HASIL PENELITIAN Perbedaan Kualitas Hidup Pada Penderita Refluks Laringofaring Sebelum Dan Sesudah Pemberian Omeprazole Di RSUP H. Adam Malik Medan

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pre-post test design yaitu untuk menilai perbedaan kualitas hidup pada penderita penyakit refluks laringofaring sebelum dan sesudah pemberian omeprazole di RSUP. H. Adam Malik Medan. Subjek penelitian pada penelitian ini adalah bagian dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Pada saat dimulai, penelitian diikuti oleh 44 subjek penelitian yang bersedia untuk mengikuti penelitian dengan terapi omeprazole 20 mg dua kali sehari sebelum makan. Setelah follow up terdapat 8 subjek penelitian yang drop out, 1 subjek tidak bersedia melanjutkan pengobatan karena tidak toleran dengan omeprazole, 5 subjek tidak dapat melanjutkan follow up karena tempat tinggal yang jauh dari tempat penelitian dan 2 subjek tidak melanjutkan follow up dengan alasan yang tidak jelas. Terdapat 36 subjek penelitian yang menyelesaikan penelitian sesuai dengan jumlah minimal subjek penelitian. Penilaian kualitas hidup, skor RSI dan skor RFS dilakukan sebanyak lima kali pengamatan. Pengamatan pertama dilakukan pada awal pasien datang sebelum diterapi dengan omeprazole 20 mg dua kali sehari sebelum makan. Pengamatan kedua dilakukan setelah 2 minggu terapi dengan omeprazole. Pengamatan ketiga dilakukan setelah 4 minggu 1 bulan terapi dengan omeprazole. Pengamatan keempat dilakukan setelah 8 minggu 2 bulan terapi dengan omeprazole. Pengamatan kelima dilakukan setelah 12 minggu 3 bulan terapi dengan omeprazole. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian Karakteristik N Jenis Kelamin Laki-Laki 12 33,3 Perempuan 24 66,7 Umur 18 - 45 tahun 13 36,1 45-64 tahun 18 50,0 64 tahun 5 13,9 Tingkat Pendidikan Rendah 9 25 Menengah 8 22,2 Tinggi 19 52,8 Total 36 100 Dari tabel 4.1 terlihat dari 36 subjek penelitian terdapat 24 66,7 wanita dan 12 33,3 pria. Dijumpai lebih banyak subjek penelitian yang berumur 45-64 tahun yaitu sebanyak 18 50. Kelompok umur 18-45 tahun sebanyak 13 subjek 36,1 dan kelompok umur 64 tahun sebanyak 5 subjek 13,9. Dilihat dari tingkat pendidikan, yang terbanyak adalah subjek penelitian berpendidikan tinggi akademi dan universitas sebanyak 19 subjek penelitian 52,8 diikuti dengan tingkat pendidikan rendah SD dan SMP sebanyak 9 subjek 25 dan tingkat pendidikan menengah sebanyak 8 subjek 22,2. Tabel 4.2 Distribusi frekuensi penderita dengan gejala penyakit reluks laringofaring berdasarkan Body Mass Index BMI Karakteristik BMI Jumlah Presentase 18,5 - 24,9 normoweight 20 55,6 25,0 - 29,9 overweight 8 22,2 Universitas Sumatera Utara 30 obesitas 8 22,2 Rerata Body Mass Index BMI± SB 26,1±4,6 Terlihat dari tabel 4.2 bahwa subjek penelitian lebih banyak dengan berat badan normal BMI 18,5-24,9 sebanyak 20 subjek penelitian55,6, diikuti dengan overweight BMI 25,0 -29,9 sebanyak 8 subjek penelitian 22,2 serta obesitas sebanyak 8 subjek penelitian 22,2. Rerata BMI pada penelitian ini adalah 26,1±4,51. Tabel 4.3 . Distribusi frekuensi penderita penyakit refluks laringofaring berdasarkan keluhan utama Karateristik Keluhan Utama Jumlah Presentase Banyak dahak di tenggorokan PND 9 25,0 Rasa mengganjal di tenggorokan 18 50,0 Sering mengeluarkan lendir tenggorok 3 8,3 Suara serak 1 2,8 Sukar menelan 5 13,9 TOTAL 36 100 Penilaian keluhan utama adalah keluhan yang paling mengganggu pasien sehingga mencari pengobatan. Dari tabel 4.3 terlihat keluhan utama terbanyak yang dirasakan adalah rasa mengganjal di tenggorokan sebanyak 18 50 subjek penelitian. Diikuti dengan keluhan banyak dahak di tenggorokan PND sebanyak 9 subjek penelitian 25. Sering mengeluarkan lendir tenggorok throat clearing mendehem dan sukar menelan sebanyak 8,3 , sukar menelan sebanyak 2,8 serta suara serak sebanyak 2,5. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.4 Distribusi frekuensi penderita penyakit refluks larigofaring berdasarkan keluhan yang dirasakan n=36 Karakteristik keluhan Jumlah Mendehem throat clearing 35 97,2 Rasa mengganjal 34 94,4 Batuk yang menganggu 29 80,6 PND mukus berlebih 29 80,6 Heartburn 26 72,2 Suara serak 26 72,2 Sukar menelan 21 58,3 Batuk setelah makanberbaring 19 52,8 Sukar nafas chocking 17 47,2 Dari tabel 4.4 dapat dilihat keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita dengan gejala refluks laringofaring pada penelitian ini adalah sering mendehem throat clearing, terdapat pada 35 subjek penelitian 97,2, diikuti dengan rasa yang mengganjal ditenggorokan terdapat pada 34 subjek 94,4, batuk yang mengganggu dan post nasal drip PND di temukan 29 subjek penelitian 80,6, heartburn dan suara serak pada 26 subjek penelitian 72,2. Sukar menelan ditemukan pada 21 subjek penelitian 58,3. Batuk setelah makan atau berbaring terdapat pada 19 subjek penelitian 52,8 dan keluhan yang paling jarang adalah sukar bernafas chocking, yaitu terdapat pada 17 subjek penelitian47,2. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.5 Distribusi frekuensi penderita penyakit refluks laringofaring berdasarkan tanda patologis laring yang didapat n=36 Karakteristik tanda patologis laring Jumlah Ventrikular obliterasi 35 97,2 Hipertrofi komisura posterior 3597,2 Edema difus 2877,8 Eritema 2672,2 Mukus kental endolaring 2569,4 Edema glotis 2569,4 Edema subglotik pseudosulkus vokalis 2158,3 Granuloma 00 Pada tabel 4.5 terlihat tanda patologis laring yang paling sering ditemukan adalah ventrikular obliterasi dan hipertrofi komisura posterior terdapat pada 35 subjek penelitian 97,2. Edema difus dijumpai pada 28 subjek 77,8. Eritema ditemukan pada 26 72,2. Mukus kental endolaring ditemukan pada 25 subjek 69,4. Edema glotis ditemukan pada 24 subjek 66,7. Tanda patologis laring granuloma tidak dijumpai pada penelitian ini. Tabel 4.6 Perbedaan Rerata RSI Penderita Penyakit Refluks Laringofaring dari pengamatan pertama sampai kelima Waktu Pengamatan RSI Rerata ± SB p value p value Pertama 18,47 ± 4,35 0,0001 a 0,0001 b Kedua 10,94 ± 3,90 0,0001 c Ketiga 7,47 ± 3,01 0,001 d Keempat 4,75 ± 2,83 0,0001 e Kelima 2,75 ± 2,36 a= p value antara pengamatan pertama sebelum terapi sampai pengamatan ke limasetelah terapi 12 minggu Universitas Sumatera Utara b c = p value antara pengamatan kedua dan ketiga = p value antara pengamatan pertama dan kedua d = p value antara pengamatan ketiga dan keempat e = p value antara pengamatan keempat dan kelima Dari tabel 4.6, dengan menggunakan uji friedman diperoleh perbedaan yang signifikan rerata RSI setelah pemberian omeprazole antara pengamatan pertama sebelum terapi sampai pengamatan kelima setelah terapi 12 minggu dengan p=0,0001, p0,05. Dengan menggunakan uji paired t test diperoleh perbedaan yang signifikan rerata RSI antara pengamatan pertama dan pengamatan kedua p=0,0001, p0,05. Terdapat perbedaan yang signifikan rerata RSI antara pengamatan kedua dan pengamatan ketiga p=0,0001, p0,05. Antara pengamatan ketiga dan keempat juga terdapat perbedaan yang signifikan p=0,001, p0,05. Perbedaan yang signifikan rerata RSI juga didapat antara pengamatan keempat dan pengamatan kelima p=0,0001, p0,05. Gambar 4.1 Grafik garis RSI dari pengamatan pertama sampai kelima Berdasarkan hasil analisis dan gambar 4.1 terlihat adanya tren penurunan RSI dari pengamatan pertama sampai kelima dimana RSI 5 10 15 20 Pertama Kedua Ketiga Keempat Kelima RSI Waktu Pengamatan RSI Universitas Sumatera Utara tertinggi terlihat pada pengamatan pertama yaitu 18,47±4,35 dan RSI terendah pada pengamatan kelima yaitu 2,75 ±2,36. Tabel 4.7 Perbedaan Rerata RFS Penderita Penyakit Refluks Laringofaring dari pengamatan pertama sampai kelima Waktu Pengamatan RFS Rerata ±SB P value P value Pertama 10,81 ±2,73 0,0001 0,0001 a b Kedua 9,25 ±2,62 0,0001 Ketiga c 6,25 ±2,18 0,001 Keempat d 4,92 ±1,73 0,0001 Kelima e 3,31 ±1,31 a = p value antara pengamatan pertama sebelum terapi sampai pengamatan ke limasetelah terapi 12 minggu b c= p value antara pengamatan kedua dan ketiga = p value antara pengamatan pertama dan kedua d= p value antara pengamatan ketiga dan keempat e= p value antara pengamatan keempat dan kelima Dari tabel 4.7 terlihat dengan menggunakan uji friedman diperoleh perbedaan yang signifikan rerata skor RFS setelah pemberian omeprazole antara pengamatan pertama sampai pengamatan kelima p=0,0001, p0,05. Dengan menggunakan uji paired t test diperoleh perbedaan yang signifikan rerata RFS antara pengamatan pertama dan pengamatan kedua p=0,0001, p0,05. Diperoleh perbedaan yang signifikan rerata RFS antara pengamatan kedua dan pengamatan ketiga p=0,0001, p0,05. Pengamatan ketiga dan keempat juga diperoleh perbedaan yang signifikan rerata RFS p=0,001, p0,05. Diperoleh perbedaan yang Universitas Sumatera Utara signifikan rerata RFS antara pengamatan keempat dan pengamatan kelima p=0,0001, p0,05. Gambar 4.2. Grafik garis RFS dari pengamatan pertama sampai kelima Berdasarkan hasil analisis dan gambar 4.2 terlihat adanya tren penurunan RFS dari pengamatan pertama sampai kelima dimana RFS tertinggi terlihat pada pengamatan pertama yaitu 10,81±2,73 dan RFS terendah pada pengamtan kelima yaitu 3,31±1,31. Tabel 4.8 Perbedaan rerata skor kualitas hidup penderita penyakit refluks laringofaring dari pengamatan pertama sampai kelima Waktu Pengamatan Skor Kualitas Hidup Rerata ±SB P value P value Pertama 47,57 ±8,93 0,0001 0,0001 a b Kedua 57,8 ±10,88 0,0001 c Ketiga 70,08 ±7,67 0,0001 d Keempat 78,07 ±6,03 0,0001 e Kelima 83,17 ±6,16 a= p value antara pengamatan pertama sebelum terapi sampai pengamatan ke limasetelah terapi 12 minggu 2 4 6 8 10 12 Pertama Kedua Ketiga Keempat Kelima RF S Waktu Pengamatan RFS Universitas Sumatera Utara b c = p value antara pengamatan kedua dan ketiga = p value antara pengamatan pertama dan kedua d = p value antara pengamatan ketiga dan keempat e = p value antara pengamatan keempat dan kelima Dari tabel 4.8 terlihat dengan menggunakan uji repeated anova diperoleh perbedaan yang signifikan rerata skor kualitas hidup setelah pemberian omeprazole antara pengamatan pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima p=0,0001, p0,05. Dengan menggunakan uji paired t test diperoleh perbedaan yang signifikan rerata skor kualitas hidup antara pengamatan pertama dan pengamatan kedua p=0,0001, p0,05. Diperoleh perbedaan yang signifikan rerata skor kualitas hidup antara pengamatan kedua dan pengamatan ketiga p=0,0001, p0,05. Terdapat perbedaan yang signifikan rerata skor kualitas hidup antara pengamatan ketiga dan pengamatan keempat p=0,0001, p0,05. Dengan menggunakan uji paired t test diperoleh perbedaan yang signifikan rerata skor kualitas hidup antara pengamatan keempat dan pengamatan kelima p=0,0001, p0,05. Gambar 4.3. Grafik garis peningkatan skor kualitas hidup dari pengamatan pertama sampai kelima 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Pertama Kedua Ketiga Keempat Kelima Rer a ta Sk o r K u a li ta sH id u p Waktu Pengamatan Rerata Skor Kualitas Hidup Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil analisis dan gambar 4.3 terhadap perbedaan rerata skor kualitas hidup maka terlihat adanya tren peningkatan kualitas hidup sejak pengamatan pertama sampai kelima, dimana rerata skor terendah pada pengamatan pertama adalah 47,57±8,93 dan skor tertinggi pada pengamatan kelima yaitu sebesar 83,17±6,16. Universitas Sumatera Utara

BAB 5 PEMBAHASAN