologis perempuan dengan HIV positif dapat menjadi indikator kualitas hidup yang dimiliki. Haroen, Juaniti, dan Windani 2008 menambahkan terdapat tiga bentuk kondisi psikologis pada perempuan dengan HIV yakni mudah emosional, merasa ketakutan akan menularkan HIV, dan penyangkalan status HIV. Kondisi-kondisi psikologis tersebut selanjutnya akan berdampak kepada perjalanan hidup perempuan dengan HIV positif. Perempuan lebih rentan terinfeksi HIV sebagai akibat dari adanya peran tradisional yang dijalankan dalam kehidupan bermasyarakat UNICEF Indonesia, 2012. Umumnya, perempuan usia dewasa menjalankan peran sebagai seorang ibu rumah tangga. Hal ini sejalan dengan riset yang dilakukan oleh Kemenkes RI pada tahun 2013 terkait Estimasi dan Proyeksi HIV-AIDS di Indonesia Tahun 2011-2016, yang menemukan bahwa terjadi peningkatan jumlah infeksi HIV-AIDS pada kelompok ibu rumah tangga di setiap tahunnya Kemenkes RI, 2013 . Hingga saat ini, belum terdapat data pasti terkait jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV-AIDS. Hal ini disebabkan rendahnya kesadaran ODHA untuk melakukan pendataan secara resmi dengan menggunakan kartu tanda penduduk, sehingga tidak dapat dilakukan pencatatan secara pasti perihal jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV-AIDS. Semenjak tahun 2010, semakin banyak ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV, padahal sehari-harinya sibuk di rumah dan tidak memiliki pengetahuan tentang HIV. 54 Hal ini sejalan dengan pendapat dr. Nafsiah Mboi SpA, MPH Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada masa kabinet Indonesia Bersatu II, bahwa hingga tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah penularan HIV dari suami kepada istrinya Wardah, 2013. Sadli 2010 menambahkan bahwa di kalangan masyarakat beredar mitos dan stereotype bahwa seorang ibu rumah tangga adalah perempuan baik-baik. Perempuan baik-baik tidak mungkin terkena HIV-AIDS, sehingga kelompok ibu rumah tangga tidak dijadikan sasaran kampanye atau edukasi mengenai HIV-AIDS. Menurut Dalimoenthe 2011, seorang ibu rumah tangga dapat menjadi kelompok rentan dari penularan HIV-AIDS karena suami yang melakukan penyimpangan sosial, baik karena sering berganti-ganti pasangan atau karena pecandu narkoba. Disamping itu, seorang ibu rumah tangga tidak memiliki pengetahuan dan kesadaran yang memadai terkait HIV-AIDS. Terdapat tiga faktor utama yang memengaruhi ibu rumah tangga menjadi sangat rentan terhadap penularan Dalimoenthe, 2011. Pertama adalah faktor biologis dari struktur dalam vagina yang terdapat banyak lipatan membuat permukaannya menjadi luas dan dinding vagina sendiri memiliki lapisan tipis yang mudah terluka. Faktor kedua adalah faktor sosial- kultural yang memposisikan perempuan sukar menolak hubungan seksual dengan pasangannya karena perempuan tidak memiliki kekuasaan untuk menyarankan penggunaan kondom dalam hubungan seksual. Ketiga adalah faktor ekonomi bahwa perempuan umumnya sangat bergantung secara ekonomi kepada laki-laki. Ini menyebabkan perempuan tidak memiliki posisi tawar menolak hubungan seksual dengan pasangannya. Ibu rumah tangga secara umum telah memiliki permasalahan sendiri terkait peran di rumah seperti yang dikemukakan oleh Frieze 1978. Ketika ibu rumah tangga 55 terinfeksi HIV, akan menambah pelik permasalahan yang dihadapi oleh ibu rumah tangga. Menurut Nursalam dan Kurniati 2008, terdapat empat bentuk perubahan pada individu dengan HIV yang dapat menghadirkan permasalahan di kemudian hari, yakni perubahan respon biologis imunitas, respon adaptif psikologis, respon adaptif spiritual, dan respon adaptif sosial. Perubahan-perubahan sebagai dampak HIV mengakibatkan kehidupan yang dijalani oleh ibu rumah tangga berstatus HIV positif menjadi semakin kompleks dan rentan terhadap konflik.

D. Perspektif Teoretis