Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Sedangkan untuk ketentuan pidananya mengenai kasus kecelakaan diatur di dalam UU Lalu lintas dan angkutan jalan khusunya di Pasal 310 yang berbunyi sebagai berikut: 1. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan kendaraan danatau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 enam bulan danatau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 satu juta rupiah. 2. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya yang mngakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan danatau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun danatau denda paling banyak Rp 2.000.000,00 dua juta rupiah. 3. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat 4, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah. 4. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara palig lama 6 enam tahun danatau denda paling banyak Rp12.000.000,00 dua belas juta rupiah. 48

B. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Menurut uraian UU Lalu lintas dan angkutan jalan pada Pasal 310 dapat disimpulkan bahwa apabila kealpaan atau kelalaian pengemudi itu mengakibatkan orang lain terluka atau meninggal dunia ancaman pidananya sebagaimana yang diatur dalam Pasal tersebut di atas. Setiap kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi di jalan raya, tentunya menimbulkan konsekuensi hukum bagi pengemudi tersebut. Ketentuan hukum mengenai kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia secara umum diatur dalam Pasal 359 dan 360 KUHP dan secara khusus diatur 48 Pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Universitas Sumatera Utara dalam UU LLAJ. Atas kedua aturan tersebut, apabila terjadi kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia maka ketentuan hukum yang harus dikenakan bagi pengemudi kendaraan tersebut adalah sanksi pidana yang diatur dalam UU LLAJ, hal ini mengacu pada Pasal 63 ayat 2 KUHP berikut: Pasal 63 ayat 2 Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan. Penerapan Pasal 63 ayat 2 KUHP tersebut mengamanatkan kepada penuntut umum dalam membuat surat dakwaannya dan Majelis Hakim dalam mengadili pengemudi yang dalam kecelakaan lalu lintas mengakibatkan orang lain meninggal dunia, agar menerapkan ketentuan yang tertera dalam ketentuan pidana di dalam UU LLAJ dan bukan Pasal 359 KUHP. C. Ketentuan Pidana Anak Pelaku Kejahatan Lalu Lintas Menurut Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak UU LLAJ menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia termasuk kepada golongan kejahatan, hal tersebut sebagaimana tersebut dalam Pasal 316 ayat 2. Pasal 316 ayat 2: Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 273, Pasal 275 ayat 2, Pasal 277, Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 312 adalah kejahatan”. Secara khusus ketentuan yang mengatur masalah hukum pidana anak, ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dibentuknya Undang-Undang tentang Pengadilan Anak, antara lain karena disadari bahwa walaupun kenakalan anak merupakan perbuatan anti sosial yang Universitas Sumatera Utara dapat meresahkan masyarakat, namun hal tersebut diakui sebagai suatu gejala umum yang harus diterima sebagai suatu fakta sosial. Oleh karena itu, perlakuan terhadap anak nakal seyogyanya berbeda dengan perlakuan terhadap orang dewasa. Anak yang melakukan kenakalan berdasarkan perkembangan fisik, mental maupun sosial mempunyai kedudukan yang lemah dibandingkan dengan orang dewasa, sehingga perlu ditangani secara khusus. Anak nakal perlu dilindungi dari tindakan-tindakan yang dapat menghambat perkembangannya, sehingga dalam penanganannya perlu dibuat hukum pidana anak secara khusus, baik menyangkut hukum pidana materiil, hukum pidana formal, maupun hukum pelaksanaan pidananya. 49 Khusus mengenai sanksi terhadap anak dalam undang-undang ini ditentukan berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu anak yang masih berumur 8 sampai 12 tahun hanya dikenakan tindakan, sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur 12 sampai 18 tahun dijatuhkan pidana. Pembedaan perlakuan tersebut didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial anak. 50 Hal yang berbeda dengan jenis sanksi pidana yang diatur dalam KUHP adalah selain menyangkut masalah jenis pidana pokok dan pidana tambahan, dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 diatur pula tentang jenis ancaman sanksi yang berupa “tindakan”. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 antara lain ditegaskan bahwa: “Terhadap Anak Nakal hanya dapat pidana atau 49 Nandang Sambas, Pembaruan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia. Graha Ilmu. Yogyakarta.2010 Hlm. 82. 50 Dr. Wagiati Soetodjo SH., M.S., Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, 2008. Hlm. 30 . Universitas Sumatera Utara tindakan yang ditentukan dalam Undang-undang ini”. Selanjutnya Pasal 23 ditegaskan pula bahwa Pidana Pokok, terdiri atas: 51 a. Mengembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh; a. pidana penjara; b. pidana kurungan; c. pidana denda; atau d. pidana pengawasan. Sedangkan Pidana Tambahan terdiri atas: a. perampasan barang; dan atau b. pembayaran ganti rugi. Penjelasan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 menegaskan bahwa ketika menentukan pidana atau tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak, hakim herus memperhatikan berat ringannya tindak pidana atau kenakalan yang dilakukan oleh anak yang bersangkutan dan juga wajib memperhatikan keadaan anak, keadaan rumah tangga orang tua, wali, atau orang tua asuh, hubungan antara anggota keluarga dan keadaan lingkungannya. Demikian pula, Hakim wajib memperhatikan laporan Pembimbing Kemasyarakatan. Tindakan yang dapat dikenakan terhadap anak nakal berdasarkan Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997meliputi: b. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau c. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja. 51 Nandang, Op. Cit., hlm. 84. Universitas Sumatera Utara Tindakan di atas dapat pula disertai dengan teguran maupun syarat tambahan lainnya berdasarkan Pasal 24 ayat 2. Bagi anak nakal sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2a, 52 hakim menjatuhkan sanksi pidana maupun tindakan. Sedangkan bagi anak nakal sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 huruf b, 53 a. Untuk penjara, kurungan, denda dikurangi ½ dari ancaman untuk orang dewasa; hakim menjatuhkan tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 24, yang merupakan privat offence sebagaimana diatur dalam pasal 25 ayat 1 dan 2. Untuk anak yang melakukan tindak pidana criminal offence diancam dengan sanksi pidana dan tindakan. Mengenai lamanya pidana diatur dalam Pasal 26, 27, 28, yaitu: b. Maksimum 10 sepuluh tahun penjara apabila delik ancaman pidana mati atau seumur hidup; c. Pidana pengganti denda berupa wajib latihan kerja dengan ketentuan: 1 Paling lama selama 90 Sembilan puluh hari; 2 Lama latihan kerja tidak lebih dari 4 empat jam sehari; 3 Tidak dilakukan pada malam hari. Namun demikian, bagi anak yang belum berumur 12 tahun hanya dapat dikenakan tindakan berupa: 52 Berdasarkan Pasal 1 angka 2 huruf a, anak nakal adalah anak yang melakukan tindak pidana. 53 Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Universitas Sumatera Utara a. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja jika melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau seumur hidup Pasal 26 ayat 3; b. Salah satu tindakan dari ketiga jenis tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 23, jika melakukan tindak pidana yang tidak diancam pidana mati atau tidak diancam pidana seumur hidup Pasal 26 ayat 4. Pasal 29 mengatur tentang pidana Bersyaratpidana percobaan. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 dua tahun. Untuk menjatuhkan pidana bersyarat ini ditentukan baik syarat umum 54 maupun syarat khusus. 55 1. Telah menjalani pidana penjara selama 23 dua pertiga dari pidana yang dijatuhkan, sekurang-kurangnya 9 sembilan bulan dan berkelakuan baik Pasal 62 ayat 1; Masa waktu pidana bersyarat ini paling lama selama tiga tahun. Pidana pengawasan berdasarkan Pasal 30 menerangkan bahwa lamanya pidana ini adalah paling singkat selama 3 tiga bulan dan paling lama selama 2 dua tahun. Sedangkan dalam hal pembebasan bersyarat, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 menentukan, apabila: 2. Masa percobaan, sama dengan sisa pidana yang harus dijalankannya Pasal 62 ayat 3. 54 Syarat umum ialah bahwa anak nakal tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana bersyarat 55 Syarat khusus ialah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan anak. Universitas Sumatera Utara Dibandingkan dengan apa yang diatur dalam KUHP, masa percobaan untuk anak waktunya jauh lebih singkat yaitu selama sisa pidana yang harus dijalankan. Sedangkan dalam KUHP selain selama sisa pidana yang harus dijalankan, ditambah selama satu tahun. Kelemahan UU ini adalah tidak mengatur tentang diversi untuk mengalihkan perkara anak di luar jalur peradilan formal sehingga anak mendapatkan stigmatisasi. UU ini belum mengakomodasi model keadilan restoratif. Sehingga paradigma filosofi UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dapat dikatakan menganut pendekatan yuridis formal dengan menonjolkan penghukuman retributive. Model peradilan anak retributif tidak pernah mampu memberikan kerangka kerja yang memadai bagi berkembangnya sistem peradilan anak . Tidak adanya pengaturan secara jelas alternatif penyelesaian masalah anak yang berkonflik dengan hukum melalui upaya diversi. Dalam upaya diversi ini Lembaga Kepolisian dapat menggunakan kewenangan diskresioner yang dimilikinya. Antara lain tidak menahan anak, tetapi menetapkan suatu tindakan berupa mengembalikan anak kepada orang tuanya atau menyerahkannya kepada negara. Pada tingkat penuntutan, upaya diversi tidak dapat dilakukan karena lembaga penuntutan tidak memiliki kewenangan diskresioner. Sedangkan pada tingkatan pengadilan diversi terbatas pada tindakan pengadilan untuk tidak menjatuhkan pidana penjara atau kurungan. Untuk itu perlu adanya pengaturan tentang upaya diversi secara jelas baik pada tingkat kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan sebagaimana halnya diatur dalam UU No 11 tahun 2012 tentang Universitas Sumatera Utara sistem peradilan pidana anak. Sehingga aparat kepolisian tidak menggunakannya kewenangannya itu sekehendak hatinya, tetapi berlandaskan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Kemudian dalam pelaksanaan proses peradilan UU No 3 tahun 1997 belum mengutamakan pendekatan hukum dengan keadilan Restoratif sama halnya dengan pendekatan yang dimuat dalam UU No 11 tahun 2012 yang mengutamakan pendekatan keadilan restoratif 56

D. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Dokumen yang terkait

Tindak Pidana Membantu Melakukan Pencurian dengan Kekerasan yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 03/PID.SUS-Anak/2014/PN.MDN)

1 116 103

Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Aparat Kepolisian Yang Menyebabkan Kematian(Studi Putusan Nomor : 370/Pid.B/2013/Pn.Sim)

1 112 102

Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)

2 67 120

Tinjauan Kriminologi Dan Hukum Pidana Tentang Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta)

5 134 138

Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Event Organizer Terhadap Tindak Pidana Kelalaian Yang Menyebabkan Meninggalnya Orang Dalam Konser Musik (Studi Putusan NO.713/Pid.B/2008/PN.Bdg)

2 78 95

Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara (Studi Putusan Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn)

2 43 164

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 3 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)

0 0 31

Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)

0 2 11

Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan)

0 11 90