Kepentingan singapura terhadap Indonesia dalam Defence Cooperation Agreement (DCA)

(1)

KEPENTINGAN SINGAPURA TERHADAP

INDONESIA DALAM

DEFENCE COOPERATION

AGREEMENT

(DCA)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Muhammad Kafrawy

NIM: 108083000053

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 8 Juli 2014


(3)

iii

KEPENTINGAN SINGAPURA TERHADAP

INDONESIA DALAM

DEFENCE COOPERATION

AGREEMENT

(DCA)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh

Muhammad Kafrawy NIM: 108083000053

Pembimbing,

Mutiara Pertiwi, MA NIP: 198011292009122002

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014


(4)

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul KEPENTINGAN SINGAPURA TERHADAP INDONESIA DALAM DEFENCE COOPERATION AGREEMENT (DCA) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada 8 Juli 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.

Jakarta, 8 Juli 2014

Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang,

Debbie Affianty, M. Si

Penguji I, Penguji II,

A.Alfajri, MA Adian Firnas, M. Si

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat lulusan pada tanggal 8 Juli 2014

Ketua Program Studi Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta


(5)

v ABSTRAK

Skripsi ini menganalisis tentang “Kepentingan Singapura terhadap Indonesia melalui Defence Cooperation Agreement (DCA)”. Tujuan yang

hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui apa kepentingan Singapura dalam DCA dengan Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa, Singapura memiliki kepentingan merealisasikan DCA agar dapat melakukan latihan militer tanpa merusak ekosistem lautnya. Selain itu, DCA dapat counter trafficking yang datang dari atau melalui Indonesia. Terakhir, Singapura bekerja sama dalam DCA untuk memperkuat koordinasi pengamanan asetnya di perbatasan Indonesia. Dengan adanya ketiga motif tersebut, Singapura terus mengupayakan DCA agar dapat terealisasi di Indonesia,

Skripsi ini ditulis dengan menggunakan dua kerangka pemikiran, yaitu konsep kepentingan nasional dan konsep kebijakan luar negeri. Metode dalam skripsi ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data berupa analisis pustaka yang mengandalkan referensi berupa dokumen, buku, jurnal, artikel, berita, tesis, skripsi, dan wawancara. Kata kunci: Singapura, Indonesia, DCA, Pertahanan, Kebijakan Luar Negeri, dan Kepentingan Nasional


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah Swt sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Kepentingan Singapura terhadap Indonesia melalui Defence Cooperation Agreement

(DCA)”. Terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah

membimbing, mendorong, membantu, serta beri motivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis ingin sampaikan terima kasih yang seluhur-luhurnya kepada:

1. Ibu Mutiara Pertiwi, MA, selaku pembimbing skripsi penulis yang berkorban waktu, tenaga, pikiran yang selalu diberikan ke mahasiswanya ini. Terima kasih banyak Ibu, doa yang tulus selalu dipanjatkan semoga sehat sekeluarga dan berada dalam rahmat-Nya. Amin.

2. Untuk Ibuku dan Bapakku di Makassar, mohon maaf anakmu satu ini terlambat selesai. Tulisan ini dapat selesai, berkat doamu Ibu Hj. Kasmiah Saleh dan Bapak Drs. H. Saenong Ibrahim, M. Ag. Anakmu segera pulang untuk tugas selanjutnya.

3. Prof. Dr. Bahtiar Effendy, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Debbie Affianty, M. Si, sebagai Ketua Jurusan Ilmu Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Agus Nilmada Azmi, S. Ag, M. Si., sebagai Sekretaris Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Armein Daulay, M. Si., sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis. Terima kasih atas banyak ilmu dan pengalaman yang bapak beri.

7. Ibu dan Bapak Dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih atas inspirasi yang selalu diberi. Dari semester satu hingga akhir, tetap menjadi dosen serta guru bagi perjalanan ini.

8. Kepada beberapa perpustakaan diantaranya, Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Nasional RI, Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Universitas Pertahanan, Perpustakaan Freedom Institute, Perpustakaan Kompas, Perpustakaan Kementerian Luar Negeri. Terima kasih atas bantuan dan jadi tempat yang nyaman untuk belajar.

9. Untuk Kakakku Faried, Eva, Shalihin, Dewi, Ummi, Tajrin, Aqsha, Bella, Nisa, Samsir Ija, Timan. Terima kasih banyak doanya. Hampir tiap hari menanyakan kondisiku. Salam cinta juga untuk keponakan-keponakan semua, Fedy, Dinda, Rani, Abidzar, Yesha, Azka, Nafi, Ibnu, Haviz, dan Ubay.

10.Untuk sahabat-sahabat Bayu, Fajri, Azmi, Panji, Eris, Hakim, Fahmi, Waldi, Rian, Yaser, Zein, Faisal, Hery, Kyeong Min, Rahma,


(7)

vii

Ahla, Yeye, Oci, Naila, Rina, Neti, Maria, Amanda, Ika, Amel, Icha, Mimi, Diah, Didah, Fitri, Hanifah, Mey, Fili, Nurul, Uli, Miftah, dan Nurhamidah. Terima kasih sudah bisa kompak di jarkom kelas B 2008. Sukses untuk semua. Sampai ketemu lagi ya.

11.Untuk Kakak Tingkat terima kasih atas pengalamannya. Buat Adik tingkat, selamat dan nikmatilah proses belajar. See you in success. 12.Terima kasih untuk Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA dan Prof. Dr.

Musdah Mulia atas kemurahan hatinya, berkenan memberi tempat tinggal selama belajar di UIN Jakarta. Semoga Ibu dan Bapak di beri kesehatan dan berada dalam ridho-Nya.

13.Terima kasih juga untuk Prof. Dr. Nasaruddin Umar, selalu memberi nasehat dan menjadi orang tua bagi mahasiswa dari Sulawesi Selatan.

14.Terima kasih banyak juga untuk narasumber Adlan Nawawi, MA. Atas waktunya memberi sumbangan pikiran untuk skripsi ini. 15.Terima kasih untuk kakak-kakak senior dari Sulawesi K’ Moelsan,

K’ Emde, K’ Hamka, K’ Sonykuda. Demikian juga para tetangga,

atas arahan dan doanya sehingga penulis selalu termotivasi.

16.Terima kasih juga semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini sehingga penulis tidak dapat menyebutkan satu per satu.

Tidak banyak yang penulis bisa beri, hanya ungkapan syukur dan cinta untuk semua. Terakhir, terima kasih banyak.

Ciputat, 8 Juli 2014


(8)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Kepemilikan Air Force Tahun 2007 ……… 27 Tabel 2 Opini Publik di Indonesia Menjelang


(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

1. Peta Negara Singapura ………..………. 14

2. Peta Wilayah DCA Singapura dan Indonesia ………. 29

3. Gambar Upaya Singapura dalam mewujudkan DCA ………. 36

4. Peta Selat Malaka dan Area DCA ……… 39


(10)

x

DAFTAR LAMPIRAN

1. Isi Perjanjian Defence Cooperation Agreement (DCA) …………...… 54 2. Hasil Wawancara ………... 65


(11)

xi DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ……….. i

LEMBAR PERNYATAAN ……… ii

LEMBAR PENGESAHAN……… iv

ABSTRAK ………... v

KATA PENGANTAR ………... vi

DAFTAR TABEL ……….... viii

DAFTAR GAMBAR ………. ix

DAFTAR LAMPIRAN ………. x

DAFTAR ISI ……….. xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………...……... 1

B. Rumusan Masalah ……….…...……… 4

C. Tujuan Penelitian ………....…... 4

D. Tinjauan Pustaka ……….……... 5

E. Kerangka Pemikiran ………...…. 6

E.1. Konsep Kepentingan Nasional ………. 7

E.2. Konsep Kebijakan Luar Negeri ………. 8

F. Metode Penelitian ………... 9

G. Sistematika Penulisan ……….…………...…… 11

BAB II HUBUNGAN BILATERAL SINGAPURA DAN INDONESIA A. Geopolitik Singapura – Indonesia ………. 13

B. Hubungan Diplomatik Singapura – Indonesia ……... 18

C. Hubungan Strategis dan Keamanan Singapura Indonesia……….. 20

BAB III KEGAGALAN RATIFIKASI DEFENCE


(12)

xii A.Usulan Awal Defence

Cooperation Agreement (DCA)………. 23

B. Penolakan Ratifikasi DCA

oleh Parlemen Indonesia ……….. 28 C. Upaya Singapura Mewujudkan DCA

di Indonesia ………..… 32

BAB IV KEPENTINGAN SINGAPURA DALAM

MEWUJUDKAN DCA DENGAN INDONESIA

A. Latihan Militer Tanpa Merusak Ekosistem Laut Singapura………...… 37 B. Counter Human Trafficking dari Indonesia…...….… 38 C. Membantu Koordinasi Pengamanan

Aset Singapura di Perbatasan Indonesia …...………. 42

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan ………. 45

DAFTAR PUSTAKA ……… 48


(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia dan Singapura adalah dua negara tetangga yang berbatasan laut.1 Hubungan kedua negara ini sudah berlangsung sejak tahun 1965, ketika Singapura dalam proses memisahkan diri dari Malaysia.2 Satu tahun setelahnya, keduanya mulai mengembangkan berbagai kemitraan resmi di level bilateral maupun multilateral. Skripsi ini membahas salah satu kerja sama Singapura dan Indonesia di bidang pertahanan melalui Defence Cooperation Agreement (DCA).

DCA adalah kerja sama pertahanan antara Singapura dengan Indonesia. Perjanjian ini disepakati oleh kedua pemerintah di Bali pada tanggal 27 April 2007. DCA ditandatangani oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono bersama Menhan Singapura Theo Chee Hean dengan disaksikan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong. Kesepakatan dua pemerintah ini pada intinya adalah agenda latihan militer bersama kedua negara. DCA ini dapat dijalankan setelah diratifikasi kedua negara untuk berlaku selama 25 tahun.3

1

Singapura memiliki luas 760 m². Wilayah Singapura berdekatan dengan Indonesia serta Malaysia. Lihat Iva Rachmawati, “Diplomasi Perbatasan Dalam Rangka Mempertahankan Kedaulatan NKRI” dalam Ludiro Ma, Aryanta Nugraha, Nikolaus Loy, dan Fauzan, dkk, ed., Mengelola Perbatasan Indonesia Di Dunia Tanpa Batas: Isu, Permasalahan dan Pilihan Kebijakan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 99.

2

Alex Josey, Lee Kuan Yew: Perjuangan Untuk Singapura (Jakarta: Gunung Agung, 1982), h. 154.

3

Pankaj Kumar Jha, “Singapore-Indonesia Extradition Treaty and Defence Cooperation,” website IPCS, artikel diakses pada 6 Februari 2014 dari http://www.ipcs.org/article/southeast-asia/singapore-indonesia-extradition-treaty-an


(14)

2

Meskipun sudah ditandatangani, DCA belum dapat diberlakukan. Ini dikarenakan pihak Indonesia gagal meratifikasinya ketika mayoritas anggota parlemen/ Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menentang kesepakatan ini pada tahun 2007.4 DPR berargumen bahwa DCA dapat merugikan kepentingan nasional, terutama karena adanya klausul yang membolehkan Singapura berlatih militer di daerah Sumatera. Terlebih lagi, seperti dikemukakan oleh Yuddy Chrisnandi, Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar pada masa itu, DCA ditolak karena kerjasama pertahanan tersebut belum menawarkan keuntungan yang jelas.

Kegagalan ratifikasi Indonesia ini mengecewakan Singapura. Berbagai cara pun dilakukan dengan mengubah klausul-klausul perjanjian kerjasama pertahanan DCA agar lebih persuasif bagi parlemen Indonesia. Dimulai sejak tahun 2009, Singapura mengupayakan revisi draft perjanjian DCA. Dalam hal ini, Singapura memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk merubah klausul-klausul draft DCA agar dapat disetujui parlemen. Ini tentu saja dengan catatan perubahan yang dilakukan tidak boleh merombak inti materi perjanjian. Singapura pun menyandingkan DCA dengan perjanjian ekstradisi yang merupakan kepentingan Indonesia terhadap Singapura.

Sebagaimana dinyatakan tanggal 16 Juli 2007 oleh Menteri Pertahanan Singapura, Teo Chee Hean, bahwa Perjanjian Ekstradisi, tanpa ratifikasi DCA juga akan ikut batal karena merupakan satu paket kesepakatan bersama.5 Kedua perjanjian tersebut saling mengikat, mengingat bahwa Perjanjian Ekstradisi diajukan oleh Indonesia dan DCA diajukan oleh Singapura. Sehingga, perjanjian ini menjadi dua perjanjian yang ditandatangani secara

4

Wang Hongjiang, “Indonesia & Singapore to Put aside Defense Cooperation Agreement,” website Xinhuanet, artikel diakses pada 6 Februari 2014 dari http://news.xinhuanet.com/english/2007-10/09/content_6850000.htm

5 “Speech by Mr Teo Chee Hean, S’pore Minister for Defence,”

website Asione, artikel diakses pada 6 Februari 2014 dari http://news.asiaone.com/News/AsiaOne+News/Singapore/Story/A1Story20070716-18581.html


(15)

3

bersama dalam satu waktu. Kalau salah satu dari perjanjian tersebut tidak dapat disepakati, maka perjanjian yang lain ikut batal.

Pada tahun 2009, dua tahun setelah kegagalan ratifikasi DCA, Singapura menyatakan bahwa negaranya akan terus mengupayakan disepakatinya perjanjian tersebut.6 Ini berlanjut pada tahun 2010 ketika Singapura mengaitkan DCA dengan bantuan Singapura di bidang pertahanan kepada Indonesia.7 Bantuan Singapura ini berupa pendanaan pendirian sekolah instruktur penerbang tempur di Indonesia.8 Sebagai imbal balik bantuan ini, Indonesia memberikan Singapura izin untuk menggelar latihan di wilayah Alfa 1 dan 2 serta wilayah Bravo Indonesia, tepatnya di daerah Kepulauan Riau pada 8 Desember 2010.

Selanjutnya pada tanggal 14 September 2011, Wakil Perdana Menteri Singapura Teo Chee Hean mengagendakan bertemu dengan Menteri Pertahanan Indonesia Purnomo Yusgiantoro.9 Dalam pertemuannya, Teo mengungkapkan ketertarikannya dalam pengembangan industri pertahanan Indonesia untuk produksi pesawat tempur. Diharapkan, industri tersebut dapat saling memperkuat alat utama sistem pertahanan (alusista). Selain itu, Teo juga menemui Presiden Indonesia untuk membicarakan isu keamanan regional. Usaha

6“Singapore

-Indonesia Defense Talks at Stalemate,” website Asione, artikel diakses pada 6 Februari

2014 dari http://news.asiaone.com/News/Latest%2BNews/Asia/Story/A1Story20090312-127946.html

7

Bantuan ini direalisasikan pada tahun 2011.

8

Rabu, 8 Desember 2010 menandai tiga dekade kerja sama pertahanan antara SIngapura dan Indonesia. Pada kesempatan itu, Menteri Pertahanan Singapura Teo Chee Hean dan Menteri Pertahanan Indonesia Purnomo Yusgiantoro mengunjungi latihan terbang pesawat Elang Indopura di Bali. Ini adalah penanda, hubungan Singapura dan Indonesia dalam bidang pertahanan begitu erat. Lihat “Singapore and Indonesia Marks

30 Years of Joint Defense Exercise,” website Asione, artikel diakses pada 6 Februari 2014 dari

http://news.asiaone.com/News/AsiaOne%2BNews/Singapore/Story/A1Story20101209-251792.html, Lihat pula

Har, “RI-Singapura kerjasama,” Kompas, 9 Desember 2010, h. 2.

9“Deputy Prime Minister MR Teo Chee Han, Coordinating Minister For National Security MR Teo

Chee Hean Calls On Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono,” website News gov. sg, artikel diakses

pada 6 Februari 2014 dari

http://www.news.gov.sg/public/sgpc/en/media_releases/agencies/nscs/press_release/P-20110914-1.html?AuthKey=1086a76d-f72b-d541-81ee-7d3c28ef0bad


(16)

4

dari Wakil PM Singapura tersebut lagi-lagi merupakan bagian dari agenda merealisasikan DCA yang belum diratifikasi di Indonesia.

Bahkan pada tahun 2012, lima tahun setelah penandatanganan DCA, Singapura masih berusaha untuk mewujudkan perjanjian tersebut. Pada 14 Maret 2012, dilakukan pertemuan antara Perdana Menteri Lee Hsien Loong dengan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono di Bogor, Indonesia. Mereka membicarakan sejumlah bidang strategis, diantaranya adalah realisasi perjanjian ekstradisi dan DCA. Menurut Lee, Indonesia diharapkan dapat merampungkan pembahasan rancangan revisi perjanjian DCA dengan segera.10 Ini akan menguatkan dukungan Singapura terhadap Indonesia di berbagai sektor strategis.

Sampai tahun 2013 ketika skripsi ini ditulis, DPR Indonesia masih menolak ratifikasi DCA. Di sisi lain, Singapura masih melanjutkan lobi dan persuasinya dengan berbagai cara agar kerja sama pertahanan ini terwujud. Bagi penulis, ini mengundang tanda tanya tentang kepentingan nasional Singapura dalam DCA. Apa yang membuat latihan militer ini begitu penting sehingga diperjuangkan Singapura selama bertahun-tahun? Hal tersebut akan menjadi fokus analisis dalam skripsi ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan di atas, maka pertanyaan yang diajukan: Apa kepentingan Singapura terhadap Indonesia melalui DCA?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah:

10“Singapore, Indonesia To Boost Economic Ties,”

website Asiaone, artikel diakses pada 6 Februari 2014 dari http://news.asiaone.com/News/Latest%2BNews/Singapore/Story/A1Story20120313-333294.html


(17)

5

 Sebagai sumbangan pemikiran atau karya ilmiah bagi perkembangan konsep kebijakan luar negeri dalam hubungan internasional, kususnya bagi kajian Asia Tenggara.

 Untuk memperoleh data/keterangan terhadap kebijakan luar negeri Singapura terkait perjanjian pertahanan melalui DCA.

 Mengungkap kepentingan Singapura dalam DCA.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang studi keamanan Singapura telah dilakukan oleh seorang mahasiswi Universitas Indonesia bidang Hubungan Internasional, Grace Joyserika. Dalam penelitiannya pada tahun 1995, Joyserika mengangkat judul Politik Luar Negeri Singapura 1990-1994 Analisis Sikap Singapura Terhadap ZOPFAN.11 Tulisan ini mengungkapkan bahwa terdapat ancaman regional bagi Singapura sebagai negara kecil, sehingga konsep netralitas dalam ZOPFAN penting untuk pertahanannya. Ancaman itu dapat berupa penguasaan wilayah yang mengakibatkan wilayah Singapura tidak di posisi aman. Dalam Perang Dingin, netral berarti tidak memihak, baik kepada Blok Barat yaitu para sekutu Amerika Serikat maupun Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet.

Penelitian lain tentang kepentingan Singapura dilakukan oleh Raneeta Mutiara tahun 2009.12 Mutiara menulis skripsi yang berjudul “Kepentingan Singapura Dalam Perjanjian Ekstradisi Singapura-Indonesia”. Dalam skripsinya, Mutiara berpendapat bahwa Singapura memiliki banyak kepentingan selain perjanjian ekstradisi. Kepentingan itu diantaranya

11

Grace Joyserika, “Politik Luar Negeri Singapura 1990-1994 Analisis Sikap Singapura Terhadap ZOPFAN,(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 1995), h. 7.

12

Raneeta Mutiara, “Kepentingan Singapura Dalam Perjanjian Ekstradisi Singapura-Indonesia,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2009), h. 1.


(18)

6

Singapura menghendaki pasir yang banyak dari Indonesia untuk pengembangan negaranya. Mutiara juga membahas sedikit tentang DCA, bahwa perjanjian tersebut diperjuangkan Singapura karena kepentingannya di Selat Malaka. Namun, jika dibandingkan dengan skripsi ini, pembahasan DCA dalam skripsi Mutiara tidaklah fokus dan komprehensif. Porsi pembahasannya pun sangat minim tentang DCA, karena unit analisis utamanya adalah perjanjian ekstradisi.

Selain Grace dan Mutiara, terdapat tesis pascasarjanan Erwin Hermawan, yang berjudul “Kegagalan Ratifikasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Kerjasama Pertahanan (Defence Cooperation Agreement) dan Perjanjian Ektradisi (Extradition Treaty) Singapura dan Indonesia yang sudah ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampak

Siring Pulau Bali”.13

Terlepas bahwa tesis tersebut memuat data yang komprehensif mengenai DCA, Erwin menggunakan sudut pandang analisisnya dari perspektif Indonesia. Tesis tersebut tidak memuat pandangan dari sudut pandang Singapura tentang DCA. Erwin lebih banyak melihatnya dari sudut padang DPR RI. Berbeda dengan ketiga penelitian yang telah ada di atas, skripsi ini ingin memperkaya analisis seputar kepentingan Singapura dalam DCA.

E. Kerangka Pemikiran

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis akan menggunakan dua konsep pemikiran yang berkaitan dengan DCA, yaitu konsep kepentingan nasional dan konsep kebijakan luar negeri.

13

Erwin Hermawan, “Kegagalan Ratifikasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Kerjasama Pertahanan (Defence Cooperation Agreement) dan Perjanjian Ektradisi (Extradition Treaty) Singapura dan Indonesia yang sudah ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampak Siring Pulau Bali,.” (Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2010), h. 1.


(19)

7 E.1. Konsep Kepentingan Nasional

Hans Morgenthau mengartikan kepentingan nasional sebagai petunjuk bagi para pembuat kebijakan luar negeri.14 Masih menurut Morgenthau, kepentingan nasional bersifat netral dan tidak subjektif.15 Artinya, kepentingan negara adalah kondisi faktual yang harus dicapai untuk menjamin kelangsungan hidup negara.

Kepentingan nasional bagi Morgenthau adalah melihat kekuatan yang dimiliki negara lain.16 Kepentingan ini yang dimiliki oleh sebuah negara agar dapat melihat kekuatan negara lain. Dengan syarat di atas, maka negara yang akan melihat kekuatan yang dimiliki negara lain, segala hal akan dilakukan. Baik itu dalam bentuk memilihara atau mengembangkan kekuatan yang dimiliki.

Kepentingan nasional adalah kerangka besar negara dalam berinteraksi dengan negara lain. Kepentingan nasional itu seperti sinyal otomatis yang memerintahkan para pemimpin negara kapan dan ke mana harus bergerak. Dalam pandangan Realis Klasik, kepentingan nasional merupakan petunjuk dasar kebijakan luar negeri yang bertanggung jawab.17

Machiavelli mengemukakan empat dimensi yang menjadi standar dalam kepentingan nasional, yaitu: mengutamakan kepentingan bangsa dan warga negara; meniadakan risiko yang berkaitan dengan keamanan dan kesejahteraan; berkolaborasi dengan negara-negara

14 Scott Burchill, “Realisme dan Neo

-realisme,” dalam Burchill, Scott, dan Andrew, Linklater, ed.,

Teori-Teori Hubungan Internasional (Bandung: Nusa Media, 2009), h. 104.

15

Ibid.

16

Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi (Jakarta:LP3ES, 1994), h.

223.

17


(20)

8

lain; tidak mengikutsertakan rakyat dalam perang kecuali sangat mendesak.18 Dalam konteks Singapura, kepentingan nasionalnya ditunjukkan dengan kerja sama keamanan dengan Indonesia melalui DCA.

Kepentingan nasional adalah pertimbangan utama pada proses perancangan kebijakan luar negeri. Ini yang terus dibawa sebagai tujuan yang hendak dicapai. Menurut John Baylis, kepentingan nasional meliputi semua tujuan negara.19 Salah satu kepentingan utama sebuah negara adalah bagaimana mempertahankan keutuhan negaranya dalam hubungannya dengan lingkungan internasional. Untuk mencapai kepentingan nasionalnya di level internasional, negara menciptakan instrumen-instrumen kebijakan luar negeri, sebagaimana dipaparkan berikut ini.

E.2. Konsep Kebijakan Luar Negeri

James N. Rosenau mengatakan bahwa kebijakan luar negeri adalah semua perilaku dan aktifitas negara agar dapat menguasai serta mendapatkan keuntungan dari luar negaranya.20 Senada dengan Rosenau, Marijke Breuning mengartikan kebijakan luar negeri sebagai interaksi negara dengan negara lain yang dilandasi dengan kebijakan luar negerinya.21

18

Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 206.

19 Tim Dunne dan Brian C. Schmidt, “Realism,” dalam Joh

Baylis dan Steve Smith, eds., The Globalization of World Politics (New York: Oxford, 2001), h. 158.

20

James N. Rosenau, Gavin Byod, dan Thompson, Kenneth W, World Politics: An Introduction (New York: The Free Press, 1976), h. 27.

21

Marijke Breuning, Foreign Policy Analyis: A Comparative Introduction (New York: Palgrave MacMillan, 2007), h. 5


(21)

9

Menurut Malhotra, kebijakan luar negeri mempunyai beberapa unsur yang berkaitan dan saling mempengaruhi yaitu: pertahanan, diplomasi dan ekonomi.22 Unsur kebijakan luar negeri yang saling mempengaruhi terkait hubungan negara dengan negara lain. Misalnya Singapura dan Indonesia yang bekerja sama dalam bidang pertahanan. Kebijakan luar negeri di bidang pertahanan menjadi utama karena terkait masalah keamanan. Sehingga, keamanan negara menjadi indikasi dari berhasilnya kebijakan luar negeri di bidang pertahanan.

Salah satu bentuk kebijakan luar negeri di bidang pertahanan adalah kerja sama militer.23 Kerja sama militer itu seperti latihan bersama, penjualan senjata, pertukaran informasi intelijen, patroli bersama serta aliansi. Aliansi termasuk bagian dari kerja sama pertahanan untuk keseimbangan kekuatan strategis negara-negara besar.24

Dalam melihat sebuah kebijakan luar negeri, maka ada faktor-faktor yang saling memengaruhi kebijakan itu. James N. Rosenau mengatakan bahwa kebijakan luar negeri itu terbentuk oleh faktor internal dan eksternal.25 Kondisi dalam negeri seperti kepemimpinan, kepentingan nasional, geografi adalah bagian dari faktor internal yang memengaruhi kebijakan luar negeri.26 Sedangkan, faktor eksternal meliputi dinamika kondisi politik dunia, ekonomi dan keamanan internasional yang memberi petunjuk sebuah negara dalam berinteraksi di level internasional.

F. Metode Penelitian

22

Malhotra, VK, International Relations (New Delhi: Anmol Publications Pvt Ltd, 2004), h. 185.

23 Bruce M. Russett, “The Calculus of Detterence,” dalam

Rosenau, James N, ed., International Politics and Foreign Policy a reader in research and theory ( New York: The Free Press, 1969), h. 364.

24

Burchill, Realisme dan Neo-realisme, h. 110.

25

James N. Rosenau, The Scientific Study of Foreign Policy (London: Frances Printer, 1980), h. 118.

26 Henry A. Kissinger, “Domestic Structure and Foreign Policy,” dalam Rosenau, James N, ed.,


(22)

10

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Emy Susanti, penelitian kualitatif dilakukan dengan cara mengklasifikasi data berdasarkan beberapa tema sesuai fokus penelitiannya.27 Penelitian kualitatif dilakukan dengan mengumpulkan data tertulis yang akan diteliti, kemudian data tersebut dianalisa sehingga menghasilkan jawaban penelitian. Penelitian kualitatif dipilih, agar mendapat pemahaman interpretatif tentang kepentingan Singapura terhadap Indonesia melalui DCA.

Metode pengumpulan data yang diterapkan adalah analisis pustaka, wawancara juga akan dilakukan dengan beberapa narasumber yang relevan di Indonesia. Hasil dari proses penelitian akan mengungkap kepentingan strategis Singapura di balik kesepakatan DCA. Sumber data utama adalah dari laporan dan pernyataan resmi Pemerintah Singapura dan Indonesia. Selain itu, data pendukung diperoleh dari berbagai referensi yang mengulas topik ini baik berupa buku, surat kabar, jurnal maupun penelitian-penelitian terkait. Data-data tersebut akan didapatkan dari perpustakaan-perpustakaan dan arsip institusional.

27 Emy Susanti Hendrarso, “P

enelitian Kualitatif: Sebuah Pengantar,” dalam Bagong Suyanto dan


(23)

11 G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Tinjauan Pustaka E. Kerangka Pemikiran

E.1. Konsep Kepentingan Nasional E.2. Konsep Kebijakan Luar Negeri F. Metode Penelitian

G. Sistematika Penulisan

BAB II HUBUNGAN BILATERAL SINGAPURA DAN INDONESIA A. Geopolitik Singapura - Indonesia

B. Hubungan Diplomatik Singapura – Indonesia

C. Hubungan Strategis dan Keamanan Singapura - Indonesia

BAB III KEGAGALAN RATIFIKASI DEFENCE COOPERATION

AGREEMENT (DCA)

A. Usulan Awal Defence Cooperation Agreement (DCA) B. Penolakan Ratifikasi DCA oleh Parlemen Indonesia C. Upaya Singapura Mewujudkan DCA di Indonesia

BAB IV KEPENTINGAN SINGAPURA DALAM MEWUJUDKAN DCA

DENGAN INDONESIA

A. Latihan Militer Tanpa Merusak Ekosistem Laut Singapura

B. Counter Human Trafficking dari Indonesia

C. Membantu Koordinasi Pengamanan Aset Singapura di Perbatasan Indonesia


(24)

12 BAB V KESIMPULAN


(25)

13 BAB II

Hubungan Bilateral Singapura dan Indonesia

Bab ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang latar belakang hubungan bilateral antara Singapura dan Indonesia. Pemaparan diawali dengan penjelasan tentang kondisi geopolitik Singapura, dilanjutkan dengan penjelasan tentang sejarah hubungan bilateral Singapura dan Indonesia. Ide utama dalam bab ini adalah bahwa kedua negara memiliki kepentingan strategis terhadap satu sama lain sehingga pengembangan kerja sama di bidang pertahanan menjadi penting.

A. Geopolitik Singapura

Pulau Singapura berdampingan dengan Samudera Hindia, yaitu jalur penting dalam perdagangan negara-negara Asia. Lee Kuan Yew pernah berkata tentang Singapura beberapa jam setelah ada pemisahan dari Malaysia tahun 1965, yaitu:

“…kita ini adalah pusat perhubungan yang besar, persilangan jalan antara belahan bumi utara dan selatan, antara timur dan barat, antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Dan faktor inilah yang harus kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan kita…”1

Sebagaimana dikatakan Lee, Singapura menyadari betapa strategis teritorialnya. Ini membuat Singapura menjadi negara kota (city state) yang memberi jasa pelayaran laut dan penerbangan kepada berbagai konsumen dari berbagai negara. Dalam setiap harinya, Singapura dapat mengatur lalu lintas udara dan laut yang ramai.2 Ini tidak lain karena adanya cita-cita pemerintah untuk menaikkan keuntungan negaranya lewat sektor perhubungan.3

1

Josey, Lee Kuan Yew: Perjuangan Untuk Singapura, h. 213.

2

72% lalu lintas laut di Selat Malaka dilalui oleh kapal-kapal yang membawa minyak dan mesin-mesin untuk negara di Afrika, Eropa, dan Asia Timur. Di Singapura juga, pada tahun 2007 telah melayani 36,7

penumpang. Lihat Agus S. Djamil, “Negeri Di Batas Dua Samudra Menggenggam Urat Nadi Ekonomi Dunia,” website ppijepang, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dari


(26)

http://io.ppijepang.org/j/files/Inovasi-Vol06-14

Singapura adalah negara pulau dengan wilayah darat dan laut yang dikategorikan berskala kecil. Teritori Singapura sejak merdeka pada tahun 19594 hanya seluas 570 KM².

Bagi Lee Boon Hiok, negara kecil seperti ini cenderung meningkatkan kemampuan militer untuk bertahan dari dunia internasional.5 Ini dikarenakan, jika negara kecil diserang secara tiba-tiba, maka dalam sekejap negara tersebut akan habis tanpa sisa. Adapun orientasi pertahanan terutama ditujukan untuk menjaga teritorialnya dari musuh. Berikut gambar peta negara Singapura.

Gambar II. 1 Peta Negara Singapura

Sumber: mapsofworld.com, 2014.

Pulau Singapura berdekatan dengan Ibu Kota Malaysia, Kuala Lumpur. Hubungan kedua negara memiliki akar sejarah yang panjang karena keduanya sempat terintegrasi di bawah Persemakmuran Inggris. Pada era paska Kolonial, Singapura juga pernah menyatu di Mar2006.pdf#page=15. Lihat juga “Bandara Changi-Singapura Membuka Terminal ke 3,” website BUMN, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dari http://www.bumn.go.id/angkasapura1/berita/286/Bandara.Changi.-.Singapura.Membuka.Terminal.Ke.3

3

Abubakar Eby Hara, Pengantar Analisis Luar Negeri Dari Realisme Sampai Konstruktivisme (Bandung: Nuansa, 2011), h. 57.

4

Pada tahun 1959, Singapura telah dimerdekakan oleh Inggris.

5

Lee Boon Hiok, “Constraint On Singapore’s Foreign Policy,” Asian Survey, Vol. 22. No. 6, Southeast Asia: Perspective from ASEAN (June 1982):h. 525.


(27)

15

wilayah Malaysia pada tahun 1963. Keduanya kemudian berpisah tahun 1965 terutama karena adanya masalah etnis.6 Melayu begitu menguasai politik di Malaysia. Ini merupakan faktor sehingga Singapura ingin melepaskan diri dari Malaysia.

Mayoritas etnis di Singapura adalah Tionghoa (Cina). Di Singapura, etnis Melayu menempati urutan kedua. Sedangkan di Malaysia, etnis Melayu menjadi mayoritas penduduknya. Etnis Tionghoa sebagai etnis terbanyak kedua. Hubungan tarik-menarik etnis di Malaysia begitu kental. Menurut Harry Tjan Silalahi, pondasi politik di Malaysia dapat diklasifikasi berdasar etnis.7 Klasifikasi posisi penting diambil untuk etnis Melayu. Sedangkan etnis Tionghoa menjadi marjinal. Sentimen etnis selalu melekat bagi Singapura saat masih berdaulat bersama Malaysia. Kondisi ini, membuat Singapura berkembang dan merdeka dari suasana politik Malaysia yang masih bernuansa etnis.

Kemudian pada tahun 1965, Singapura berhadapan dengan politik anti-imprealisme Soekarno. Soekarno mengirim dua marinir ke Singapura pada tanggal 10 Maret 1965 untuk menanam bom di Mac Donald’s House di Orchad Road.8 Peristiwa ini memberi efek negatif terhadap hubungan kedua negara. Sehingga, setelah bom meledak dan memakan tiga korban tewas, Singapura memberi hukuman mati kepada kedua marinir dari Indonesia. Rakyat Indonesia tidak menerima dengan sikap Singapura. Ini menciptakan efek demonstrasi

6

Hubungan Singapura dan Malaysia adalah satu nasib yaitu negara koloni Inggris. Kedua negara ini mendapat kemerdekaan dari pemerintah Inggris untuk menjadi sebuah negara yang bebas. Singapura sebelum merdeka, hanya dipimpin oleh seorang Gubernur. Tiga tahun setelah mendapat kedaulatan sendiri, Singapura menggelar pemilihan umum tahun 1968 dan Lee Kuan Yew terpilih menjadi Perdana Menteri pertama di Singapura. Lihat Josey, Lee Kuan Yew: Perjuangan Untuk Singapura, h. 211-212.

7

Harry Tjan Silalahi, “Diskriminasi, Kata Lee Kuan Yew,” website CSIS, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dari http://csis.or.id/post/diskriminasi-kata-lee-kuan-yew

8

Leo Suryadinata, Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, (Jakarta: LP3ES, 1998), h. 97-98.


(28)

16

besaran di Jakarta dan Surabaya di tahun 1965. Etnis Cina menjadi sasaran karena mayoritas penduduk Singapura adalah orang Cina.9

Pada tahun 1967, ketegangan Singapura dan Indonesia mereda. Ini ditandai dengan bergabungnya Singapura ke dalam Association of South East Asian Nations (ASEAN). Asosiasi ini didirikan oleh lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapura. ASEAN bertujuan untuk meredakan tensi keamanan di Asia Tenggara sehingga masing-masing negara anggotanya dapat mulai membangun. Ini dimungkinkan karena adanya penerapan norma non-interference, sehingga Singapura dapat mengurangi kekuatan intervensi atau pun tensi etnis dari Malaysia, maupun ancaman teritorial dari Indonesia.10

Meskipun telah bergabung dalam ASEAN, Singapura tetap dihadapkan dengan serangkaian masalah territorial dengan Malaysia. Salah satu yang mengemuka adalah masalah Pulau Batu Puteh (Pedra Branca) antara Singapura-Malaysia.11 Pengakuan atas Pulau Batu Puteh oleh Malaysia dimulai pada tahun 1979. Malaysia mengaku bahwa Pulau Batu Puteh termasuk dalam wilayahnya. Sedangkan bagi Singapura, pulau tersebut adalah teritori lautnya. Singapura pun segera mengambil langkah hukum dengan membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional untuk diselesaikan. Singapura dan Malaysia mempunyai data kewilayahan masing-masing walau sumbernya sama yaitu dari Inggris. Kepemilikan Pulau Batu Puteh tersebut akhirnya dimenangkan oleh Singapura pada tahun 2008.

9

74.2% penduduk Singapura etnis Cina, 13.3% etnis Melayu, 9.2% etnis India, dan 3.3% etnis Kaukus, Eurasia, dan Asia. Lihat “Ethnic Composition,” website app singapore, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dari http://app.singapore.sg/society/our-people/ethnic-composition

10

Parulian Simamora, Peluang dan Tantangan Diplomasi Pertahanan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 66.

11

Masalah Pulau Batu Puteh yang diklaim Malaysia tahun 1979 sebenarnya milik Singapura berlokasi di Selat Johor. Ini dibuktikan dengan hasil keputusan Mahkamah Internasional tahun 2008 yang memutuskan bahwa Pulau Batu Puteh adalah milik sah Singapura. Lihat Ismoko Widjaya dan Anggi Kusumadewi, eds.,

“Malaysia Klaim Pulau Milik Singapura,” website viva, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam


(29)

17

Singapura juga memiliki masalah dengan Malaysia dalam penyediaan air. Singapura tergantung air kepada Malaysia hingga 80% dari kebutuhan sehari-harinya. Air tersebut bersumber dari Johor Baru, Malaysia. Singapura sejak tahun 1869 sudah bernegosiasi dengan Malaysia dalam hal kontrak air. Sejak itu, pasokan air Singapura disediakan oleh Malaysia.12 Dalam istilah Sadanand Dhume, kerja sama air Singapura dan Malaysia merupakan supply security (pasokan keamanan).13 Apabila tidak mendapatkan alternatif pasokan air lain, Singapura akan tetap bergantung air dari Malaysia hingga tahun 2061.14

Selain itu, Paul Dibb berpandangan bahwa Singapura sebagai negara kecil selalu merasa ketakutan kedatangan pengungsi.15 Bagi Singapura, pengungsi yang datang dari negara lain sama saja dengan imigran ilegal. Adanya pengungsi di Singapura hanya akan menambah beban negara untuk mengurus warga negara lain di negaranya. Sehingga, Singapura sangat anti dalam menerima pengungsi yang masuk ke wilayahnya.

Dari serangkaian masalah-masalah strategis bagi Singapura di atas. Indonesia merupakan salah satu negara yang berdekatan dan strategis dalam mengamankan kebutuhan strategis Singapura. Pada pembahasan selanjutnya, akan diuraikan hubungan diplomatik Singapura-Indonesia.

12

Andika Hendra, “Singapura-Malaysia Alami Kekeringan Teburuk,” website koran-sindo, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://m.koran-sindo.com/node/372911

13

Sadanand Dhume, “Singapore’s Security Complex,” Foreign Policy No. 127 (Nov-Des 2001): h.86.

14Cokorda Yudistira, “Upaya Singapura Mencari Air Bersih,”

website kompas, artikel diakses pada 8

Maret 2014 dalam

http://regional.kompas.com/read/2011/09/05/03042454/Upaya.Singapura.Mencari.Air.Bersih

15

Paul Dibb, “Indonesia: The Key to South-East Asia’s Security,” International Affairs Royal Institute of International Affairs 1944, Vol. 77, No. 4 (Oktober 2001): h. 841.


(30)

18 B. Hubungan Diplomatik Singapura-Indonesia

Bagi Boer Mauna, hubungan diplomatik merupakan upaya negara untuk berunding dengan negara lain dalam mengusahakan dan mengamankan kepentingannya masing-masing disertai upaya mewujudkan kepentingan bersama.16 Hubungan diplomatik setiap negara termasuk bagian penting dalam interaksi internasional. Ini merupakan komunikasi antar negara yang berhubungan resmi, dengan ditandai dengan saling menerima perwakilan negara.

Pada 8 Agustus 1967, Thailand, Malaysia, Indonesia, Filipina dan Singapura menyapakati Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini adalah awal lahirnya ASEAN. Selanjutnya, hubungan diplomatik Singapura terhadap Indonesia secara resmi dimulai tanggal 7 September 1967.17 Hubungan tersebut ditandai dengan diundangnya Menteri Luar Negeri Singapura S. Rajaratnam oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik ke Indonesia untuk mengadakan kerja sama bilateral.18 Pertukaran proposal kerja sama kedua negara di berbagai bidang termasuk bidang ekonomi, politik, keamanan, dan sosial budaya pun mulai dilakukan sejak saat itu.

Hubungan Singapura-Indonesia pada masa Pemerintahan Lee Kuan Yew-Soeharto sangat erat. Pada tanggal 25 Mei 1973, Singapura dan Indonesia bersepakat tentang penetapan garis batas laut untuk kedua negara di Selat Singapura.19 Kerja sama ini,

16

Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan fungsi dalam Era Dinamika Global (Bandung: Alumni, 2003), h. 510.

17 Esthi Maharani, “Melawat Ke Jakarta: Presiden Singapura Disambut SBY,”

website republika, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/11/28/me6zu8-melawat-ke-jakarta-presiden-singapura-disambut-sbydiakses

18

Lihat “About Embassy,” website mfa, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://www.mfa.gov.sg/content/mfa/overseasmission/jakarta/about_the_embassy.html

19

Lihat “Perjanjian Internasional,” website kemlu, diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/index


(31)

19

merupakan yang pertama setelah lima tahun saling membuka hubungan diplomatik pada tahun 1967.

Pada tahun 1980, Singapura dan Indonesia membuka kerja sama di jalur ekonomi. Kesepakatan kedua negara dilakukan pada tanggal 31 Oktober 1980 di Singapura, meliputi kerja sama ekonomi dalam rangka pengembangan area Batam.20 Kerja sama dilakukan dalam bentuk penyediaan lahan dan tenaga kerja yang lebih banyak dan murah. Karena terbatasnya wilayah serta tenaga kerja, Singapura sulit melakukan untuk industrialisasi. Karenanya, Singapura memilih Batam sebagai wilayah ekspansi ekonomi untuk kemajuan kedua negara yaitu Singapura dan Indonesia.21 Kerja sama Singapura dengan Batam terbentuk dengan nama Batam, Bintan, Karimun (BBK). Singapura ikut berinvestasi dalam memajukan perekonomian kawasannya. Wilayah BBK ini, mewujudkan zona perdagangan bebas bagi Singapura di wilayah Indonesia.

Kemudian pada 28 Juni 1991 di Jakarta, Singapura dan Indonesia bekerja sama dalam mengembangkan sumber-sumber air di Propinsi Riau. Singapura ingin mencari alternatif pemasokan air ke negaranya dari Indonesia, agar tidak terlalu bergantung kepada Malaysia.22 Kerja sama ini masih terus dilakukan dan direncanakan berlangsung selama seratus tahun sejak pertukaran piagam ratifikasi dilakukan.

20

Ibid.

21

Lihat “DK FTZ Batam, Bintan, Karimun Harus Punya Tim Analisis,” website metrobatam, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://www.metrobatam.com/index.php/life-style/19-all-artikel/news/540-dk-ftz-batam-bintan-karimun-harus-punya-tim-analisis

22

Lihat “Perjanjian Internasional,” website kemlu, diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/index


(32)

20

Di bidang pertahanan, kerja sama kedua negara baru dilakukan pada Juni 1980.23 Ini diwujudkan melalui latihan bersama dilakukan oleh militer Indonesia dan Singapura di Madiun. Bentuk kerja sama pertahanan ini diberi nama Latma Elang Indopura 1/80. Lebih jelasnya tentang hubungan strategis Singapura dan Indonesia akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.

C. Hubungan Strategis dan Keamanan Singapura-Indonesia

Bentuk kerjasama pertahanan pertama yang pernah dilakukan Singapura dan Indonesia adalah latihan bersama yang diberi nama sandi Latma Elang Indopura 1/80 (latihan bersama antara Indonesia dan Singapura) yang dilaksanakan di Lapangan Udara (Lanud) Iswahyudi, Madiun.24 Latihan ini merupakan latihan tempur Republic of Singapore Armed Force (RSAF) dan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/sekarang Tentara Negara Indonesia [TNI]). Latihan ini menggunakan pesawat F-86 Sabre dari TNI Angkatan Udara (AU) dan Hawke Hunter dari RSAF. Kegiatan tersebut digelar pada Juni 1980 di Indonesia.

Selanjutnya pada tahun 1989, latihan antara TNI dan RSAF semakin maju. Prasarana latihan dibangun seperti Air Weapon Range (AWR). Kemudian pada tahun 1991, dikembangkan Air Combat Manuvering Range (ACWR) bagi Angkatan Udara (AU). Di tahun yang sama dilakukan pembuatan Overland Flying Training Area (OFTA) bagi militer penerbang. Seluruh sarana ini didirikan di Pekanbaru, Indonesia. Semuanya terpusat di Lapangan Udara (Lanud) sebagai kantor Detachment Squadron serta Joint Shelter.25

23

F. Djoko Poerwoko, “Ekstradisi Mungkinkah Kedaulatan Dilepas,” Kompas, 29 Juni 2007, h. 57.

24

Ibid.

25


(33)

21

Pada tanggal 21 September 1995 – 14 April 2003, juga telah disepakati akses dua area latihan militer (Military Training Area/MTA) bagi Singapura, dan proyek bersama pembangunan sejumlah fasilitas latihan militer.Singapura mendanai program kerja sama militer dengan Indonesia. Proyek pengembangan sarana latihan militer ini, dilaksanakan di Provinsi Riau, Kepulauan Riau, serta Area Baturaja di Sumatera Selatan.26

Tentara Indonesia sejak tahun 2011 pun dapat melakukan latihan di Singapura. Ini merupakan bentuk kesepakatan kerja sama pertahanan Singapura dengan Indonesia. Pada tanggal 27 Juli 2011 di Jakarta, Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen bertemu dengan Wakil Presiden Boediono. Pertemuan ini menyepakati bahwa 600 perwira setiap tahunnya dari Indonesia dapat melakukan latihan militer di Singapura, demikian sebaliknya.27

Dengan melihat bentuk-bentuk kerja sama pertahanan yang dilakukan Singapura dengan Indonesia maka dapat disimpulkan, bahwa kedua negara menyadari adanya kepentingan strategis untuk saling membantu di area pertahanan. Berbagai kerja sama ini memang bukan berupa aliansi, melainkan kemitraan. Artinya, Singapura memilih bersahabat dengan Indonesia untuk bersama menjaga keamanan negara masing-masing. Peningkatan kualitas tentara, terus diperkuat dengan latihan bersama.

Namun, selain berbagai perkembangan tersebut, terjadi juga kendala dalam meningkatkan hubungan kerja sama pertahanan kedua negara. Salah satunya adalah Defence

26

Wisnu Dewabrata, “Kerjasama Pertahanan Repotnya Menukar “Uang” untuk “Ruang”,” Kompas, 16 Juli 2007, h. 36.

27

Bayu Galih dan Aries Setiawan, “600 Perwira Latihan di Singapura tiap tahun,” wensite viva, artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam http://nasional.news.viva.co.id/news/read/236176--600-perwira-latihan-di-


(34)

22

Cooperation Agreement (DCA) yang masih terhambat implementasinya karena gagal ratifikasi. Lebih jelasnya mengenai DCA akan dibahas di bab berikutnya.


(35)

23 BAB III

Kegagalan Ratifikasi Defence Cooperation Agreement (DCA)

Bab ini akan menguraikan tentang kompleksitas materialisasi DCA Singapura-Indonesia. Pembahasan akan diawali dengan pemaparan tentang DCA, kemudian dilanjutkan dengan identifikasi masalah penolakan ratifikasi DCA di Indonesia. Deksripsi lebih rinci terkait persuasi Singapura ke Indonesia dalam DCA akan dipaparkan pada bagian akhir bab ini.

A. Usulan Awal Defence Cooperation Agreement (DCA)

Usulan Defence Cooperation Agreement (DCA) mulai digulirkan pada tahun 2005.1 Kerja sama pertahanan antara Singapura dan Indonesia terealisasi dalam bentuk latihan bersama. Latihan tersebut, dilakukan oleh para militer kedua negara di wilayah Indonesia. Daerah itu mencakup wilayah Alfa Satu, Alfa Dua, dan Bravo.2

Pada tahun 2006, pembicaraan mengenai DCA sudah berlangsung dalam empat kali pertemuan. Pertemuan perwakilan dari Singapura dan Indonesia membicarakan apa saja yang menjadi hak dan kewajiban dalam DCA. Adanya dialog mengenai DCA menunjukkan bahwa kerja sama pertahanan begitu penting bagi kedua negara. Kerja sama ini diusulkan oleh Singapura karena memerlukan sarana latihan militer. Singapura melihat Indonesia adalah tempat yang tepat untuk melakukan latihan militer (MTA-Military Training Area).3

1

Heru, “DPR Minta Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Tidak Dikaitkan DCA,” website Antara, artikel

diakses pada 8 Maret 2014 dalam www.antaranews.com/berita/30265/dpr-minta-perjanjian-ekstradisi-ri-singapura-tidak-dikaitkan-dca

2

Daerah Alfa Satu, Alfa Dua, dan Bravo adalah wilayah yang disepakati sebagaimana tertuang di dalam pasal 3 DCA. Wilayah tersebut adalah wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 1 di daerah Sumatera.

3

Heru, “DPR Minta Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Tidak Dikaitkan DCA,” website Antara, artikel

diakses pada 8 Maret 2014 dalam www.antaranews.com/berita/30265/dpr-minta-perjanjian-ekstradisi-ri-singapura-tidak-dikaitkan-dca


(36)

24

Negosiasi untuk mewujudkan DCA juga pernah dilakukan di Indonesia. Pada tanggal 9-10 April 2007 diadakan pertemuan di Jakarta, di mana pihak Indonesia diwakili oleh mantan Menlu Ali Alatas dan Singapura diwakili oleh Wakil PM Jayakumar. Pertemuan tersebut merupakan negosiasi sejumlah persoalan yang masih mengganjal hubungan kedua negara, diantaranya masalah DCA.4 Dalam hasil pertemuan tersebut, Singapura meyakinkan bahwa DCA akan mempererat hubungan Singapura dan Indonesia.

Pada 27 April 2007, penandatanganan DCA telah disepakati oleh kedua pemerintah Singapura dan Indonesia. Menteri Pertahanan (Menhan) Singapura Theo Chee Hean dan Menhan Indonesia Juwono Sudarsono menandatangani perjanjian ini. Sedangkan, Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong dan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menjadi saksi dalam kesepakatan kerja sama pertahanan ini yang diselenggarakan di Tampak Siring, Bali.5

DCA merupakan usaha Singapura untuk meningkatkan kerja sama pertahanannya. Singapura memberi alat-alat canggih, sedangkan Indonesia memberi tempat untuk mensimulasi Alat Utama Sistem Pertahanan (Alusista) dari Singapura. Karena luasnya wilayah Indonesia, Singapura menganggap bahwa negara yang bertetangga ini dapat menjalin hubungan yang lebih kokoh. Dalam pembukaan isi DCA disebutkan bahwa, Singapura akan memberi kontribusi pembiayaan selama kerja sama itu berlangsung.6

Kerja sama pertahanan ini juga menegaskan prinsip untuk saling menghormati kepada semua pihak. Dalam Pasal 1 DCA disebutkan, bahwa model hubungan latihan bersama ini menganut asas kesetaraan dan prinsip saling menghormati. Penghormatan Singapura dan

4Wisnu Dewabrata, “Kerja Sama Pertahanan Repotnya Menukar “Uang” Untuk “Ruang”,” Kompas,

16 Juli 2007, h. 36.

5

Ikrar Nusa Bhakti, “Antara Ruang dan Uang,” Kompas, 7 Juni 2007, h. 6.

6

Pasal DCA, h. 1 yaitu peningkatan kerja sama pertahanan akan memberi kontribusi pada hubungan pertahanan nasional kedua belah pihak yang saling menguntungkan.


(37)

25

Indonesia dalam perjanjian ini, adalah wujud hubungan bilateral kedua negara yang erat. Tanpa hubungan yang harmonis, tidak mungkin kerja sama tersebut dapat terjalin.

Dalam DCA, Singapura dan Indonesia menyepakati bahwa latihan militer akan digelar di wilayah Indonesia. Dalam perjanjian itu, wilayah yang digunakan adalah Alfa 1, Alfa 2, dan Area Bravo. Ketiga wilayah ini bertempat di laut yang dapat digunakan oleh militer udara dan laut. Sebelumnya, wilayah yang diajukan Singapura adalah lima lokasi yaitu Alfa 1 dan 2, Area Bravo, Baturaja dan Pulau Ara. Indonesia hanya menyapakati tiga lokasi yaitu Alfa 1 dan 2 serta Area Bravo. Wilayah Baturaja dan Pulau Ara tidak mendapat izin dari pihak Indonesia.7 Walau hanya mendapat tiga tempat latihan di wilayah Indonesia. Singapura tetap siap dengan hasil dari kesepakatan bersama dengan Indonesia. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 3 DCA.

Daerah Alfa 1 dan 2 serta Area Bravo adalah wilayah untuk tentara Angkatan Udara dan Angkatan Laut. Sedangkan, Angkatan Darat Singapura tidak memiliki tempat khusus di daratan Indonesia untuk latihan bersama. Hal ini dikarenakan, wilayah Baturaja yang diusulkan oleh Singapura, tidak berhasil untuk disepakati. Baturaja yang bertempat di Palembang tidak digunakan untuk latihan, karena merupakan tempat latihan militer Indonesia. Selain Baturaja, daerah Pulau Ara juga tidak disepakati untuk dipakai oleh militer Singapura. Ketiga wilayah yang diberikan dalam DCA sudah cukup luas untuk latihan pertahanan Singapura dan Indonesia.8

Bagi Indonesia, Tentara Nasional Indoenesia (TNI) dituntut meningkatkan profesionalitas dalam menjaga negara. Salah satu usaha itu adalah handal saat latihan. Djoko Suyanto mengarahkan, profesionalitas dan ketangguhan TNI memerlukan latihan yang

7

Rakaryan Sukarjaputra, “RI-Singapura Benang Kusut Dua Perjanjian RI-Singapura,” Kompas, 8 Juli

2007, h. 5

8


(38)

26

didukung dengan sarana, prasarana, dan peralatan yang modern. Tetapi, pemerintah Indonesia sayangnya belum mampu menyediakan semua itu.9 Disinilah DCA yang ditawarkan oleh Singapura dapat mengatasi keterbatasan sarana militer di Indonesia.

DCA menjadi kesempatan bagi militer Indonesia untuk mengasah kemampuan pertahanannya. Meminjam istilah Muladi, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Indonesia pada tanggal 5 Juli 2007, bahwa DCA adalah kesempatan dan sarana latihan bersama dengan tentara Singapura.10 Artinya latihan bersama itu dapat meringankan anggaran pertahanan negara yang masih terbatas di Indonesia.11 Sehingga, latihan-latihan untuk para tentara Indonesia dapat digelar dengan canggih sesuai isi DCA.

Banyak sekali keuntungan yang bisa diperoleh Indonesia dari DCA. Pada 16 Juli 2007, Pemerintah Indonesia menyampaikan beberapa poin yang menguntungkan bagi Indonesia, yaitu: (1) Singapura bersedia membiayai 90 persen fasilitas latihan militer di Baturaja (Sumsel) dan kawasan latihan militer Seabu (Pekanbaru), dan setelah 20 tahun menjadi milik Indonesia; (2) akses TNI meggunakan fasilitas kawasan latihan perang maupun peralatan militer Singapura, seperti simulator tempur milik Singapura; (3) Indonesia menjadi penentu kapan waktu dan dengan siapa Singapura berlatih; (4) Memberikan kerangka hukum yang lebih pasti dan mempertegas batas wilayah latihan perang Singapura; (5) Indonesia berhak menggunakan wilayah udara dan laut Singapura untuk latihan terbang dan patroli; (6) Semua personel militer Singapura yang berada di wilayah kedaulatan Indonesia harus tunduk kepada hukum Indonesia.12

9 Dwa, “Kerja Sama Pertahanan Panglima TNI Bantah DCA Antara RI dan Singapura Tidak

Menguntungkan,” Kompas, 24 Mei 2007, h. 2.

10Dwa, “Kerja Sama Bilateral Pemerintah Tetap Harus Jaga Harga Diri dan Kedaulatan,” Kompas, 6

Juli 2007, h. 3.

11

Pada tahun 2007, Anggaran belanja pertahanan Indonesia hanya US$ 2,6 M. Dibandingkan Singapura yang mencapai US$ 10,05 M. Data ini diperoleh dari Buku Putih Pertahanan Indonesia tahun 2008.

12“Nasib Kerja Sama Pertahanan RI


(39)

27

Singapore Air Force (SAF) memang jauh mengungguli TNI. Ini diantaranya terlihat dari data kepemilikan pesawat tempur udara (Air Force) Singapura dan Indonesia. Data selengkapnya mengenai kepemilikan Air Force berdasarkan Military Balance dapat dilihat pada tabel berikut.13

Tabel III. 1 Jumlah Kepemilikan Air Force Tahun 2007

Jenis Indonesia Singapura

Aircraft Combat

94 108

Helicopter 49 64

Jumlah 143 172

Sumber: Data dari Miltary Balance 2008

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan jumlah pesawat tempur Singapura dengan Indonesia berbeda dua puluh Sembilan pesawat. Pesawat tempur memang menjadi prioritas instrumen pertahanan Singapura. Helikopter Indonesia hanya mempunyai empat puluh sembilan, sedangkan Singapura yang negara kecil memiliki enam puluh empat. Indonesia sebenarnya perlu memiliki pesawat tempur yang lebih banyak karena memiliki wilayah yang luas dibandingkan Singapura yang kecil. Ini menjadi salah satu alasan mengapa kerja sama pertahanan perlu dilakukan Singapura dan Indonesia untuk peningkatan kualitas para tentaranya melalui DCA.

Walau banyak keuntungan yang didapatkan Indonesia dalam kerja sama pertahanan ini. Terdapat juga perbedaan pendapat bahkan penolakan DCA oleh Parlemen di Indonesia. Hal ini, akan diuraikan pada pembahasan selanjutnya.

13


(40)

28

B. Penolakan Ratifikasi DCA oleh Parlemen Indonesia

Awal wacana penolakan DCA digulirkan oleh seorang analis hukum internasional, Hikmahanto Juwana. Pada tanggal 25 April 2007, DCA mendapat protes dari pakar hukum ini, bahwa: “DCA bukanlah prioritas bagi Indonesia”. DCA yang berlatarbelakang untuk latihan militer, belum perlu dilakukan antara Singapura dan Indonesia. Untuk itu, DCA sebelum ditandatangan oleh kedua pemerintah, mendapatkan respon negatif oleh Guru Besar Hukum Internasional tersebut.14

Senada dengan Hikmahanto, Amin Rais yang pernah menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), menilai bahwa DCA lebih memberi keuntungan ke Singapura. Indonesia sebagai pihak yang diajak kerja sama tidak memperoleh hasil positif dari DCA. Respon mantan Ketua MPR ini memberi sinyal bahwa proses DCA harus dihentikan karena tidak menghasilkan apa-apa buat Indonesia.15

Dengan melihat reaksi para tokoh di atas, maka Menhan kemudian memberi pernyataan ratifikasi tentang DCA. Pada tanggal 30 April 2007, Juwono Sudarsono menjelaskan bahwa DCA akan meningkatkan kemampuan militer Indonesia. Sejumlah fasilitas juga akan diberi dari Singapura sebagai sarana latihan.16 Berikut gambar peta wilayah Indonesia yang disepakati oleh Menhan Juwono Sudarsono dan Menhan Singapura Theo Chee Hean.

14Tra, “DPR Diminta Tunggu Penyerahan Dokumen Penolakan Perjanjian Kerja Sama RI

-Singapura Terburu-buru,” Kompas, 27 Juni 2007, h. 4.

15

Ibid.

16


(41)

29

Gambar III. 1 Peta Wilayah DCA Singapura dan Indonesia

Sumber: www.kemlu.go.id

Gambar di atas adalah wilayah Indonesia yang dapat digunakan oleh Singapura untuk menggelar latihan militer.

Pada tanggal 1 Mei 2007, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso pun menyatakan dukungan bagi DCA dengan memastikan bahwa tidak ada wilayah Indonesia yang ditukar melalui perjanjian terkait. Beliau menanggapi, bahwa DCA murni untuk latihan militer. DCA Singapura dan Indonesia merupakan peluang kedua negara untuk latihan dengan peralatan modern di wilayah Indonesia.

Pada tanggal 3 Mei 2007, Hassan Wirajuda meminta agar anggota Komisi 1 DPR memandang DCA secara menyeluruh. DCA bukanlah proses menjual wilayah Indonesia. DCA disepakati sebagai kerangka kerja area latihan dan transfer teknologi di bidang militer.17

17


(42)

30

Pada tanggal 14 Juni 2007, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Indonesia pun ikut mempertimbangkan DCA.18 DPD mengambil langkah untuk mengirim surat ke DPR agar klausul-klausul perjanjian dengan Singapura itu dapat direvisi. Perjanjian tersebut harus saling menguntungkan bagi Indonesia dan Singapura. Lain lagi dengan pendapat Yusron Ihza Mahendra Wakil Ketua Komisi 1 DPR di periode 2004-2009 pada saat yang sama. Menurutnya, negara Indonesia tidak dapat diganti dengan DCA.19 Maksudnya, wilayah teritori Indonesia tidak bisa ditukar dengan sebuah perjanjian pertahanan dengan negara lain. Latihan pertahanan di wilayah Indonesia dapat memberi akses negara lain untuk mengetahui kelemahan pertahanan kita. Ini tidak dapat diterima hingga kapanpun.

Pada 24 Juni 2007, mayoritas anggota Komisi 1 DPR yang membidangi masalah pertahanan dalam negeri menolak DCA. Memakai istilah Yuddy Chrisnandi yang saat itu menjadi anggota Komisi I DPR, bahwa kerjasama pertahanan ini tidak bermanfaat nyata bagi kepentingan nasional Indonesia.20 Artinya, DCA tidak memberikan manfaat yang utama untuk Indonesia.

Seperti halnya dikemukakan Mahfudz Siddiq, salah satu anggota DPR pada 4 Juli 2007 di Jakarta, pemerintah perlu meninjau kembali DCA. Ini terutama terkait pasal-pasal yang merugikan kepentingan negara agar ada perbaikan.21 Siddiq terutama memprotes pasal 3 tentang penggunaan peluru kendali sebanyak 4 kali dalam setahun di Area Bravo, yang

18

Ibid.

19

Lihat “DPR Pertanyakan Kelanjutan DCA Pada Pemerintah Jakarta,” website Wartaterkini, artikel diakses pada 6 Februari 2014 dari http://www.wartaterkini.com/92/74/42/dpr-pertanyakan-kelanjutan-dca-pada-pemerintah.htm

20

Lihat “DCA RI-Singapura Mahasiswa Menolak Latihan Militer Asing,Kompas,28 Juni 2007, h.4.

21

Saat itu, Mahfudz Siddiq masih menjabat di anggota Komisi II DRP RI dan tahun 2010, terpilih sebagai Ketua Komisi I. Pernyataan ini sebagai mewakili suara dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai

partai pendukung pemerintah. Lihat Sut, dkk., “Perjanjian Pertahanan DPR Minta Presiden Tinjau Ulang


(43)

31

menurutnya perlu diminimalisir. Bagi Siddiq, intensitas latihan peledakan peluru kendali tersebut terlalu banyak dan dapat merusak ekosistem Indonesia. Tanpa merevisi klausul yang merugikan ini, DCA tidak dapat diratifikasi. Hanya bila kalau kepentingan nasional sudah terpenuhi, maka DPR akan menyetujuinya.

Tabel di bawah ini menunjukkan berbagai opini menjelang penolakan ratifikasi DCA:22

Tabel III.2 Opini Publik di Indonesia Menjelang Penolakan Ratifikasi DCA

No Tanggal Keterangan

1 23 April 2007 Pembahasan perjanjian kerja sama di Singapura selesai

2 25 April 2007

Hikmahanto Juwana (Pakar Hukum Internasional) menilai perjanjian tak efektif sedangkan Lee Kuan Yew tidak mengkhawatirkannya

3 27 April 2007 Penandatanganan perjanjian di Istana Tampak Siring, Bali

4 28 April 2007 Amien Rais menilai perjanjian DCA itu hanya mengungtungkan Singapura

5 30 April 2007 Menhan Juwono Sudarsono siap memberi penjelasan tentang DCA

6 1 Mei 2007

Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto menegaskan, tidak mungkin menjual negara dalam perjanjian kerja sama itu

7 3 Mei 2007 Menlu Hassan Wirajuda ingin Komisi I DPR melihat perjanjian itu secara utuh

8 14 Juni 2007 DPR menolak kerja sama pertahanan

9 25 Juni 2007

Dalam rapat kerja dengan Menlu, Komisi I DPR berkesimpulan menolak perjanjian kerja sama pertahanan dengan Singapura.

Sumber: Tra, “DPR Diminta Tunggu Penyerahan Dokumen,Kompas, 27 Juni 2007, h. 4.

22


(44)

32

Pada intinya, DPR Indonesia menolak perjanjian kerja sama keamanan dengan Singapura. dengan penilaian bahwa Indonesia sebagai pemberi lahan latihan merasa sangat dirugikan dan menguntungkan Singapura. Analis LIPI, Ikrar Nusa Bakti, menyatakan bahwa pasal-pasal DCA tidak secara jelas mengklarifikasi keuntungan bagi DCA. Bahkan, DCA berpotensi merugikan karena mengatur kegiatan latihan militer di Area Bravo dan Alfa yang sebenarnya merupakan zona ekonomi Indonesia. Hal-hal ini membuat DPR memutuskan untuk menolak ratifikasi DCA.

C. Upaya Singapura Mewujudkan DCA di Indonesia

Meskipun DPR telah menolak ratifikasi, Singapura terus berupaya untuk merealisasikan DCA dengan Indonesia. Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo di depan Parlemen Singapura mengatakan, Singapura akan terus bersabar dan akomodatif atas keinginan Indonesia untuk mengubah perjanjian kerja sama pertahanan ini.23 Pernyataan Yeo tersebut adalah indikasi bahwa Singapura tidak akan mundur dalam mendorong ratifikasi DCA. Singapura pun berharap draft revisi DCA dapat kembali menyatukan dua negara dalam kemitraan.

Hanya saja, Menlu Yeo menyatakan keengganannya untuk menerima revisi yang terlalu substanif dalam DCA. Menurutnya, tuntutan Indonesia untuk merubah substansi dari DCA sama saja dengan membatalkan perjanjian.24 DCA bagi Singapura sudah final saat telah ditandatangani pada tahun 2007. Perubahan dapat terjadi, tetapi tidak merubah inti dari perjanjian tersebut. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen Singapura Abdillah Toha, mengutip penjelasan Presiden Singapura tanggal 16 Juli 2007, bahwa memungkinkan perjanjian itu akan batal karena Singapura tampaknya tidak mau

23

Hikmahanto Juwana, “DCA, Hilang Muka Atau Kepercayaan Rakyat?,” Kompas, 19 Juli 2007, h. 6.

24

Lihat Dwa, “Singapura Pertahankan Prinsip DCA Harus Sesuai Kepentingan RI,” Kompas, 17 Juli 2007, h. 1.


(45)

33

diatur oleh Indonesia dalam penyelesaian Implementing Agreement (IA) wilayah Bravo.25 Singapura juga melakukan tawar-menawar di internalnya terkait DCA agar perjanjian tetap berjalan sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.

Upaya selanjutnya untuk mewujudkan DCA dilakukan melalui kunjungan Panglima Angkatan Bersenjata (AB) Singapura Letnan Jenderal Desmond Kuek ke Jakarta tanggal 12 Juli 2007, bertemu Menhan Indonesia Juwono Sudarsono dan Panglima TNI Marsekal Djoko Santoso membicarakan hubungan kedua negara. Menurut Panglima AB Singapura, kedatangannya merupakan pertemuan formal dalam rangka kerja sama pertahanan awal kedua negara. Singapura dan Indonesia sudah menjalin hubungan pertahanan sejak 1970-an dan hasilnya positif.26 Hubungan ini terus diperkuat dengan melakukan berbagai kerja sama yang bernilai positif seperti kerja sama pertahanan. Kunjungan ini dilakukan Singapura, agar DCA sebagai bagian dari kerja sama pertahanan tetap terbuka untuk disepakati.

Pertemuan dengan Presiden Indonesia juga dilakukan oleh Wakil PM Singapura pada Rabu, 14 September 2007 di Jakarta. Pembicaraan dua pemerintah negara ini membicarakan sejumlah hal tentang keamanan regional.27 Wakil PM Singapura yang merangkap sebagai Menteri Koordinator Bidang Keamanan Nasional membawa misi untuk mempersuasi agar DCA dapat diratifikasi di Indonesia.

Pada tahun 2008, Singapura tetap menanti respon dari Indonesia terkait DCA. Menurut Menteri Pertahanan Singapura Ten Chee Hean, Singapura akan bersikap lebih sabar

25

Ibid.

26Dwa dan Che, “Negosiasi Area Bravo Oleh Deplu

Panglima AB Singapura di Jakarta,” Kompas, 13 Juli 2007, h. 15

27Why dan Edn, “Pembicaraan Wilayah udara Masih Tetap Terbuka,”

Kompas, 15 September 2007, h. 4.


(46)

34

agar perjanjian ini bisa diratifikasi segera oleh DPR. Perjanjian ini memuat kepentingan Singapura yang mesti diperjuangkan.28

Pada tahun 2009, usaha Singapura untuk melancarkan ratifikasi DCA terus berlanjut. Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong kembali menegaskan bahwa penolakan terhadap DCA akan merugikan Indonesia.29 Ini terutama terkait kepentingan Indonesia terhadap perjanjian ekstradisi dengan Singapura yang akan ikut tertunda bila DCA tidak segera diratifikasi.30 Singapura menjadikan DCA sebagai syarat terlaksananya perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Tanpa perjanjian ekstradisi, Indonesia akan kesulitan mengadili beberapa koruptornya yang melarikan diri ke Singapura seperti Sjamsul Nursalim kasus korupsi BLBI Bank BDNI yang merugikan negara Rp 6,9 triliun dan 96,7 juta dollar Amerika.31

Pada tahun 2010, kelanjutan usaha Singapura tidak berhenti. Tanggal 8 Desember 2010, sebagai salah satu upaya dalam memuluskan DCA, dibentuklah kerjasama pertahanan dalam bentuk lain. Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura sepakat untuk

28

Ini merupakan pidato Menteri Pertahanan Singapura di hadapan Komite Singapura pada 29 Februari 2008. Dapat dilihat “Our Regional Security Lanscape,” website Mindef, artikel diakses pada 6 Februari 2014 dalam

http://www.mindef.gov.sg/imindef/press_room/official_releases/nr/2008/feb/29feb08_nr/29feb08_speech.html#. U3bZv3Z2SXs

29

Paket perjanjian ini yaitu ekstradisi dan DCA dipaketkan pada Oktober tahun 2005 di Bali oleh Presiden Indonesia dan PM Singapura. Lihat Simon Saragih, “Singapura Berpikir Komprehensif dan Taktis,” Kompas, 14 Agustus 2009, h. 54.

30

Pemaketan dua perjanjian ini yaitu DCA dan Ekstradisi dinyatakan secara informal oleh Lee Hsien Loong PM Singapura dan Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Indonesia di Tampak Siring, Bali pada awal Oktober 2005. Sehingga dua perjanjian ini harus sama-sama disepakati agar dapat diberlakukan bagi kedua

negara. Lihat Heru, “DPR Minta Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Tidak Dikaitkan DCA,” website Antara,

artikel diakses pada 8 Maret 2014 dalam www.antaranews.com/berita/30265/dpr-minta-perjanjian-ekstradisi-ri-singapura-tidak-dikaitkan-dca

31

Maria Natalia, “Daftar 45 Pelarian Indonesia Ke Luar Negeri,” website Kompas, artikel diakses pada 6 Februari 2014 dalam


(47)

35

mendirikan sekolah instruktur penerbang tempur di Indonesia yang dibiayai oleh Singapura.

32

Ini merupakan cara lain untuk mempersuasi Indonesia dalam mendukung DCA.

Selanjutnya, pada pertemuan pada tanggal 14 September 2011 di Jakarta, Wakil Perdana Menteri Singapura, Teo Chee Hean, mengagendakan bertemu dengan Menteri Pertahanan Indonesia, Purnomo Yusgiantoro. Dalam pertemuannya, Teo mengungkapkan ketertarikannya dalam pengembangan industri pertahanan Indonesia. Teo mencontohkan seperti kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan dalam pembangunan pesawat tempur K/I FX.33 Selain itu, pertemuan Teo dilanjutkan dengan Presiden Indonesia dengan membicarakan isu keamanan regional.34 Hubungannya dengan DCA adalah agar DCA dapat dinegosiasikan kembali. Diplomasi pemberian pesawat tempur oleh Singapura merupakan cara agar sinyal kerja sama pertahanan masih terbuka dengan Indonesia.

Bahkan pada tahun 2012, lima tahun setelah penandatanganan DCA, Singapura masih berusaha untuk melancarkan perjanjian ini. Pertemuan Perdana Menteri Lee Hsien Loong dengan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 Maret 2012, membicarakan sejumlah bidang strategis, diantaranya DCA. Menurut Lee, Indonesia diharapkan dapat merampungkan pembahasan rancangan perjanjian dengan segera.35

Upaya-upaya Singapura mewujudkan DCA dapat dilihat pada gambar berikut.

32

Lokasi pendirian sekolah penerbang ini masih dalam penjajakan. Singapura adalah investor kerja sama pertahanan dengan Indonesia. Ini dapat dilihat dengan hubungan Singapura dan Indonesia sudah terjalin sejak 30 tahun lalu yang dimula dengan latihan Elang Indopurai. Har, “RI-Singapura kerjasama,” Kompas, 9 Desember 2010, h. 2. Lihat juga Djibril Muhammad, “Wapres Sambut Positif Sekolah Penerbang Tempur,” website Republika, artikel diakses pada 6 Februari 2014 dalam http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/10/12/10/151332-wapres-sambut-positif-sekolah-penerbang-tempur

33Why dan Edn, “Pembicaraan Wilayah Udara Masih Tetap Terbuka,”

Kompas, 15 September 2011, h. 4.

34

Ibid.

35Why, “Indonesia


(48)

36

Gambar III.1 Upaya Singapura dalam mewujudkan DCA

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Sumber: data diolah dari Kompas dari tahun 2007-2012.

Dari uraian-uraian di atas, upaya Singapura untuk mewujudkan DCA sangat gigih. Ini menunjukkan bahwa ada kepentingan-kepentingan strategis yang dibawa dalam DCA. Pada bab selanjutnya, akan diuraikan kepentingan Singapura di Indonesia yang melatarbelakangi kepentingan Singapura dalam DCA.

Wakil PM Singapura bertemu dengan Presiden Indonesia membicarakan isu keamanan regional.

Menteri Pertahanan (Menhan) Singapura menghormati

penolakan ratifikasi DCA di DPR Indonesia dan menunggu

kesempatan revisi.

PM Singapura terus membawa proposal baru kerja sama pertahanan dengan Indonesia. Ini bertujuan agar DCA dapat kembali dibicarakan.

Pemerintah Singapura dan Indonesia sepakat mendirikan sekolah penerbang di Indonesia didanai oleh Singapura. Ini adalah diplomasi Singapura agar DCA tetap terbuka untuk ratifkasi.

Wakil PM Singapura dan Menhan Indonesia sepakat dalam mengembangkan industri pertahanan. Ini adalah metode lain Singapura agar DCA tetap dirundingkan kembali.

PM Singapura dan Presiden Indonesia kembali membicarakan tentang DCA dan Indonesia.


(49)

37 BAB IV

KEPENTINGAN SINGAPURA DALAM MEWUJUDKAN DCA DENGAN INDONESIA

Dalam bab sebelumnya, telah dijelaskan mengenai apa itu DCA, dilanjutkan dengan menguraikan bagaimana DCA gagal diratifikasi di Indonesia. Bab tersebut juga menjelaskan upaya Singapura mempersuasi Indonesia agar DCA dapat diratifikasi oleh DPR. Selanjutnya, pada bab ini penulis akan membahas apa saja kepentingan Singapura di balik DCA untuk menunjukkan alasan bersikukuhnya negara tersebut dalam mewujudkan kerja sama ini.

Paparan di bawah ini akan menunjukkan bahwa setidaknya terdapat tiga motif kepentingan Singapura di balik DCA, yaitu: (1) menjaga ekosistem laut Singapura; (2)

counter trafficking dari Indonesia; (3) membantu koordinasi pengamanan aset Singapura di perbatasan Indonesia. Penjelasannya sebagaimana berikut ini.

A. Latihan Militer Tanpa Merusak Ekosistem Laut Singapura

Berlatih tempur tanpa merusak ekosistem Singapura salah satu kepentingan Singapura di belakang DCA. Menurut Adlan Nawawi, Singapura memiliki motif menjaga kehidupan hayati lautnya.1 Sehingga Singapura ingin mendapatkan tempat latihan tempur yang tidak membahayakan ekosistem nasionalnya. Singapura memiliki keinginan untuk menjaga kehidupan lautnya yang cukup terbatas.2 Menurut Ikrar Nusa Bhakti latihan dengan

1

Wawancara dengan Adlan Nawawi (Staf Ahli Anggota Komisi I DPR RI) Jakarta, 26 Maret 2014.

2

Luas Singapura 712,4% km2 secara melingkar meliputi pulau-pulau yang disekelilingnya. Laut Singapura sangat sempit, mengikuti luas daratannya. 12 mil adalah zona ekonomi eksklusif yang dipegang Singapura. Lihat “Singapura,” website Kemlu, artikel diakses pada 6 Februari 2014 dalam www.kemlu.go.id/singapore/Pages/CountryProfile.aspx?l=id


(1)

65 LAMPIRAN 2

Narasumber : Adlan Nawawi

Jabatan : Staff Ahli Yoris Raweyai Anggota Komisi 1 DPR RI

Hari/ Tanggal : Rabu, 23 Maret 2014

Waktu : 15.00-16.00 WIB

Tempat : Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Kertamukti, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia

T :Dari bacaan yang saya rujuk, saya memahami bahwa latarbelakang DCA didasari oleh inisiatif Singapura pada tahun 2005 untuk meningkatkan kerja sama strategis dengan Indonesia. Ini dengan cepat sampai tahun 2007 disikapi positif oleh pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono. Meskipun kendala baru muncul ketika proses ratifikasi. Apakah tujuan DCA murni untuk latihan militer. Apakah pemahaman saya tepat?

J : Kalau dilihat dari detail DCA ini murni untuk latihan karena menggunakan di wilayah Sumatera. Ini wajar karena Singapura negara kecil. Singapura beli alutsista, kalau tidak pernah dicoba maka karatan sendiri. Secara objektif dari DCA itu adalah kerja sama pertahanan.

T : Dari segi pemerintah, apakah memang Indonesia membutuhkan DCA? Mengapa? Padahal di tahun 2007 kita sudah bekerja sama dengan Rusia dalam bidang pencegahan teroris. Apa masih belum cukup?

J : Indonesia itu menganut sistem perdamaian abadi, kerja sama internasional bebas dan aktif, terbuka. Jadi wajar ketika diajak kerja sama maka apa yang salah. Bukan hal yang tabu untuk mengadakan kerja sama. Siapa pun yang mau kerja sama dengan Indonesia itu bisa. Kita membuka diri karena kita bebas dan aktif. Tapi setiap kerja sama itu menganut prinsip konstitusionalisme. Ada semacam timbal balik yaitu sama-sama untung. Mungkin pada waktu, pemerintah secara teknis karena yang menandatangani itu adalah teknisi. Yaitu melihat kerja sama ini dimungkinkan bukan aspek lain. Secara teknis bahwa kita memiliki lahan yang luas dan sebagainya, itu memungkinkan untuk kerja sama selama 25 tahun.


(2)

66

T : Menurut Bapak/Ibu, Apakah keputusan pemerintah menandatangani DCA itu langkah yang bijak? Ya atau tidak, mengapa?

J : Kita kembali ke prinsip bebas dan aktif Indonesia. Bukan persoalan bijak atau tidak tetapi kita membuka diri untuk kerja sama dengan negara lain tidak ada exception (pengecualian). Siapa pun boleh kerja sama, mau itu Singapura, Malaysia maka itu boleh. Tidak ada yang salah dalam sebuah kerja sama. Nantinya kita akan lihat kerja sama itu mengandung dua hal. Yaitu secara prosedural dan substansial. Prosedurnya seperti apa, dan substansinya seperti apa.

T : Pada kenyataannya, DCA tidak dapat diwujudkan karena gagal ratifikasi. Penolakan ini didasari oleh beberapa alasan, terutama terkait kalkulasi keamanan, misalnya menurut Yuddy Chrisnandi, DCA tidak memberikan keuntungan bagi Indonesia. Kemudian, Mahfudz Siddiq, DCA perlu ditinjau kembali pasal-pasalnya. Yusron Ihza Mahendra berpendapat, DCA tidak bisa menjadi alat tukar bagi wilayah Indonesia. Ini beberapa argumentasi yang saya temukan terkait penolakan DCA oleh DPR. Menurut Ibu/Bapak, apakah penolakan-penolakan tersebut memiliki alasan yang tepat?

J : Anggota DPR itu bermacam-macam perspektif. Ada yang ekstrem, ideologis, dan ada yang melihat secara komprehensif. Ada prosedural dan substansial. Kalau kerja sama, secara prosedural kita akan lihat bagaimana proses kerja sama itu. Tentu dari proses penandatanganan. Secara prosedural itu tidak masalah. Tapi ketika masuk ke ranah substansial “kedaulatan”, itu maka ada pendapat bermacam-macam dan pada intinya adalah penolakan. Ada yang menolak secara ekstrem Yuddi dari fraksi Partai Golkar. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, itu yang paling getol yaitu Mahasak Johan. Menurut Johan, DCA ini tidak bermanfaat. Kata tidak bermanfaat ini sangat wacana. Argumentasi ini sangat mengawang-awang. Di sisi ekstrem, kesimpulannya seperti itu. Kalau pun kita mau tinjau, tentu saja kita bisa meninjau kembali poin-poin kerja sama itu. Intinya adalah sama-sama menguntungkan. Mahfud Siddiq saat bicara seperti itu karena sampai sekarang kita bisa tinjau kembali. Singapura bisa mengangkat kembali DCA ini. Kita belum meratifikasi saja atau belum diundang-undangkan. Mau dibuka kembali DCA itu, maka itu tidak ada masalah dan tidak melanggar Undang-Undang. Kita disuruh detailnya, maka itu wajar.

T : Dari berbagai alasan yang sudah dikemukakan oleh DPR, apakah ada alasan lain yang ingin Ibu/Bapak tambahkan untuk menjadi perhaian tentang DCA?


(3)

67

J : Alasannya itu adalah karena alasan prosedural. Kita setuju bahwa DCA sudah ditandatangani dan diwakili oleh pemerintah Indonesia. Secara teknis dalam hubungan kerja sama itu maka itu bisa. Awalnya dikatakan kita memiliki lahan yang luas. Singapura mau meminjam wilayah kita untuk semacam latihan pertahanan. Kemudian kita juga akan mendapat semacam timbal balik, yaitu ada transfer teknologi. Itu dianggap sebagai timbal balik. Kalau kita beri lahan untuk latihan, maka kita diberi pengetahuan dan teknologi terkati hal-hal yang bersifat teknis dalam konteks industri pertahanan itu. Cuma itu tidak bisa ditindaklanjuti dengan seperti hal itu saja. Kita tahu dalam Undang-Undang Dasar (UUD) pasal 11 bahwa setiap perjanjian internasional itu begitu intinya, harus melalui pintu DPR. Di situ lah, “merasa dilangkahi” DPR. Kalau kita melihat secara komprehensif, maka tidak bisa disahkan perjanjian tanpa proses DPR. Kemudian kita juga punya Undang-Undang (UU) no. 24 tahun 2000 tentang mekanisme meratifikasi perjanjian menjadi sebuah UU. Pasal 9 ayat 2 dengan jelas bahwa setiap perjanjian harus melalui DPR atau disahkan oleh DPR mejadi UU. Di pasal 10 Perjanjian untuk menjadi UU itu adalah perjanjian pertahanan dan sebagainya. Memang ada cela, bagi pemerintah tidak perlu melalui DPR yaitu cukup dengan Keputusan Presiden (KepPres). Di pasal 9 ayat 1 bahwa Presiden bisa menyetujui perjanjian tanpa ratifikasi DPR. Tapi dengan melihat pasal 10 , ada item-item tertentu yang tidak bisa dilangkahi oleh pemerintah atau dengan sekedar KepPres. Seperti tadi perjanjian pertahanan. Karena mengapa, kembali ke konstitusi pasal 11 bahwa ini mengandung hajat hidup orang banyak. Kalau kita lihat nanti ada kerja sama pertahanan. Singapura nanti mengangkut tank-tanknya. Hal ini akan memengaruhi psikologis masyarakat Sumatera. Ada tank di jalan raya, ada amunisi yang lalu-lalang. Ini seperti apa wilayah saya. Kalau secara prosedur dan UU, kita bisa mendebat pemerintah untuk tidak meratifikasi DCA.

T : Saat ini, Indonesia sedang merivisi DCA. Namun Singapura sendiri berharap pasal-pasal yang substansial tidak berubah. Menurut Ibu/Bapak sendiri, apakah ini memungkinkan ? J : Sangat mungkin. Kalau itu direvisi dan dicek kembali pasal-pasalnya. Persoalannya kemarin adalah DPR merasa dilangkahi oleh pemerintah. Agak ekstrem penolakan dari DPR. Kalau ditinjau kembali itu bisa. Tahun 2013, DCA kembali menjadi wacana lagi. Sehingga kalau sekarang masih mau, harus jelas sikap kedua negara batal atau dilanjutkan. Karena ini bisa menjadi polemik terus-menerus.


(4)

68

T : Setelah lebih dari 5 tahun gagalnya ratifikasi DCA oleh Indonesia, Singapura tetap berupaya mempersuasi Indonesia untuk mewujudkan perjanjian tersebut. Ini menunjukkan bahwa DCA memang sangat penting bagi Singapura. Dari kacamata Ibu/Bapak, kepentingan Singapura dalam kasus DCA ini lebih berupa kepentingan strategis atau ekonomi? Maksudnya, apakah memang kepentingannya adalah untuk meningkatkan kemampuan militer kedua negara, atau ada motif lain yang perlu diwaspadai Indonesia?

J : Kalau motif lain agak sulit karena tidak ada bukti. Karena juga prosesnya belum berlangsung. Tapi yang bisa kita lihat, akan timbul efek psikologis di masyarakat kalau itu terjadi. Jadi ada persoalan di masyarakat secara psikologis, karena datangnya amunisi-amunisi ke daerah Sumatera. Masyarakat beranggapan nantinya kita diserang atau apa ini. Kemudian, misalnya ada percobaan tembakan di laut, itu kan akan menganggu kehidupan hayati di laut. Ini harus dipertimbangkan. Makanya, terlepas dari masalah substansi, ini memang tidak dibicarakan ke DPR. Menyangkut kehidupaan rakyat Indonesia, tanah, lingkungan, maka itu harus dibicarakan. Dan UU mengamanatkan seperti itu.

T : Mengingat bahwa ada klausul dalam DCA yang menyatakan bahwa Singapura berhak mengundang dan menentukan pihak ke-3 untuk terlibat dalam latihan militer di Indonesia. mungkin tidak ada negara lain yang sebenarnya berada di belakang Singapura dalam DCA ini? Mohon penjelasannya?

J : Sangat mungkin ada kepentingan negara-negara lain di situ. Ini merupakan spionase ke Indonesia. Tanpa ke Indonesia pun, kita sudah disadap. Sudah lah, semua memang ada kepentingannya. Semua tindakan itu, pasti ada kepentingannya.

T : Dalam menjelaskan kepentingan Singapura dalam DCA, saya mengembangkan 4 argumen. Pertama,Singapura hendak menjaga ekosistem lautnya. Kedua, untuk counter trafficking dari Indonesia. Ketiga, untuk memperkuat kontrol informasi di perbatasan Singapura. Keempat, untuk membantu koordinasi pengamanan aset Singapura di perbatasan Indonesia. Apakah ini sudah tepat?

J : Bisa saja, karena sampai saat ini Singapura memperkuat wilayah dan sentra-sentra ekonominya. Mereka akan berusaha untuk mempersuasi ke Indonesia.


(5)

69

T : Menutup wawancara, apakah Ibu/Bapak ada masukan kepentingan Singapura apalagi yang mestinya saya pertimbangkan dalam penulisan skripsi tentang DCA ini? Apalagi yang kira-kira Singapura cari melalui DCA?

J : Ini merupakan kekurangan Indonesia dalam berdiplomasi. Bukan persoalan teknis juga. Ini memang masalah yang kompleks bagi negara berkembang. Singapura memiliki kepentingan yang besar. Banyak juga rakyat Indonesia yang membawa sumber daya ke Singapura. Tapi, apa hal ini harus menutup hubungan kita dengan Singapura. apa pun bentuk kerja sama, maka kita harus buka. Kalau ada yang ajak kerja sama, kemudian kita bilang ini ada kepentingan maka itu tidak boleh. Prinsip bebas aktif, ya terbuka dan kita harus aktif dalam bekerja sama. Ketertundaan ini, bukan jalan kita untuk menutup diri. Kita ini menganut prinsip bebas dan aktif. Secara global, mungkin kita tidak bekerja sama secara fisik. Benar yang dikatakan Mahfud Siddiq bahwa ini harus ditinjau. Bagaimana membahasakan sebuah kedaulatan. Lihat internet, media sosial tidak mengenal kedaualtan. Secara fisik tidak bertemu, tetapi bertemu secara maya jadi tidak ada lagi kedaulatan.

T : Ada masukan/saran lain terkait keseluruhan topik ini? J : Cukup, terima kasih.

Baik Ibu/Bapak, terima kasih atas waktunya. Saya mohon maaf apabila ada kekeliruan dalam wawancara ini.


(6)