Karena lalai; dan Sistematika Penulisan

mengemudikan kendaraan tidak bermotor menggunakan kekuatan fisik dan bukan dengan kekuatan mesin seperti pada kendaraan bermotor, sehingga disini dituntut unsur kehati-hatian yang tinggi pada diri pengemudi kendaraan bermotor. Berhubungan dengan ini dapat diketahui dengan melihat pada redaksi Pasal 1 angka 8 dan angka 9 UU LLAJ sebagai berikut : a. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. b. Kendaraan tidak bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia danatau hewan.

3. Karena lalai; dan

Unsur ini pada umumnya yang memerlukan waktu lebih lama dalam hal pembuktiannya. Kesalahan pelaku dalam kecelakaan lalu lintas berupa kelalaian yang ada pada dirinya saat itu harus dilihat dari faktor kejadian yang sebenarnya yakni faktor apa yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas tersebut. Demikian pula harus diukur sejauh mana pengemudi telah benar-benar waspada dan hati- hati dalam mengemudikan kendaraannya. Dalam hal ini yang membedakan antara kelalaian dengan kesengajaan pada pokoknya adalah bahwa pengemudi tentu tidak akan berbuat, seandainya ia mengetahui akibat yang akan timbul akibat perbuatannya. Di sini pengemudi tidak sadar akan resiko dari perbuatannya tersebut yang menyebabkan ia lalai. Kesalahan berbentuk kealpaankelalaian dengan kata lain merupakan tindakan tercela dan pelaku tidak menyadari tindakan yang dilakukan tersebut. Kelalaian tersebut merupakan rumusan delik maka juga harus dibuktikan. Unsur ini dapat diungkapkan dari kronologis kejadian dan kesaksian-kesaksian. Universitas Sumatera Utara Melalui penyidikan dan dengan mengungkapkan fakta-fakta dalam persidangan maka unsur kelalaian akan dapat dibuktikan atau tidak. 4. Mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Unsur mengkibatkan orang lain meninggal dunia pada umumnya dibuktikan berdasarkan Visum Et Repertum dari rumah sakit yang menerangkan penyebab dan cara kematian korban dengan memeriksa tubuh korban baik dengan pemeriksaan luar maupun dengan pemeriksaan dalam. Defenisi umum Visum Et Repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan sumpah jabatan dokter tentang hal yang dilihat dan ditemukan pada benda yang diperiksa serta memberikan pendapat mengenai apa yang ditemukannya tersebut. 45 1 Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp. 3.000.000,00 tiga juta rupiah. Visum Et Repertum ini merupakan alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP. Selain dengan melakukan Visum Et Repertum pada korban, pembuktian mengenai adanya korban meninggal dunia pada pasal ini juga dapat dibuktikan dengan melampirkan surat kematian yang dikeluarkan dokter ataupun lurah pada tempat tinggal korban. Pasal 311 2 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan kendaraan danatau barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat 2, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun atau denda paling banyak Rp. 4.000.000,00 empat juta rupiah. 3 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan 45 Rita Mawarni, 2012, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Bahan Ajar tidak diterbitkan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, hlm. 2. Universitas Sumatera Utara dan kerusakan kendaraan danatau barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat 3, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat tahun atau denda paling banyak Rp. 8.000.000,00 delapan juta rupiah. 4 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat 4, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp. 20.000.000,00 dua puluh juta rupiah. 5 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 dua belas tahun atau denda paling banyak Rp. 24.000.000,00 dua puluh empat juta rupiah. Unsur-unsur pidana yang terkandung dan harus terpenuhi dalam aturan Pasal 311 ayat 5 UU LLAJ antara lain: 1. Setiap orang; 2. Mengemudikan kendaraan bermotor; 3. Dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang 4. Mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Ketentuan Pasal 311 sebenarnya serupa dengan Pasal 310. Apa yang membedakan Pasal 311 ini adalah adanya unsur kesengajaan orang yang mengemudikan kendaraan dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang. Perbuatan tersebut yang menyebabkan ancaman sanksi pidana dalam pasal 311 lebih berat jika dibandingkan dengan Pasal 310 yaitu ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. Sama halnya dengan membuktikan unsur kelalaian pada Pasal 310, pembuktian unsur kesengajaan inilah yang paling sulit diantara unsur-unsur pasal yang terkandung dalam Pasal 311. Kesalahan pelaku dalam kecelakaan lalu lintas Universitas Sumatera Utara berupa kesengajaan yang ada pada dirinya saat kejadian kecelakaan lalu lintas juga harus dilihat dari faktor kejadian yang sebenarnya yakni faktor apa yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas tersebut, hal ini dapat diungkapkan pula dari kronologis kejadian dan kesaksian-kesaksian. Penjelasan mengenai cara mengemudikan kendaraan yang membahayakan atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dalam Pasal 311 ini tidak ditemui dalam penjelasan pasal UU LLAJ. Lebih lanjut, apabila dikaitkan dengan penjelasan Pasal 106 mengenai yang dimaksud dengan ”penuh konsentrasi” akan didapati penalaran mengenai kesengajaan mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang. Bentuk kesengajaan ini terwujud dalam tindakan meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan kendaraan. Mengingat betapa berbahayanya meminum minuman alkohol dan obat-obatan yang mana pengetahuan ini sudah barang tentu diketahui secara umum, maka tindakan tersebut dapat menjadi alas pemidanaan seseorang melakukan kesengajaan, hal ini sebagaimana terjadi pada kasus Afriyani. Unsur dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang ini dipahami sebagai adanya pelanggaran-pelanggaran lalu lintas yang dilakukan pengemudi terlebih dahulu yang disadarinya sehingga mengakibatkan kecelakaan. Misalnya seorang pengemudi sepeda motor menerobos lampu merah dengan melewati batas kecepatan pada jalan yang kelihatan tidak tampak ada yang menghalanginya, Universitas Sumatera Utara namun tiba-tiba ada seorang penyeberang pejalan kaki yang hendak menyeberang dan terjadilah kecelakaan mengakibatkan penyeberang tadi luka berat. Pengemudi ini patut dipersalahkan atas Pasal 311 dengan pembuktian unsur dengan sengaja membahayakan nyawa berupa menerobos lampu merah Pasal 287 ayat 1, melanggar batas kecepatan Pasal 287 ayat 5, dan tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki Pasal 284. Ketiga pelanggaran tersebut akan menjadi alasan yang memberatkan pidananya. 46 Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan kecelakaan lalu lintas kepada kepolisian negara republik indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam pasal 231 ayat 1 huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling Unsur “kesengajaan” dalam pasal ini barangkali berdasar pada sikap batin pengemudi dan pandangan masyarakat bahwa perbuatan itu telah diketahui dan dapat diperhitungkan akan mengakibatkan kecelakaan. Meskipun demikian, kian rumit untuk menemukan unsur kesengajaan dalam kasus kecelakaan lalu lintas. Perilaku pengemudi yang sudah melampaui batas sehingga dapat membahayakan nyawa orang lain menjadikan penerapan sanksi pidana lebih berat pidana penjara maksimal 12 tahun. Tentunya pemikiran ini kembali lagi pada penafsiran majelis hakim dalam mengenakan pasal ini pada persidangan mengenai kecelakaan lalu lintas. Untuk itu, aparat penegak hukum, meliputi polisi, jaksa, dan hakim dalam hal ini hendaklah harus membuktikan adanya unsur kesengajaan tersebut dengan lebih teliti. Pasal 312 46 Wawancara dengan Brigadir Fhirisman, SH., loc.cit. Universitas Sumatera Utara lama 3 tiga tahun atau denda paling banyak Rp. 75.000.000,00 tujuh puluh lima juta rupiah. Pasal 312 tersebut diatas terkait dengan kewajiban dan tanggung jawab pengemudi dalam Pasal 231 ayat 1. Pasal ini jika dicermati bukan merupakan tindakan yang mengakibatkan orang lain meninggal sebagaimana terdapat pada kedua pasal sebelumnya yakni Pasal 310 dan Pasal 311. Akan tetapi pasal ini dimasukkan dalam pasal yang tergolong pada suatu tindak pidana kejahatan sebagaimana tertera pada Pasal 316 ayat 2. Berkaitan dengan pasal 312 ini, sering pula ditemui dalam beberapa kasus kecelakaan lalu lintas yaitu tabrak lari. Tabrak lari pada umumnya merupakan istilah dengan pengertian bahwa pelaku dalam hal ini pengemudi meninggalkan korban kecelakaan lalu lintas dan tidak menghentikan kendaraan yang dikemudikannya. Perbuatan tersebut merupakan tindakan pengemudi yang tidak bertanggung jawab atas perbuatannya. Apabila melihat pada sikap batin dari pengemudi yang menghindari tanggung jawabnya ini, dapat ia dikatakan melakukan suatu tindakan pembiaran dengan mengacuhkan korban yang telah dicelakainya. Apabila dicermati dari teropong norma kesusilaan dapatlah kita sadari perbuatan ini patut disebut sebagai suatu kejahatan. Begitu juga halnya dengan pengemudi yang tidak menolong korban yakni tidak melakukan upaya untuk membantu meringankan beban penderitaan korban, antara lain tidak memberikan pertolongan pertama di tempat kejadian dan tidak membawa korban ke rumah sakit, bisa menjadi penyebab korban meninggal dunia. Selanjutnya, perbuatan pengemudi yang tidak melaporkan kecelakaan lalu lintas kepada kepolisian menyulitkan penyidik dan memperlambat proses persidangan. Universitas Sumatera Utara Pasal-pasal mengenai kejahatan lalu lintas dimana pengemudi mengakibatkan orang lain meninggal dunia yakni Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 312 UU LLAJ telah diuraikan. Berikut beberapa pasal yang tidak boleh luput dari perhatian manakala terjadi kecelakaan lalu lintas. Bahwa selain ancaman pidana yang tercantum dalam Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 312, dapat pula disertai dengan penjatuhan pidana tambahan sebagaimana terurai dalam Pasal 314 berikut: Pasal 314 Selain pidana penjara, kurungan, atau denda, pelaku tindak pidana lalu lintas dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan surat izin mengemudi atau ganti kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana lalu lintas. Pidana tambahan yang dapat dijatuhkan oleh majelis hakim dalam putusannya mengenai perkara pidana kecelakaan lalu lintas adalah berupa pencabutan surat izin mengemudi atau ganti kerugian. Pidana tambahan berupa pencabutan SIM larangan mengemudi adalah agar pelaku dalam hal ini pengemudi menjadi jera dan lebih hati-hati dalam mengendarai kendaraannya di kemudian hari. Pidana tambahan menjadi penghukuman agar pelaku tidak dapat mengulangi perbuatannya sebab ia berada dalam kondisi tidak diperkenankan mengemudi hingga berakhir larangan mengemudi tersebut. Mencermati adanya pidana tambahan berupa ganti kerugian disini, hal ini diputuskan majelis hakim apabila belum ada kesepakatan antara pelaku kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kecelakaan dengan korban mengenai besar nominal ganti kerugian yang diderita korban. Apabila telah ada sebelumnya upaya perdamaian dengan adanya ganti kerugian maka tidak perlu lagi majelis hakim memberi pidana tambahan ganti kerugian kepada pelaku, namun perlu Universitas Sumatera Utara diingat, ganti kerugian tersebut tidak menjadikan pelaku tersebut luput dari tuntutan pidana. Kontroversi penerapan hukum pidana dalam kasus kecelakaan lalu lintas juga harus diluruskan. Perdamaian dalam tindak pidana kecelakaan lalu lintas sering terjadi dan diterapkan oleh masyarakat selama ini. Perdamaian kerap kali terjadi di antara pihak pengemudi yang menabrak dengan pihak korban dengan cara pembayaran sejumlah uang atau santunan oleh pihak penabrak kepada korban sebagai penggantian biaya pengobatan di rumah sakit atau biaya santunan bagi korban yang telah meninggal dunia. Biasanya pihak korban telah merasa adil sementara pihak pelaku sendiri dengan tulus ikhlas membayarkan sejumlah uang tersebut. 47 1 Pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan. Pasal 234 ayat 1 Pengemudi bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang danatau pemilik barang danatau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi. Pasal 236 2 Kewajiban mengganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pada kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat 2 dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat. Apabila mencermati ketentuan Pasal 234 di atas, kerugian yang diderita dalam hal ini akibat terjadinya kecelakaan lalu lintas menjadi tanggung jawab pengemudi. Lalu terkait dengan itu, pada Pasal 236 ayat 2 memberikan 47 http:edukasi.kompasiana.com20130104pertanggungjawaban-hukum-pidana-dalam- kasus-pengemudi-kendaraan-yang-mengakibatkan-kecelakaan-lalu-lintas--521380.html, diakses pada tanggal 10 Februari 2012. Universitas Sumatera Utara penerangan bahwa dalam kecelakaan lalu lintas dapat terjadi upaya damai yakni dalam hal kesepakatan mengenai jumlah besaran kerugian yang diderita. Penerapan hukum pidana yang berlaku menurut UU LLAJ adalah bahwa kasus kecelakaan yang diperbuat pengemudi tetaplah harus diajukan ke sidang pengadilan untuk diproses secara hukum karena secara aturan hukum tidak ada ketentuan pengecualian walaupun sudah terjadi perdamaian di antara pengemudi dengan korban. Artinya semua kasus tindak pidana dalam kecelakaan lalu lintas harus diselesaikan lewat proses peradilan, tidak memerdulikan apakah pengemudi tersebut telah membayar sejumlah uang atau memberikan santunan kepada korban atau tidak, hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 235 ayat 1 UU LLAJ yang berbunyi: Pasal 235 ayat 1 Jika korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat 1 huruf c, pengemudi wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan danatau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana. Jika dikaitkan dengan golongan kecelakaan lalu lintas sebagaimana tersebut dalam Pasal 229, baik kecelakaan lalu lintas ringan, sedang maupun berat adalah termasuk tindak pidana, hal ini berdasarkan pada ketentuan dalam Pasal 230 UU LLAJ yang berbunyi: Pasal 230 Perkara kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 diproses dengan acara peradilan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi, sebenarnya dapat dihindari bila di antara pengguna jalan mematuhi peraturan yang diatur dalam bagian keempat Bab IX yang mengulas tentang tata cara berlalu lintas dan paragraf kesatu yang mengulas Universitas Sumatera Utara tentang ketertiban dan keselamatan dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya ketentuan Pasal 105 dan Pasal 106. UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Ketentuan Pasal 105 menyebutkan bahwa: “Setiap orang yang menggunakan Jalan wajib: a. Berperilaku tertib; danatau b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan Jalan.” Pasal 106 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menentukan pula, sebagai berikut: 1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. 2. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda. 3. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan layak jalan. 4. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan: a. Rambu perintah atau rambu larangan; b. Marka Jalan; c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas; d. Gerakan Lalu Lintas; e. Berhenti dan Parkir; f. Peringatan dengan bunyi dan sinar; g. Kecepatan maksimal atau minimal; danatau h. Tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain. Dengan adanya suatu peraturan yang tersebut di atas dan apabila masyarakatnya mau menerapkan aturan tersebut dalam berkendara, kemungkinan besar bisa menekan jumlah kecelakaan yang sering terjadi di jalan raya. Banyak kelalaian yang disebabkan kurang berhati-hatinya seseorang yang kerap menimbulkan kecelakaan dan dengan kelalaian tersebut menimbulkan kerugian bagi orang lain. Universitas Sumatera Utara Sedangkan untuk ketentuan pidananya mengenai kasus kecelakaan diatur di dalam UU Lalu lintas dan angkutan jalan khusunya di Pasal 310 yang berbunyi sebagai berikut: 1. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan kendaraan danatau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 enam bulan danatau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 satu juta rupiah. 2. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya yang mngakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan danatau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun danatau denda paling banyak Rp 2.000.000,00 dua juta rupiah. 3. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat 4, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah. 4. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara palig lama 6 enam tahun danatau denda paling banyak Rp12.000.000,00 dua belas juta rupiah. 48

B. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Dokumen yang terkait

Tindak Pidana Membantu Melakukan Pencurian dengan Kekerasan yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 03/PID.SUS-Anak/2014/PN.MDN)

1 116 103

Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Aparat Kepolisian Yang Menyebabkan Kematian(Studi Putusan Nomor : 370/Pid.B/2013/Pn.Sim)

1 112 102

Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)

2 67 120

Tinjauan Kriminologi Dan Hukum Pidana Tentang Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta)

5 134 138

Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Event Organizer Terhadap Tindak Pidana Kelalaian Yang Menyebabkan Meninggalnya Orang Dalam Konser Musik (Studi Putusan NO.713/Pid.B/2008/PN.Bdg)

2 78 95

Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara (Studi Putusan Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn)

2 43 164

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 3 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)

0 0 31

Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)

0 2 11

Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan)

0 11 90